Demam Tifoid Prevalensi demam tifoid pada pasien rawat jalan di rumah sakit Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli Tahun 2008 sampai Juli 2009

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

Demam tifoid ialah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi S. typhi, ditandai dengan demam yang berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran.Lubis B, 1990 S.typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel kariotik. Bakteri ini mudah tumbuh dalam perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H 2 S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. S.typhi mempunyai beberapa antigen: antigen O, antigen H, antigen Vi dan Outer Membrane Protein terutama porin OMP. Gladwin M, Trattler B,1999 Beberapa antigen S.typhi: 1. Antigen O Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh bakteri. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2 –5 jam, alkohol dan asam yang encer. Gladwin M, Trattler B,1999 2. Antigen H 16 Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae S. typhi dan berstruktur kimia protein. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau asam. 3. Antigen Vi Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi kapsul yang melindungi bakteri dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier. 4. Outer Membrane Protein OMP Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85 –100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein A dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas.Baron EJ, dkk, 1994 17 Patofisiologi S.typhi masuk melalui mulut, biasanya bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. S.typhi yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus. Saat bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian bakteri mati oleh asam lambung dan sebagian bakteri masuk ke usus halus. Setelah berhasil melewati usus halus, bakteri masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain.Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi dalam feses. Faktor host yang ikut berperan dalam resistensi terhadap infeksi S.typhi adalah keasaman lambung, flora normal usus dan daya tahan usus.Juwono R, 1996 Gambar 2.1 Patofisiologi Demam Tifoid Sumber: Nasronuddin, et al. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, p. 121-24. Asam lambung HCL dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya bakteri S.typhi dan bakteri usus lainnya. Jika S.typhi masuk bersama- sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat 18 hidroklorida HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga S.typhi dapat masuk ke dalam usus penderita . S.typhi seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak S.typhi. Setelah itu, S.typhi memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakterimia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat dari pada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Braunwald, 2005 Demam tifoid merupakan salah satu bakteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus halus, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. Juwono R, 1996 Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri oleh hiperplasia sel limfoid . Pada minggu ketiga timbul ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus akibat mukosa yang nekrotik. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa.akibat terjadinya ulkus maka perdarahan yang hebat dapat terjadi 19 atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi. Ranjan L, dkk, 2001 Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung bakteri S.typhi sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. Ranjan L, dkk, 2001 Gambaran Klinik Masa Inkubasi Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan saluran pencernaan. Ranjan L, dkk, 2001 Minggu Pertama awal terinfeksi Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut 20 lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung . Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Ranjan L, dkk, 2001 Tanda khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit rash umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros roseola berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Ranjan L, dkk, 2001 Minggu kedua. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi . Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Ranjan L, dkk, 2001 Minggu ketiga 21 Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Ranjan L, dkk, 2001 Minggu keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar. Relaps Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps. Ranjan L, dkk, 2001. 22

2.2 Faktor Resiko Demam Tifoid