Kerusakan Makanan dan Bahaya Fungi Kontaminan pada Makanan

Salah satu jenis andaliman dari Cina diimpor oleh Amerika dan digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit kanker pada tanaman jeruk Katzer, 2004. Di Jepang, daun andaliman digunakan untuk pemberi aroma dan untuk dekorasi. Antioksidan ekstrak andaliman kemungkinan dapat dicoba diaplikasikan pada sistem akeous seperti minuman kaya β-karoten, sup, soto, minuman fungsional kaya rempah, minuman ringan, pada banyak minyaklemak, produk pangan berlemak yang dipanggang serta produk pangan berlemak yang memiliki pH netral Tensiska, 2001. Hasil pengujian aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak buah andaliman bersifat bakterisidal terhadap bakteri Bacillus stearothermophilus, Pseudomonas aeruginosa, Vibrio cholera, dan Salmonella thypimurium. Selain itu andaliman juga mampu menghambat Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus thyposa Andayanie, 2000.

2.5 Kerusakan Makanan dan Bahaya Fungi Kontaminan pada Makanan

Kerusakan makanan dapat didefinisikan bahwa makanan tersebut telah rusak sehingga manusia tidak ingin atau tidak dapat mengkonsumsi makanan tersebut. Kerusakan makanan dapat terjadi karena serangga, kerusakan fisik atau kerusakan lainnya seperti memar, rusak karena temperatur dingin, aktivitas enzim dan kerusakan akibat mikroorganisme Pitt and Hocking, 1993. Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat dan aman. Berbagai kontaminan dapat mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Fungsi makanan yaitu menjaga keberlangsungan hidup dan menjaga agar makhluk hidup sehat lahir dan batin. Selain itu, kualitas makanan yang dikonsumsi dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan perilaku makhluk hidup itu sendiri. Oleh karena itu, setiap makhluk hidup selayaknya berusaha untuk mendapatkan makanan yang baik. Makanan yang dikonsumsi harus baik ditinjau dari Universitas Sumatera Utara segi fisik dan psikologis, karena kualitas makanan berpengaruh terhadap kualitas makhluk hidup, terutama manusia Maryam, 2002. Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari berbagai pengaruh seperti kondisi dan lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya suatu makanan untuk dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam makanan karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan proses penyimpanan. Kontaminan yang sering ditemukan adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh fungi. Kontaminasi mikotoksin pada makanan sulit dihindari dan merupakan masalah global, terutama di Indonesia yang mempunyai iklim yang sangat mendukung pertumbuhan fungi penghasil mikotoksin. Umumnya kontaminasi mikotoksin terjadi pada komoditi pertanian dan hasil olahannya, atau pada bahan makanan yang disimpan terlalu lama. Mikotoksikosis dapat terjadi karena adanya rantai makanan yang saling berkaitan, dimana pemaparan mikotoksin ke dalam tubuh terjadi karena konsumsi bahan pangan yang sudah tercemar efek primer dan konsumsi produk hewani efek sekunder Maryam, 2002. Dari begitu banyaknya jenis mikotoksin yang telah ditemukan, aflatoksin merupakan mikotoksin yang paling banyak dijumpai di alam terutama di negara beriklim tropis, dan mempunyai toksisitas yang lebih tinggi dari mikotoksin lainnya. Namun, toksisitas mikotoksin tergantung beberapa faktor seperti dosis, rute pemaparan, lamanya pemaparan, spesies, umur, jenis kelamin, status fisiologis kese- hatan dan gizi, serta adanya efek sinergis dari berbagai mikotoksin dalam makanan. Maryam, 2002a. Selama penyimpanan, makanan atau bahan makanan sangat mudah ditumbuhi oleh fungi. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia dengan curah hujan, suhu dan kelembaban yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan fungi penghasil mikotoksin. Kontaminasi mikotoksin tidak hanya menurunkan kualitas bahan panganpakan dan mempengaruhi nilai ekonomis, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Berbagai penyakit dapat ditimbulkan oleh mikotoksin, seperti kanker hati yang disebabkan oleh aflatoksin, salah satu jenis mikotoksin yang paling banyak ditemuka n di negara beriklim tropis Maryam, 2002. Universitas Sumatera Utara Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin Cole and Cox, 1981, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena deoksinivalenol, toksin T2 dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller 1991 sekitar 25-50 komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis. Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan Muhilal and Karyadi, 1985. Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu Bahri et al., 1995, telur Maryam et al., 1994, dan daging ayam Maryam, 1996. Sudjadi et al 1999 melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien 66 orang pria dan 15 orang wanita menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. Aflatoksin terdeteksi pada contoh liver dari 58 pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µgkg.

2.6 Fungi Perusak Makanan