Hubungan Kadar Albumin Serum Dan Outcome Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes

(1)

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME

FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN

TANPA DIABETES

TESIS

OLEH

ROBERTHUS BANGUN Nomor Register CHS : 15431

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2008

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(2)

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME

FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN

TANPA DIABETES

TESIS

Untuk memperoleh gelar spesialis dalam program studi Ilmu Penyakit Saraf pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Medan

OLEH

ROBERTHUS BANGUN

Nomor Register CHS : 15431

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2008

Judul Tesis : HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME

FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES

Nama : ROBERTHUS BANGUN Nomor register CHS : 15431

Program studi : Ilmu Penyakit Saraf

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(3)

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kiking Ritarwan, Sp.S, MKT Prof.Dr. Darulkutni Nasution,Sp.S (K)

NIP. 132 161 243 NIP. 130 535 847

Mengetahui/Mengesahkan

Ketua Program Studi Ketua Departemen Neurologi

Departemen Neurologi FK – USU/ FK – USU/

RSUP. H. Adam Malik Medan RSUP. H. Adam Malik Medan

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS (K) NIP. 131 124 054 NIP. 130 702 008

Tanggal lulus :

Telah diuji pada

Tanggal 27 Mei 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Prof.DR.Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)

2. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)

3. Dr. Darlan Djali, SpS

4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)

5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K) Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(4)

6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS

7. Dr. Aldy S. Rambe, SpS

8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS

9. Dr. Khairul P. Surbakti, SpS

10. Dr. Cut Aria Arina, SpS

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(5)

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke

iskemik dan berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan

hiperglikemia dan diabetes. Diabetes juga dapat menurunkan sintesa albumin yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada orang dewasa. Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional pada penderita diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar albumin serum pada penderita stroke iskemik yang menderita penyakit diabetes dan yang tidak menderita diabetes terhadap outcome

fungsional yang dinilai dengan Bartel index (BI) dan Modified Rankin Scale (MRS).

Metodologi : Penelitian ini merupakan studi prospektif terhadap 30 orang penderita stroke iskemik dengan diabetes dan 30 orang penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang dirawat di bangsal neurologi FK USU/RSUP H. Adam malik Medan periode Nopember 2007 sampai April 2008. Kadar albumin diperiksa pada hari ke-3 setelah masuk rumah sakit dan dinilai BI dan MRS pada hari ke-7 dan 14.

Hasil : Sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik akut dengan diabetes (15 laki-laki, umur rata-rata 61,37 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata-rata-rata 199,2 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata-rata-rata 3,156 g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 73 dan 81,5 dan skor MRS < 4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 23 pasien (76,7%) dan 24 pasien (80%) sementara 30 orang penderita stroke iskemik akut tanpa diabetes (23 laki-laki, umur rata-rata 58,67 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata 93,37 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata 3,402 g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 60,5 dan 69,8 dan skor MRS < 4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 17 pasien (56,7%) dan 19 pasien (63,3%).

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kadar serum albumin dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.

Kata kunci : Albumin, outcome fungsional, stroke iskemik, diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(6)

ABSTRACT

Background : Diabetes mellitus is one of the major risk factor for ischemic stroke and can cause

worse outcome compared to those without hyperglycemia and diabetes. Diabetes mellitus can also decrease albumin synthesis which is related to mortality and morbidity in adult. Although serum albumin level seems to be related to survival and outcome, it is not yet clear whether it is correlated to functional outcome disturbance, especially in diabetic patients. The objective of this study was to determine the influence of serum albumin level on ischemic stroke patients with diabetes and without diabetes toward functional outcome assessed with Bartel index (BI) and Modified Rankin Scale(MRS).

Methods : This was a prospective study toward 30 ischemic stroke patients with diabetes and 30

ischemic stroke patients without diabetes in neurology ward at Haji Adam Malik hospital between the periode of November 2007 – April 2008. Serum albumin level was examined on the 3rd day after admission and BI and MRS were evaluated on day 7 and 14.

Result : There were 30 ischemic stroke patient with diabetes (15 male, mean age 61.37 years,

mean fasting glucose level 199.2 mg/dL, mean serum albumin level 3.156 g/dL) had mean BI score 73 and 81.5 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 23 patients (76,7%) and 24 patients (80%) respectively on day 7 and 14 while 30 ischemic stroke patient without diabetes (23 male, mean age 58,67 years, mean fasting glucose level 93.37 mg/dL, mean serum albumin level 3,402 g/dL) had had BI score 60.5 and 69.8 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 17 patient (56.7%) and 19 patients (63.3%) .

Conclusion : There were no relation between serum albumin level and functional outcome of

ischemic stroke patients with and without diabetes.

Keyword : Albumin, functional outcome , ischemic stroke, diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam Program Pendidikan spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangannya, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.

Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K), (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai peserta PPDS I ) yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Yang terhormat Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K), (Ketua Departemen Neurologi FK – USU Saat penulis diterima sebagai PPDS) yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi peserta didik serta memberi bimbingan selama mengikuti program pendidikan spesialis ini.

Yang terhormat Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan serta dorongan semangat yang tak ternilai selama penulis mengikuti program pendidikan spesialis ini.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(8)

Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, SpS(K), (Ketua Program Studi saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta banyak memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas umatera Utara, Dr. H. Rusli Dhanu, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan serta dorongan semangat dalam menjalani pendidikan spesialis ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Kiking Ritarwan, SpS, MKT dan Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengkoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), almarhum., Dr. Ahmad Syukri Batubara, Sp.S(K) almarhum., Dr. LBM Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr. Yuneldi Anwar, SP.S(K)., Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Aldy S Rambe, Sp.S., Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S dan Dr. Cut Aria Arina, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP H. Adam Malik Medan, terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.

Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya.

Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Kesdam I Bukit Barisan, Rumah Sakit Sri Pamela PTP N III Tebing Tinggi, dan Rumah Sakit Umum F.L Tobing Sibolga yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini sampai selesai.

Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, atas bantuan dan kerja sama yang terjalin baik serta dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(9)

Ucapan terima kasih kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Aribowo, dan seluruh perawat di Departemen Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam pelayanan pasien sehari-hari.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua saya, Andar Antonius Bangun, BA dan Lucia Tarsim Br Ginting yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan bertanggung jawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak dan Ibu mertua saya, Lettu. A. Hutabarat almarhum dan H. Br Siburian yang terus memberikan dorongan, nasehat serta doa yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.

Teristimewa kepada istriku tercinta Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat dan ananda Oktomayer Primonta Bangun, Tictano Enryco Bangun dan Daniel Dacosta Bangun yang dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis mengaharapkan semoga penelitaian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 27 Mei 2008

Dr. Roberthus Bangun

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dr. Roberthus Bangun

Tempat/tanggal lahir : Medan, 04 Nopember 1968

Agama : Katholik

Pekerjaan : -

Nama Ayah : Andar Antonius Bangun, BA

Nama Ibu : Lucia Tarsim Br Ginting

Nama Istri : Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat

Nama Anak : 1. Oktomayer Primonta Bangun

2. Tictano Enryco Bangun 3. Daniel Dacosta Bangun

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Gloria Medan, tamat tahun 1981.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan, tamat tahun 1984. 3. Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Thomas Yogyakarta, tamat tahun 1987. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1995.

Riwayat Pekerjaan

1. Dokter PTT Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1996 sampai tahun 1997.

2. Kepala Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, tahun 1997 sampai tahun 1999.

3. Dokter RSU Sari Mutiara Medan, tahun 1999 sampai 2003. 4. Dokter RSU Sembiring Deli Tua, tahun 2000 sampai tahun 2007.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ………... i

ABTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii - vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... viii

DAFTAR ISI ………... ix - xi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ………... xii - xiii

DAFTAR TABEL ………... xiv – xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ………..………... 1 - 7

I.1. Latar belakang……… 1 - 7

I.2. Perumusan masalah ... 8 I.3. Tujuan Penelitian ………... 8 - 9

I.3.1. Tujuan Umum ……….. 8

I.3.2. Tujuan khusus ………. 8

I.4. Hipotesis ... 9

I.5. Manfaat Penelitian ………. 9 - 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 11 - 58

II.1. Definisi………... 11

II.2. Epidemiologi....……….…………. 11 - 14

II.3. Klasifikasi………..………. 15 - 23

II.4 Faktor Resiko ....………... 23 - 31

II.5. Patofisiologi………... 31 - 51

II.6. Peranan Brain Imaging ..……….... 51 - 53

II.7. Penatalaksanaan………..………... 53 - 55

II.8. Outcome Fungsional Stroke ……….. 55 - 57

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa II.9. KERANGKA KONSEPSIONAL ………. 58


(12)

BAB III. METODE PENELITIAN .………... 59 - 70

III.1. Tempat dan Waktu ...………... 59

III.2. Subjek Penelitian ...………... 59

III.3. Kriteria Inklusi ...………... 61

III.4. Kriteria Eksklusi ... ………... 61

III.5. Batasan Operasional ... 61 - 63 III.6. Instrumen Penelitian ... 63 - 67 III.7. Rancangan Penelitian ... 67

III.8. Pelaksanaan Penelitian ……….... 67 - 68 III.9. Variabel yang Diamati ... 69

III.10. Analisa Statistik ………... 69 - 70

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….... 71 - 66

IV.1. HASIL PENELITIAN ………... 71 - 118

IV.1.1. Karakteristik demografi subjek penelitian ... 71 - 74 IV.1.2. Karakteristik dasar subjek stroke iskemik

dengan diabetes dibanding tanpa

diabetes ………... 74 - 83

IV.1.3. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status

demografi ………... 83 - 97

IV.1.4. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut hasil

CT scan kepala ………... 98 -111

IV.1.5. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa

diabetes menurut kadar albumin serum... 112 - 115

IV.1.6. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar

albumin serum ………... 115 - 118

IV.2. PEMBAHASAN ………... 119 - 131

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(13)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 128 - 129

V.1. KESIMPULAN ……….... 132 - 134

V.2. SARAN ……….... 134

KEPUSTAKAAN ………... 135 – 146 LAMPIRAN ………. 147 - 161

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

AACE : American Association of Clincal Endocrinologists

ACE : American College of Endocrinology

ADA : American Diabetes Association

ADL : Activity Daily Living ALIAS : Albumin in Acute Stroke AODM : Adult Onset Diabetes Mellitus

ASNA : ASEAN(Association of South East Asian Nations) Neurological Association

BADL : Basic Activity of Daily Living

BCG : Brom Cresyl Green

BI : Barthel Index

CT : Computed Tomography

dkk : dan kawan kawan

FOOD : Feed Or Ordinary Diet

GDM : Gestasional Diabetes Mellitus HDL : High Density Lipoprotein

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IGT : Impaired Glucose Tolerance

IL : Interleukin

JODM : Juvenile Onset Diabetes Mellitus LACI : Lacunar Infarct

mRNA : massenger Ribonucleic Acid

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MRS : Modified Rankin Scale

n : Besar sampel

NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale NMDA : N – Methyl – D – Aspartate

OGTT : Oral Glucose Tolerance Test

p : Tingkat kemaknaan

PACI : Partial Anterior Circulation Infarct PNS : Pegawai Negri Sipil

POCI : Posterior Circulation Infarct

rtPA : recombinant tissue Plasminogen Activator RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

Sd Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa : Perkiraan simpang baku dari selisih rerata (dari penelitian atau


(15)

judgement)

SD : Sekolah Dasar

SKG : Skala Koma Glasgow

SGA : Subjective Global Assessment

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

TACI : Total Anterior Circulation Infarct

TIA : Transient Ischemic Attack

TNF : Tumour Necrosis Factor

WHO : World Health Organization

Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α yang telah ditentukan = 1,96

Zβ : Nilai baku normal berdasarkan nilai β yang telah ditentukan = 1,282

% : Persen

≥ : lebih besar atau sama dengan

≤ : lebih kecil atau sama dengan

< : lebih kecil dari

> : lebih besar dari

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Clinical Features, Anatomy, Pathology, Aetiology and Prognosis of the four Clinical Stroke Syndrome.

Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA. Tabel 3. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus

Tabel 4. Kriteria Diagnostik Prediabetes Tabel 5. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Tabel 6. Prevalence of Vascular Risk Factors in 244 patients with a First – Ever - in – a Lifetime Ischemic Stroke (Cerebral Infarction) in the Oxfordshire Community Stroke Project.

Tabel 7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

Tabel-8. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol pada subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-9. Keadaan saat masuk rumah sakit pada subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-10. Hasil pemeriksaan penunjang subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-11. Hasil pemeriksaan CT scan kepala subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-12. Hasil pemeriksaan gangguan motorik subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-13. Distribusi kadar albumin serum subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes menurut umur dan jenis kelamin

Tabel-14. Hasil pemeriksaan rata-rata kadar albumin serum dan kadar gula darah subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes

Tabel-15. Distribusi skor Barthel Index hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi Tabel-16. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi

Tabel-17. Distribusi skor Modified Rankin Scale hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut status demografi Tabel-18. Distribusi skor Modified Rankin Scale (MRS) hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut status demografi

Tabel-19. Distribusi skor BI hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(17)

Tabel-20. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala

Tabel-21. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut CT scan kepala

Tabel-22. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut CT scan kepala

Tabel-23. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum

Tabel-24. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(18)

DAFTAR GRAFIK

Grafik-1. Distribusi kadar albumin serum kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-2. Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes

Grafik-3. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes Grafik-4. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes

Grafik-5. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes

Grafik-6. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes

Grafik-7. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes

Grafik-8. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non Diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian

2. Lembar Pengumpulan Data Penelitian

3. National Institute of Health Stroke Scale

4. Index Barthel

5. Modified Rankin Scale

6. Data pasien stroke iskemik dengan diabetes

7. Data pasien stroke iskemik tanlpa diabetes

8. Lembar Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

9. Rangkuman pertanyaan dan jawaban

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007; Fitzsimmons, 2007; Air and Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007).

Dari data penderita yang rawat inap di bangsal neurologi Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada tahun 2006 diperoleh bahwa dari 598 orang yang opname, 203 (33%) orang merupakan stroke iskemik dan 41(7%) orang merupakan stroke hemoragik (Departemen Neurologi, 2006).

Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).

Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko. Resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang yang penting. Kira-kira 40% - 60% pasien diebetes terkomplikasi dengan hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diebetes dan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy, 2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006).

Diabetes jelas merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik, khususnya pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun tetapi data pada stroke

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(21)

hemoragik masih kontroversial walaupun laporan terbaru dari studi Framingham diduga terjadi peningkatan resiko stroke hemorhagik pada diabetes tipe 2. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes melitus dan insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada non diabetes (Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden dkk, 2007).

Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Pada penelitian prospektif di Finlandia dengan follow up selama 15 tahun, diabetes adalah faktor resiko tunggal yang paling kuat untuk stroke (relative risk untuk laki-laki 3,4 dan untuk wanita 4,9 ) Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes dan sebanyak 37 – 42 % dari semua stroke iskemik di Amerika disebabkan oleh efek diabetes sendiri atau kombinasi dengan hipertensi (Kissela dkk, 2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Rodbard dkk, 2007; Ryden dkk, 2007).

Komponen sindroma metabolik dengan hubungan yang paling kuat dengan stroke iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah hipertensi dan gangguan glukosa puasa. Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke iskemik dan TIA dari pada dengan diabetes (Koren-Morag dkk, 2005).

Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan

Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke (Misbach, 1999).

Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di pembuluh koroner, serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark miokard atau stroke meningkat 2 – 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal dkk, 2004). Pada populasi stroke yang berumur kurang dari 55 tahun, diabetes meningkatkan resiko stroke lebih dari 10 kali lipat (Beckman dkk, 2002). Perkiraan resiko stroke pada populasi diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi tanpa diabetes paling tinggi terjadi pada wanita muda, walaupun resiko ini menurun dengan bertambahnya usia. Pasien-pasien yang berumur

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(22)

lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko yang paling tinggi. Resiko stroke juga berhubungan dengan lamanya menderita diabetes tipe 2 (Mulnier dkk, 2006; Janghorbani dkk, 2007).

Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas, hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela, 2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih

berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat

merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri (Adam dkk, 2007).

Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes (Caplan, 2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007).

Konsentrasi albumin dalam serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi albumin dalam serum sedang sampai sangat rendah berhubungan dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa. Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, tetapi masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional yang ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang rendah berhubungan dengan diabetes dan rendahnya midupper arm muscular area dan disabilitas pada activities of daily living

(ADL) (Castaneda dkk, 2000).

Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin dan mRNA albumin. Konsentrasi mRNA diperlukan untuk aksi pada ribosom adalah faktor penting untuk mengontrol

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(23)

kecepatan sintesa albumin. Trauma dan proses penyakit akan mempengaruhi mRNA. Pengurangan konsentrasi mRNA albumin yang disebabkan oleh berkurangnya transkripsi gen dapat dilihat pada reaksi fase akut yang diperantarai oleh cytokine terutama interleukin-6 (IL-6) dan tumour necrosis factor α (TNF-α). Lingkungan hormonal juga dapat mempengaruhi konsentrasi mRNA. Insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Penderita diabetes mengalami penururnan sintesa, yang dapat diperbaiki dengan pemberian infus insulin (Wanke dan Wong, 1991; Nicholson dkk, 2000).

Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang berkhasiat sebagai neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang dengan stroke akut memperlihatkan bahwa terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan penumpukan natrium, bahkan walaupun diberikan setelah lebih dari 2 jam onset iskemia. (Dziedzic dkk, 2004; Gum dkk, 2004).

Pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial, albumin manusia 25% dalam rentang dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-pasien dengan stroke iskemik akut tanpa komplikasi berat yang dibatasi oleh dosis. Hanya 13% yang mengalami edema pulmonal ringan sampai sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian diuretik (Ginsberg dkk, 2006). Subjek yang menjalani terapi tPA yang menerima albumin dosis tinggi tiga kali memperoleh

outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis rendah albumin, menduga bahwa ada efek sinergistik positif antara albumin dengan tPA (Palesch dkk, 2006).

Walaupun pada beberapa penelitian memperlihatkan manfaat yang bermakna serum albumin manusia pada pengobatan stroke, mekanisme neuroproteksinya belum diketahui. Sejumlah mekanisme yang mungkin telah diuji termasuk pengaruh serum albumin manusia pada perfusi lokal serebral, kerusakan blood-brain barrier, respon asam lemak sistemik dan patensi pembuluh darah kecil. Sementara kebanyakan dari mekanisme ini kemungkinan memberikan kontribusi, belum ada mekanisme yang cukup kuat dilaporkan mempunyai efek neuroprotektif besar (Belayev, 2002; Gum dkk, 2004).

Outcome fungsional pasien-pasien stroke iskemik yang diukur 3 bulan setelah onset

stroke dengan menggunakan modified Rankin Scale (mRS) memperlihatkan bahwa pada

pasien-Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(24)

pasien stroke akut dengan kadar albumin serum yang relatif tinggi menurunkan resiko outcome

yang buruk(Dziedzic dkk, 2004).

I.2. Perumusan Masalah

I.2.1. Bagaimana hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.

I.2.2. Bagaimana hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes

I.3.2. Tujuan khusus:

I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional

penderita stroke iskemik tanpa diabetes.

I.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional

penderita stroke iskemik dengan diabetes

I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik tanpa diabetes.

I.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes.

I.3.2.5. Untuk mengetahui outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes dan tanpa diabetes.

I.3.2.6. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat pendidikan)

dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik

dengan diabetes dan tanpa diabetes.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(25)

I.4. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke

iskemik dengan dan tanpa diabetes.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional

penderita stroke iskemik dengan atau tanpa diabetes maka dapat dilakukan penatalaksanan terhadap hipoalbuminemia, hiperglikemia dan diabetes yang terjadi pada penderita stroke akut sehingga diperoleh outcome fungsional yang lebih baik.

I.5.2. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional

penderita stroke iskemik dengan atau tanpa diabetes maka dapat dilakukan strategi pencegahan terjadinya hipoalbuminemia dan diabetes pada orang-orang yang beresiko tinggi terjadinya stroke.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak (fokal atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).

Stroke iskemik adalah suatu defisit neurologis yang berlangsung secara tiba-tiba yang disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen dan glukosa ke otak dan selanjutnya terjadi kegagalan proses metabolisme di daerah yang terlibat (Hacke dkk, 2003).

II.2. Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang akan mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007 ; Fitzsimmons, 2007; Air dan Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007).

Diantara penduduk asli Amerika, Indian/Alaska yang berumur 18 tahun dan lebih, 5,1% mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika angkanya 3,2%, pada mereka yang berkulit putih 2,5%, dan pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi silent infark serebri diantara umur 55 – 64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat menjadi 22% diantara umur 65 – 69, 28% diantara umur 70 – 74 tahun, 32% diantara umur 75 – 79 tahun, 40% diantara umur 80 – 85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan pada tahun 1998

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(27)

pada perkiraan papulasi di Amerika maka diperkirakan 13 juta penduduk mengalami silent stroke (Rosamond dkk, 2007).

Di Amerika Serikat stroke bertanggung jawab terhadap 1 dalam setiap 15 kematian pada tahun 2001 dan 1 dalam setiap 16 kematian pada tahun 2004 dan rata-rata setiap 3 menit seseorang meninggal karena stroke. Kira-kira 50% kematian karena stroke pada tahun 2003 terjadi diluar rumah sakit (Machfoed, 2003; De Freitas dkk, 2005; Rosamond dkk, 2007).

Stroke juga merupakan menyebabkan pengeluaran yang banyak untuk perawatan kesehatan di Amerika; rata-rata biaya selama hidup pada seorang penderita stroke iskemik diperkirakan 140.000 dolar dan secara nasional terjadi peningkatan dimana pada tahun 1999, beban ekonomi stroke pada masyarakat diperkirakan 45 milyar dolar, terdiri dari 29 milyar dolar untuk pembayaran langsung (rumah sakit, dokter, farmasi dan lain-lain) dan pembayaran tidak langsung seperti kehilangan produktifitas dengan nilai 16 milyar dolar diperkirakan menjadi 62,7 milyar dolar pada tahun 2007 (Rosamond dkk, 2007). Di Amerika serikat sendiri, dijumpai lebih dari 4 juta penderita stroke yang masih bertahan hidup dan lebih dari 750.000 penderita stroke baru setiap tahunnya.(Fitzsimmons, 2007).

Meskipun dapat mengenai semua usia, insidens stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak pada usia yang lebih tua. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55 – 64 tahun adalah 1,25, pada umur 65 – 74 tahun adalah 1,50, pada umur 75 – 84 tahun adalah 1,07, dan pada umur

≥ 85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007).

Stroke merupakan penyebab kecacatan utama diantara semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia dan merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15% sampai 30% menjadi cacat permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan yang tidak hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh keluarga dan pengasuh yang lain (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005; Gilroy, 2000; Hacke, 2003; Goldstein dkk, 2006).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(28)

Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada di Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia, terdapat tendensi peningkatan kasus stroke pada masa yang akan datang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Sedangkan prevalensi stroke pada tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk (Sjahrir, 2003).

Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari 1397 pasien yang didiagnosa stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur rata-rata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan umur rata-rata-rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003).

Penelitian yang bersekala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).

II.3. KLASIFIKASI

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999)

I. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarakhnoid Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(29)

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Stroke in evolution c. Completed Stroke

III. Berdasarkan sistim pembuluh darah 1. Sistim karotis

2. Sistim vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007): 1. Partial Anterior Ciculation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark (TACI) 3. Lacunar Infarct (LACI)

4. Posterior Circulation Infark (POCI)

Tabel-1. Clinical features, anatomy, pathology, aetiology and prognosis of the four clinical stroke syndromes. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS) Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS) Lacunar Syndrome (LACS) Posterior Circulation Syndrome (POCS) Clinical Features

1. Hemiparesis and Hemisensory loss and

2. Homonymous hemianopia and

3. Cortical dysfunction (dysphasia or visu al-spatial-perceptu al dysfunction)

Any two of the three features of TACS (e.g. 1 and 2, 2 and 3, 1 and 3, or 2 alone, 3 alone)

Hemiparesis or Hemisensory loss or Hemisensorymotor loss or

Ataxic hemiparesis No hemianopia or cortical dysfuction

Brainstem symtoms and signs (e.g. diplopia, vertigo, dysphagia, ataxia, bilateral limb defect, hemianopia or cortical blindness

Anatomy Fronto-temporal-pari

etal lobes or tha lamus/internal cap sule/ occipital lobe

Lobar Small deep lesion in corona radiata, inter nal capsule, thala mus or ventral pons

Brainstem and/or cerebellum

Pathology Infarction (85%) or

haemorrhage (15%)

Infarction (85%) or haemorrhage (15%)

Infarction (95-98%) or haemorrhage (2-5%)

Infarction (85%) or haemorrhage (15%)

Aetiology Infarction: occlusion

of ipsilateral ICA or MCA, and occasio nally PCA; by embo lism from heart, aor tic arch or vertebro basilar arteries, or in-situ thrombisis Haemorrhage: any of possible causes

Infarction: occlusion of branch of MCA or PCA; by embolism from heart, aortic

Haemorrhage: any of possible causes

Infarction: usually lipohyalinosis, micro atheroma or “complex” disease (fibrinoid necrosis) of small penetrating artery. Rarely arteritis or embolism Haemorrhage: any of possible causes

Infarction: occlusion of VBA, or PCA, or branches; by insitu thrombosis or embolism from from heart, aortic arch or VBA

Haemorrhage: any of possible causes Recurrence

rates

Low High in first 3

months

Low but steady over 12 months

High first 2 months and steady over 12 months

Prognosis at 1 year

Poor Fair Fair Fair Dead at

1 year (%)

60% 15% 10% 20%

Dependent at 1 year (%)

35% 30% 30% 20%

Independent at 1 year (%)

5% 55% 60% 60%

ICA, Internal Carotis Artery; MCA, Middle Cerebral Artery; PCA, Posterior Cerebral Artery; VBA, Vertebral- Basiler


(30)

Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London. Sindroma ini memberikan informasi yang berharga mengenai lokasi anatomi pembuluh darah, etiologi dan prognosis stroke. Kira-kira 1% pasien stroke tidak cocok dengan salah satu sindrom ini (Hankey dan Lees, 2001).

Diabetes bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi sekelompok gangguan yang heterogen yang berhubungan satu dengan yang lainnya hanya karena manifestasi primer mereka yaitu hiperglikemia dan komplikasi vaskuler yang dihasilkannya. Pada masa yang lalu, ketika pengertian dasar mekanisme patofisiologi masih kurang jelas, klasifikasi diabetes didasarkan pada kelompok umur yang terkena atau pada paradigma pengobatan konvensional. Contohnya, diagnosa diabetes mellitus tipe 1 yang ada saat ini adalah “juvenile-onset diabetes mellitus

(JODM)” atau “insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM)” , sementara diabetes mellitus tipe 2 adalah “adult-onset diabetes mellitus (AODM)” atau “non-insulin-dependent diabetes mellitus

(NIDDM)” (Inzucchi, 2005).

Diabetes tipe 1 mencakup sebagian besar pasien-paien dengan destruksi sel beta islet pankreas dan cenderung menjadi ketoasidosis. Bentuk ini termasuk pasien-pasien dimana destruksi sel beta disebabkan oleh proses autoimun dan pasien-pasien yang tidak diketahui etiologinya. Dalam hal ini tidak termasuk destruksi sel beta atau kegagalan oleh penyebab nonautoimun spesifik (cystic fibrosis). Sementara kebanyakan diabetes tipe 1 ditandai dengan adanya autoantibodi yang merupakan identifikasi proses autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta walaupun pada beberapa subjek dapat dijumpai tidak ada bukti proses autoimun; kasus ini diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus tipe 1 idiopatik. Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk diabetes yang paling sering dan disebabkan oleh resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin. Walaupun penyebab pasti resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin belum sepenuhnya diketahui, keduanya dapat ditentukan secara genetik dan kerusakan sel beta tidak disebabkan oleh proses autoimun (Naik dkk, 2005).

Diagnosa diabetes pada awalnya adalah berdasarkan pada gejala-gejala yang disebabkan oleh hiperglikemia, tetapi selama dekade terakhir banyak penekanan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi diabetes dan bentuk lain abnormalitas glukosa pada subjek yang asimptomatik. Diabetes mellitus berhubungan dengan berkembangnya kerusakan organ jangka panjang yang spesifik (komplikasi diabetes) ternasuk Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa retinopathy yang berpotensi untuk buta,


(31)

nephropathy dengan resiko berkembang menjadi gagal ginjal, neuropathy dengan resiko luka pada kaki, amputasi, dan Charcot joints dan disfungsi otonom seperti gangguan seksual. Pasien-pasien diabetes merupakan resiko tinggi untuk penyakit kadiovaskuler, cerebrovaskuler, dan arteri perifer. Sejak penyatuan pertama klasifikasi diabetes oleh the National Diabetes Data Group pada

tahun 1979 dan the World Health Organization (WHO) pada tahun 1980, beberapa modifikasi

telah diperkenalkan oleh WHO dan the American Diabetes Association (ADA) (Tabel 2) (Ryden dkk, 2007)

Tabel-2. Kriteria klasifikasi glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA

Dikutip dari: Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer,

M., et al. 2007. Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular disease. Eropean Heart Journal Supplement 9:3 – 74.

Sementara itu American College of Endocrinology/American Association of Clincal

Endocrinologists (ACE/AACE) mendukung kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus dan

Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) seperti yang ditetapkan oleh WHO yang terlihat pada tabel 3 dan mendukung kriteria diagnostik untuk prediabetes mellitus seperti yang ditetapkan oleh ADA seperti yang terlihat pada tabel 4 serta klasifikasi diabetes mellitus seperti yang terlihat pada tabel 5 (Rodbard dkk, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(32)

Tabel-3. Kriteria diagnostik diabetes mellitus

Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.

Tabel-4. Kriteria diagnostik prediabetes

Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(33)

Tabel-5. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Dikutip dari:Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H.,

Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 – 68.

American Diabetes Association (ADA) dan World Health Organization (WHO)

merekomendasikan penggunaan pemeriksaan gula darah puasa (whole blood atau plasma)

dengan atau tanpa pemeriksaan 2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 gr untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Bagaimanapun juga, kriteria ini menganggap bahwa tes dilakukan ketika individu dalam keadaan baik dan secara klinis stabil. Respon stres katabolik terhadap stroke akan meningkatkan konsentrasi gula darah sehingga membuat penggunaan glukosa plasma [dan oleh sebab itu penggunaan oral glucose tolerance test (OGTT) dan intravenous glucose tolerance test] tidak dapat dipercaya untuk mendiagnosa diabetes mellitus dan impaired glucose tolerance (IGT) dalam situasi klinis seperti ini. Sehingga pasien-pasien yang dirawat dengan stroke akut biasanya

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(34)

sangat penting untuk mengundurkan penyelidikan definitif untuk mendiagnosa diabetes mellitus sampai lewat fase akut jika diduga hasil pengukuran glukosa plasma puasa yang meningkat tersebut disebabkan oleh stres karena penyakit akut (Bravata dkk, 2003; Gray dkk, 2004).

Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemia setelah stroke akut berhubungan dengan outcome yang buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah stroke. Walaupun demikian belum ada batas nilai glukosa yang spesifik yang ditetapkan untuk menentukan hiperglikemia demikian juga batas nilai yang digunakan secara konsisten pada penelitian sebelumnya. American Diabetes Association tidak menetapkan nilai glukosa spesifik untuk keadaan hiperglikemia, tetapi telah menetapkan keadaan normal sebagai konsentrasi glukosa puasa < 110 mg/dl (6,1 mmol/l), atau pengukuran glukosa < 140 mg/dl (7,8 mmol/l) selama 2 jam oral glucose tolerance test. American Diabetes Association juga telah menetapkan diabetes sebagai glukosa puasa ≥ 126 mg/dl (7 mmol/l), atau pengukuran glukosa ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama 2 jam oral glucose tolerance test, atau setiap pengukuran glukosa ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan gejala-gejala diabetes (Bravata dkk, 2003).

II.4. Faktor Resiko

Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko. Data epidemiologi menyebutkan resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal. Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang yang penting. Kira-kira 40% - 60% pasien diabetes terkomplikasi dengan hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diabetes dan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy, 2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein, 2006).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(35)

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006).

I. Nonmodifiable risk factors:

1. Age

2. Sex

3. Low birth weight

4. Race/Ethnicity

5. Genetic

II. Modifiable risk factors

A. Well-documented and modifiable risk factor

1. Hypertension

2. Exposure to cigarette smoke

3. Diabetes

4. Atrial fibrillation and certain other cardiac conditions

5. Dyslipidemia

6. Caroted artery stenosis

7. Sickle cell disease

8. Postmenopausal hormone therapy

9. Poor diet

10. Physical inactivity

11. Obesity and body fat distribution

B. Less well- documented and modifiable risk factor

1. Metabolic syndrome

2. Alcohol abuse

3. Oral contraceptive use

4. Sleep-disordered breathing

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(36)

5. Migraine headache

6. Hyperhomocysteinemia

7. Elevated lipoprotein(a)

8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase

9. Hhypercoagulability

10. Inflamation

11. Infection

Efek faktor resiko pada insidens stroke biasanya bertambah atau berlipat ganda, sehingga dengan adanya beberapa faktor resiko akan menempatkan seseorang pada resiko tinggi. Pada tabel 2 diperlihatkan frekuensi relatif faktor resiko infark serebral pada satu

community-based population pasien dengan stroke iskemik pertama (Hankey dan Lees, 2001).

Tabel-6. Prevalence of vascular risk factors in 244 patients with a first- ever- in – a - lifetime ischaemic stroke (cerebral infarction) in the Oxfordshire Community Stroke Project.

n %

Hypertension (BP > 160/90 mmHg on 2 occassions pre-stroke) 123 52

Angina and/or myocardial infarction 92 38

Current smoker 66 27

Claudication and/or absent foot pulses 60 25

Major cardiac embolic source 50 20

Transient ischaemic attack 35 14

Cervical arterian bruit 33 14

Diabetes mellitus 24 10

Any of the above 196 80

Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London.

Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Diabetes adalah salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik, khususnya pada pasien-pasien dengan umur kurang dari 65 tahun. Diperkirakan bahwa 37 – 42 % dari semua stroke iskemik di Amerika diakibatkan oleh efek diabetes sendiri atau kombinasi dengan hipertensi. (Kissela dkk, Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa


(37)

2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Ryden dkk, 2007). Mayoritas penderita stroke akut mengalami gangguan metabolisme glukosa, dan pada kebanyakan kasus keadaan ini tidak diketahui. Karena

diabetes akan memperburuk outcome stroke akut, maka setelah selesai fase akut stroke,

pemeriksaan oral glucose tolerance test harus direkomendasikan pada semua pasien stroke tanpa riwayat diabetes sebelumnya (Matz dkk, 2006).

Diabetes militus adalah faktor resiko untuk stroke iskemik pada penyakit pembuluh darah besar intrakranial dan ekstrakranial dan penetrating artery tetapi masih menjadi pertanyaan penting pada penyakit pembuluh darah kecil. Atheroma pada percabangan arteri intrakranial terutama pada paramedian pontine penetrating arteries, anterior choroidal arteries, dan anterior inferior cerebellar arteries khususnya sering terjadi pada pasien-pasien diabetes. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes mellitus dan insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada nondiabetes (Caplan, 2000; Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001).

Diseluruh dunia kelihatannya terjadi peningkatan yang luar biasa pada diabetes tipe 2, dari yang ditaksir 124 juta kasus pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 221 juta kasus pada tahun 2010, dengan hanya 3% dari semua kasus adalah diabetes tipe 1 (Sacco dan Boden-Albala, 2001). Pada tahun 2001, 11,1 juta orang Amerika didiagnosa diabetes oleh dokter, dan diperkirakan tambahan 5,1 juta yang tidak terdiagnosa (Goldstein, 2006). Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, resiko komplikasi diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan

hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan HbA1c akan mengurangi resiko komplikasi

dengan resiko yang paling kecil adalah pada mereka dengan nilai HbA1c dalam rentang normal (< 6,0%) (Stratton dkk, 2000).

Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes. Kira-kira 14,6 juta penduduk telah didiagnosa sebagai diabetes dan 6,2 juta masih belum terdiagnosa. Data terakhir (2005) dari Centers for Disease Control and Prevention memperlihatkan terjadi peningkatan yang dramatis prevalensi diabetes mellitus di United State; lebih tinggi pada populasi etnik tertentu. Misalnya non-Hispanic black dan Mexican American berturut-turut 1,8 kali dan 1,7 kali lebih sering menderita diabetes dari pada non-Hispanic white (Rodbard dkk, 2007)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(38)

Diabetes diperkirakan mengenai 8% populasi dewasa. Data yang mendukung diabetes sebagai faktor resiko stroke berulang lebih jarang. Frekuensi diabetes diantara pasien-pasien stroke adalah 3 kali lebih sering dibanding kontrol. Resiko stroke meningkat 150% - 400% pada pasien-pasien dengan diabetes, dan buruknya kontrol gula darah berhubungan langsung dengan resiko stroke (Sacco dkk, 2006; Beckman dkk, 2002).

Proporsi yang tinggi pasien-pasien yang mengalami stres akut seperti stroke atau infark miokard dapat berkembang hiperglikemia, bahkan pada keadaan dimana sebelumnya tidak ada diagnosis diabetes. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada manusia dan binatang diduga bahwa hal ini bukan peristiwa yang tidak berbahaya dan bahwa hiperglikemia yang di induksi stres berhubungan dengan tingginya mortalitas setelah stroke dan infark miokard. Lebih lanjut, bukti terbaru bahwa kadar glukosa yang diturunkan dengan insulin mengurangi kerusakan otak yang mengalami iskemik pada stroke dengan model binatang, diduga bahwa hiperglikemia yang diinduksi stres adalah faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk kerusakan otak (Capes dkk, 2001).

Penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa sindroma metabolik yaitu peninggian glukosa puasa, tekanan darah dan trigliserida, rendahnya high density lipoprotein cholesterol

(HDL), dan obesitas abdominal berhubungan dengan peningkatan yang bermakna resiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Komponen sindroma metabolik dengan hubungan yang paling kuat dengan stroke iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah hipertensi dan gangguan glukosa puasa. Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke iskemik dan TIA dari pada diabetes (Koren-Morag dkk, 2005).

Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di pembuluh koroner, serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark miokard atau stroke meningkat 2 – 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal dkk, 2004). Perkiraan resiko stroke pada populasi diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi tanpa diabetes paling tinggi terladi pada wanita muda, walaupun resiko ini menurun dengan bertambahnya usia dan pasien-pasien yang berumur lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(39)

yang tinggi (Mulnier dkk, 2006). Peningkatan resiko stroke iskemik terjadi pada wanita baik dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 dan bahwa diabetes tipe 1 berhubungan dengan resiko stroke hemoragik yang berlebihan. Resiko stroke juga berhubungan dengan lamanya menderita diabetes tipe 2 (Janghorbani dkk, 2007)

Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas, hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela, 2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih

berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat

merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri.(Adam dkk, 2007)

Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes. (Caplan, 2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes (Air dan Kissela, 2007).

Stroke hamoragik relatif lebih sedikit pada individu dengan diabetes dari pada yang bukan diabetes. Glukosa darah yang tinggi pada saat masuk meramalkan peningkatan angka kasus fatal 28 hari pada pasien perdarahan intrakranial baik yang nondiabetes maupun yang diabetes. Peningkatan resiko stroke dijumpai pada pasien diabetes yang tergantung insulin dan yang tidak tergantung insulin dan tidak menurun dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin (Caplan, 2000; Broderick dkk, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(40)

II.5. Patofisiologi

Kemajuan yang pesat dan kompleks di bidang patofisiologi stroke sangat mempengaruhi strategi menejemen stroke. Keadaan ini berhubungan dengan intervensi terapeutik yang didasarkan pada proses patofisiologi yang jelas. Sehingga pengobatan diharapkan akan memperbaiki proses yang menyebabkan kematian sel-sel saraf akibat iskemia global maupun fokal. Oleh karena itu setiap terobosan dan pengetahuan baru tentang patofisiologi stroke akan mempengaruhi pengobatan. Sehubungan dengan itu pengetahuan mengenai patofisiologi stroke merupakan hal dasar yang harus diketahui oleh dokter supaya dapat mengerti sasaran penyakit yang dilakukan serta keterbatasannya (Misbach, 1999).

Otak hanya terdiri dari 2% dari masa tubuh, namun untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya yang besar, ia membutuhkan hingga 20% dari output jantung dan tergantung pada suplai oksigen dan glukosa yang terus menerus. Otak secara unik rentan terhadap injury iskemik. Jika perfusi ke otak terhenti atau berkurang secara kritis, terjadi keterbatasan kemampuan untuk mengkompensasi dan meminimalkan ketersediaan energi (Ahmed-Fisher, 2001).

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian

sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Neuron yang iskemik menjadi

terdepolarisasi oleh karena kurangnya ATP dan sistim transport ion pada membran menjadi gagal, terjadi influks kalsium yang menyebabkan pelepasan sejumlah neurotransmiter, termasuk sejumlah besar glutamat yang mengaktivasi N-methy-D-aspartate (NMDA) dan reseptor eksitatori lainnya pada neuron-neuron yang lain. Influks kalsium yang banyak ini juga mengaktivasi berbagai enzim perusak yang menyebabkan destruksi membran sel dan struktur neuron penting lainnya (Sacco, 2000).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Diluar daerah core iskemik terdapat darah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(41)

aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007)

Iskemia otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap sebagai berikut (Sjahrir, 2003):

Tahap 1.

a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan hemostasis ion Tahap 2.

a. Eksitoksitas dan kegagalan hemostasis ion

b. Spreading dapression

Tahap 3. Inflamasi Tahap 4. Apoptosis

II.5.1. Peranan Diabetes dan Hiperglikemia pada Stroke Akut

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik dengan banyak penyebab yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Ryden dkk, 2007).

Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes mellitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial , keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespon terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah terutama angiotensin II. Di pihak lain adanya hiperinsulinemia seperti yang tampak pada diabetes tipe 2 ataupun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot pembuluh darah maupun sel mesangial. Jelas

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(42)

baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskular diabetes (Waspadji, 2006).

Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik diabetes (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa) mempunyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar tanpa harus memerlukan insulin (insulin independent), agar dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai untuk energi di otot maupun untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi dalam keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistim transportasi glukosa yang non-insulin dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa; suatu keadaan yang disebut sebagai hiperglisolia. Selanjutnya keadaan hiperglisolia krinik ini akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemuadian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleotropik protein kinase C dan terbentuknya spesien glikosilasi lanjut intraseluler. Proses-proses lain yang juga berperan dalam dalam pembentukan komplikasi kronik diabetes adalah proses patobiologik seperti proses inflamasi, peran peptida vasoaktif, prokoagulasi dan sistim renin angiotensin (Waspadji, 2006).

Diabetes berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, dengan relative risk berkisar antara 1,5 dan 6,0 tergantung pada studi populasi dan tipe dan beratnya diabetes. Kontrol gula darah yang ketat tidak terbukti mengurangi resiko stroke pada pasien diabetes, walaupun kontrol hiperglikemia yang agresif dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular yang lain, seperti diabetic nephropathy, retinopathy dan peripheral neuropathy. Pasien dengan diabetes sering berkembang penyakit yang lain yaitu hipertensi dan penyakit jantung yang mana akan meningkatkan resiko stroke. Hipertensi dijumpai 40 – 60% pada penderita DM tipe 2 dewasa dan beberapa penelitian telah menunjukkan adanya pengurangan komplikasi kardiovaskuler dan stroke dengan pengurangan tekanan darah secara agresif pada pasien-pasien ini (Fitzsimmons, 2007).

Hiperglikemia setelah puasa dan peningkatan yang berlebihan konsentrasi glukosa setelah pemberian glukosa oral merupakan kriteria untuk diagnosa Diabetes Mellitus tipe 2. Pada kedua keadaan ini dijumpai tiga kerusakan penting yang telah dilihat pada subjek dengan diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(43)

mellitus tipe 2 yaitu: (1) kerusakan sekresi insulin dalam keadaan basal dan stimulasi, (2) peningkatan kecepatan pelepasan glukosa endogen hati, dan (3) penggunaan glukosa jaringan perifer yang tidak efisien. Lingkaran umpan balik yang terdiri dari islet pankreas, hati, dan jaringan perifer secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap pengaturan glukosa plasma (Khan dan Porte, 2005).

Penyebab utama kematian dan besarnya persentasi morbiditas pada pasien-pasien dengan diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh darah. Diabetes tipe 2 mengenai pembuluh darah kecil (microangipathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy). Penyakit pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopathy, neuropathy, dan nephropathy, sementara

macroangiopathy pada diabetes dimanifestasikan dengan kecepatan terjadinya atherosclerosis, yang mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Atherosclerosis pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 adalah multifaktor dan meliputi intereaksi yang sangat kompleks antara hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, pertambahan umur, hiperinsulinemia, dan/atau hiperproinsulinemia, dan perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis (Calles-Escandon dan Cipolla, 2001).

Keadaan metabolik yang abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri mudah mengalami atherosklerosis. Diabetes merubah banyak tipe sel, termasuk endothelium, smooth muscle cells, dan platelets, yang mengindikasikan luasnya kerusakan pada penyakit ini (Beckman dkk, 2002).

Disfungsi endothel dapat dijumpai pada pasen-pasien dengan diabetes tipe 2 dan juga pada individu dengan diabetes tipe 1 khususnya jika secara klinis dijumpai mikroalbuminuria. Disfungsi endothel dapat juga dijumpai pada individu yang mengalami resistensi insulin, atau pada mereka dengan resiko tinggi terjadinya diabetes tipe 2 (impaired glucose tolerance, metabolic syndrome), dan pada pasien-pasien yang sebelumnya adalah diabetes gestasional

(Calles-Escandon dan Cipolla, 2001). Penderita dengan diabetes dan impaired glucose tolerance

mengalami gangguan vasodilatasi pembuluh darah akibat kerusakan endothel yang disebabkan oleh berkurangnya produksi nitric oxide atau kerusakan metabolisme nitric oxide. Nitric oxide

dalam keadaan normal mempunyai efek proteksi terhadap agregasi platelet dan memainkan peranan penting dalam respon terhadap keadaan iskemia otak (Air dan Kissela, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(44)

Telah diperlihatkan sebelumnya pada model binatang bahwa selama iskemia fokal dan global akut, terapi insulin mengurangi kerusakan otak yang iskemik dan dapat bersifat neuroprotektif dimana insulin menurunkan kadar glukosa sehingga mengurangi efek merusak dari glukosa tersebut (Garg dkk, 2006). Pada keadaan iskemia fokal, glukosa darah harus dinormalkan dengan insulin, tetapi tetap menghindari terjadinya hipoglikemia, untuk memperkecil daerah infark otak. Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non lakuner adalah 100 – 200 mg%. Batas tertinggi kadar gula darah paling optimal dengan keluaran terbaik pada fase akut stroke non lakunar adalah 150 mg% (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2004).

Kadar glukosa darah yang sebenarnya yang membutuhkan intervensi segera tidak diketahui. Satu pendekatan yang beralasan adalah memulai pengobatan pasien-pasien dengan kadar gula darah > 200 mg/dL. Secara umum, kadar glukosa darah yang diinginkan adalah berkisar antara 80 sampai 140 mg/dL. Sering memonitor kadar glukosa darah dan penyesuaian dengan dosis insulin adalah dibutuhkan. Beberapa studi mengenai hal ini telah memperlihatakan pengurangan angka kematian dan komplikasi penting, meliputi infeksi dan gagal ginjal, dengan penatalaksananan agresif hiperglikemia (Adam dkk, 2007).

Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke dapat memperburuk keadaan penderita stroke terutama stroke berat. Keadaan ini harus segera diatasi karena akan mempengaruhi prognosis dan kembalinya fungsi neurologis. Salah satu gangguan metabolik tersebut adalah hiperglikemia dan hipoglikemia dimana kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut dimana kebanyakan pasien mengalami peningkatan kadar glukosa yang sedang dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke. Riwayat menderita diabetes melitus juga berhubungan dengan outcome yang lebih buruk setelah stroke (Misbach, 1999; Adam dkk, 2007).

Hiperglikemia selama fase akut stroke terjadi pada kira-kira sepertiga pasien-pasien tanpa diagnosa diabetes mellitus sebelumnya. Sementara diabetes mellitus jelas adalah faktor resiko untuk terjadinya stroke dengan prognosisnya yang jelek, hiperglikemia tanpa riwayat diabetes melitus sebelumnya juga dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(45)

pasien-pasien stroke walaupun belum ada konsensus apakah hiperglikemia itu sendiri yang menyebabkan outcome stroke yang jelek. Walaupun demikian, 3 bulan setelah stroke akut, lebih dari 2/3 pasien yang sebelumnya tidak diketahui diabetes mengalami gangguan metebolisme glukosa. Pasien-pasien stroke tanpa diagnosa diabetes sebelumnya harus diperiksa adanya metabolisme glukosa yang abnormal sehingga dapat dilakukan terapi yang agresif untuk mencegah penyakit pembuluh darah otak dikemudian hari (Vancheri dkk, 2005; Garg dkk, 2006).

Kebanyakan penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa pada stroke akut, keadaan hiperglikemia pada waktu masuk pada pasien-pasien dengan atau tanpa diabetes berhubungan dengan outcome klinis yang buruk dari pada pasien-pasien tanpa hiperglikemia. Efek hiperglikemia lebih jelas pada stroke nonlakunar daripada stroke lakunar. Pada suatu penelitian yang melibatkan 1259 pasien dengan stroke iskemik akut, hiperglikemia berhubungan dengan buruknya outcome klinis hanya pada stroke nonlakunar (Bruno dkk, 1999). Penelitian pada binatang percobaan mendukung penemuan ini dimana diperlihatkan bahwa baik pada model post iskemik global atau fokal, hiperglikemia menyebabkan proses kerusakan yang berlebihan sebagai berikut: intracellular acidosis, accumulation of extracellular glutamate, brain edema formation, blood-brain barrier disruption, dan tendency for hemorrhagic transformation (Kagansky dkk, 2001).

Gentile dkk pada satu penelitian retrospektif di Amerika selama periode 40 bulan yang bertujuan untuk menentukan pengaruh kontrol gula darah pada mortalitas setelah stroke akut pada pasien-pasien yang keluar dengan diagnosa stroke iskemik menemukan bahwa hiperglikemia yang terjadi pada waktu masuk rumah sakit berhubungan dengan buruknya outcome

setelah stroke dibandingkan dengan keadaan euglycemia. Menormalkan kadar gula darah selama 48 jam pertama perawatan memberikan keuntungan harapan hidup yang lebih besar pada pasien-pasien dengan stroke thromboembolic (Gentile dkk, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Capes dkk pada tahun 2001 mendapatkan bahwa pada pasien-pasien stroke iskemik tanpa riwayat diabetes sebelumnya, stres hiperglikemia dengan kadar glukosa masuk > 6,1 – 7,0 mmol/L (110 – 126 mg/dL) berhubungan dengan peningkatan resiko mortalitas sebesar 3 kali. Resiko yang lebih besar perbaikan fungsional yang jelek pada pasien yang hiperglikemia (Capes dkk, 2001).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(1)

dr rmh sp ke RS [1=<24; 2=24-48; 3=48-72; 4=>72] 8) sadar: kesadaran [1=CM; 2=somnolens] 9) BI: Barthel Index 10) MRS: Modified Rankin Scale 11) NHISS: National Institute Health Stroke Scale 12) SKG: Skala Koma Glasgow 13) DM: Diabetes Mellitus 14) STR: stroke dlm keluarga 15) ROK: Rokok 16) ALK: Alkohol 17) a/t: ada atau tidak 18) lm: lamanya 19) GGN MTR: Gangguan motorik 20) ka/ki: kanan/kiri 21) he/fer: hemisfer 22) lks: lokasi infark 23) ukrn: ukuran infark 24) jlh: jumlah infark 25) Alb: Albumin 26) kol: kolesterol 27) tri: trigliserida 28) SC: Self Care 29) MO: Mobilisasi 30) TOT: Total


(2)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(3)

(4)

LAMPIRAN 9

RANGKUMAN PERTANYAAN DAN JAWABAN PEMBACAAN TESIS

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES

Oleh : Dr. Roberthus Bangun

Moderator : Dr. Kiking Ritarwan, SpS, MKT Hari / Tanggal : Selasa / 27 Mei 2008

1. Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS

a. Pada kesimpulan harap dibuat lebih jelas dan tegas!

b. Pada halaman 10, strategi yang bagaimana yang dimaksud ! c. Lampirkan juga data-data pasien yang mengikuti penelitian ini ! Jawab:

a. Sudah diperbaiki pada bagian kesimpulan.

b. Strategi yang dimaksud adalah memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal pada populasi yang beresiko tinggi untuk stroke.

c. Data-data pasien sudah dilampirkan

(Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS)

2. Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS

a. Bagaimana pengertian ”diabetes” pada penelitian ini?

b. Bagaimana albumin memperburuk outcome (ada dalam teori) ? c. Grafik linier hubungan albumin dan outcome harus dibuat !

Jawab:

a. Yang dimaksud diabetes dalam penelitian ini adalah diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe-2.

b. Sudah dibuat pada halaman 43 – 51.

c. Grafik linier sudah dibuat pada halaman 119.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.


(5)

(Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS)

3. Dr. Darlan Djali Chan, SpS

a. Perbaiki kesimpulan seperti pertanyaan Dr. Khairul !

b. Pada abstrak ”mayor risk factor” artinya paling penting atau utama ? c. Perbaiki daftar isi yang tidak sesuai dengan isinya !

d. Pada halaman 30, ...beberapa penelitian secara umum angka mortalitas dst.... maksudnya ?

e. Pada halaman 35, Diabetes merupakan... kontrol gula yang ketat apakah tidak ada pengaruh terhadap stroke ?

f. Halaman 44, perbaiki satuan kadar albumin ! g. Pada halaman 47, apa maksudnya ALIAS Trial ?

h. Pada halaman 61, kriteria eksklusi, penggunaan steroid jangka panjang berapa lama ? i. Bagaimana kalau nilai BI antara 55 – 60 ?

Jawab:

a. Sudah diperbaiki

b. Mayor risk factor maksudnya bisa penting atau utama. c. Sudah diperbaiki

d. Maksudnya adalah peningkatan angka mortalitas dalam 30 hari.

e. Pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, walaupun telah dilakukan kontrol kadar gula darah secara ketat, tetapi tetap masih terjadi stroke. Faktor yang penting adalah lamanya menderita diabetes, bukan kontrol kadar gula darah.

f. Satuan kadar albumin sudah diperbaiki !

g. ALIAS Trial adalah singkatan dari Albumin in Acute Stroke Trial.

h. Pada kriteria eksklusi penggunaan steroid jangka panjang tidak ditentukan lamanya, hanya berdasarkan anamnese untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab penurunan albumin pada pasien.

i. Nilai BI antara 55 – 60 tidak ada, karena penilaian BI menggunakan skor 5 dan 10 pada setiap itemnya.

(Dr. Darlan Djali Chan, SpS)

4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)

a. Perbaiki kadar albumin serum pada batasan operasional ! b. Judul tabel dibuat lebih besar.

Jawab:


(6)

b. Sudah diperbaiki

(Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K))

5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K)

a. Apakah ada kadar albumin serum pada data pasien yang kurang 2,5 ? Jawab:

a. Hanya 2 pasien dengan kadar albumin kurang dari 2,5.

(Dr. Rusli Dhanu, SpS(K))

6. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)

Tambahkan pengaturan gizi pada pasien stroke, lihat di buku Stroke Theraphy Fisher ! Jawab: Sudah ditambahkan

(Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K))

7. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)

a. Pada slide 5, bagaimana albumin sebagai neuroprotektif.

b. Pada slide 9, untuk melihat hubungan, statistik apa yang digunakan. Hubungi pembimbing statistik untuk memperbaiki uji yang dugunakan.

c. Buat grafik linier yang menunjukkan hubungan!

d. Perbaiki kerangka konsep sehubungan dengan penyebab hipoalbumin ! e. Perbaiki daftar isi, sesuaikan dengan isinya !

Jawab:

a. Sejumlah penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa albumin dapat mengurangi volume infark 60 – 65% pada iskemia fokal dan jelas mengurangi perluasan pembengkakan otak tetapi dengan jendela terapi sampai 4 jam. Sehingga albumin disebutkan sebagai neuroprotektif.

b. Pembimbing statistik sudah dihubungi, tetap direkomendasikan menggunakan uji Chi-Square untuk melihat hubungan karena nilai BI dan MRS adalah variabel kategori.

c. Grafik sudah dibuat d. Sudah diperbaiki e. Sudah diperbaiki

(Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K))

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa Diabetes, 2008.