1. Demokrasi Terpimpin Dalam Praktik
Untuk melaksanakan Konsepsi Presiden tersebut, maka kebulatan partai- partai politik merupakan syarat yang harus dipenuhi, terutama antara PNI,
Masyumi, NU, dan PKI. Akan tetapi untuk mencapai hal tersebut tidak mungkin terlaksana, karena terjadi pengunduran diri beberapa Menteri Masyumi dan PSI
dari Kabinet Ali Sastromodjojo ke-II yang tidak dapat diatasi lagi, dan usaha- usaha untuk mereshuffle Kabinet juga telah dilakukan, namun demikian kritis
Kabinet itu tetap tidak dapat diatasi.
77
Karena tidak adanya kebulatan pendapat antara partai-partai politik dalam Kabinet Ali Sastromidjojo II, maka Kabinet
kemudian menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden. Selanjutnya Presiden menunjuk Suwirjo sebagai formatur, dengan tugas membentuk suatu
kabinet sebagaimana yang dikehendaki sesuai dengan Konsepsi Presiden. Ternyata tugas tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Suwijo, walaupun yang
bersangkutan telah berusaha dengan semaksimal mungkin. Dalam hal ini Presiden menugaskan Suwirjo sekali lagi, akan tetapi tetap mengalami kegagalan, sehingga
Suwirjo mengembalikan mandatnya kepada Presiden 2 April 1957. Presiden kemudian mengadakan pertemuan dengan 75 orang tokoh-tokoh
politik dari berbagai partai dan organisasi, usaha ini adalah dalam rangka pembentukan suatu ZAKEN Kabinet Darurat Extra Parlementer dan membentuk
Dewan Nasional, dan dalam hal ini Presiden menekankan bahwa cara pembentukan Kabinet itu harus dilakukan dalam suasana darurat pula.
78
Titik berat dari penyusunan Kabinet tersebut tidak memperhatikan kekuatan
sebagaimana tercermin dalam DPR, tetapi telah memperhatikan keahlian dan
77
P. Anthonius Sitepu, Op.cit, hal.79
78
Djanwar, Op.cit. hal. 33
Universitsa Sumatera Utara
kecakapan dari Menteri-menteri yang akan duduk dalam Kabinet. Adapun cara yang ditempuh dari Presiden Soekarno untuk membentuk Kabinet adalah dengan
menunjuk Ir. Soekarno sebagai formatur dan segera membentuk Kabinet Kerja terdiri dari 24 menteri, di mana Kabinet Kerja ini telah dilantik pada tanggal 9
April 1957.
79
Dalam rangka kembali ke UUD 1945, maka pada tanggal 19 Februari 1959 Pemerintah Kabinet Karya telah mengeluarkan suatu keputusan tentang
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, keputusan pemerintah itu telah disampaikan kepada sidang DPR pada 2 Maret 1959. Baik Keputusan Pemerintah Kabinet
Karya tanggal 19 Februari 1959 maupun keterangan pemerintah tanggal 2 Maret 1959 kepada DPR tersebut, keduanya telah disampaikan pula kepada konstituante,
selanjutnya pada tanggal 22 April 1959 Presiden menyampaikan Amanat di muka sidang konstituante yang inti persoalannya memuat anjuran Kepala Negara untuk
kembali ke UUD 1945.
80
Perkembangan berikutnya menunjukkan Amanat Presiden tersebut kemudian dijadikan bahan untuk diperdebatkan dalam serangkaian pemandangan
umum sidang konstituante 29 April 1959 sd 13 Mei 1959, di mana 57 anggota telah berbicara untuk menyampaikan pendapatnya, yang kemudian dijawab oleh
pemerintah 21 Mei 1959 dan pada pemandangan umum babak berikutnya yang dilangsungkan pada tanggal 25 dan 26 Mei 1959 telah berbicara 28 anggota
Konstituante selanjutnya oleh Pemerintah telah dijawab pada 27 Mei 1959.
79
Yahya Muhaimin, Op.cit.,hal.97.
80
P.Anthonius, Op.cit, hal. 81.
Universitsa Sumatera Utara
Penetapan UUD 1945 menjadi UUD RI ditetapkan melalui Rapat Konstituante pada tanggal 30 Mei 1959 dan pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno menyatakan Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945. Adapun Soekarno, Militer, dan PKI dalam kedudukannya sebagai kekuatan politik yang
dominan, yang masing-masing ketiganya memiliki peran yang sangat menonjol. Pasca berlakunya kembali UUD 1945 dikenal dengan era Demokrasi Terpimpin,
sebutan ini dimunculkan oleh Kabinet Djuanda. Yang dimaksud dengan Demokrasi Tertpimpin menurut Djuanda adalah sebagaimana yang dimaksud
dalam pembukaan UUD 1945, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan perwakilan.” Menurut Djuanda, demokrasi bukanlah diktator,
berbeda dengan demokrasi sentraliisasi, dan berbeda pula dengan demokrasi liberal, sebagaimana yang telah dipraktekkan Soekarno sebelumnya.
81
Pernyataan Djuanda tersebut ternyata tidak sesuai dalam praktiknya, hal ini terlihat dengan terjadinya pemusatan kekuasaaan pada Presiden. Pemusatan
kekuasaan tersebut dapat kita lihat sejak Kabinet Kerja III, sebelum Kabinet III, Presiden Soekarno telah membentuk Kabinet Kerja I 959-1960, empat hari
setelah dekrit yaitu tanggal 9 Juli 1959. dalam Kabinet ini Soekarno mengangkat Djuanda sebagai Menteri Utama. Kebinet ini berakhir tanggal 18 Februari 1960
karena Presiden Soekarno mengadakan reshufle kabinet dan menggantikan dengan Kabinet Kerja II 1960-1962. Kabinet ini pun harus mengakhiri masa
kerjanya tanggal 6 Maret 1962 dengan diadakannya regrouping oleh Presiden Soekarno. Pemusatan tersebut antara lain: Pertama, Presiden membentuk Dewan
Nasional dengan tugas membantu pemerintah. Dewan nasional merupakan sebuah
81
Ismail Suny, Op.cit. hal.192-193.
Universitsa Sumatera Utara
badan untuk menghimpun kekuasaan-kekuasaan ekstra palemen. Susunan organisasinya berada langsung di bawah Presiden. Maksud dari pembentukan
Dewan Nasional supaya angktan perang sebagi golongan fungsional dapat melengkapi kekurangan DPR yang merupakan golongan politik yang mewakili
ideologi-ideologi ketika itu. Golongan fungsional dalam dewan nasional merupakan perwakilan non-politik yang dalam perkembangannya menjadi
Golongan Karya sistem politik Indonesia dewasa ini. Kedua, DPR hasil pemilutahun 1955 dibubarkan dan kemudian atas dasar Penetapan Presiden No.4
Tahun 1960, Presiden membentuk DPR-GR. Pembubaran DPR tersebut jelas bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Soedarmono, DPR-GR adalah badan
politik yang dibentuk oleh Presiden dengan latar belakang untuk menjamin agar pemerintah dan DPR dapat bekerja sama lebih erat. Sejak pembentukan badan ini,
Golongan Karya secara resmi menjadi bagian dari DPR-GR. Ketiga, ketua dan Wakil Ketua DPR-GR, ketua dan wakil ketua MPRS, wakil ketua DPA dan
Dewan Perancang Nasional diberi kedudukan sebagai wakil menteri pertama dan menteri. Itu artinya kedudukan empat lembaga negara tersebut berada di bawah
Presiden.
82
Dengan masuknya anggota MPRS dan DPR-GR ke dalam tubuh kabinet, maka masuk pula dua tokoh PKI ke dalam tubuh kabinet, yaitu D.N Aidit dan
M.H Lukman, sehingga pengaruh komunis sudah melembaga dalam kabinet. Kabinet ini kemudian dirombak oleh Presiden Soekarno pada tanggal 13
November 1963 dan terbentuklah Kabinet Kerja IV. Dalam Kabinet Kerja IV terdapat istilah presidium yang merupakan Badan Kepemimpinan Kolektif yang
82
Abdul Ghoffar Op. cit. hal.90.
Universitsa Sumatera Utara
terdiri atas Wakil Perdana Menteri I, II, dan III. Dalam kabinet ini kedudukan Ketua MPRS disamakan dengan wakil perdana menteri. Dengan demikian
kedudukan Ketua MPRS di bawah Presiden. Kabinet ini hanya mampu bertahan selama sepuluh bulan, dan berakhir tanggal 27 agustus 1964. setelah itu Presiden
membentuk Kabinet Dwikora. Kabinet ini menempatkan pimpinan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara sebagai wakil perdana menteri, menteri
koordinator dan sebagai menteri. Dalam kabinet ini kedudukan PKI semakin kuat, baik dalam kabinet
maupun dalam tubuh angkatan bersenjata. PKI berhasil menghasut beberapa unsur perwira ABRI dalam suatu gerakan untuk menculik perwira tinggi yang dianggap
menjadi penghalang PKI dalam menjalankan perjuangan politiknya. Perstiwa pembunuhan yang dipimpin oleh Letkol Untung Sutopo yang ketika itu menjabat
sebagai komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa ini terjadi pada 30 september 1965 dini hari.
83
Setelah terjadinya peristiwa G-30SPKI, persiden Soekarno dihadapkan pada situasi politik yanh sangat sulit. Presiden menerima tuntutan yang terkenal
dengan sebutan Tritura. Isi tuntutan tersebut adalah Presiden diminta untuk membubarkan PKI, mebersihkan kabinet dari unsur PKI, dan menurunkan
harga-harga. Atas desakan massa akhirnya tuntutan untuk mebersihkan Kabinet Dwikora dikabulkan. Pada tanggal 24 Februari 1966 Kabinet Dwikora dirombak
menjadi Kabinet Dwikora yang Disempurnakan , dikenal dengan sebutan Kabinet seratus Menteri. Ternyata kebinet ini juga belum dapat mengatasi situasi politik
yang panas ketika itu, dalam kabinet seratus menteri tersebut diduga masih
83
Ibid. hal. 91.
Universitsa Sumatera Utara
terdapat beberapa menteri dari PKI, sehingga terjadi unjuk rasa besar-besaran yang dipimpin oleh “angkatan 66”, yang termasuk ikut ketika pelantikan kabinet
tesebut. Selain diduga masih menandung unsur PKI, kabinet ini masih menempatkan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara menjadi wakil
perdana menteri,menteri koordinator, dan menteri-menteri. Dalam kabinet Dwikora uyang disempurnakan pangkat Mayjen Soeharto naik menjadi letjen
dan menjabat sebagai MenteriPanglima AD, yang sebelumnya hanya menjabat sebagai pimpinan sementara AD dengan pangkay mayjen menggantikan
Jendral Ahmad Yani.
84
Meskipun Presiden Soekarno telah merombak kabinetnya, dan PKI sudah dibubarkan, namun suasana politik tetap panas. Demonstrasi yang dilakukan oleh
kesatuan-kesatuan aksi massa yang kemudian dikenal oleh sebutan “Angkatan 66”. Pada tanggal 12 Mei 1966, DPRGR memulai masa persidangan keempat
untuk tahun sidang 1965-1966. Pada saat itu, ribuan mahasiswa memenuhi gedung dan ruang sidang, sidang tersebut semula dimaksudkan untuk
mendengarkan keterangan pemerintah yang akan disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Bidang Lembaga-Lembaga Politik, Ruslan Abdul Gani. Namun rencana
tersebut tidak jadi karena Ruslan tidak hadir. Dalam sidang, seorang anggota DPR-GR Dahlan Hanuwihardjo
mengusulkan agar DPRGR benar-benar membawakan suara rakyat dengan cara melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menurut Dahlan, UUD
1945 menentukan bahwa DPR bukan bawahan Presiden, melainkan berdiri sejajar dengan Presiden sehingga pimpinan DPRGR tidak diberikan pangkat menteri.
84
Ibid.
Universitsa Sumatera Utara
Atas anjuran beberapa pihak, Presiden Soekarno bermaksud membubarkan MPRS dan DPRGR sebagai realisasi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen, dengan alasan bahwa pelaksanaan UUD 1945 harus dimulai dengan pembentukan komite nasional. Namun keinginan Soekarno tersebut ditentang oleh
Letjend Soeharto. Menurut Soeharto, apabila MPRS dan DPRGR dibubarkan maka secara yuridis segala kekuasaan akan jatuh kembali ke tangan Presiden
berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pendapat Letjend Soeharto didukung oleh ABRI, dengan keluarnya pernyataan ABRI pada tanggal 5 Mei
1966 yang menolak pembubaran tersebut.
85
Dengan dikeluarkannya pernyataan ABRI tersebut maka Presiden Soekarno tidak jadi membubarkan MPRS dan
DPRGR. Pada tanggal 20 Juni 1966, MPRS mengadakan sidang umum IV yang
berlangsung sampai tanggal 5 Juli 1966. Pada tanggal 22 Juni 1966 MPRS melantik pimpinan baru dengan A.H Nasution sebagai ketuanya. Sidang yang
dilakukan selama 15 hari tersebut menghasilkan 24 ketetapan MPRS, diantaranya Ketetapan MPRS No. XIIIMPRS 1966 yang mengamanatkan agar Kabinet
Dwikora yang disempurnakan lagi harus diganti dengan Kabinet Ampera. Selain itu MPRS juga mengeluarkan Ketetapan MPRS No. IXMPRS1966 yang
mengukuhkan Surat Perintah Sebelas Maret Supersemar menjadi Ketetapan MPRS. Ketetapan tersebut juga menegaskan Letjend Soeharto untuk segera
membentuk Kabinet Ampera. Ketetapan tersebut dinilai menyalahi hukum karena pembentuk kabinet menurut UUD 1945 adalah Presiden. Ini berarti MPRS telah
85
Dari sini kelihatan sekali betapa kuatnya pengaruh Letjend Soeharto terhadap ABRI, dan para jenderal senior seperti Wakil Panglima Besar A.H Nasution yang juga ikut menandatangani surat
pernyataan ABRI tersebut.
Universitsa Sumatera Utara
mereduksi kekuasaan Presiden yang diperoleh secara atributif dari UUD 1945. Ketika ketetapan tersebut diberikan, Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi
belum dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Sebenarnya tanpa pemberian tugas seperti itu, Letjend Soeharto bisa bertindak atas nama Presiden membentuk
kabinet baru karena dia adalah pemegang Supersemar. Menurut Pasal 1 Ketetapan MPRS No. XIIIMPRS1966 Kabinet Ampera
harus terbentuk selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus. Tetapi kabinet ini terbentuk lebih cepat yaitu tanggal 25 Juli 1966 dengan susunan kabinet sebagai
berikut : 1. Presiden RI bertindak secara ex officio selaku pimpinan Perdana Menteri, 2. Pimpinan kabinet Perdana Menteri dibantu oleh Dewan Presiden
yang terdiri dari 5 Menteri Utama yang dipimpin oleh Ketua Presidium Letjend Soeharto.
Pada tanggal 11 Oktober 1967 Kabinet Ampera disempurnakan, Presiden Soekarno tidak bertindak sebagai Perdana Menteri sehingga Presiden tidak lagi
memegang kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan karena kabinet dipimpin oleh Letjend Soeharto. Pada masa Kabinet Ampera, posisi dan peran Presiden
Soekarno sama sekali tidak ada artinya. Presiden tidak lagi memiliki bargaining position dalam percaturan politik. Indikator lemahnya posisi Presiden Soekarno
yaitu pada tanggal 10 Januari 1967, dua belas hari sebelum menyerahkan kekuasaan sepenuhnya ke tangan Soeharto. Undang-Undang Penanaman Modal
Asing disetujui oleh DPR dan disahkan oleh Presiden Soekarno. Politik berdikari
Universitsa Sumatera Utara
bersemboyan go to hell with your aids runtuh bersama dengan jatuhnya supremasi kekuasaan eksekutif Presiden Soekarno.
86
Dalam sidang istimewa MPRS 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dan Soeharto diangkat menjadi pejabat Presiden. Pada tanggal 11 Oktober 1967 secara
yuridis maupun secara politik Soeharto resmi memegang tumpu kekuasaan lembaga kepresidenan.
1.1 Soekarno Pada Era Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin merupakan gagasan dari Soekarno, di mana pada
periode berlangsungnya Demokrasi Terpimpin tersebut, Soekarno sendiri memegang kedudukan Presiden eksekutif Indonesia. Ciri utama dari periode
berlakunya Demokrasi Terpimpin, yaitu dengan diberlakukannya kembali UUD 1945. Atas dasar UUD 1945, maka kita dapat melihat pasal-pasal UUD 1945
menyatakan dengan tegas bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia adalah :
1. Membentuk Undang-undang, Pasal 5 ayat 1
2. Menetapkan Peraturan Pemerintah, Pasal 5 ayat 2
3. Kekuasaan dalam bidang kemiliteran, Pasal 10
4. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain,
Pasal 11 5.
Menyatakan keadaan bahaya, Pasal 12 6.
Mengangkat duta dan menerima duta Negara lain, Pasal 13 ayat 1 dan 2 7.
Memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi, Pasal 14 8.
Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan, Pasal 15
86
Abdul Ghoffar, op. cit, hal. 95.
Universitsa Sumatera Utara
9. Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang,
Pasal 22 10.
Kekuasaan Keuangan yang menyangkut mengajukan anggaran ke DPR, menetapkan sistem perpajakan, dan mata uang, Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3.
87
Sebagai Presiden, Soekarno dalam menjalankan fungsi dan kedudukannya pada masa Demokrasi Terpimpin membuat dan menetapkan berbagai macam
kebijakan mengenai kebijakan penting yang ditetapkan sendiri oleh Soekarno yang mana kebijakan tersebut memiliki pengaruh yang sangat menonjol dalam
berlangsungnya proses sistem politik Indonesia di tangan rezim Demokrasi Terpimpin. Sebagai seorang Presiden, Soekarno dalam menjalankan fungsi dan
kedudukannya pada masa Demokrasi Terpimpin membuat dan menetapkan berbagai macam kebijakan, kebijakan tersebut memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam berlangsungnya proses sistem politik Indonesia di tangan rezim Demokrasi Terpimpin.
Presiden Soekarno mengeluarkan surat tanggal 13 Juli 1959 yang berisi mengharap agar DPR terus bekerja sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam
UUD 1945, surat tersebut ditindaklanjuti DPR dengan mengadakan rapat pleno yang dihadiri oleh 216 anggota DPR. Hasil rapat pleno itu adalah bahwa DPR
bersedia bekerja sesuai dengan apa yang tersurat dan tersirat dalam UUD 1945. Sehubungan dengan tanggapan DPR tersebut, maka dikeluarkan Penetapan
Presiden No.1 Tahun 1959 tanggal 22 Juli 1959 yang menetapkan bahwa sementara dimaksuddalam Pasal 19 Ayat 1, maka DPR yang dibentuk
87
Dapat dilihat pada UUD 1945 sebelum diamademen.
Universitsa Sumatera Utara
berdasarkan UU No.7 Tahun 1953 DPR hasil Pemilu tahun 1955 akan menjalankan fungsi dan tugas DPR berdasarkan UUD 1945.
88
Bentuk yuridis yang dijadikan landasan untuk menyusun DPR 1959 adalah Penetapan Presiden berupa Peraturan Presiden, sebelum adanya DPR dan MPR
dan in concreto daam rangka pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 akan dipertanggungjawabkan hanya kepada MPR yang melakukan kedaulatan
rakyat sepenuhnya. Dalam surat Presiden yang ditujukan pada DPR tanggal 20 Agustus 1959 No.2262HK59 dinyatakan bahwa semenjak brlakunya kembali
UUD 1945 dikenal bentuk peraturan peraturan negara yang baru. Di samping tiga bentuk peraturan negara menurut UUD1945, pada saar itu timbul lima bentuk
Peraturan-peraturan Negara,
89
yaitu; 1.
Penetapan Presiden untuk melaksanakan Dekrit PresidenPanglima Tertinggi APRI Tanggal 5 Juli 1959
2. Peraturan Presiden
3. Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Peraturan Presiden
4. Keputusan Presiden
5. Peaturan Menteri dan Keputusan Menteri
Melalui Penetapan Presiden No.1 Tahun 1960 maka Manipol ditetapkan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara, dan pada tanggal 19 November 1960
MPRS dalam rapat pleno ke IV sidang pertama di Bandung telah menetapkan Manipol sebagi GBHN dengan Ketetapan MPRS No.1 MPRS1960.
UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang Presiden untuk menjabat selama lima tahun. Tetapi Ketetapan MPRS No.IIMPRS1963 Tentang
88
P. Anthonius Sitepu, Soekarno, Militer…Op.cit, hal. 83.
89
Djanwar, Op.cit, hal.43.
Universitsa Sumatera Utara
Pengangkatan Pimpinan Besar Revolusi Ir.Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia seumur hidup, telah membatalkan batasan waktu lima tahun.yang telah
ditentukan oleh UUD. Pada tanggal 31 Desember 1959 Pemerintah mengeluarkan Surat Penetapan Presiden Penpres No.7 Tahun 1959 tentang syarat-syarat dan
Penyederhanaan kepartaian bertujuan untuk mengatur perkembangan kepartaian sebagai alat demokrasi dalam suasana berlakunya Demokrasi Terpimpin.
90
Adapun pertimbangan pemerintah mengeluarkan Penpres tersebut adalah: -
Perkembangan dan keadaan politik yang dinilai tidak mencapai kestabilan, terutama setelah konstituante tidak dapat memenuhi amanat Presiden yang
menganjurkan kembali ke UUD 1945. -
Pemerintah memandang perlu mencabut Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai anjuran pemerintah untuk pembentukan partai-
partai politik. Masa jabatan DPR tahun 1945 yang dimulai tanggal 22 Juli 1959 dan
dibubarkan pada tanggal 24 Juni 1960 disebabkan timbulnya perselisihan pendapat antara Pemerintah dengan DPR mengenai penetapan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara APBN tahun 1960. Perselisihan paham antara Pemerintah dengan DPR telah mencapai puncaknya dan diakhiri dengan
penghentian masa jabatan DPR oleh pemerintah melalui Penetapan Presiden No.3 Tahun 1960, Penpres tersebut diterima oleh Ketua DPR pada tanggal 5 Maret
1960. Padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa Presiden tidak mempunyai wewnang untuk membubarkan DPR.
91
90
Ibid. hal. 45.
91
P.Anthonius, Op.cit. hal 88.
Universitsa Sumatera Utara
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas terlihat bahwa Demokrasi Terpimpin tidak berjalan sesuai dengan yang dikatakan Soekarno dalam
konsepsinya. Karena hak budget DPR tidak dilaksanakan, dalam arti pemerintah tidak mengajukan RUU APBN tahun anggaran 1960. Bahkan kegiatan DPR
Peralihan dihentikan hanya karena tidak menyetuji Rancangan APBN yang diajukan Presiden. Kelanjuatan dari Penpres No.3 tahun 1960 adalah
dikeluarkannya Penpres No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960. Tanggal 25 Juli 1960 berdasarkan Kepres No.155 dan No.156 Presiden menetapkan penghentian
anggota DPRS tahun 1959 dan pengangkatan terhadap anggota baru untuk DPR Gotong Royong.
92
Istilah Gotong Royong adalah untuk menekankan kehendak Presiden, bahwa DPR yang baru harus menempuh cara kerja yang lain daripada
DPR dalam masa berlakunya demokrasi liberal dan setelahnya. DPR Gotong Royong yang mengganti DPR pilihan rakyat ditonjolkan
peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol ditiadakan. Bahkan pimpinan DPR dijadikan menteri, dengan demikian ditekankan fungsi
mereka sebagai pembantu Presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat.
93
Hal ini mencerminkan telah diinggalkannya doktrin Trias Politika. Dalam beberapa
ketentuan lain diberikan wewenang kepada Presiden sebagai badan eksekutif untuk turut campur tangan di bidang Yudikatif berdasarkan UU No.191964 dan
di bidang legislatif berdasarkan Peraturan Pemerintah No.141960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat. Selain itu terjadi penyelewengan di bidang
perundang-undangan, dimana tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden Penpres yang memakai Dekrit 5 Juli sebagai sumber
92
Ibid.
93
Miriam Budiarjo, Op.cit, hal.130.
Universitsa Sumatera Utara
hukum. Sebagai tambahan didirikan pula badan-badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena
kegiatan, sesuai dengan taktik Komunisme Internasional yang menggariskan pembentukan front nasional ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Partai politik
dan pers dianggap menyimpang dari rel revolusi ditutup, tidak dibenarkan dan dibreidel, sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri telah
menyebabkan keadaan ekonomi bertambah suram. 1.2 Militer sebagai Kekuatan Politik
Dalam pengamatan buku yang berjudul “100 Tahun Bung Karno”, Joesoef Isak menyatakan bahwa kekusutan Demokrasi Terpimpin disebabkan oleh
militerTNI, terutama Angkatan Darat di bawah pimpinan Jendral Abdul Haris Nasution sejak 1952 sampai 1965. Demokrasi Terpimpin yang didukung oleh
Angkatan Darat sesungguhnya merupakan dua kekuasaan yang saling bertentangan. Dalam menjalankan fungsinya, selain sebagai fungsi pertahanan
militer juga menjalankan fungsinya dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dalam keterlibatan militer serta wakil-wakilnya dalam politik dan lembaga politik.
Ketika Soekarno mengumumkan Kabinet Kerja 10 Juli 1959, 10 orang anggota Kabinet Kerja merupakan menteri yang berasal dari militer. Selanjutnya jumlah
DPR-GR yang berasal dari militer, ditetapkan berdasarkan Kepres no. 156 tahun 1960 berjumlah lebih kurang 27 orang. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
berdasarkan Penpres no.4 tahun 1960 bahwa jumlah anggota DPR-GR dari militer sebanyak 34 orang dari 281 anggota DPR-GR. Hal tersebut menjadi bukti bahwa
militer merupakan penggerak kekuatan politik yang sangat menonjol dan berpengaruh besar pada berlangsungnya sistem Demokrasi Terpimpin Indonesia,
Universitsa Sumatera Utara
di samping militer menjalankan fungsinya dalam bidang pertahanan keamanan, dan langsung turut serta menjadi bagian pembuat kebijakan yaitu sebagai anggota
Kabinet Kerja dan anggota DPR dalam menjalankan fungsinya di bidang sosial politik. Berdasarkan peran TNI yang begitu besar pengaruhnya dalam
pemerintahan Demokrasi Terpimpin menjadikan TNI sebagai salah satu kekuatan politik yang menonjol dalam perkembangan kekuatan politik yang dominan pada
sistem politik Indonesia periode Demokrasi Terpimpin. 1.3 PKI dalam Dinamika Demokrasi Terpimpin
PKI tidak pernah berhenti berusaha untuk mewujudkan cita-citanya dalam mendirikan negara komunis, melalui berbagai cara dalam merebut kekuasaan
pemerintah.
94
Setelah gagal dalam pemberontakan di Madiun tahun 1948, PKI di bawah pimpinan D.N Aidit berhasil mengangkat kembali PKI ke gelanggang
politik Indonesia. Pada bulan Juli 1950 PKI membuka kantor di Jakarta yang sebelumnya berada di Yogyakarta dengan pimpinan D.N Aidit, M.H Lukman,
Nyoto dan Sudiaman. Dalam kongres PKI tahun 1954, PKI memunculkan strategi baru yang diresmikan dalam dokumen “Jalan Baru yang Harus Ditempuh untuk
Memenangkan Revolusi”. Untuk membangun kembali partai yang masih meninggalkan pesan penghianat negara karena telah melakukan pemberontakan di
Madiun, maka Aidit memilih PNI sebagai partner kerjasama dengan pertimbangan PNI adalah partai anti-barat. PNI di bawah pimpinan Sidji Djojosukarto
menyambut baik kerjasama dengan PKI, dan lebih menguntungkan daripada kerjasama dengan Masyumi dan PSI. PKI berhasil menjadi partai terbesar
keempat pada Pemilu tahun 1955. Dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo melalui
94
P Anthonius Sitepu, Op.cit. hal. 94.
Universitsa Sumatera Utara
pengaruh Soekarno, PKI berusaha memasukan Ir.Purboningrat, Sadjarwo dan Hanafi namun tidak berhasil. PKI memusatkan diri pada usaha mempengaruhi dan
menggarap Presiden Soekarno dan di kalangan perwira TNI AD yang sejak semula sudah tidak disenangi TNI AD berkaitan dengan pemberontakan PKI di
Madiun tahun 1948. Tahun 1955 PKI memulai strategi baru yang dikenal dengan metode kombinasi tiga bentuk perjuangan yaitu :
1. Perjuangan gerilya di desa-desa yang pelakunya adalah kaum buruh-tani
miskin, 2.
Perjuangan revolusioner oleh kaum buruh di kota-kota terutama buruh transport,
3. Pembinaan intensif di kalangan kekuatan bersenjata TNI.
PKI melancarkan garis perjuangan damai melalui lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan serta garis keras dalam bentuk gerakan illegal. PKI berkembang
pesat dan menjadi kekuatan politik yang menonjol karena prinsip gotong royong dan kekeluargaan dalam politik. Sedangkan partai Masyumi dan PSI yang gigih
melawan PKI telah dibubarkan karena mendukung pemberontakan di daerah Sumatera dan Sulawesi. Maka terjadilah persaingan antara tiga kekuatan TNI,
PKI, dan Presiden Soekarno. PKI adalah partai yang memiliki pengikut besar dan merupakan organisasi massa modern. Soekarno sangat bertumpu kepada PKI yang
memiliki dukungan massa yang revolusioner, sementara partai lain dinilainya lemah.
Di bawah Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno, PKI memperoleh keuntungan politik.
95
Saat itu kondisi politik Indonesia tidak stabil, justru
95
Ibid., hal.98.
Universitsa Sumatera Utara
kekuatan PKI semakin kuat. PKI lambat laun menjadi partai yang kuat dan memiliki pengikut yang luar biasa besarnya terutama setelah menjalankan strategi
propogandanya. Hal ini meyakinkan PKI untuk meningkatkan persiapan melaksanakan perebutan kekuasaan. Biro khusus dibentuk langsung di bawah
pimpinan D.N Aidit tahun 1964 yang bertugas mematangkan situasi perebutan kekuasaan dan melakukan infiltrasi ke dalam tubuh TNI dan beberapa partai
politik. TNI mulai disusupi oleh PKI dan berhasil mengumpulkan kekuatan bersenjata dengan melatih anggota PKI dan anggota organisasi massa, seperti
pemuda rakyat dan gerwani dalam teknis kemiliteran. Besarnya dukungan rakyat pada saat itu disebabkan karena kondisi masyarakat Indonesia dalam keadaan
labil, ideologi komunis dapat dikatakan relevan dengan keadaan masyarakat saat itu, sekalipun bertentangan dengan ideologi Pancasila. PKI berkembang menjadi
partai politik yang besar dan kuat karena mendapat perlindungan dan dukungan dari Presiden Soekarno.
Atas dasar dukungan masyarakat, setiap aksi-aksi yang dilakukan PKI sangat mempengaruhi stabilitas sistem politik Indonesia pada masa Demokrasi
Terpimpin menjadi alasan PKI dijadikan sebagai salah satu kekuatan politik dalam perkembangan politik Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.
2. Piramida Kekuatan Politik