Perumusan Masalah Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penahanan dan Penangguhan Penahanan

Dengan demikian, jelaslah bahwa penangguhan penahanan diterima ataupun ditolak dengan dasar Penyidik merasa yakin atau tidaknya bahwa Tersangka dapat menyanggupi persyaratan yang telah disepakati oleh Penyidik dan Pemohon. Ditolaknya penangguhan penahanan tersebut dikarenakan Penyidik khawatir Tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti serta menyulitkan Penyidik dalam proses penyidikan yang sedang berlangsung.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang penulis anggap penting untuk dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan tentang penangguhan penahanan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia? 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi dasar penerimaan dan penolakan penangguhan penahanan dalam permeriksaan perkara pidana di Tingkat Penyidikan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan tentang penangguhan penahanan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi dasar penerimaan dan penolakan penangguhan penahanan dalam pemeriksaan perkara pidana di Tingkat Penyidikan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari skripsi ini adalah : a. Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya serta perkembangan hukum pidana khususnya mengenai penangguhan penahanan dalam proses pemeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan. b. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi aparat penegak hukum mengenai penangguhan penahanan dalam proses permeriksaan perkara pidana di tingkat penyidikan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi mengenai penangguhan penahanan dalam proses pemeriksaan perkara pidana pada tingkat penyidikan belum pernah diangkat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar hasil karya penulis dan belum pernah diangkat oleh penulis lain dengan permasalahan yang sama. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran dan juga referensi dari buku-buku serta informasi yang didapat dari media baik cetak maupun elektronik, juga dilengkapi dengan Universitas Sumatera Utara fakta-fakta yang didapat dari hasil riset yang dilaksanakan oleh penulis. Jika dikemudian hari, ada skripsi yang sama maka penulis akan mempertanggung- jawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penahanan dan Penangguhan Penahanan

a. Penahanan Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengenai penahanan diatur dalam HIR Her Herziene Reglement. Akan tetapi setelah berlakunya KUHAP, mengenai penahanan diatur dalam Pasal 20 sampai Pasal 31, dimana untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan masing-masing penegak hukum berwenang melakukan penahanan. Menurut KUHAP yang dimaksud dengan penahanan dijelaskan dalam Pasal 1 butir 21: “Penahanan adalah penempatan Tersangka atau Terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”. Menurut Van Bemmelen, penahanan adalah sebagai suatu pancung yang memenggal kedua belah pihak, karena tindakan yang bengis ini dapat dikenakan kepada orang-orang yang belum tentu bersalah. 7 7 Ansorie Sabuan, Syarifuddin Pettanase dan Ruben Achmad, Hukum Acara Pidana, Angkasa Bandung, Bandung 1990, hal.87 Universitas Sumatera Utara Martiman Projohamidjojo dalam bukunya memberikan kemerdekaan Tersangka atau Terdakwa dan untuk menempatkannya di tempat tertentu, biasanya ditempatkan di rumah tahanan negara yang dahulu disebut Lembaga Permasyarakatan. 8 Berdasarkan Pasal 1 butir 21 KUHAP diatas, semua instansi penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Juga dari ketentuan tersebut telah diseragamkan istilah tindakan penahanan. Tidak dikacaukan lagi dengan berbagai ragam istilah seperti yang dahulu dalam HIR, yang membedakan dan mencampur aduk antara penangkapan, penahanan sementara dan tahanan sementara, yang dalam peristilahan Belanda disebut de verdachte aan te houdan Pasal 60 ayat 1 HIR. Serta untuk perintah penahanan yang dimaksud Pasal 83 HIR dipergunakan istilah zijn gevangen houding bevelen. 9 8 Martiman Prodjohamidjojo, Penangkapan dan Penahanan Seri Pemerataan Keadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta 1984, hal.15 9

M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 164