TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami selesaikan. Buku ini disusun untuk digunakan sebagai bahan perkuliahan mata kuliah Teori Relativitas di Jurusan Fisika FMIPA UGM. Isi buku ini sedapat mungkin disesuaikan dengan silabus mata kuliah yang terdapat dalam Buku Panduan FMIPA UGM.

Penyajian buku ini dimulai dari Teori Relativitas Khusus, serta beberapa penerapannya, baik pada bidang Elektrodinamika, maupun dinamika partikel relativistik. Selanjutnya ditelaah Teori Relativitas Umum yang diawali dari analisis matematika tensor. Setelah merumuskan persamaan gravitasi Einstein, disajikan beberapa penerapan Teori Relativitas Umum, seperti pada lubang hitam, presesi orbit planet, pergeseran cahaya bintang, kosmologi dan lain-lain. Khusus pembahasan kosmologi disediakan dua bab, yaitu pada Bab V dan VI. Pada Bab penutup, ditelaah dinamika gerak partikel dan foton baik dalam lubang hitam maupun di jagad raya.

Meski telah disiapkan cukup lama, kami menyadari bahwa buku ini masih memiliki banyak kekurangan. Diantaranya, tidak terdapat soal-soal latihan. Barangkali pula di sana sini masih terdapat salah tulis dan ketik. Karena itu kami dengan tangan terbuka sangat mengharap masukan positif dari para pembaca, dalam rangka penyempurnaan buku ini. Akhirnya kami berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengembangan fisika di masa depan.

Yogyakarta, Mei 2011 Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ

DAFTAR ISI

BAB I TEORI RELATIVITAS KHUSUS

1.1 Pendekatan Energetika dan Penjabaran Kaedah Transformasi Lorentz

9 1.3 Metode lain penurunan bentuk eksplisit besaran-besaran

1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ( E , p )

fisis relativistik 15 1.4 Transformasi Lorentz Vektor-4 melalui Transformasi Koordinat-4

18 1.5 Kaedah Transformasi untuk Vektor

1.6 Ruang-Waktu Minkowski dan Kaedah Transformasi Lorentz

25 Soal-Soal Latihan Bab I

1.7 Transformasi Lorentz untuk besaran-besaran elektrodinamika

BAB II PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS

33 2.1 Paradoks Kembar

33 2.2 Tinjauan Gerakan Partikel relativistik yang dikenai Gaya Konstan dan Medan Gravitasi Seragam

38 2.2.1 Gerakan Partikel oleh Gaya Konstan

42 2.3 Efek Compton

2.2.2 Gerakan Partikel dalam Medan Gravitasi Seragam

51 Soal-Soal Latihan Bab II

BAB III ANALISIS TENSOR DAN TEORI RELATIVITAS UMUM 61 3.1 Analisis Ruang Riemann

61 3.2 Operasi pada Tensor

64 3.3 Ruang Datar dan Lengkung

65 3.4 Tensor Metrik

67 3.5 Turunan Kovarian

68 3.6 Tensor Riemann-Christoffel, Ricci dan Einstein

69 3.7 Persamaan Geodesik

71 3.8 Teori Relativitas Umum

72 3.9 Hukum Gravitasi Einstein

80 Soal-Soal Latihan Bab III

BAB IV PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM

93 4.1 Penyelesaian Schwarzschild

93 4.2 Presesi Orbit Planet

100 4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif

105 4.4 Gelombang gravitasi

109 4.5 Lubang hitam Schwarzschild dan Kruskal-Szekeres

111 4.6 Struktur bintang

115 Soal-Soal Latihan Bab IV

BAB V KOSMOLOGI : SEJARAH JAGAD RAYA

5.1 Pendahuluan 121

5.2 Asas Kosmologi 124

5.3 Geometri Bolahiper 125

5.4 Metrik Robertson-Walker 126

5.5 Pergeseran merah galaksi 127

5.6 Ekspansi Jagad Raya 130

5.7 Sejarah Suhu Jagad Raya menurut Big Bang 133

5.8 Radiasi Kosmik Latar Belakang Gelombang Mikro 139 Soal-Soal Latihan Bab V

BAB VI KOSMOLOGI : DINAMIKA JAGAD RAYA

6.1 Dinamika Jagad Raya 149

6.2 Rapat Energi dan Tekanan Jagad Raya 155

6.3 Masa Dominasi Materi 157

6.4 Horison Partikel dan Horison Peristiwa 166

6.5 Masa Dominasi Radiasi 167

6.6 Data Fisis Jagad Raya 171

6.7 Masa Depan Jagad Raya 173 Soal-Soal Latihan Bab VI

BAB VII DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON

7.1 Persamaan Gravitasi Einstein 178

7.2 Persamaan Geodesik 179

7.3 Dinamika Gerak Partikel dalam Medan Schwarzschild 179

7.4 Dinamika Gerak Foton dalam Bidang Datar Medan Schwarzschild

7.5 Dinamika Gerak Foton secara Radial dalam Medan Schwarzschild

7.6 Dinamika Gerak Partikel dan Foton dalam Jagad Raya bermetrik Robertson-Walker

7.7 Solusi Persamaan Eisntein untuk Jagad Raya 187

7.8 Dinamika Gerak Partikel dalam Jagad Raya 188

7.9 Dinamika Gerak Foton dalam Jagad Raya 197

7.10 Dinamika Metrik de Sitter 198

7.11 Dinamika Gerak Foton dalam Metrik de Sitter 200

7.12 Dinamika Gerak Partikel dalam Metrik de Sitter 202

7.13 Metrik dan Jagad Raya de Sitter 204

7.14 Dinamika Gerak Foton dalam Jagad Raya de Sitter 205 Soal-Soal Latihan Bab VII

Daftar Pustaka 213

BAB I TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Fisika adalah ilmu yang berupaya secara ilmiah menelaah gejala alam mulai dari skala mikro (partikel elementer) hingga skala makro (jagad raya), serta mulai dari kelajuan rendah hingga kelajuan maksimum. Teori relativitas merupakan salah satu tulang punggung fisika modern. Sumbangannya terutama dalam bentuk penataan dan pelurusan konsep − konsep dasar dalam fisika, khususnya yang berkaitan dengan ruang − waktu, momentum − energi sebagai aspek kinematika semua gejala alam, yang selanjutnya mengangkat cahaya sebagai pembawa isyarat berkelajuan maksimum.

Sumbangan teori relativitas, dalam hal ini adalah teori relativitas khusus adalah mampu menampilkan persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan dasar dalam elektrodinamika, dalam bentuk yang kovarian. Konsekuensi teori relativitas khusus adalah kelajuan gelombang elektromagnet dalan ruang vakum sama dengan c (laju cahaya di ruang hampa). Beberapa percobaan menunjukkan bahwa dalam elektromagnetik, tidak ada kerangka istimewa. Dalam kerangka inersial, kelajuan cahaya sama dengan c, atau dengan kata lain, c merupakan suatu besaran invarian. Selain itu sistem persamaan Maxwell berlaku dalam smua kerangka inersial, yang oleh karena itu konsep ruang − waktu dan momentum − energi yang mutlak harus diganti.

Ada tiga asas yang melandasi teori relativitas khusus, yaitu : Asas ke nol (Asas perpadanan / korespondensi) : untuk setiap gerakan berkelajuan

rendah (momentum rendah), konsep − konsep dan hukum − hukum relativistik yang muncul harus sesuai dengan konsep − konsep yang telah ada dalam teori Newton.

Asas pertama : Semua hukum alam bersifat tetap bentuknya (kovarian) terhadap perpindahan peninjauan dari kerangka inersial satu menuju kerangka inersial yang lain.

Asas kedua : Laju maksimal yang dapat dimiliki oleh isyarat tidak bergantung (invarian) dari kerangka acuan inersial yang digunakan. Nilai kelajuan maksimal c ini merupakan salah satu tetapan alam yang sangat

penting dalam fisika dan memegang peranan utama dalam penelusuran konsep ruang − waktu serta momentum − energi. Nilainya sebagaimana yang ditetapkan oleh Badan Umum Internasional mengenai Berat dan Ukuran adalah c = 299792458 m/s. Hal ini berarti satu meter adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang

vakum selama selang waktu 1/299792458 detik. Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menelusuri kaedah transformasi antara besaran − besaran fisis (transformasi Lorentz) dari kerangka ~

inersial yang satu (K) menuju kerangka inersial yang lain ( K ) yang bergerak

dengan kecepatan konstan V terhadap K .

Pendekatan pertama yang digunakan bersifat konvensional yaitu dengan memilih ruang dan waktu sebagai variabel awal yang digunakan dalam merumuskan kaedah transformasi Lorentz. Dengan pendekatan ini, kaedah transformasi untuk besaran momentum dan energi baru ditelusuri kemudian.

Pendekatan kedua bersifat pendekatan energetika, yaitu dengan memilih momentum − energi sebagai variabel awal, yang selanjutnya transformasi untuk besaran ruang dan waktu baru ditampilkan kemudian. Menurut Muslim (1997), pendekatan ini tampil lebih ringkas dan lebih sesuai apabila diterapkan untuk proses mikroskopik pada zarah elementer, mengingat data − data pada proses hamburan dan spektroskopi biasanya melibatkan besaran momentum dan energi.

Berikut ini akan dijabarkan perumusan kaedah transformasi Lorentz melalui pendekatan energetika (momentum − energi), mengacu pada Muslim (1997).

1.1 Pendekatan Energetika dan Penjabaran Kaedah Transformasi Lorentz

Menurut asas korespondensi, perumusan hukum Newton kedua yang berbentuk

dp

dan dE = Fd . r = dW

dt

dapat pula berlaku dalam energetika relativistik (untuk momentum dan energi relativistik), dengan modifikasi definisi bagi momentum p . Dalam hal ini, F adalah gaya luar yang melakukan kerja dW pada zarah dalam selang waktu dt,

dengan akibat terjadinya perubahan momentum sebesar d p dan energi sebesar dE sewaktu zarah tersebut melakukan pergeseran sejauh d r . Perubahan tenaga tersebut

dapat dituliskan sebagai

Pada saat zarah dalam keadaan rehat ( v = 0 ), energi zarah bernilai E 0 yang dinamakan dengan energi rehat. Selanjutnya jika zarah bergerak ( v ≠ 0 ), energi zarah tersebut akan bertambah dengan energi kinetik sebesar E k menjadi energi

total E yang dirumuskan sebagai

(1.3) Jika zarah tersebut bergerak lurus maka v // p sehingga

(1.4) Untuk foton dengan v = c konstan dan invarian (asas kedua teori relativitas), maka diperoleh energi foton sebesar

dE = v dp.

(1.5) Mengingat tidak ada foton dengan kecepatan nol, maka disimpulkan bahwa tetapan

E = ∫ dE = c ∫ dp = pc + konstan .

konstan tersebut sama dengan nol. Jadi diperoleh

(1.6) Selanjutnya untuk zarah bermassa dengan v atau p atau E k sembarang, bentuk kuadrat momentum 2 p dapat diuraikan ke dalam suatu deret Taylor dalam

2 2 2 E = p c untuk v = c.

E k = E − E 0 yang berbentuk

0 + a 1 E k + a 2 E k + ... (1.7) Untuk zarah rehat (v = 0), nilai p maupun E k = 0, sehingga a 0 = 0. Dari

sini, perilaku zarah untuk kecepatan rendah diberikan oleh koefisien a 1 . Untuk

2 zarah berkelajuan tinggi, 2

E tinggi sehingga nilai E ≈ E k , mengingat untuk daerah ini 2

0 E dapat diabaikan. Dari kondisi ini diperoleh a 0 = 1c / , sedangkan untuk 3 a dan seterusnya sama dengan nol. Adapun untuk kelajuan rendah, tentu

saja a 1 ≠ 0 . Jadi untuk sembarang daerah kelajuan / energi kinetik, berlaku kaitan dispersi untuk zarah bebas yang berbentuk

1 E k + E k /c untuk 0 ≤ v ≤ c. (1.8) Apabila ungkapan di atas diambil turunannya, serta dengan mengingat bahwa dE k = d ( E − E 0 ) = dE (1.9) diperoleh

1 + 2 E k / c ) dE (1.10) atau

dE = 1 2 . d p (1.11)

yang harus = v . d p . Dari sini diperoleh kesamaan

(1.12) Pangkat dua persamaan di atas adalah

p = v  1  1 4  a + 2 + 4  (1.13)

yang harus bernilai sama dengan

(1.14) Dua persamaan terakhir di atas dapat dituliskan dengan mengumpulkan E k yang berpangkat sama sebagai

1 E k + E k /c .

Dengan mengalikan persamaan di atas dengan

2 2 , diperoleh

2 yang ternyata sama dengan 2 p c . Dengan demikian

Untuk kelajuan rendah, berlaku rumus Newton : p = mv (1.18)

dan

2 2 1 − v / c ≈ 1 (1.19) sehingga

mv =

atau

(1.20) Dengan mengisikan hasil ini ke dalam pers. (1.17) diperoleh vektor momentum

relativistik sebagai

= γ m v (1.21)

dengan

Selanjutnya dengan mengisikan nilai a 1 = 2 m ke dalam pers. (1.12) diperoleh

k / c ) (1.23) atau

(1.24) Mengingat energi kinetik partikel adalah energi relativistik partikel dikurangi

k = mc ( γ − 1 ) .

dengan energi rehatnya, atau yang dituliskan sebagai

E k = E − E 0 (1.25) dengan E = energi relativistik partikel dan E 0 = energi rehat partikel.

Selanjutnya dapat dilakukan identifikasi berikut :

0 = mc (1.27) Untuk limit non − relativistik, bentuk

− 1 ≈ ( 1 + v / 2 c ) − 1 = v / 2 c (1.28) sehingga tenaga kinetik nonrelativistik menjadi

(1.29) yang bersesuaian dengan teori Newton.

k = mc ( v / 2 c ) 1 = 2 mv

Kuadrat energi relativistik partikel bernilai

2  mv   2 2 4 2 =

2 2  c = m c + p c ( (1.30) 1

sehingga 2 2 2 4 E = p c + m c (1.31)

Hubungan antara p, dan v

E dapat dituliskan dalam bentuk

p = γ m v = γ mc v / c = 2 .

Dari persamaan (1.31), dapat dibuat ilustrasi yang menggambarkan hubungan tersebut dalam segitiga siku-siku, seperi yang terdapat pada Gambar 1.1.

2 E mc

Gambar 1.1 Segitiga siku-siku antara E, pc dan 2 mc

Contoh soal :

Tentukan kecepatan sebuah partikel dalam c atau laju cahaya dalam ruang hampa agar

a. 6 rumus Newton p = mv dapat digunakan dengan kesalahan 10 − .

1 b. 2 rumus E k = mv dapat digunakan dengan kesalahan yang sama. 2

c. rumus p = mv hanya memberikan setengah dari nilai momentum yang sebenarnya dimiliki partikel tersebut.

1 d. 2 rumus E k = mv hanya memberikan nilai setengah dari yang sebenarnya 2 dimiliki oleh partikel tersebut.

e. Tenaga kinetik partikel sama dengan 10 × tenaga rehatnya.

Jawaban :

a. Jika rumus momentum

p = mv ( 1 − v / c )

= mv ( 1 − β ) −

seperti yang terdapat pada persamaan (1.21) diuraikan menggunakan deret, diperoleh

1 2 3 p 4 = mv ( 1 + β + β ...) .

Dengan demikian rumus Newton yang hanya memuat suku pertama deret di

atas dapat digunakan dengan kesalahan 10 , jika

atau

− 3 v 5 ≤ 1 , 41 × 10 c = 4 , 24 × 10 m/s . Kecepatan ini cukup tinggi (lebih dari 100 kali kecepatan bunyi di udara).

b. Tenaga kinetik partikel seperti dirumuskan pada persamaan (1.24) adalah

k = mc [( 1 − β ) −

yang jika diuraikan ke dalam deret menjadi

k = mv ( 1 + β + ...) 2 . 4

Jadi supaya rumus tenaga kinetik klasik masih dapat digunakan dengan tingkat kesalahan tersebut, maka

Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai pada (a).

c. Untuk pertanyaan tersebut

1 2 2 1 / mv 2 = mv ( 1 v / ) −

yang berarti

d. Untuk pertanyaan tersebut

2 mv = 2 mc [( 1 − v / c )

yang berarti

Bentuk ini dapat dituliskan dalam bentuk

2 4 2 6 4 ( 2 1 + 2 β + β )( 1 − β ) = 1 − β − β + β = 1 sehingga

2 Bentuk persamaan kuadrat dalam β di atas memiliki akar positif

sehingga

v 8 = 0 , 79 c = 2 , 36 × 10 m/s.

e. Untuk

E k = mc [( 1 − β )

− 1 ] = 10 mc

maka

1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ( E , p )

~ Ditinjau transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K yang

bergerak terhadap K dengan kecepatan V, yang secara linear menghubungkan

perangkat besaran ( E , p , p , p ) dan ( E , ~ p , p ~ , x ~ y z x y p z ) serta sebagai bentuk pengkhususan dipilih transformasi yang hanya ditinjau ke arah salah satu sumbu

koordinat saja, dalam hal ini dipilih sumbu x. Bentuk transformasi Lorentz tersebut adalah (Muslim, 1985)

~ y dan p z = p z . (1.33) Jadi pada bentuk di atas, komponen momentum ke arah sumbu y dan z tidak

E = Γ ' ( E + bp ) ; ~ x p x = Γ ( p x + aE ) ; p ~ y = p

mengalami perubahan, sehingga transformasi hanya melibatkan pasangan ( E , p x ) . Untuk mencari parameter − parameter transformasi yaitu Γ , Γ ' , a dan b, akan ditinjau dua kasus khusus yaitu kasus partikel bermassa rehat m yang rehat masing − masing

di K dan K . Ilustrasi tentang kerangka K dan K terdapat pada Gambar 1.2.

z~

~ Gambar 1.2. Kerangka K dan K

Saat partikel rehat di K , yang berarti

y = p z = 0 (1.34) maka memberikan p y = p z = 0 (1.35)

serta p x + aE = 0 (1.36)

Padahal hubungan antara p , dan v E adalah

Ev

p = 2 (1.38)

sehingga diperoleh kesimpulan

Mengingat partikel tersebut rehat di K , itu berarti partikel tersebut bergerak dengan kecepatan v = V = V n x di K. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa

Selanjutnya saat partikel rehat di K, yang berarti

(1.41) yang dari transformasi Lorentz memberikan

~ p = y ~ p z = 0 (1.43) serta

x = Γ aE = − 2 Γ mc = − Γ Vm . (1.44)

~ Partikel tersebut berarti bersama − sama dengan kerangka K bergerak terhadap K ~

dengan kecepatan v = − V = − V n x . Dengan demikian momentum partikel di K bernilai

Kemudian dihitung nilai energi E di K menurut ~ 2 mc

2 2 = Γ ' ( mc + 0 ) (1.47)

sehingga diperoleh

~ Untuk menentukan tetapan b , ditinjau kembali partikel yang rehat di K ,

~ sehingga transformasi Lorentz untuk energi E di K menghasilkan

2 2 E = mc = Γ ' ( Γ mc + b Γ mV ) (1.49) atau

mc 2

2 − mc = mc ( 1 − V / c − 1 ) = − mV (1.50)

2 2 2 2 2 bmV =

yang berarti bahwa

Dengan demikian transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K yang bergerak dengan kecepatan V ke arah sumbu x untuk perangkat besaran

( E , p , p , p ) dan ( E , ~ p , p x ~ y z x y , p ~ z ) adalah

(1.54) Selanjutnya dilakukan perluasan jika arah V sembarang. Dengan melakukan

substitusi : ___________________________________________________________________

(1.56) p x V → p // V = p ⋅ V (1.57)

p ⊥ = p ⊥ (1.60)

Karena K bergerak terhadap K dengan kecepatan − V , maka transformasi balik untuk bentuk di atas adalah

p ⊥ = p ⊥ (1.63) Ditinjau sebuah partikel bermassa m yang bergerak di K dengan kecepatan v

~ dan di K dengan kecepatan v . Kaedah transformasi untuk energi E di kerangka

~ K memberikan

2 2  1 − v ' / c 1 − V / c  1 − v / c 1 − v / c  yang dengan membalik pembilang dan penyebut persamaan di atas, kemudian menyederhanakannya diperoleh

Jika pada persamaan di atas diisikan v = c, maka v’ juga sama dengan c. Hal ini berarti kecepatan cahaya di semua kerangka acuan inersial bernilai tetap (invarian) yang sama dengan c.

Akibat lain dari persamaan di atas adalah dengan menuliskannya sebagai

atau

2 = Γ ( 1 − v ⋅ V / c ) (1.67)

Sementara itu dari pers. (1.63) untuk komponen momentum tegaklurus diperoleh

γ ' m v ⊥ = γ m v ⊥ (1.68) yang menghasilkan kaedah kecepatan tegaklurus sebagai

Sedangkan untuk komponen momentum yang sejajar, diperoleh

// = Γ ( γ m v // − V γ mc / c ) = Γ γ m ( v // − V ) (1.70) sehingga

v // =

Dengan menggunakan kaedah penjumlahan kecepatan di atas, dapat

~ diturunkan transformasi koordinat ( ct , r ) dan ( c t ~ , r ) menurut resep v = d/ r dt

(1.72) dan

(1.73) Untuk transformasi kecepatan tegaklurus, diperoleh

Γ dt ( 1 − v ⋅ V / c )

Dengan berlakunya simetri gerak pada panjang yang tegaklurus V , untuk vektor koordinat yang tegaklurus diperoleh

r ⊥ = r ⊥ (1.75) dan sekaligus juga

(1.76) sehingga

2 2 d t = dt Γ ( 1 − v ⋅ V / c ) = Γ ( dt − d r ⋅ V / c ) . (1.77)

Untuk syarat awal : t = t = 0 dan r = 0 , integrasi persamaan di atas memberikan hasil transformasi waktu koordinat :

(1.78) Sementara itu dari kaedah transformasi kecepatan yang sejajar, bentuknya dapat

ditulis sebagai

2 (1.79) d t

Γ dt ( 1 − v ⋅ V / c ) dt ( 1 − v ⋅ V / c )

atau

(1.80) Dengan menerapkan syarat awal

d r // = Γ ( d r // − V dt ) .

t = t = 0 dan r // = r // = 0 ,

maka pengintegralan persamaan di atas memberikan

(1.81) Gabungan antara pers. (1.75) dan (1.81) menghasilkan

r // = Γ ( r // − V t ) .

2 r = r + ( Γ − 1 )( r ⋅ V ) V / V − Γ V t (1.82)

Contoh Soal :

Sebuah pesawat antariksa dilihat dari bumi sedang bergerak ke arah timur dengan kecepatan v p = 0 , 6 c i ˆ dan dalam waktu lima detik akan bertabrakan dengan sebuah

komet yang sedang bergerak ke arah barat dengan kecepatan v k = − 0 , 8 c i ˆ .

a. Dilihat dari pesawat antariksa, berapakah kecepatan komet mendekatinya ?

b. Menurut pilot pesawat antariksa tersebut, berapa waktu yang tersedia untuk menghindari tabrakan tersebut?

Jawaban :

a. Ditinjau dari pesawat antariksa yang bergerak dengan kecepatan V = v p terhadap bumi (kerangka K), kecepatan komet mendekati pesawat tersebut

dapat dicari dengan perumusan

Jadi kecepatan komet tersebut menurut pilot pesawat adalah 0 , 946 c mendekati pesawat tersebut.

b. Dengan menggunakan dilatasi waktu, dapat ditentukan waktu yang tersedia bagi pilot tersebut untuk menghindari tabrakan. Karena faktor dilatasi waktu adalah

maka

detik = 4 detik .

1.3 Metode lain penurunan bentuk eksplisit besaran −−−− besaran fisis relativistik Metrik ruang − waktu datar empat dimensi (metrik Minkowski) yang digunakan dalam teori relativitas khusus muncul dari bentuk invarian metrik

µν dx dx = − c dt + dx + dy + dz = − c dt + d r (1.83) dengan vektor koordinat − 4 kontravarian dirumuskan

2 2 2 2 2 2 2 2 ds = η

0 1 2 3 x = ( x , x ) = ( x , x , x , x ) = ( ct , x , y , z ) = ( ct , r ) (1.84) Pada metrik pers. (1.83), komponen tensor metrik rank − 2 kovarian adalah

− η 00 = η 11 = η 22 = η 33 = 1 (1.85) dan

(1.86) Sementara itu pasangan komponen tensor metrik rank − 2 kontravarian adalah

η µν = 0 untuk µ ≠ ν .

00 11 22 33 − η = η = η = η = 1 (1.87) dan

η = 0 untuk µ ≠ ν (1.88) Kaitan antara waktu pribadi τ dengan elemen garis s adalah

2 2 2 ds = − c d τ (1.89)

sehingga pers. (1.83) menjadi

d τ = dt − 2 ( dx + dy + dz ) (1.90)

Diperkenalkan vektor kecepatan − 3 v yang memiliki komponen − komponen Cartesan

Dengan substitusi komponen − komponen kecepatan − 3 di atas, pers. (1.90) dapat dituliskan menjadi

d τ = dt  1 − 2 [ ( dx / dt ) + ( dy / dt ) + ( dz / dt ) ]  = dt   1 −  2 (1.92)

Didefinisikan vektor kecepatan − 4 kontravarian V yang memiliki komponen

dx

dx dt

= γ ()() ct , r = γ c , v (1.95)

dt d τ

dt

sedangkan komponen vektor kecepatan − 4 kovarian V µ dapat dicari dari V dengan menggunakan tensor metrik kovarian pers. (1.85) − (1.86) :

V µ ν = η µν V = γ ( − c , v ) .

Sementara untuk vektor kecepatan − 4 kontravarian P , komponen − komponennya adalah

P = mV = m γ () c , v = 

γ 2 mc

m v   , γ  =  , p  (1.97)  c   c 

dengan energi :

2 E = γ mc (1.98) ___________________________________________________________________

dan momentum − 3:

(1.99) Hasil pers. (1.98) dan (1.99) berturut-turut sama dengan pers. (1.26) dan (1.21). Sedangkan vektor momentum − 4 kovarian P µ adalah

P µ = η µν P = ( − E / c , p ) (1.100)

Adapun vektor gaya − 4 kontravarian

F memiliki komponen − komponen

dengan gaya − 3 f didefinisikan sebagai

dp

dt Sementara itu vektor gaya − 4 kovarian F µ dirumuskan sebagai

Perkalian dalam ( inner product ) antara dua vektor kovarian dan kontravarian akan menghasilkan suatu skalar, seperti misalnya

µ V = γ ( − c , v ) γ ( c , v ) = − γ c + γ v = − γ c  1 −   2  = − c (1.104)  c 

dan

2 2 P 2 µ P = ( − E / c , p )( E / c , p ) = − (

E / c ) + p = − m c (1.105)

Dari turunan pers. (1.104) di atas diperoleh d µ

 dE  0 =

 dE 

( mV µ V ) = F µ V + V µ F = γ  − , f  γ ( c , v ) + γ ( − c , v ) γ  , f 

 c dt 

 c dt 

2 = γ  − + f ⋅ v  (1.106)  dt

2  dE 

sehingga diperoleh

dE

= f ⋅ v (1.107)

dt

Dengan hasil di atas, vektor gaya − 4 kontravarian dan kovarian berturut − turut dapat dituliskan menjadi

F = γ ( f ⋅ v /c , f ) (1.108)

dan

F µ = γ ( − f ⋅ v /c , f ) (1.109)

Dari pers. (1.105) berlaku kaitan

(1.110) Sementara dari pers. (1.107) :

(1.111) Bentuk di atas sama dengan pers. (1.2)

dE = v ⋅ f dt = v ⋅ d p .

1.4 Transformasi Lorentz Vektor −−−− 4 melalui Transformasi Koordinat −−−− 4

Berikut ini akan dijabarkan kaedah alih bentuk Lorentz untuk komponen vektor − 4, baik dalam bentuk kovarian maupun kontravarian melalui transformasi koordinat − 4 (1.3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu) di ruang − waktu Minkowski. Mula − mula diberikan aturan transformasi koordinat untuk vektor dalam ruang sembarang berdimensi N. Selanjutnya diberikan deskripsi ruang − waktu Minkowski yang menjadi wahana teori relativitas khusus Einstein. Diberikan kaitan transformasi koordinat di dalam ruang − waktu tersebut bagi dua kerangka inersial

yang salah satunya bergerak dengan kecepatan konstan

V terhadap lainnya. Dengan kaitan tersebut selanjutnya melalui kaedah transformasi untuk vektor,

nilai − nilai komponen beberapa vektor − 4 dihitung dan diperoleh relasi yang mengaitkan besaran − besaran pada kedua kerangka tersebut. Vektor − 4 yang dipilih di sini berkaitan berkaitan dengan masalah dalam dinamika relativistik dan elektrodinamika, seperti vektor kecepatan − 4, vektor momentum − 4, vektor gaya − 4, vektor potensial − 4 dan vektor kerapatan − 4.

1.5 Kaedah Transformasi untuk Vektor

Ditinjau suatu ruang berdimensi N dengan koordinat ___________________________________________________________________

(1.112) Jika dilakukan transformasi ke koordinat

1 2 N x = ( x , x ,..., x ) .

(1.113) di dalam ruang tersebut, kaedah transformasi yang mengubungkan vektor

x ~ N = ~ 1 2 ( N x , x ~ ,..., x ~ )

~ kontravarian A dan A serta antara vektor kovarian A ν dan A µ berturut − turut adalah (Lawden, 1982)

ν A (1.114)

dengan inversi

serta

A µ = ~ µ A ν (1.116)

dengan inversi

Di sini telah digunakan kesepakatan penjumlahan Einstein, yaitu jika terdapat indeks berulang, maka penjumlahan harus dilakukan meliputi jangkuan indeks tersebut. Apabila penjumlahan tak ingin dilakukan, maka hal tersebut harus diungkapkan secara eksplisit.

1.6 Ruang −−−− Waktu Minkowski dan Kaedah Transformasi Lorentz

Metrik ruang waktu Minkowski dengan koordinat

0 1 2 3 x = ( x , x , x , x ) = (ct, x, y, z) = ( ct , r ) (1.118) dapat mengambil bentuk

µν dx dx = − c dt + dx + dy + dz = − c dt + d r (1.119) dengan

2 2 2 2 2 2 2 2 ds = g

g µν = η µν ( η mn = δ mn , η 00 = − 1 , η 0 m = η m 0 = 0 )

Ditinjau dua kerangka inersial yakni kerangka K dengan koordinat x dan ~

kerangka K dengan koordinat x ~ yang bergerak dengan kecepatan konstan V terhadap kerangka K ke arah

r // = 2 V (1.121)

Kaitan Lorentz antara koordinat − 4 di dalam ruang − waktu Minkowski adalah (Zahara dkk, 1997)

r // = Γ ( r // − V t ) (1.122)

r ⊥ = r ⊥ (1.123)

2 t = Γ ( t − r . V / c ) (1.124) dengan

Kalau komponen ruang di atas ingin digabungkan, hasilnya ~ ~ ~

yang jika diuraikan ke dalam komponen − komponennya menjadi

x n i (1.127)

atau

Sedangkan penguraian untuk komponen waktu adalah

c t Γ ( ct

= i − x ) (1.129)

atau

~ Dari pers. (1.128) dan (1.130), jika dilakukan derivatif parsial koordinat K

terhadap K, diperoleh

Ditinjau suatu vektor − 4 kontravarian di ruang K

0 S = ( S , S ) = ( S , S ) (1.135)

dan vektor − 4 kontravarian di ruang K

(1.136) Dengan menggunakan kaedah transformasi untuk komponen vektor kontravarian,

diperoleh : 0 ~ 0 x ~ x ~

yang jika dinyatakan dalam notasi vektor menjadi

Mengingat bentuk

kaedah untuk komponen vektor S yang sejajar V adalah

V = Γ ( S // − ( S / c ) V ) . (1.141)

// = S // + ( Γ − 1 ) S // −

Sementara itu kaedah untuk komponen vektor S yang tegaklurus V adalah

(1.142) Selanjutnya ditinjau vektor kecepatan − 4 kontravarian :

V = ( γ c , γ v ) (1.143) sehingga

0 S = γ c (1.144) dan

(1.145) Dengan menggunakan hasil pers. (1.137), untuk komponen ke nol, diperoleh

γ ~ c = Γ  γ c +

yang memberikan hasil

v ⋅ V  = Γ  1 + 2  .

Persamaan di atas menghubungkan faktor dilatasi partikel yang bergerak di kedua kerangka. Sedangkan dengan menggunakan pers. (1.139) untuk komponen vektor, diperoleh

V (1.148)

yang jika disederhanakan menjadi

 v ⋅ V  Γ  1 − 2 

Persamaan di atas menghubungkan vektor kecepatan − 3 di kedua kerangka acuan. Kaedah untuk v adalah //

Sedangkan untuk v adalah ⊥

 v ⋅ V  Γ  1 − 2 

Berikutnya ditinjau vektor momentum − 4 kontravarian yang memiliki komponen :

P = ( E / c , p ) (1.152) sehingga

0 S = E / c (1.153) dan

(1.154) Kaedah transformasi Lorentz untuk energi adalah

E = Γ ( E − p ⋅ V ) . (1.156)

Bentuk (1.156) di atas sama dengan pers. (1.58). Adapun kaedah transformasi Lorentz untuk vektor momentum − 3 adalah

Untuk komponen vektor momentum − 3 sejajar dan tegaklurus, kaedahnya adalah ~

p // = p // + ( Γ − 1 ) p // − 2 V = Γ ( p // − ( E / c ) V ) (1.158)

dan

p ⊥ = p ⊥ (1.159) Bentuk (1.158) dan (1.159) di atas sama dengan bentuk pers. (1.59) dan (1.60). Selanjutnya ditinjau vektor gaya − 4 kontravarian :

F = γ ( f ⋅ v /c , f ) (1.160)

yang dengan menggunakan pers. (1.139), bentuk di atas dapat dituliskan menjadi

v ⋅ V  Γ  1 − 2 

Kaedah f untuk komponen sejajar dan tegaklurus berturut − turut adalah

~ Selanjutnya jika ditinjau kasus khusus dengan v = V , atau partikel rehat di K , yang berarti bahwa :

(1.168) sehingga

// V V = f // V ,

2 = f //  (1.169) V  

Jadi untuk kerangka rehat partikel di K , kaedah transformasi Lorentz untuk vektor gaya − 3 adalah

f = f // + f ⊥ = f // + Γ f ⊥ .

1.7 Transformasi Lorentz untuk besaran −−−− besaran elektrodinamika

Diketahui ρ dan v berturut − turut adalah rapat muatan dan kecepatan aliran relatif terhadap suatu kerangka inersial K. Rapat arus j dirumuskan sebagai

(1.172) Persamaan kontinuitas muatan dirumuskan sebagai

+ ∇ . j = 0 (1.173)

Dalam elektrodinamika dikenal skalar potensial listrik φ dan vektor potensial listrik − 3 A yang mana gabungan keduanya bersama − sama membentuk

suatu vektor potensial − 4 A dengan komponen

0 m A = ( A , A ) = ( φ / c , A ) (1.174) Mengikuti sistem satuan SI, terdapat perumusan − perumusan berikut

2 + ∇ . A = 0 (1.175)

2 2 + ∇ A = − µ 0 j (1.176)

2 2 + ∇ φ = − µ 0 ρ c (1.177)

Gabungan dua persamaan di atas menghasilkan

dengan vektor kerapatan − 4 j didefinisikan sebagai

(1.179) Operator skalar − 4 ∆ didefinisikan sebagai 2 2 2 2 µ 2 1 ∂

∂ z Operator turunan koordinat − 4 kovarian dan kontravarian masing-masing

dirumuskan sebagai

Bentuk syarat Lorentz pers. (1.175) dapat dituliskan sebagai ∂ A µ µ = 0 (1.183) sedangkan bentuk persamaan kontinuitas muatan (pers. (1.173)) dapat dituliskan

menjadi

∂ µ j = 0 (1.184)

Kaedah transformasi Lorentz untuk komponen vektor kerapatan − 4 adalah

ρ c = Γ ρ c   −  (1.185)

j // = Γ ( j // − ρ V ) ,

dan

(1.189) Sementara itu kaedah transformasi Lorentz untuk komponen vektor

potensial − 4 adalah

Jika kita ingin mencari transformasi balik dari kerangka K ke kerangka K, hal itu dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan substitusi V = − V . Dengan substitusi ini, diperoleh kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran berikut ini :

Vektor kecepatan − 3:

v // + V

v // =

E = Γ ( E + p ⋅ V ) (1.198)

Energi :

Vektor momentum − 3:

2 V + 2 V (1.199)

p // = Γ  p // + 2 V  (1.200)

p ⊥ = p ⊥ (1.201) Vektor gaya − 3:

Rapat muatan ρ = Γ ρ + 2 (1.205)

Vektor rapat arus

2 V + Γ ρ V (1.206)

// = Γ j // + ρ V   (1.207) 

Skalar potensial listrik : φ = Γ  φ + A ⋅ V  (1.209)

Vektor potensial − 3 listrik :

2 V + 2 V (1.210)

A // = Γ   A // + 2 V   (1.211)

(1.212) Dari telaah di atas, tampak bahwa teori relativitas khusus berperan besar

dalam menata dan meluruskan besaran-besaran fisika yang mendasar, seperti besaran panjang, waktu, kecepatan, momentum, energi dan sebagainya. Selanjutnya juga telah dikaji proses penurunan kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran di atas yang menunjukkan bahwa hukum fisika memiliki bentuk yang tetap di dalam semua kerangka acuan inersial.

Soal-Soal Latihan Bab I

1. Sebuah pesawat bergerak ke arah timur dengan laju 0,8 c diukur menurut menara yang diam. Pesawat tersebut melepaskan peluru dengan laju 0,6 c terhadap pesawat. Carilah masing-masing laju dan arah gerak peluru terhadap menara jika arah peluru terhadap pesawat adalah

(a) timur (b) utara (c) barat (d) timur laut.

2. Sebuah partikel bermassa m bergerak terhadap kerangka I dengan kecepatan v = ( c / 5 )( i ˆ − 2 j ˆ + 2 k ˆ ) . Jika terdapat kerangka II yang bergerak terhadap kerangka I dengan kecepatan V = ( c / 5 )( 2 i ˆ + j ˆ − 2 k ˆ ) , carilah : (a) momentum dan tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut

kerangka I. (b) kecepatan, momentum, tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut kerangka II.

3. Dua buah partikel bergerak sepanjang sumbu Z kerangka K masing-masing dengan kecepatan v 1 dan v 2 dengan v 1 > v 2 . Agar ditinjau dari K’, kedua partikel tersebut mempunyai kecepatan yang berlawanan, tunjukkan bahwa kecepatan gerak kerangka K’ ke arah sumbu Z terhadap K besarnya adalah

1 v 2 − ( c − v 1 )( c − v 2 )

4. Sebuah elektron dalam suatu akselerator tenaga tinggi bergerak dengan kelajuan 0,5 c. Carilah kerja yang harus dilakukan terhadap elektron untuk menaikkan kelajuannya menjadi

(a) 0,75 c ___________________________________________________________________

(b) 0,99 c (c) Untuk kedua nilai kelajuan tersebut, tentukan faktor peningkatan tenaga kinetik maupun momentum elektron.

5. Sebuah inti radioaktif bergerak dengan kecepatan v = 0 , 6 c i ˆ terhadap kerangka K (lab), sewaktu ia memancarkan partikel beta dengan kecepatan v = 0 , 75 c β ˆ j terhadap inti tersebut (kerangka K ). 0

(a) Tentukan besar dan arah kecepatan partikel beta menurut kerangka K. (b) Jika partikel beta tersebut tetap dipancarkan dengan kelajuan 0 , 75 c di

K , namun arahnya dilihat dari K sejajar dengan sumbu y, tentukan 0 arah pancaran diamati dari inti dan kelajuan partikel beta diamati di K.

6. Di kerangka K, dua partikel A dan B bergerak masing-masing dengan kecepatan v A = v A iˆ dan v B = v B iˆ ( v B > v A > 0 ). Jika terdapat kerangka ~

K yang bergerak terhadap K dengan kecepatan V = V iˆ (diketahui

v B > V > v A > 0 ):

~ (a) Tentukan kecepatan A dan B menurut K , yaitu v dan A v. B

(b) Jika menurut pengamat yang rehat di K , kecepatan A dan B sama besar namun berlawanan arah, tunjukkan bahwa

A v B ) − ( c − v A )( c − v B )

7. Di kerangka K, sebuah partikel bergerak dengan kecepatan u . Di K tersebut juga terdapat medan E dan B . Bagaimanakah cara menentukan gaya Lorentz

pada partikel tersebut di kerangka K’, dimana K’ bergerak dengan kecepatan

V terhadap K ? Jika gaya Lorentz di K’ tersebut telah diperoleh, bagaimana cara menguji bahwa nilai yang diperoleh itu benar ?

8. Diketahui vektor − 4 kontravarian : X µ = γ ( Y / c , c Z ) dengan γ =

2 ( 2 1 − u / c ) , u = vektor kecepatan − 3 dan c laju cahaya di ruang hampa. (a) tuliskan kaedah tranformasi Lorentz untuk besaran Y dan Z . (Petunjuk :

jangan lupa relasi antara γ dengan γ ’ ) (b) Jika terdapat hubungan : Y = k c dan Z = k/ u c dengan k suatu invarian Lorentz, carilah invarian Lorentz yang dapat diperoleh dari

vektor − 4 tersebut, serta berapakah nilainya ?

9. Jelaskan bahwa gaya Lorentz yang dirasakan oleh sebuah partikel di kerangka K menjadi gaya Coulomb di kerangka diam K’. Bagaimana dengan sebaliknya, gaya Coulomb di K’ menjadi gaya Lorentz di K ?

10. Di kerangka K’, sebuah partikel bermassa rehat m bermuatan q bergerak dengan kecepatan konstan u ’. Di K’ tersebut terdapat medan listrik E ’ dan medan imbas magnet B ’. Jika kerangka K’ bergerak terhadap kerangka K

dengan kecepatan konstan V :

(a) Tentukan energi, energi kinetik dan momentum partikel di K maupun di K’. (b) Carilah kecepatan partikel, medan listrik dan medan imbas magnet di K. (c) Nyatakan gaya Lorentz yang bekerja pada partikel di K maupun K’. (d) Tuliskan tiga invarian Lorentz yang melibatkan besaran-besaran di atas.

BAB II PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Teori Relativitas Khusus sebagai salah salah satu pilar fisika modern memiliki beberapa kegunaan dalam menelaah secara lebih kompak dan terpadu berbagai gejala alam. Berikut ini akan disajikan beberapa penerapan teori relativitas khusus pada beberapa fenomena, diantaranya adalah persoalan paradoks kembar, gerak partikel relativistik dalam medan gaya konstan dan medan gravitasi seragam, efek hamburan Compton dan sebagainya.

2.1 Paradoks Kembar (Twin Paradox)

Paradoks kembar (atau paradoks jam) adalah satu persoalan yang cukup membingungkan dalam relativitas khusus. Kasus paradoks kembar dapat dinyatakan sebagai berikut : Misalkan kita punya dua orang kembar : John dan Mary. John diputuskan tetap tinggal di bumi, sementara Mary menjadi astronot yang akan mengadakan perjalan ruang angkasa menuju sebuah bintang. Mary mengendarai pesawat ruang angkasa dan terbang menuju bintang tersebut dengan kecepatan V (diasumsikan agar nampak efek relativitas, nilai V dalam orde c) dan sesudah sesaat tiba di bintang, Mary kembali ke bumi dan bertemu dengan John dengan kecepatan yang sama. Lihat Gambar 2.1

Bumi

Bintang

Gambar 2.1 Perjalanan pulang pergi bumi-bintang

Teori relativitas khusus menyatakan bahwa jika Mary bergerak terhadap John, maka selang waktu dalam kerangka inersial Mary mengalami dilatasi sebesar γ yang dirumuskan

Jadi pada akhir perjalanan Mary, dia lebih muda daripada John. Paradoks muncul dari kenyataan bahwa (dengan mengabaikan selang waktu saat Mary bergerak dipercepat dan diperlambat), Mary berada dalam kerangka inersial, dan selanjutnya dari prinsip relativitas, Mary dapat mengklaim bahwa Johnlah yang bergerak, bukan dia. Kalau demikian selang waktu John seharusnya yang mengalami dilatasi, bukan Mary, sehingga saat Mary kembali, ia menjumpai saudara kembarnya itu lebih muda daripadanya. Manakah yang benar ?

Untuk menyederhanakan kasus ini, diasumsikan perjalanan Mary terjadi saat ia lahir (yang juga berarti saat John lahir). Pada saat itu, berarti waktu lokal T = 0 dan posisi X = 0. Selanjutnya akan dibandingkan jarak bumi − bintang menurut kedua orang tersebut. Jarak antara bumi dan bintang diukur oleh pengamat yang stasioner di bumi (John) adalah J D . Jarak bumi − bintang yang diukur oleh Mary

adalah

(2.2) Perumusan ini disebabkan oleh adanya kontraksi Lorentz. Indeks J dan M berturut-

turut menunjukkan pengukuran menurut John dan Mary. Akan diukur umur relatif John dan Mary. Caranya, pertama dengan melakukan penghitungan dalam kerangka John dan selanjutnya penghitungan dikerjakan dalam kerangka Mary. Nanti akan ditunjukkan bahwa dua penghitungan tersebut akan memperoleh hasil yang sama. Kesamaan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara dua kerangka inersial yang ditinjau.

Sekarang penghitungan dilakukan dalam kerangka John. Mary menempuh perjalanan total (menuju bintang dan kembali ke bumi) sejauh 2 D J dengan kecepatan V ( −

V saat kembali). Perjalanan bumi − bintang bolak-baik ini memakan waktu 2 D J / V . Transformasi Lorentz untuk waktu memberikan hubungan antara

waktu yang ditunjukkan oleh jam milik John ( T ) dan waktu yang ditunjukkan oleh J

Mary ( T ) sebagai M

VX

T J M = γ [ T J − 2 ] (2.3)

X adalah jarak antara mereka. Selama perjalanan Mary menuju ke bintang, berlaku persamaan

(2.4) Substitusi persamaan di atas ke dalam pers. (2.3), diperoleh

2 2 2 2 T T M = J γ [ T J − ( V / c ) T J ] = γ [ 1 − ( V / c )] T J = . γ (2.5) Dalam bentuk penulisan selang waktu,

γ (2.6) Persamaan ini menunjukkan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada jam

milik John dengan faktor 1 / γ . Di sini perlu diingat bahwa

γ ≥ 1. (2.7) Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan pula bahwa hal tersebut berlaku

pula untuk perjalanan Mary pulang ke bumi. Saat kembali ke bumi dengan kecepatan yang sama, jam milik Mary juga bergerak lebih lambat dari jam milik

John dengan faktor yang sama : 1 / γ . Maka selama perjalanan total, umur John adalah

sedangkan umur Mary adalah

Tampak bahwa umur John lebih besar daripada umur Mary, atau dengan kata lain dalam kerangka John, saat Mary kembali ke bumi, John lebih tua. Selisih umur mereka adalah

A J − A M =  1 − 

Bagaimanakah penghitungan dalam kerangka Mary ? Seluruh besaran yang tadinya dihitung pada kerangka John, sekarang diukur oleh Mary. Transformasi Lorentz memberikan hubungan antara waktu milik jam John dan waktu milik jam Mary sebagai

VX M 

Dan dengan penurunan selanjutnya dapat ditunjukkan kaitan untuk selang waktu masing-masing jam sebagai

∆ M T J = (2.12)

yang berarti jam milik John bergerak lebih lambat daripada jam milik Mary dengan faktor 1/ γ . Sekilas nampak adanya paradoks atau kontradiksi dengan ungkapan sebelumnya yang menyatakan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada John. Namun demikian yang sebenarnya tidak demikian, karena hal ini disebabkan

relativitas khusus menyatakan bahwa kita tidak dapat menghubungkan waktu yang ditunjukkan oleh jam pada tempat yang berbeda (yang dalam hal ini umur orang kembar yang terpisah) sampai kemudian kedua orang tersebut bertemu kembali. Ketika mereka berdua bertemu kembali, baru tampaklah siapa yang lebih tua atau lebih muda dengan cara membandingkan selang waktu yang ditunjukkan oleh jam masing-masing.

Menurut Mary, perjalanannya memakan waktu 2 D M / V , sehingga selama perjalanan, umur Mary adalah

γ (2.13) Perlu diingat bahwa telah diasumsikan bahwa waktu untuk mempercepat dan

memperlambat roket telah diabaikan. Karena jam John bergerak lebih lambat dengan faktor 1/ γ , John berumur

Jika dilatasi waktu menjadi satu-satunya faktor dalam penghitungan, Mary dapat mengklaim bahwa dirinya berusia lebih tua dari John dengan selisih umur mereka adalah

A M − A J =  1 − 

Di sini terdapat faktor lain yang dapat menyelesaikan ketidakcocokan tersebut. Ketika Mary sampai ke bintang dan kemudian kembali, dia mengubah kerangka inersialnya. Sebelum Mary tiba di bintang, hubungan antara jam John dan jam Mary yang diukur oleh Mary adalah

VD 

Sesaat setelah ia meninggalkan bintang menuju bumi, relasi antara jam keduanya adalah

VD M 

Dua persamaan terakhir di atas menunjukkan adanya kontradiksi dalam waktu / jam milik John yang diukur oleh Mary, sesaat setelah Mary berganti keadaan (dari menuju bintang menjadi meninggalkan bintang. Selisih pengukuran waktu milik John ini menurut Mary adalah

2 VD 2 VD J

Selisih ini terjadi akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Dengan demikian dalam kerangka Mary, selisih antara umur John dengan Mary adalah selisih umur yang telah dihitung pada pers. (2.15) ditambah dengan selisih umur mereka akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Akhirnya selisih umur Mary dengan John adalah

c  V γ Karena

maka

Ternyata dalam kerangka Mary, selisih umur antara John dan Mary juga sama seperti yang telah dihitung pada kerangka John. Dari dua penghitungan tersebut ditunjukkan bahwa setelah kembali ke bumi, Mary yang menempuh perjalanan berusia lebih muda daripada saudara kembarnya, John.

2.2 Tinjauan Gerakan Partikel Relativistik yang dikenai Gaya Konstan dan Medan Gravitasi Seragam

Salah satu latihan yang cukup mudah dalam persoalan mekanika klasik elementer adalah menyelesaikan problem gerakan sebuah partikel dalam dua dimensi yang dikenai suatu gaya konstan. Untuk gerakan nonrelativistik, gaya yang bekerja pada partikel dalam medan gravitasi seragam (uniform) bersifat konstan, dan persamaan trayektori / lintasan partikel tersebut berbentuk parabola.

Dalam tinjauan teori relativitas khusus, gaya gravitasi yang berkaitan dengan medan gravitasi seragam tidaklah bersifat konstan, namun merupakan fungsi kecepatan partikel yang diperoleh dengan menetapkan massa gravitasi sama dengan massa inersial. Berikut ini akan dicari penyelesaian eksak untuk gerakan pada kasus tersebut dan juga gerakan dengan gaya konstan.

2.2.1 Gerakan partikel oleh gaya konstan

Pertama kali akan dicari penyelesaian untuk gerakan dibawah pengaruh gaya konstan. Sebuah partikel dengan massa rehat m ditembakkan dari titik O dengan kecepatan awal 0 V pada bidang X − Y yang membuat sudut θ dengan sumbu X.

Sebuah gaya konstan F bekerja pada partikel dengan arah sejajar pada sumbu Y negatif. Didefinisikan

Persamaan gerakan partikel tersebut adalah

= mg (2.23)

dt

atau

( mc γ β ) = m g (2.24)

Dengan mengintegralkan pers. (2.24) diperoleh

Pers. (2.26) dapat dituliskan dalam komponen-komponen ke sumbu X dan Y sebagai

β x γ = β 0 γ 0 cos θ (2.28) dan

β y γ = β 0 γ 0 sin θ − σ (2.29) dengan

gt σ = .

Dengan mengingat bahwa

penyelesaian untuk β x , β y dan γ dapat dinyatakan sebagai fungsi σ yang nilainya adalah

β 0 γ 0 cos θ

0 − ( 2 β 0 γ 0 sin θ ) σ + σ β 0 γ 0 sin θ − σ

0 − ( 2 β 0 γ 0 sin θ ) σ + σ

dan

(2.34) Dengan mengintegralkan pers. (2.32) dan (2.33) diperoleh

0 − γ 0 − ( 2 ( sin β 0 γ 0 θ ) σ + σ . (2.36)

Dalam limit nonrelativistik, β 0 << 1 dan σ << 1 (2.37)

sehingga pers. (2.35) dan (2.36) tereduksi ke bentuk

x = β 0 cos θ σ = v 0 cos θ t (2.38)

dan

2 1 2 y = β 0 sin θ σ − σ = v 0 sin θ t − gt . (2.39)

g 2 g 2 Juga untuk gerakan nonrelativistik berlaku korespondensi

(2.40) Untuk θ = π / 2 , pers. (2.34), (2.33) dan (2.36) tereduksi menjadi

β x = β 0 cos θ = konstan.

yang merupakan solusi untuk gerakan relativistik satu dimensi. Posisi tinggi maksimum partikel pada sumbu y positif y m dapat diperoleh

dengan mengisikan β y = 0 (2.44)

ke dalam pers. (2.33) sehingga ___________________________________________________________________

(2.45) Substitusi hasil ini ke pers. (2.36) dihasilkan

σ = β 0 γ 0 sin θ .

max = γ 0 ( 1 − 1 − β 0 sin θ

. (2.46) Untuk θ = π / 2 , berarti

y max = ( γ 0 − 1 ) (2.47)

yang dalam limit non − relativistik akan tereduksi menjadi

max =

Hasil di atas sama dengan hasil tinggi maksimum partikel yang ditembakkan tegak lurus ke atas dengan kecepatan awal v 0 dalam medan gravitasi g .

Sementara itu jarak maksimum pada arah x positif, dalam hal ini y = 0 sehingga dari pers. (2.36) diperoleh

(2.49) Substitusi ke dalam pers. (2.35) diperoleh

Dari persamaan di atas, tampak bahwa x max merupakan fungsi β 0 dan θ . Nilai maksimum x max untuk β 0 tertentu dapat dicari dengan menurunkan persamaan di atas ke θ kemudian hasilnya diisikan sama dengan nol. Hasilnya nilai θ max yang menyebabkan x max diberikan oleh persamaan berikut

Ternyata nilai θ max yang menyebabkan x max masih merupakan fungsi kecepatan zarah β 0 . Limit non − relativistik untuk y max dan x max adalah

0 sin θ

y max =

dan ___________________________________________________________________

2.2.2 Gerakan Partikel dalam Medan Gravitasi Seragam

Persamaan keadaan untuk keadaan ini adalah

() γ mc β = γ m g .

dt

Dengan memilih

g = − gˆ j (2.55) maka komponen-komponen pers. (2.54) adalah

( γ mc β x ) = 0 (2.56)

dt

dan

( γ mc β y ) = − γ mg . (2.57)

dt

Integrasi pers. (2.56) menghasilkan

(2.58) Dengan mengingat bahwa

(2.61) Kemudian dari pers. (2.60) :

0 ( 1 − β 0 sin θ ) .

γ 0  1 + β 0 sin θ σ

+ e ( 1 − β 0 sin θ ) . (2.62)

e  Dari pers. (2.58) :

2 β 0 cos θ

e ( 1 + β 0 sin θ ) + e ( 1 − β 0 sin θ ) ]

Akhirnya dari pers. (2.59) diperoleh

Gerakan partikel dapat ditelusuri dengan mengintegralkan pers. (2.63) dan (2.64) yang hasilnya adalah

2  Seperti halnya pada telaah di atas, untuk β 0 dan σ kecil, pers. (2.63) − (2.66) tereduksi ke bentuk limit non − relativistik berikut :

v x = v 0 cos θ (2.67) v y = v 0 sin θ − gt (2.68) x = v 0 cos θ t (2.69)

dan

(2.70) Untuk θ = π / 2 , diperoleh solusi untuk persolan gerak jatuh bebas secara relativistik sebagai

0 sin θ t − 2 gt .

γ = [ e ( 1 + β 0 ) + e ( 1 − β 0 ) ] (2.71)

(2.73) dan

x=0

Dalam limit non − relativistik, pers. (2.72) dan (2.74) tereduksi ke v y = v 0 − gt (2.75)

dan

(2.76) Tinggi maksimum y max dapat diperoleh dengan mengisikan β y = 0 (2.77) ke dalam pers. (2.72) dan untuk σ diperoleh

Substitusi nilai ini ke pers. (2.74), dihasilkan tinggi maksimum

max = − ln( 1 − β 0 sin θ ) (2.79)

2 g Untuk θ = π / 2 , persamaan di atas menjadi

y max = ln( γ 0 ) (2.80)

yang dalam limit non − relativistik tereduksi menjadi

max =

Jangkauan partikel maksimum pada arah sumbu x atau x max dapat diperoleh dengan mengisikan

y = 0 (2.82) ke dalam pers. (2.66) dan untuk nilai σ yang bersangkutan diperoleh

Substitusi hasil ini ke pers. (2.65) dihasilkan jangkauan maksimum

 1 + β 0 sin θ   Kembali di sini x max adalah fungsi β 0 dan θ . Untuk nilai β 0 tertentu, nilai x max dapat diperoleh sehingga untuk kondisi tersebut nilai sudut proyeksi θ max

1 − β 0 sin θ 

 1 − β 0 sin 

adalah solusi persamaan berikut :  

Adapun limit non − relativistik untuk y max dan x max adalah

Selanjutnya ditinjau gerak sebuah partikel pada dua dimensi ( x, y ) yang memiliki momentum awal p 0 dalam arah sumbu x yang dikenai gaya konstan f

sepanjang sumbu y . Akan dicari bagaimanakah trayektori partikel tersebut secara relativistik. Dimulai dari persamaan gerak zarah

= F (2.88)

dt

untuk mana komponen-komponen gaya F adalah

Penyelesaian dua persamaan terakhir di atas memberikan p x = p 0 (2.91)

dan ___________________________________________________________________ dan ___________________________________________________________________

(2.93) dan