Komposisi Atmosfer Perambatan Cahaya Melalui Atmosfer Bumi

2.1.2 Komposisi Atmosfer

Komposisi udara bersih sangat bervariasi untuk setiap daerah di permukaan bumi Rata-rata persentase per volume gas dalam udara bersih dan kering yaitu nitrogen sebanyak 78, oksigen sebanyak 20,8, argon sebanyak 0,9 dan gas lainnya sebanyak 0,3. Komposisi gas lainnya yang sebanyak 0,3 ini terdiri dari gas permanen dan gas yang tidak permanen. Gas permanen adalah gas yang selalu ditemukan pada setiap kondisi dan ketinggian sedangkan gas yang tidak permanen keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan ketinggian. Adapun gas yang keberadaannya tetap gas permanen yaitu helium, neon, krypton, xenon, hydrogen, dan metana. Gas yang tidak permanen misalnya karbondioksida, ozon, amoniak, uap air, karbonmonoksida, sulfurdioksida. Daerah gurun udara kering mengandung kadar uap air yang lebih kecil dari daerah tropis. Daerah hutan tropis udara basah kandungan uap airnya adalah sebesar 0,018 . Muhammadiyah, M, 2010 Tabel 2.1 menunjukkan komposisi gas di atmosfer pada ketinggian permukaan laut ketinggian 0 km. Gas Persentase Nitrogen Oksigen Argon Karbon dioksida Neon Helium Metana Krypton Hidrogen, karbon monoksida, xenon, ozon, radon 78.08 20,95 0,93 0,03 0,0018 0,00052 0,00015 0,00011 0,0001 Tabel 2.1 Komposisi gas atmosfer pada ketinggian 0 km di atas permukaan laut. Universitas Sumatera Utara Gaya gravitasi bumi menahan agar molekul udara di lapisan atmosfer tidak terlepas ke angkasa luar. Untuk dapat melepaskan diri dari pengaruh atmosfer bumi, molekul udara tersebut harus bergerak berlawanan dengan arah gaya gravitasi bumi dengan kecepatan yang cukup besar. Kecepatan molekul udara untuk dapat lolos dari pengaruh gravitasi bumi adalah sebesar 1,169 x 10 4 meterdetik sedangkan bulan hanya sebesar 0,25 x 10 4 meter detik. Konrad, Beiser, 1960

2.1.3 Perambatan Cahaya Melalui Atmosfer Bumi

Sebelum sampai ke permukaan bumi, cahaya yang berasal dari matahari atau bintang akan melewati atmosfer bumi. Molekul udara yang terdapat di lapisan atmosfer bumi akan menyerap sebagian cahaya tersebut, memantulkannya kembali ke luar angkasa dan selebihnya akan diteruskan. Penyerapan dan pemantulan cahaya yang terjadi di lapisan atmosfer menyebabkan intensitas cahaya yang diterima pengamat di permukaan bumi berkurang sehingga bintang tampak lebih redup. Gambar 2.3 berikut ini memperlihatkan perambatan cahaya bintang melalui lapisan atmosfer bumi. Zenit Atmosfer atas A B S ζ Permukaan bumi P P X ζ dx ds Gambar 2.3 Perambatan cahaya bintang melalui atmosfer bumi Misalkan P adalah posisi pengamat di bumi. Cahaya bintang menembus atmosfer bumi sejauh s dan membentuk s udut sebesar ζ terhadap zenit. Besar penyerapan cahaya yang berasal dari bintang per cm dapat dinyatakan dengan Universitas Sumatera Utara koefisien absorbsi σ λ yang nilainya bergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap . Maka pengurangan intensitas cahaya bintang yang terjadi akibat penyerapan adalah sebesar, ds E dE λ λ λ σ − = atau ds E dE λ λ λ σ − = 2.1 dengan : λ dE adalah besar pengurangan fluks pancaran akibat penyerapan yang terjadi di lapisan atmosfer bumi yang bergantung pada panjang gelombang cahaya yang diserap dinyatakan dalam Watt m 2 λ E adalah Fluks pancaran yang diterima pengamat setelah terjadinya penyerapan dinyatakan dalam Watt m 2 . ds jarak yang ditempuh cahaya untuk sampai ke pengamat dinyatakan dalam meter atau centimeter. Tanda negatif berarti fluks berkurang dengan pertambahan jarak. Apabila diintegrasikan persamaan 2.1 akan didapatkan: ∫ ∫ − = λ λ λ λ σ E E s ds E dE o λ 2.2 ∫ − = s ds E E ln λ λ λ σ 2.3       − = ∫ s ds E E exp λ λ λ σ 2.4       − = ∫ s ds E E exp λ λ λ σ 2.5 λ E adalah fluks yang di amati di atas lapisan atmosfer. Bila didefinisikan tebal optis λ τ untuk jarak yang ditempuh cahaya sejauh s adalah : ∫ = s ds λ λ σ τ 2.6 Maka persamaan 2.5 dapat dituliskan menjadi, Universitas Sumatera Utara exp λ λ λ τ − = E E atau λ τ λ λ − = e E E 2.7 Jika m 0λ adalah magnitudo bintang yang diamati di atas atmosfer dan m λ adalah magnitudo yang diamati di bumi, maka dari rumus Pogson yaitu, λ λ λ λ E E m m log 5 , 2 − = − 2.8 Dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.7 ke persamaan 2.8 diperoleh, λ λ τ τ λ λ λ λ 1,086 τ loge 2,5 τ 2,5loge e E E 2,5log m m λ λ − = − = − = − = − − 2.9 Persamaan 2.9 di atas menunjukkan bahwa cahaya bintang pada waktu melewati atmosfer bumi dilemahkan sebesar 1,0856 λ τ . Selain itu karena rot asi bumi maka ζ yaitu besar sudut yang dibentuk bintang terhadap zenit pengamat berubah terhadap waktu pengamatan, maka harga ekstingsi atmosfer pengurangan intensitas cahaya bintang karena diserap dan disebarkan oleh atmosfer bumi juga berubah terhadap waktu pengamatan. Sehingga harga ekstingsi atmosfer dinyatakan sebagai fungsi waktu sebagai berikut, Dari gambar 2.3 diperoleh, dx ds ζ sec = 2.10 Oleh karena ζ berubah terhadap waktu bukan terhadap jarak maka bila persamaan 2.10 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.6 yaitu ∫ ∫ ∫ = = = s s s dx dx ds ζ sec ζ sec λ λ λ λ σ σ σ τ 2.11 Maka pada saat sudut zenit ζ=0 , ζ sec = 1 persamaan 2.11 dapat dituliskan menjadi, ∫ = s dx λ λ σ τ 2.12 λ τ adalah tebal optis atmosfer bumi saat bintang berada di zenit pengamat. Sehingga bila persamaan 2.12 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.11 diperoleh, ζ sec λ λ τ τ = 2.13 Selanjutnya bila persamaan 2.13 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.9 diperoleh besar perubahan magnitudo kecerahan relatif bintang akibat penyerapan cahayanya oleh lapisan atmosfer bumi sebesar, Universitas Sumatera Utara ζ sec 086 , 1 λ λ λ τ = − m m 2.14 Untuk menentuka n harga τ 0λ bintang harus dilakukan pengamatan paling sedikit dalam dua posisi. Sebagai contoh, pada waktu pengamatan pertama t 1 , magnitudo sebuah bintang yang diamati adalah m λ1 dengan besar sudut zenit ζ 1 . Pada waktu pengamatan kedua t 2 , magnitudo yang diamati adalah m λ2 dan besar sudut zenitnya ζ 2 . Jadi dari persamaan 2.14 diperoleh, m λ1 = m 0λ + 1,086 τ 0λ sec ζ 1 m λ2 = m 0λ + 1,086 τ 0λ sec ζ 2 mλ1- mλ2 = 1,086 τ 0λ sec ζ 1 - sec ζ 2 atau sec sec 086 , 1 2 1 2 1 ζ ζ − − = λ λ λ τ m m 2.15 melalui persamaan 2.15 kita dapat mengetahui besar pengurangan intensitas cahaya yang diterima pengamat dan dapat ditentukan magnitudo bintang sebelum mengalami penyerapan oleh atmosfer bumi.

2.2 Sifat Fisis Cahaya.