Pengaruh Penyuluhan Dermatitis kontak terhadap Pengetahuan dan Sikap Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli

(1)

PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN

MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2011

TESIS

OLEH:

ERNASARI 087033025/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASAYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF EXTENSION ON CONTACT DERMATITIS ON THE KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF TOFU MAKERS IN

VILLAGE MABAR, MEDAN DELI SUBDISTRICT IN 2011

TESIS

BY

ERNASARI 087033025/IKM

PUBLIC HEALTH SCIENCE MAGISTER STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN

MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes.) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNASARI 087033025/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI

KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

Nama Mahasiswa : Ernasari Nomor Induk Mahasiswa : 087033025

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komosi Pembimbing

(Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK) (

Ketua Anggota

Drs. Amir Purba, M.S,Ph.D)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama. M. S)


(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 5 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D

2. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S 3. Drs. Tukiman, M.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN

MABAR KECAMATAN MEDAN DELI

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2012


(7)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dari hasil pengamatan di pabrik tahu di Kelurahan Mabar ditemukan 9 (sembilan) orang pekerja yang mengalami dermatitis kontak. Data dari puskesmas Medan Deli diperoleh kasus dermatitis kontak sebanyak 93,42 % dan jumlah seluruh jenis penyakit kulit yang ada.

Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan rancangan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi di mana sebelumnya pengrajin sudah diberikan intervensi penyuluhan. Analisis data dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode kegiatan penyuluhan (diskusi, ceramah, tanya jawab, praktik) terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu. Isi penyuluhan juga berpengaruh terhadap sikap pengrajin tahu. Metode penyuluhan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengetahuan dan sikap dibandingkan dengan isi kegiatan penyuluhan.

Disarankan kepada pihak pengelolah pabrik tahu untuk melakukan upaya dalam meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja untuk menggunakan sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, seperti sepatu boat dan celemek . Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara terus menerus agar terjadi perubahan perilaku khususnya peningkatan pengetahuan dan sikap pada pengrajin tahu.


(8)

ABSTRACT

Contact dermatitis resulted from work is one of the skin disorder often found in the industry such as tofu industry that can reduce workers’ productivity. From the observation done in a tofu factory in Kelurahan Mabar, 9 (nine) workers werw found to have developed contact dermatitis. The data obtained from Medan Deli Health center showed that the case of contact dermatitis was 93,42% of the whole existing skin disorders.

The main purpose of this analytical survey study quasi-experimental design was to analyze the influence of extension on contact dermatitis on the knowledge and attitude of the 76 tofu makers in Kelurahan Mabar, Medan Deli Subdistrict, The data for this study were obtained through questionnaire distribution and observation where the tofu makers have previously been an extension intervention. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests

The result of study showed that extension method (discuccion, lecturing, question and answer, practice) had influence on the attitude of tofu makers. The content of extension also had influence on the attitude of tofu makers. The extension meyhod had the most dominant influence on the knowledge and attitude compared to the content of extension activity.

The management of tofu factory is suggested to attempt to minimize contact dermatitis by improving the awareness of the workers to wear gloves and the other self-protection devices related to their type of work such as boots or galoshes and apron. The management of Medan Health District office, expecially the health workers. Is suggested to keep providing extension that the behavior of tofu makers expecially their knowledge and attitude can change and be improved.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas segala Rahmat dan Karuni-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini yang berjudul “ Pengaruh Penyuluhan Dermatitis kontak terhadap Pengetahuan dan Sikap Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli “.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini. 5. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D. selaku komisi pembimbing yang telah

memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini. 6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S. dan Drs. Tukiman, M.K.M. selaku penguji

tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Ibu camat Kecamatan Medan Deli beserta lurah Kelurahan Mabar, Kepala Lingkungan dan para kader di Kelurahan Mabar yang telah menerima penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Suamiku tercinta dan tersayang H. Zainal Arifin Tambunan serta ananda Linda Hasianny Tambunan, Fahkrur Razy Ahkyar Tambunan dan Yulfanny Arifin Tambunan yang penuh pengertian, kesabaran, motivasi dan do’a dalam memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

9. Ibu Kepala Puskesmas Medan Deli beserta para staf yang telah membantu penulis dalam proses berlangsungnya penelitian ini.

10. Para pengusaha tahu beserta para perajin tahu yang telah menerima penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.


(11)

11. Para Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2008, khususnya Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku atas dukungannya dan kebersamaan yang diberikan selama ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya hanya kepada Allah AWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lanjutan.

Medan, Maret 2012 Penulis

Ernasari 087033025


(12)

RIWAYAT HIDUP

Ernasari lahir di Medan pada tanggal 8 Mei 1964, merupakan anak kelima dari 6 bersaudara dari Ayahanda Abdul Haq Hasibuan (Alm) dan Ibunda Siti Arus Pulungan (Alm), saat ini bertempat tinggal di Jalan Gurilla gg. Teruna No. 5 kel. Sei Kera Hilir kec. Medan Perjuangan Kota Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri No. 114 Medan tamat tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri No. XII Medan tamat tahun 1983, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara tamat 1995. Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menikah pada tanggal 31 Desember 1991 dengan H. Zainal Arifin Tambunan dan sampai saat ini telah dikaruniai 3 orang anak yang bernama Linda Hasianny Tambunan, Fakhrur Razy Akhyar Tambunan, dan Yulfanny Arifin Tambunan.

Saat ini penulis bekerja sebagai staf di Puskesmas Medan Denai sejak tahun 2006.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Komunikasi ... 9

2.2. Penyuluhan ... 22

2.3. Peran Penyuluh ... 25

2.4. Pengetahuan ... 27

2.5. Sikap ... 30

2.6. Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 31

2.7. Alat Pelindung Diri ... 42

2.8. Landasan Teori ... 46

2.9. Kerangka Konsep Penelitian ... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1. Jenis Penelitian ... 50

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.3. Populasi dan Sampel ... 51

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ……. ... 54

3.6. Metode Pengukuran ... 57


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 63

4.2. Karakteristik Responden ... 64

4.3. Hasil Statistik ... 67

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Perubahan Pengetahuan Perajin Tahu tentang Pencegahan Dermatitis Kontak ... 79

5.2. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Perubahan Sikap tentang Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu 82

5.3. Pengaruh Isi Penyuluhan terhadap Perubahan Sikap tentang Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu ... 85

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner Variabel Independen... 53

3.2. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner Variabel Dependen ... 54

3.3. Depenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Independen... 60

3.4. Depenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Dependen... 61

4.1. Distribusi Jumlah Pengrajin Tahu di Sembilan Pabrik Tahu ... 64

4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Perajin Tahu ... 65

4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan ... 65

4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 66

4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja ... 67

4.6. Distribusi Frekuensi Penerimaan metode Penyuluhan dalam Peningkatan Pengetahuan dan Sikap untuk Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu di Kelurahan Mabar ... 68

4.7. Distribusi Frekuensi Penerimaan Metode Penyuluhan dalam Pencegahan Pengetahuan dan Sikap untuk Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu di Kelurahan Mabar ... 69

4.8. Distribusi Frekuensi Peningkatan Pengetahuan Perajin Tahu dalam Pencegahan Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 70

4.9. Distribusi Frekuensi Sikap tentang Dermatitis pada Perajin Tahu Kontak Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Kelurahan Mabar ... 71

4.10.Hubungan Metode Penyuluhan dengan Pengetahuan Perajin tentang Pencegahan Dermatitis Kontak di kelurahan Mabar ... 73

4.11.Hubungan Isi Penyuluhan dengan Pengetahuan Perajin tentang Dermatitis Kontak Sesudah diberikan Penyuluhan... 74


(16)

4.12.Hubungan Metode Penyuluhan dengan Sikap Perajin tentang

Pencegahan Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 75 4.13. Hubungan Isi Penyuluhan dengan Sikap Perajin tentang Pencegahan

Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 76 4.14. Hasil Regresi Metode dan Isi Penyuluhan terhadap Pengetahuan

Perajin dalam Pencegahan Kontak Dermatitis di Kelurahan Mabar . 77 4.15. Hasil Regresi Metode dan Isi Penyuluhan terhadap Sikap Perajin


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Proses Komunikasi ... 12 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 49


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Materi Penyuluhan ... 102

2. Kuesioner Penelitian ... 120

3. Gambar pabrik tahu dan cara kerjanya ... 126


(19)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dari hasil pengamatan di pabrik tahu di Kelurahan Mabar ditemukan 9 (sembilan) orang pekerja yang mengalami dermatitis kontak. Data dari puskesmas Medan Deli diperoleh kasus dermatitis kontak sebanyak 93,42 % dan jumlah seluruh jenis penyakit kulit yang ada.

Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan rancangan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi di mana sebelumnya pengrajin sudah diberikan intervensi penyuluhan. Analisis data dengan menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode kegiatan penyuluhan (diskusi, ceramah, tanya jawab, praktik) terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu. Isi penyuluhan juga berpengaruh terhadap sikap pengrajin tahu. Metode penyuluhan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengetahuan dan sikap dibandingkan dengan isi kegiatan penyuluhan.

Disarankan kepada pihak pengelolah pabrik tahu untuk melakukan upaya dalam meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja untuk menggunakan sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, seperti sepatu boat dan celemek . Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara terus menerus agar terjadi perubahan perilaku khususnya peningkatan pengetahuan dan sikap pada pengrajin tahu.


(20)

ABSTRACT

Contact dermatitis resulted from work is one of the skin disorder often found in the industry such as tofu industry that can reduce workers’ productivity. From the observation done in a tofu factory in Kelurahan Mabar, 9 (nine) workers werw found to have developed contact dermatitis. The data obtained from Medan Deli Health center showed that the case of contact dermatitis was 93,42% of the whole existing skin disorders.

The main purpose of this analytical survey study quasi-experimental design was to analyze the influence of extension on contact dermatitis on the knowledge and attitude of the 76 tofu makers in Kelurahan Mabar, Medan Deli Subdistrict, The data for this study were obtained through questionnaire distribution and observation where the tofu makers have previously been an extension intervention. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests

The result of study showed that extension method (discuccion, lecturing, question and answer, practice) had influence on the attitude of tofu makers. The content of extension also had influence on the attitude of tofu makers. The extension meyhod had the most dominant influence on the knowledge and attitude compared to the content of extension activity.

The management of tofu factory is suggested to attempt to minimize contact dermatitis by improving the awareness of the workers to wear gloves and the other self-protection devices related to their type of work such as boots or galoshes and apron. The management of Medan Health District office, expecially the health workers. Is suggested to keep providing extension that the behavior of tofu makers expecially their knowledge and attitude can change and be improved.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja maka pencapaian kinerja para pekerja akan lebih maksimal.

Pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja disetiap industri dapat dilakukan dengan penerapan penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung diri dalam Undang-Undang ketenagakerjaan juga merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan bagi para pekerjanya.

Pemakaian alat pelindung diri dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang melindungi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis. Perlindungan tersebut merupakan hak azasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 yang bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident) dan penyakit dermatitis. Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan berlimpah pada masa yang akan datang. Salah satu investasi yang paling penting adalah pekerja.


(22)

Sebagai sumber daya terpenting dalam organisasi, wajar apabila pekerja dijamin kesehatannya yang setinggi-tingginya dari kemungkinan pengaruh yang merugikan kesehatan karena pemajanan oleh bahaya potensial terhadap kesehatan di tempat kerja. Oleh karena itu upaya perlindungan pekerja dari bahaya potensial penyakit dermatitis juga harus didukung oleh pekerja itu sendiri. Partisipasi pekerja untuk mau menggunakan alat pelindung diri sesuai standar kerja yang dipersyaratkan harus benar-benar disadari oleh pekerja.

Fokus program promosi kesehatan kerja melalui upaya penyuluhan di tempat kerja, dapat dilakukan oleh pihak pengusaha bekerjasama dengan instansi terkait untuk dapat mensosialisasikan penggunaan alat pelindung diri. Hal ini bermanfaat selain untuk meningkatkan pengetahuan, dan sikap pekerja (WHO, 1996).

Diketahui masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, apalagi dari sebuah industri informal yang masih mempekerjakan sedikit tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena masih banyak para pimpinan perusahaan yang kurang menghubungkan antara pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang sebenarnya sangat penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi kesehatan di tempat kerja melalui penyuluhan merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja terutama untuk melindungi pekerja dari berbagai potensi bahaya yang ada di tempat kerja.


(23)

Menurut Yudistira (2009: 21-22) bahaya potensial yang sering muncul pada pekerja adalah yang menyerang kulit. Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu bentuk penyakit dermatitis, merupakan jenis penyakit dermatitis terbanyak yang kedua setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22 persen dari seluruh penyakit dermatitis. Data di Inggris menunjukkan 129 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 persen merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit.

Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena, yakni 50 % dari jumlah seluruh penderita penyakit dermatitis (PAK). Dari suatu penelitian epidemiologik di luar negeri mengemukakan, PAK dapat berdampak pada hilangnya hari kerja sebesar 25 % dari jumlah hari kerja (Yudistira, 2009: 27-28).

Effendi (2007: 2-4) melaporkan bahwa insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Penyakit dermatitis juga terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya. Pengrajin tahu misalnya, penyakit dermatitis dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan yang mengakibatkan penyakit dermatitis


(24)

dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, dan koreng yang sulit sembuh (Depkes, 2009).

Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Maret tahun 2010, Kecamatan Medan Deli dengan mengambil 9 orang sampel pada 9 pabrik tahu ditemukan 9 orang atau 80 persen para pengrajin tahu umumnya mengalami gangguan penyakit kulit berupa dermatitis kontak dengan tipe berat ringan penyakit yang bervariasi.

Data yang diperoleh dari Puskesmas setempat menunjukkan angka kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu: 93,42 persen dengan kasus dermatitis kontak dan 6, 58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil Puskesmas Medan Deli, 2009).

Data lain yang diperoleh peneliti pada saat survei pendahuluan juga menunjukkan bahwa kejadian penyakit kulit disebabkan oleh karena proses pembuatannya ternyata tidak melalui steam terlebih dahulu pada bahan kedelai sebelum dicampurkan dengan pati kental, sehingga hal ini memungkinkan jamur lebih mudah berkembang dan dapat menimbulkan reaksi pada kulit.

Menyangkut bahan kimia yang dicampurkan pada pembuatan tahu maka peneliti menemukan bahwa bahan yang dicampurkan untuk menggumpalkan pati kedelai agar menjadi tahu adalah asam cuka 90 %, CaSO4

dibakar kemudian ditumbuk menjadi tepung halus.

yaitu: sulfat kapur yang

Wawancara yang dilakukan pada pengrajin tahu menyangkut penggunaan alat pelindung diri saat bekerja, mereka menyebutkan bahwa hampir seluruh pekerja tidak


(25)

pernah memakai alat pelindung diri saat bekerja. Alasan yang diungkapkan adalah bahwa pekerjaan ini sudah mereka lakoni dari orang tua mereka sebelumnya dan

gangguan penyakit kulit yang mengenai mereka tidak terlalu memberi kerisauan yang cukup berarti.

Hasil wawancara juga menyebutkan bahwa mereka tidak pernah mendapat penyuluhan dari dinas kesehatan menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri dan bahaya potensial yang mungkin timbul berupa penyakit dermatitis. Ketika dikonfirmasikan kepada Puskesmas setempat maka petugas Puskesmas menyebutkan bahwa mereka melakukan program penyuluhan 2 (dua) kali setahun, namun hanya kepada para pekerja formal. Diakui pihak Puskesmas memang mereka belum membuat perencanaan program penyuluhan kepada para pengrajin atau pekerja informal sampai saat ini.

Para pengrajin tahu menyebutkan bahwa kurang diperhatikannya mereka dalam perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja mungkin disebabkan usaha mereka adalah usaha kecil yang tidak terlalu melibatkan banyak pekerja. Ungkapan yang sangat miris didengar dari pengrajin tahu adalah bahwa jika terjadi gangguan kulit mereka cukup mengoleskan oli bekas pada kulit yang terkena dan bisa sembuh dengan sendirinya.

Kasus yang sama juga terjadi di Lamongan Jawa Timur, dimana para pengrajin tahu mengalami gatal-gatal di daerah tangannya dan kaki akibat sering kontak dengan bahan-bahan pembuat tahu. Dari beberapa mereka juga menyebutkan bahwa penyakit kulit yang mereka alami diakibatkan oleh karena mereka tidak menggunakan alat


(26)

pelindung diri seperti sarung tangan pada saat melakukan proses pembuatan tahu (Sherine, 2007: 42-44).

Penelitian yang dilakukan oleh Elisandri (2007: 46-49) kasus yang terjadi pada pengrajin tahu di beberapa pabrik tahu, seperti yang terjadi di daerah Binjai juga menyebutkan bahwa 72 persen dari mereka mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama

Kondisi ini seharusnya menjadi fokus perhatian dinas kesehatan setempat, khususnya pemberi pelayanan pada lini terendah yaitu Puskesmas Medan Deli. Berbagai upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyampaikan berbagai informasi tentang upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya melalui penyuluhan langsung pada pengrajin tahu tersebut. Sehingga diharapkan dengan penyuluhan tersebut para pengrajin tahu dapat meningkatkan pemahaman mereka untuk mencegah terjadinya penyakit dermatitis kontak yang mereka alami saat ini.

Dilema ini seharusnya menjadi perhatian para pemerintah setempat untuk memberi pengayoman bagi para pengrajin tahu khususnya menyangkut kesehatan dan keselamatan pengrajin. Dari keterangan pengrajin di atas diketahui bahwa pengetahuan pengrajin pada perlindungan diri masih sangat kurang, belum lagi tidak adanya perhatian dari pemberi pelayanan kesehatan setempat. Berdasarkan kenyataan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana merubah pengetahuan dan sikap pengrajin


(27)

tahu terhadap upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja untuk mencegah terjadinya penyakit dermatitis melalui upaya pemberian penyuluhan kesehatan.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap para pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011

1.4.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.

2. Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bahwa penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan, sepatu boat, celemek serta


(28)

alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan sangat dibutuhkan pengrajin untuk menghindari diri dari penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak. Oleh karena itu sangat diperlukan perilaku yang baik bagi setiap pekerja seperti pengetahuan yang baik, sikap yang positif dan tindakan yang selaras dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pengrajin tahu dan merubah sikap dan tindakan yang selama ini tidak mau menggunakan alat pelindung diri.

3. Sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian sejenis secara berkelanjutan


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi 2.1.1. Definisi

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya.

Secara terminologis, menurut Neuman (2002: 13-17) komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ ide; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan.

Definisi komunikasi oleh beberapa ahli sebagai berikut:

1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam


(30)

dalam kegiatan komunikasi (Astrid).

2. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).

3. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).

4. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis, 1981).

5. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain 6. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain, komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga Administrasi).

Menurut William (2004) manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif di antaranya adalah:

1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan.

2. Adanya kesepahaman antara komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi.

3. Menjaga hubungan baik dan silaturahmi dalam suatu persahabatan atau komunitas.


(31)

2.1.2. Unsur-Unsur Dalam Komunikasi

Unsur-unsur dalam komunikasi menurut Green (2000: 35-39) antara lain: 1. Komunikator: pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan

menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi

2. Komunikan: penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon.

3. Media : saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya. 4. Pesan:isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator

kepada komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi

5. Tanggapan:merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai dengan pesan yang diterima.

2.1.3. Proses Komunikasi

Hewitt (2001: 22-27), menjabarkan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:

1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu 2. Memengaruhi perilaku seseorang


(32)

3. Mengungkapkan perasaan

4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain 5. Berhubungan dengan orang lain

6. Menyelesaian sebuah masalah 7. Mencapai sebuah tujuan

8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik 9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain

Berikut ini diagram proses komunikasi menurut Liliweri (2007):

Gambar 2.1 : Proses Komunikasi (Liliweri,2007)

1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi

Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal

Gangguan Gangguan

Balikan

Pengirim Pesan

Penerima Pesan

Simbol/Isyarat Mengartikan

Kode/Pesan Media


(33)

(dilakukan secara langsung melalui tanya jawab, wawancara, sharing) atau non verbal (melalui media poster, gambar, leafleat dan lainnya) dan pesan akan lebih efektif (dapat lebih mudah diserap oleh penerima pesan) bila diorganisir secara baik dan jelas melalui teknik dan metode yang dapat disesuikan dengan situasi dan kondisi audience (lingkungan tempat sipenerima pesan berada).

Materi pesan dapat berupa : a. Informasi b. Ajakan c. Rencana kerja

d. Pertanyaan dan sebagainya 2. Simbol/ isyarat

Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya).

Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.

3. Media/penghubung

Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dsb.


(34)

4. Mengartikan kode/isyarat

Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti /dipahaminya.

5. Penerima pesan

Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk code/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim

6. Balikan (feedback)

Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan


(35)

membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi.

7. Gangguan

Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.

2.1.4. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Bentuk Komunikasi sebagai proses memiliki bentuk menurut Monica, (2004) sebagai berikut:

Bentuk Komunikasi berdasarkan jenisnya dapat dibedakan 2 jenis yaitu: a. Komunikasi langsung

Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat.

Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan

penggunaan isyarat, misalnya kita berbicara langsung kepada seseorang dihadapan kita.

A------B b. Komunikasi tidak langsung

Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis, waktu misalnya menggunakan radio, buku, dll.


(36)

Contoh : “ Buanglah sampah pada tempatnya

Bentuk komunikasi berdasarkan besarnya sasaran :

a. Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan sasarannya kelompok orang dalam jumlah yang besar, umumnya tidak dikenal.

Komunikasi masa yang baik harus :

Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami

Bentuk gambar yang baik

Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar (radio) b. Komunikasi kelompok

Adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang umumnya dapat dihitung dan dikenal dan merupakan komunikasi langsung dan timbal balik. Perawat--- → ← ---Pengunjung puskesmas

c. Komunikasi perorangan.

Adalah komunikasi dengan tatap muka dapat juga melalui telepon. Perawat--- → ← ---Pasien

Bentuk komunikasi berdasarkan arah pesan : a. Komunikasi satu arah

Tempat Sampah


(37)

Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran dan sasaran tidak dapat atau tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya, misalnya radio.

A ---→ B b. Komunikasi timbal balik.

Pesan disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan umpan balik. Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan merupakan komunikasi timbal balik.

2.1.5. Media Komunikasi

1. Ceramah

Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Lunandi,1993).

Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka ceramah inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi,1993: 110-112) Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa


(38)

yang akan diceramahkan.Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari materi dengan sistematika yang baik,lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya.

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apbila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai beerikut : sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (di pertengahan), seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin (Notoatmodjo,2007: 104-118)

2. Diskusi

Diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskuasi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningaktan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk mempengaruhi para peserta agar mau mengubah sikap (Kartono, 1988: 77-79). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan (Lunandi, 1993:109-113).

Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan pengalaman dalam bentuk tanya- jawab yang teratur dengan tujuan mendapatkan


(39)

pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan (kartono,1998). Diskusi merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan, menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber informasi yang terpercaya (Graff,1996: 41-47).

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama berlangsungnya diskuasi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan mematikan kreatifitas (Effendi, 1992: 90-91).

Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang terus menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja, membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaran dan menyusun saran-saran yang diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada kesimpulan yang tepat.


(40)

Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan oleh satu atau beberapa orang saja.

Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara untuk memicu dan mempersiapkan struktur yang akan membantu setiap orang untuk berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah, sebaiknya hal yang berkontroversial (Ewless, 1994: 114-117).

Menurut Suprijanto (2008: 123-125), ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam diskusi kelompok, antara lain :

1. Kelompok buzz (Buzz Groups)

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil diskusi kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris kelompok kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota kelompok dan menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi Buzz memerlukan waktu 10 – 20 menit tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah mudah dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung memberi sambutan.


(41)

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi boleh juga berpartisipasi dalam diskusi. Partisipasi tersebut dapat berupa pertanyaan atau menyumbangkan gagasan. 3. Teknik urun pendapat

Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika mjuncul dari setiap peserta. Peserta kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut. Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.

2.2. Penyuluhan

Salah satu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi adalah penyuluhan. Teknik pemberian penyuluhan untuk menyampaikan ide dan gagasan adalah suatu tindakan yang paling sering dilakukan oleh komunikator untuk melakukan perubahan perilaku. Penyuluhan juga sering dilakukan oleh petugas kesehatan untuk merubah perilaku pola hidup sehat.

Menurut Liliweri (2007: 34-38) penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati terutama kepada mereka yang memberi penyuluhan. Pada umumnya kebutuhan akan


(42)

penyuluhan kesehatan dideteksi oleh petugas kesehatan, untuk selanjutnya ditumbuhkan rasa membutuhkan pada orang yang menerima pesan. Tujuan pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan mereka.

Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku pasien dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan perubahan dengan memberikan pendidikan kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2003: 56-59) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang diinginkan seseorang harus melampui semua tahap tersebut. Enam tahap tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan waktu, dan lama proses tersebut tidak sama untuk setiap orang.

Untuk tercapainya proses tersebut harus terjadi perubahan sikap mengenai materi yang disuluhkan pada mereka. Mengubah sikap pekerja bukanlah pekerjaan mudah, bahkan lebih sulit dari pada meningkatkan pengetahuan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus objek. Sikap sebenarnya merupakan bagian dari kepribadian. Berbeda dengan perangai yang juga


(43)

merupakan bagian kepribadian, sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif.

Suatu sikap belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sebagai contoh seorang pasien yang telah mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik terhadap keteraturan berolahraga, mungkin tidak dapat dijalankan perilaku tersebut karena keterbatasan waktu. Seorang pasien yang telah berniat untuk makan sesuai dengan rencana makan yang telah dibuatnya sendiri, kadang-kadang keluar dari jalur tersebut karena situasi dirumah atau dikantor yang kurang mendukung. Bila semua perilaku positif telah dilaksanakan semuanya, tentunya orang tersebut dapat dimasukkan kedalam kelompok penerima pesan dengan kepatuhan tinggi, sehingga sebagai dampak kepatuhannya dapat terkendali.

Apabila penerima pesan telah menjalankan perilaku yang diinginkan dan telah digolongkan didalam kelompok dengan kepatuhan tinggi, perilaku-perilaku tersebut harus dipertahankan. Tatap muka dengan penyuluhan tetap harus dilakukan secara teratur, walaupun frekuensinya dapat dikurangi.

Dalam penyuluhan sebelum kegiatan dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan apa tujuan yang ingin dicapai dari hasil penyuluhan tersebut, jadi disini harus jelas mengenai tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai. Pada tujuan umum biasanya yang menyangkut seluruh prioritas masalah yang akan dilakukan penyuluhan kesehatan. Sedangkan pada tujuan khusus disini merupakan uraian dari


(44)

tujuan umum, ialah tujuan yang terkandung dalam setiap penyuluhan dan setiap masalah. Perumusan tujuan tersebut haruslah dalam bentuk tujuan perilaku atau

behavioral objectives, yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut: a. Tujuan tersebut harus dapat diukur (measurable)

b. Tujuan tersebut harus dapat diamati (observable)

c. Tujuan tersebut harus dapat dicapai (reachable) yang dimaksud adalah tujuan tersebut harus dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu.

Pada penyuluhan yang menjadi target penyuluhan atau sasaran adalah selain penderita, juga keluarga maupun orang-orang disekitar penderita yang sering atau hampir setiap hari berhubungan dengan penderita. Dalam penyampaian penyuluhan perlu dilakukan dalam beberapa tahapan, misalnya dapat dibagi dalam beberapa kegiatan yang berkesinambungan, misalnya:

a. Lokakarya mini: untuk menyiapkan tenaga penyuluh.

b. Uji coba lapangan : mencoba ( try and error) sistem untuk metoda penyuluhannya.

c. Pelaksanaan kegiatan : yang dapat meliputi pembuatan dan pemasangan poster, pembuatan leaflet/booklet serta siap dibagikan, wawancara, ceramah dan sebagainya.

Sasaran langsung penyuluhan adalah masyarakat yang membutuhkan informasi tentang objek penyuluhan tetapi untuk mencapai program yang berdaya guna dan sekaligus berhasil guna, kita perlu menentukan sasaran tidak langsung yang


(45)

terdiri dari petugas kesehatan dan berbagai komunitas dimana pasien berada di dalam melakukan kegiatannya sehari-hari.

2.3. Peran Penyuluh

Menurut Mardikanto (2002: 117) peran penyuluh diutamakan pada kewajiban menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui metoda dan teknik tertentu sehingga mereka sadar dan mampu mengadopsi inovasi yang disampaikan.

Liliweri (2002: 98) menguraikan peran penyuluh sebagai berikut: menjadi penyampai inovasi, mempengaruhi keputusan sasaran, menjadi jembatan penghubung pemerintah dan lembaga penyuluhan dengan masyarakat, serta menggerakkan masyarakat untuk mau berubah.

Mosher (2006: 77) menguraikan peran penyuluh, yaitu: sebagai guru, penganalisa, penasehat, dan sebagai organisator sebagai pengembang kebutuhan perubahan, penggerak perubahan, dan pemantab hubungan dengan masyarakat.

Kartasapoetra (2004: 90-91) menjelaskan peran penyuluh yang sangat penting bagi terwujudnya pembangunan mental pekerja secara modern. Pembangunan modern yaitu pembangunan berbasis rakyat. Peran penyuluh tersebut adalah: (1) sebagai peneliti, mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi, penyuluh menyampaikan, mendorong, mengarahkan, dan membimbing petani mengubah kegiatan usaha tani dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi. (2) sebagai pendidik, yang meningkatkan pengetahuan atau memberi informasi kepada petani, penyuluh


(46)

harus menimbulkan semangat dan kegairahan kerja agar dapat mengelola usahanya secara lebih efektif, efisien, dan ekonomis. (3) sebagai penyuluh, menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan, penyuluh berperan serta dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup para pekerja beserta keluarganya.

Dapat dilihat bahwa peran penyuluh sangat berat yang mengharuskannya memiliki kemampuan tinggi, oleh karena itu, kualitas diri penyuluh harus terus ditingkatkan sehingga selalu mampu berperan dalam memberikan penyuluhan dan mewujudkan pembangunan.

Jarmie (2000: 23-27) menjelaskan tentang peran penyuluh yang bervariasi dengan kadar penekanan yang berbeda, yaitu mulai dari motivator, edukator, penghubung, dinamisator, organisator, komunikator, sampai dengan penasehat. Kadar penerapan peran-peran tersebut tergantung pada ciri wilayah setempat, yaitu wilayah mulai menerima ide baru, wilayah sedang berkembang maju dan wilayah maju.

Peran-peran tersebut selanjutnya akan dikaji dalam penelitian ini, dan digunakan sebagai variabel untuk mengetahui peran penyuluh saat ini. Sesuai dengan perubahan situasi, maka peran-peran tersebut ada yang mengalami pengurangan tetapi ada yang makin menguat, sesuai dengan paradigma pembangunan pertanian yang sesuai dengan sistem otonomi daerah.

2.4. Pengetahuan

Menurut Bloom yang dikutip dalam Notoadmodjo (2003: 71-73) pengetahuan merupakan salah satu dari tiga domain dari perilaku selain sikap. Pengetahuan juga


(47)

disebutkan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Notoadmodjo (1993: 45-47) unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia terdiri dari :

1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan.

2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang dilakukannya.

3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.

4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya.

Kedalaman pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu rangsangan menurut Andi (2002: 20-21) dapat diklasifikasikan berdasarkan 6 (enam) tingkatan yaitu :

1. Tahu (know) : sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk dalam mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajarinya.

2. Memahami (comprehension) : suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application) : kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Dengan kata lain pengguna hukum-hukum, rumus, metode dan sebagainya.


(48)

4. Analisis (Analysis) : kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis) : menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation) : berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Makmuri (2004: 206-207) menyatakan bahwa sebelum seseorang melakukan suatu tindakan, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat yang dilakukannnya bagi dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi :

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat. 3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata berlaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003: 65-67).


(49)

Menurut Prihadi (2004: 110-111), bahwa karakteristik individu ditunjukkan dalam kemampuan yang dimilikinya berupa pengetahuan yang ada dalam dirinya. Individu akan berperilaku berdasarkan karakteristik yang sudah melekat dalam dirinya. Menurutnya Notoatmodjo (2003: 88-89) pengetahuan juga merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih tinggi; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru ( Sirait, 2006: 12-13).

2.5.Sikap

Sikap mencerminkan suatu ekspresi atau ungkapan tentang bagaimana perasaan seseorang atau tanggapan seseorang terhadap suatu faktor tertentu. Artinya sikap yang terungkap tersebut berguna dalam riset motivasi yang berkaitan dengan motif pembeli (buyer motive) untuk menerima atau menolak dari faktor–faktor penunjang komunikasi promosi sasaran, seperti advertising appeals, product

features, package design, life style,model, product image dan lain–lain. Sikap tersebut dapat bersifat positif dan negatif yang muncul saling berbeda di antara pembeli.


(50)

Menurut Barbara (2002: 401) sikap dibedakan menjadi dua. yaitu, sikap sosial dan sikap individual. Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap juga dapat pula dibedahkan atas sikap positif dan sikap negatif. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sikap ada dua. Pertama, faktor intern, sikap yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri yang berupa selectivity. Kedua, faktor ekstern. Sikap yang terdapat di luar pribadi manusia, yang berupa interaksi sosial.

Menurut Niven (2004: 77-78) sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap diantaranya adalah. 1. sikap itu dipelajari (learnability), 2. memiliki kestabilan (stability). 3. Personal-societal significance. 4. Berisi kognisi dan afeksi. 5. Approach-avoidance

directionality. Sedangkan fungsi sikap dibagi empat bagian yaitu: pertama, sebagai alat menguraikan diri, kedua, sebagai alat pengatur tingkah laku, ketiga, sebagai alat pengatur pengalaman, keempat, sebagai pernyataan kepribadian.

Bahkan menurut Liliweri (2007: 44) berpikir positip ternyata memberikan peluang seseorang untuk membuat orang lebih sukses, oleh karenanya “berpikir positip” merupakan materi penting yang diberikan dalam training CEO (Chief Executive Officer) bagi orang-orang yang ingin sukses.

2.6. Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.6.1. Definisi

Menurut Sudoyo (2006: 35-36), penyakit kulit adalah peradangan kulit yang menimbulkan reaksi peradangan yang terasa gatal, panas dan berwarna merah.


(51)

Penyakit kulit

Penyakit kulit menurut Ganong (2006: 27-28), merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap faktor endogen (alergi) atau eksogen (bakteri, jamur). Gambarannya polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari bentol-bentol, bercak-bercak merah, lepuh, basah, keropeng kering, penebalan kulit disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama adalah gatal.

terjadi pada orang-orang yang kulitnya terlalu peka, kadang-kadang menunjukkan sedikit gejala dan kadang-kadang dalam kondisi yang parah.

Dermatitis termasuk penyakit kulit yang menyebalkan, karena kekambuhannya, serta penyebabnya yang sukar untuk dicari dan ditentukan. Sifat dermatitis adalah residif, dalam artian bisa kambuh-kambuhan, tergantung dari jenisnya dan faktor pencetusnya, maka kekambuhan bisa dihindari. Sebagai contoh Dermatitis Numularis yang memiliki bentuk seperti koin-koin (uang logam) yang basah dan gatal, biasanya penderita memiliki infeksi setempat berupa gigi berlubang, bila hal tersebut ditangani dan eksim tersebut diobati, bukannya tidak mungkin kesembuhan mencapai 100%.

2.6 2. Dermatitis Kontak Akibat Kerja

Menurut Roesyanto - Mahadi (1993: 57-58) berbagai macam reaksi dapat terjadi bila kulit terpapar dengan bahan-bahan kimia, yaitu dapat terjadi urtikaria, akne, hipopigmentasi/ hiperpigmentasi, fotosintesis, atropi, purpura dan eksema. Bila bahan kimia berkontak atau terpapar dengan kulit dapat terjadi DK (dermatitis kontak iritan dan dermatitis alergik).

Dikenal dengan lebih kurang 3000 bahan sebagai alergen sedang bahan iritan jauh lebih banyak dari pada bahan alergen. Menurut pemisahannya dermatitis terdiri


(52)

dari 2 (dua) buah yaitu: DKI dan DKA (dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik).

2.6.2.1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak toksik/ iritan: terjadi akibat kulit terkena bahan yang bersifat sebagai primary iritan. Terjadinya dermatitis tidak berdasarkan immunologi. DKI sering akibat pemaparan yang berulang-ulang atau bersifat kumulatif pada kulit oleh bahan-bahan kimia/fisis. Menurut Chew (1999: 201-202 ) pekerja yang terpapar dengan minyak dan air serta bahan-bahan kimia seperti detergen lebih dari 2 (dua) jam perhari akan memberi peluang besar terkena dermatitis iritan. Disebutkan juga bahwa dalam kurun waktu 10 (sepuluh) minggu pekerja yang memiliki pemaparan dengan bahan-bahan tersebut di atas akan mengalami gejala dan risiko yang lebih besar.

Iritasi tersebut sering terihat pada tangan, lengan dan permukaan kulit lainnya. Dermatitis kontak iritan pada stadium mula-mula lebih cenderung adanya rasa terbakar. Ada lima kategori bahan yang dapat menyebabkan DKI yaitu:

a. Sabun, detergen dan bahan-bahan pembersih lainnya. b. Bahan pelarut (solvent).

c. Fiber glass

d. Produk-produk dari makanan

e. Lain-lain seperti misalnya plastik dan resin.

2.6.2.2. Dermatitis Kontak Alergik

Dermatitis kontak alergik adalah suatu reaksi immunologik dimana antibodi tubuh kurang mampu menangkal reaksi yang terjadi. Dermatitis kontak alergik dapat


(53)

terjadi bila bahan alergen pada pemaparan pertama pekerja tidak memperhatikan reaksi atau perubahan pada kulit yang sensitif sehingga pada pemaparan berikutnya baru terjadi dermatitis. Phase dimana kulit menjadi sensitif disebut juga dengan

sensitization phase.

Reaksi alergik kulit yang terjadi disebabkan oleh karena masuknya bahan-bahan penyebab alergen ke dalam kulit dan menyebabkan peradangan pada cell. Dermatitis alergen terjadi oleh karena adanya proses degradasi antibodi dan gangguan pada HLA-DR. Proses penyerapan bahan-bahan alergen oleh cell masuk ke dalam lymphatics melalui pori-pori dan menyebabkan interaksi yang spesifik dengan sel T CD4+

2.6.2.3.Hand Dermatitis

. Antigen HLA-DR komplek juga berinteraksi dengan spesifik reseptor sel T (TCR) dan CD3 komplek.

Dermatitis kontak pada tangan merupakan kasus terbanyak dibeberapa industri di seluruh dunia. Hasil penelitian yang pernah dilakukan dermatitis kontak pada tangan disebabkan oleh dua faktor yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergan. Tapi menurut Mayer (1938) kasus dermatitis kontak pada tangan sebanyak 32 – 77% bersifat persisten dan periodik. Dalam banyak kasus dermatitis kontak pada tangan adalah disebabkan oleh reaksi alergik, dimana sensitifitas kulit berkurang.

Penelitian yang dilakukan di negara Eropah pada tahun 1996 dan 1992 ditemukan hasil bahwa penyebab terbanyak dermtitis kontak pada tangan disebabkan oleh: nickel Sulphate 25 %, balsam 25 %, colophony 20 %, tetramethylthiuram


(54)

disulphide 2 %, p-phenilenediamine 1 %, mercaptobenzothiazhole 25 %, formalin 2 %,

pottasium dichromate 0,5 %, alkohol 3 %, dan sisanya dari bahan lainnya.

Dari hasil pemeriksaan oleh beberapa dokter dijelaskan bahwa pada pemeriksaan pertama hasil tes masih negatif. Sehingga banyak pasien yang datang melakukan pemeriksaan sudah dalam kondisi dermatitis pada tingkat lanjut.

Dermatitis kontak pada tangan ini bersifat persistent atau menetap oleh karena kondisi yang mengharuskan pekerja kontak langsung dengan bahan-bahan penyebab alergi.

Untuk kondisi ini seharusnya harus ada tindakan hati-hati oleh para pekerja dalam melakukan aktifitasnya. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, higiene perusahaan, dan peningkatan pengetahuan pekerja dalam melakukan perlindungan diri adalah sangat penting.

2.6.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Dermatitis

Menurut Adams (1982: 335-336) penyebab penyakit kulit akibat kerja sebagai berikut:

1. Bahan bahan kontak iritan (akut dan kronis), alergen.

2. Faktor fisik dan mekanis : panas, dingin, vibrasi, friksi, tekanan. 3. Faktor biologik: infeksi (bakteri, virus, jamur), insek, kutu. 4. Dan lain-lain: perubahan pigmmen (tumor, granuloa, ulserasi).

Menurut Mathias (2001: 119-120) faktor penyebab terjadinya penyakit kulit akibat kerja dapat digolongkan atas:


(55)

1. Faktor Mekanik

Gesekan, tekanan, trauma menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit seperti kuli-kuli pelabuhan.

2. Faktor Fisik

a. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliaria, combustio, intertrigo excoreasi.

b. Suhu terlalu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, frosbite.

c. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran pernapasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi perdarahan pada kulit dan selaput lendir.

d. Radiasi electromagnetic non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.

e. Kelembaban yang tinggi menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan macerasi, paronychia dan penyakit jamur.

f. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut atau fume menjadi lebih besar.

3. Faktor Biologik

Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit kulit pada karyawan perkebunan, rumah potong, peternakan, pertambangan, tukang cuci, dan lain-lain.


(56)

Dijumpai pada pekerja-pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau, pekerja perkayuan dan perusahaan meubel.

5. Mental psikologis

Seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan faktor-faktor psikis lainnya.

6. Faktor kimia (penyebab terbanyak).

Penyakit kulit akibat kerja menurut Hetler (2002) dapat disebabkan antara lain:

A. Iritasi Primer

Bahan-bahan yang bersifat perangsang primer menyebabkan kelainan kulit dengan cara:

1. Melarutkan lapisan sebum dipermukaan kulit sehingga kulit banyak kehilangan air, akibatnya keseimbangan kulit terganggu menyebabkan timbulnya penyakit kulit, misalnya sabun dan detergen.

2. Pengeringan permukaan kulit oleh bahan-bahan perangsang yang mudah menguap menyebabkan kulit retak-retak (fissure). Hal ini menyebabkan mudahnya masuk kuman sehingga terjadi dermatitis, misalnya oleh asam-asam kuat atau pelarut organik.

3. Bahan kimia merusak lapisan corneum/lapisan keratin sehingga fungsi pelindung kulit menurun dengan segala akibat-akibatnya, misalnya oleh bahan alkali dan detergen kuat.


(57)

4. Merangsang lapisan keratin, keratin formation menyebabkan terjadinya

hyperkeratosis atau pertumbuhan ganas pada kulit, misalnya oleh arsen, teradiasi ultraviolet.

5. Mengendapkan protein kulit sehingga terjadi koagulasi protein, misalnya oleh logam-logam berat dan asam kuat.

6. Bahan perangsang bersifat photo sensitivity, sehingga apabila sesudah kontak lalu kena sinar matahari, maka kerusakan kulit akan menjadi lebih berat, misalnya oleh bahan-bahan parfum, dan senyawa hidrokarbon lainnya.

Sebanyak 70-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh perangsang primer yang menimbulkan dermatitis kontak iritasi. Berat ringannya iritasi kulit tergantung pada: konsentrasi bahan kimia, lama pemaparan, sifat-sifat bahan iritasi, pemakaian alat pelindung diri.

B. Sanitasi Tempat Kerja

a. Sebanyak 15-20% dari penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat alergen yang menyebabkan dermatitis kontak alergi apabila pekerja kontak dengan bahan-bahan tersebut. Bahan-bahan alergen menyebabkan kelainan kulit pada orang-orang yang sensitif berdasarkan reaksi immunologik tipe IV yang berjalan lambat, biasanya gejala-gejala klinis timbul 5 sampai 14 hari atau lebih lama setelah kontak pertama, oleh karena itu bisa diragukan dengan reaksi iritasi lemah. Menurut Olishifski (2001:47) reaksi alergik timbul antara beberapa hari sampai beberapa bulan.


(58)

b. Sedangkan menurut Rutherford (1999: 117) reaksi sensitasi terhadap chrom

dan nikel kebanyakan timbul pada tahun pertama pemaparan, tetapi pernah ditemui kasus dermatitis kontak alergi sesudah kontak atau terpapar 10 tahun. Menurut WHO, 3 sampai 4 minggu setelah pemaparan atau dapat lebih lama. Menurut Ganong (2006: 402-403) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja/predisposing factor:

1. Ras : Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena kulitnya kaya akan melanin. Mereka jarang menderita tumor kulit oleh radiasi ultraviolet, kurang peka terhadap debu kimia, bahan pelarut dan alkali.

2. Tipe kulit : kulit yang berminyak lebih tahan terhadap sabun, bahan pelarut dan zat-zat yang larut dalam air, sedangkan kulit kering kurang tahan terhadap

chemical dehydration seperti asam, basa, detergen dan bahan pelarut lemak,

misalnya terpentine, benzol dan sabun. Kulit yang banyak rambutnya mudah terkena folliculitis bila kontak dengan minyak, gemuk, coklat ataupun debu.

3. Umur: Pekerja muda lebih sering menderita dermatitis kontak akut karena lalai dalam bekerja, sering keluar perusahaan sehingga terkena sinar matahari,

lingkungan basa, dan panas tinggi. Umumnya keterampilan mereka juga kurang. 4. Pengeluaran keringat : Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan

menghanyutkan bahan-bahan iritan. Hyperhidrosis menyebabkan miliaria dan macerasi kulit di lipatan ketiak, pangkal paha atau pusat, dan mudah terjadi sekunder infeksi. Keringat dapat juga merubah bahan-bahan yang larut dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbsi melalui pori-pori kulit. Gas-gas


(59)

yang mudah larut dalam air seperti hydrogen chlorida dan ammonia bila dihisap akan segera larut dalam cairan mucosa saluran napas bagian atas yang selalu basah sehingga sering menyebabkan iritasi dan lesi seperti rhinitis dan infeksi saluran napas bagian atas lainnya.

5. Iklim/musim : Occupational dermatoses banyak dijumpai pada musim panas karena pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang memakai alat pelindung diri bahkan lebih suka pakai celana pendek, kaus singlet atau tanpa baju sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia. Cuaca dingin menyebabkan pekerja malas mandi atau mencuci tangan.

6. Terdapat penyakit kulit lainnya : Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational cenderung lebih mudah mendapat occupational dermatoses, seperti pekerja-pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan

cutting oil dan ter, sering menderita dermatitis. Pekerja dengan riwayat atopic

dermatitis bila bekerja di lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan

pengaruh faktor psikis, akan kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan psoriasis atau dermatitis kronik akan menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenai bahan kimia atau terjadi penekanan. Pekerja dengan hyperhidrosis mudah mendapat penyakit kulit bila kontak dengan bahan yang larut dalam air.

7. Personel hygiene : pekerja yang kurang bersih misalnya tidak membersihkan

badan sehabis bekerja, tidak memakai alat pelindung atau memakai pakaian yang telah terkontaminer akan lebih mudah dermatoses akibat kerja.


(60)

8. Neurosis: antara lain karena faktor kerja yang berat dan kurangnya pengaturan jam istirahat di rumah.

9. Pengalaman kerja

Pekerja-pekerja baru biasanya belum beradaptasi dengan pekerjaannya dan belum beraklimitasi dengan lingkungan tempatnya bekerja serta keterampilannya kurang.

Beberapa jenis penyakit kulit akibat kerja menurut Suryadi (2004: 217-218) antara lain:

1. Dermatitis kontak : merupakan kelainan kulit yang terbanyak dijumpai. Sukar dibedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk membedakannya diperlukan anamnese yang teliti dan dengan uji tempel.

2. Chlor acne : dijumpai pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan persenyawaan

chlor seperti chlornaphtalene, chlordiphenyl, persenyawaan brom atau ter

terutama bentuk uapnya. Dapat juga disebabkan oleh cutting oil dan waxes/lilin.

3. Follikulitis: adalah perdagangan pada folikel rambut, bisa superficial atau dalam.

4. Hyper/hypopigmentasi disebabkan: garukan–garukan atau penekanan kulit karena gatal misalnya pada dermatitis kronik, pemaparan lama pada tempat kerja yang panas tinggi. Photosensitizer dermatitis, radiodermatitis karena radiasi elektromagnetik, bahan-bahan kimia: arsenik, perak, emas, petrolatum keras, coal tar, bismuth, dan creosote yang merangsang pembentukan melanin


(61)

2.7. Alat Pelindung Diri 2.7.1. Definisi

Menurut Endif (2005: 79-80) alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.

Menurut Sumaryanto (2005: 67) Alat pelindung diri adalah perlindungan terhadap tenaga kerja melalui usaha-usaha teknik pengaman tempat dan lingkungan kerja dengan menggunakan alat-alat pelindung diri agar tercipta suasana kerja yang aman dan nyaman sehingga terciptanya suatu produktivitas kerja.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.01/MEN/1981 pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit dermatitis. Pemakaian alat pelindung diri perorangan juga disebutkan bertujuan melindungi pemakai dari kemungkinan cedera, sebab bahaya / kecelakaan tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Demikian pula alat pelindung diri kita tersebut sama sekali tidak menghilangkan / mengurangi bahaya yang akan timbul karena bahaya dan kecelakaan masih mungkin terjadi karena faktor mekanis yang lain.

Proses penggunaan APD harus memenuhi kriteria hazard telah diidentifikasi. APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang dituju. Adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunaannya. Kriteria hazard yang harus dipenuhi berdasarkan jenis-jenis APD dan penggunaannya yaitu: alat pelindung kepala, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung telinga, alat pelindung pernafasan, alat pelindung tangan, alat pelindung


(62)

kaki, pakaian pelindung, safety belt. Kriteria hazard lainnya adalah telah lulus pengujian seperti: 1) pengujian mekanik, 2) pengujian daya tahan terhadap api, 3) pengujian listrik.

2.7.2. Jenis-Jenis Alat pelindung Diri

Alat-alat pelindung diri gunanya adalah untuk melindungi pekerja dari bahaya-bahaya yang mungkin menimpanya sewaktu menjalankan pekerjaan. Adapun fungasi dari alat pelindung diri (APD) untuk mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Syarat-syarat alat pelindung diri yang baik yaitu nyaman di pakai, tidak mengganggu proses pekerjaan, memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala jenis bahaya, memberikan rasa aman, nyaman terhadap pemakai, dan praktis/mudah di pakai. Alat pelindung diri dapat di golongkan menjadi beberapa jenis menurut bagian tubuh yang dilindunginya:

1. Alat Pelindung Kepala. Pemakaian alat ini bertujuan untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dan terpukul yang dapat menyebabkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api, dan bahan-bahan kimia berbahaya. Serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar. Macam dari alat pelindung kepala di antaranya topi pelindung (helm), tutup kepala, atau bahan khusus dan hats atau cap yang biasanya terbuat dari katun.

2. Alat Pelindung Mata. Kaca mata pengaman di perlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel melayang, atau terkena radiasi gelombang elektromagnetis. Terdapat tiga bentuk alat pelindung diri mata yaitu kaca mata


(63)

dengan atau tanpa pelindung samping (side shield), goggles (cup type dan box type), dan tameng muka.

3. Alat Pelindung Telinga. Selain berguna untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam-logam panas, alat ini juga bekerja untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua macam alat pelindung telinga yaitu sumbat telinga (ear plug).dan tutup telinga (ear muff). 4. Alat Pelindung Pernapasan. Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi

pernapasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosif maupun rangsangan.

Alat pelindung pernapasan dapat berupa masker yang berguna untuk mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, yang biasanya terbuat dari kain dan respirator yang dapat berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap, dan gas. Respirator dapat dibedakan atas Chemical Respirator. Mechanical Respirator, dan Cartidge

atau Canister Respirator dengan Salt Contained breathing Apparatus (SCBA) yang di gunakan untuk tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta Air Supplay Respirator yang mensuplay udara dari tabung oksigen. 5. Alat Pelindung Tangan. Sarung tangan merupakan salah satu keperluan di dalam

bidang kerja. Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam atau cidera pada waktu kerja, dalam memilih sarung tangan perlu di pertimbangkan beberapa faktor antara lain bahaya terpapar, apakah berbentuk bahan korosif, panas,


(64)

dingin, tajam atau kasar. Alat pelindung tangan dapat terbuat dari karet, kulit dan kain katun.

6. Alat Pelindung Kaki (safety shoes). Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas, dan kontak listrik. Dapat terbuat dari kulit yang di lapisi Asbes atau Chrom, sepatu keselamatan yang di lengkapi dengan baja di ujungnya dan sepatu karet anti listrik. Tidak memakai safety shoes pada saat melakukan handling dapat menyebabkan jari kaki luka karena kejatuhan, tergores maupun terhimpit benda berat.

7. Pakaian Pelindung. Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian

tubuh dari percikan api, panas, dingin, cairan kimia, dan oli. Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, asbes, atau kain yang di lapisi aluminium.

Pada pabrik yang aktivitasnya banyak menggunakan tangan biasanya mengharuskan pekerjanya minimal menggunakan sarung tangan sebagai alat pelindung diri pada saat bekerja. Seorang pekerja yang bekerja dengan mengoperasikan mesin melibatkan tangan harus dilindungi dengan sarung tangan atau pelindungan tangan.

Pemakaian sarung tangan bagi beberapa orang menimbulkan masalah seperti perasaan kaku, risih, maupun mengganggu penampilan. Meskipun begitu pada bidang industri, sarung tangan memberikan perlindungan terhadap bahaya yang mungkin terjadi di mana pekerjaan tersebut menimbukan kemungkinan resiko kecelakaan yang berbahaya bagi diri dan anggota badan pekerja tersebut. Sarung tangan dapat


(65)

melindungi pekerja dari kemungkinan celaka seperti kejutan aliran listrik, terbakar, maupun percikan logam panas.

Pada pabrik yang banyak bersentuhan dengan zat-zat kimia biasanya menggunakan jenis sarung tangan yang terbuat dari karet dan tahan terhadap ancaman terkontaminsasi cairan yang berbahaya. Sarung tangan tersebut harus tipis dan lentur melapisi ketat melekat pada tangan hingga siku tangan pekerja secara kuat sehingga tidak boleh kendur. Jenis sarung tangan dan penggunaan pada bidang ini adalah sarung tangan sekali pakai, begitu setelah dipakai kemudian dibuang.

2.8. Landasan Teori

Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensisitif terhadap berbagai macam penyakit.. Penyakit kulit ditempat kerja bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti peraturan, faktor lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Kurang baiknya sanitasi lingkungan kerja bila tidak dijaga dengan baik dapat menjadi sumber munculnya berbagai penyakit kulit.

Selain faktor lingkungan disebutkan juga faktor peraturan seperti adanya peraturan penggunaan alat pelindung diri dapat mengakibatkan pekerja cenderung mengalami penyakit akibat kerja. Peraturan yang diterapkan jika tidak didukung dengan perilaku yang baik oleh pekerja juga tidak akan mampu menghindarkan pekerja dari hal-hal yang mungkin menyebabkan penyakit pada dirinya.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya


(1)

terbaru yang berkenaan dengan penggunaan APD dan jenis-jenis yang terkandung di dalamnya serta hal-hal yang menyangkut kontak dermatitis yang sesuai dengan kondisi di tempat kerja serta hal-hal yang menyangkut dengan higiene dari para pekerja.

Dalam hal ini juga diharapkan para petugas dari dinas kesehatan dan puskesmas setempat juga tidak hanya menunggu permintaan dari pengusaha namun melakukan program secara terencana untuk peninjauan pabrik tahu dan pemberian penyuluhan yang berhubungan dengan kesehatan serta pemakaian APD yang baik terhadap para perajin tahu.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan.

1. Ada pengaruh metode penyuluhan terhadap pengetahuan perajin dalam pencegahan dermatitis kontak.

2. Ada pengaruh materi dan kegiatan penyuluhan terhadap sikap perajin dalam pencegahan dermatitis kontak.

3. Ada pengaruh metode penyuluhan terhadap sikap perajin dalam pencegahan dermatitis kontak.

4. Tidak ada pengaruh materi kegiatan penyuluhan terhadap pengetahuan perajin dalam pencegahan dermatitis kontak. Hal ini disebabkan informasi yang diberikan sudah pernah didapat oleh mereka dari sumber-sumber lainnya seperti radio, televisi dan media cetak lainnya namun bagi mereka hanya sekedar mengetahui namun tidak mampu menyerap makna yang terkandung di dalam informasi tersebut.

5. Variabel metode penyuluhan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengetahuan dan sikap dibandingkan dengan variabel isi dan kegiatan penyuluhan.


(3)

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, peneliti mengemukakan beberapa saran antara lain :

1. Pengusaha pabrik tahu. Diharapkan senantiasa dapat bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengadakan penyuluhan secara berkala yang memuat kontak dermatitis dan penggunaan APD dengan membuat metode penyuluhan yang tepat dan sesuai dengan kondisi tingkat pendidikan dan kemampuan daya serap para perajin tahu. Materi penyuluhan menyangkut peningkatan pengetahuan berupa dampak-dampak yang terjadi pada kulit dan cara menggunakan APD sesuai peraturan. Sebaiknya pengusaha juga memberi sanksi kepada perajin yang tidak mengikuti prosedur bekerja yang baik.

2. Puskesmas. Membuat pemeriksaan berkala secara gratis bekerjasama dengan pengusaha agar terhindar dari masalah penyakit dermatitis yang lebih berat, serta mengadakan APD pada perajin tahu seperti sarung tangan, celemek, masker dan sepatu boot. Untuk mengingatkan selalu para perajin tahu pengusaha juga perlu memasang papan peringatan ataupun poster – poster tentang APD di setiap ruang.

3. Narasumber Penyuluhan. Dalam memberi penyuluhan menyangkut dermatitis dan penggunaan APD sebaiknya disesuaikan materi penyuluhan dengan tingkat penyerapan perajin tahu yang mayoritas berpendidikan SD dan SMP


(4)

memuat hal-hal yang menyangkut aspek psikologis seperti materi perilaku agar tujuan perubahan sikap kearah yang positif dapat tercapai. Beberapa hal yang perlu dimuat di dalam metode penyuluhan dan materi penyuluhan adalah menyangkut: Jenis-jenis APD yang sesuai, sanitasi tempat kerja yang layak, higiene perajin, dermatitis kontak yang dapat terjadi pada perajin tahu. Disamping itu pengusaha diharapkan memperhatikan upaya-upaya pencapaian tujuan dari materi dan metode penyuluhan seperti: menyiapkan kamar mandi untuk membersihkan badan setelah melakukan pekerjaan dan tempat mengganti pakaian yang basah.

4. Bagi Perajin. Sebaiknya setelah mendapat penyuluhan, para perajin dapat lebih meningkatkan disiplin di dalam melaksanakan pekerjaan seperti berusaha merubah sikap di dalam penggunaan APD dan mau mengikuti peraturan yang diberlakukan pengusaha.

5. Peneliti Selanjutnya. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut sebaiknya lebih memperluas jenis variabel yang lain seperti pengaruh wokshop terhadap kemampuan perajin tahu dalam APD.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andi, 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pusat Kesehatan Kerja, Jakarta. Barbara, WC. 2003, Health Behaviour, Prentice Hill, New Jersey

Diana, 2004, Perilaku Kesehatan, Gramedia, Jakata

Effendi,2007, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja,: Haji Masagung, Jakarta. Green, L., 2000., Communication and Human Behaviour, Prentice Hall, New Jersey, Roesyanto - Mahadi, I.D. 1993, Penyakit Kulit Akibat Kerja, Kumpulan Materi

Pelatihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan, USU Press

Jarmie, K.C., 2000, Introduction to Communication Studies, Sage Publications.

Kartasapoetra, 2004, Perlindungan Tenaga Kerja Pada Perajin Informal, Gramedia, Jakarta.

Liliweri, 2007, Komunikasi dan Perubahan Perilaku, Gramedia, Jakarta

Mardikanto, 2002, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

Marks J.G. Deleo V.A., 1992, Contact and Occupational Dermatology, St Louis, Baltimore, Boston, Mosby-Year Book.

Mosher 2006, Penyuluhan Yang Efektif, Cipta Karya, Bandung

Makmuri M. 2004 Perilaku Organisasi, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Neuman,S., & Yoshida, T., 2002 Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Niven N., 2004, Alih bahasa: Waluyo, A., Psikologi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.


(6)

Prihadi, R., 2004, Perilaku Organisasi, Gadjah Mada Press, Yogyakarta Sugiyono, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rieneka Cipta, Bandung Suryadi (2004), Pengantar Antropologi Kesehatan, : Unnes Press, Semarang

Yudistira, 2009, Human communication (Komunikasi antar manusia), terjemahan Agus Maulana. Jakarta