Jenis Obat Anti Tuberkulosis OAT Efek Samping OAT

adalah perencanaan dan pemeliharaan sediaan obat pada berbagai tingkat daerah. Maka dari itu diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu untuk memperkirakan kebutuhan, data akurat sediaan di masing-masing gudang yang ada, dan lain-lain. 10. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat dan pemeriksaan sputum lanjutan. Setiap pasien tuberkulosis yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah tercatat di catatan tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali WHO, 1999.

2.4 Jenis Obat Anti Tuberkulosis OAT

Menurut Kemenkes RI 2014, OAT yang digunakan dalam program penanggulangan TB dengan DOTS terdiri dari : 1. Isoniasid INH H Isoniasid bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Universitas Sumatera Utara Dosis harian yang dianjurkan 5 mgkg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mgkg BB. 2. Rifampisin R Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant persister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mgkg BB diberikan sama unuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. 3. Pirasinamid Z Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mgkg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mgkg BB. 4. Etambutol E Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mgkg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mgkg BB.

2.5 Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang merugikan atau berat. Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak diperlukan. Universitas Sumatera Utara Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan kepada pasien unuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta menganjurkan mereka segera melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan dan aktif menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengambil obat. Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat pada kartu pengobatannya. Efek samping ringan OAT antara lain tidak nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan seperti rasa terbakar di telapak kaki atau tangan, warna kemerahan pada air seni urine, dan mengalami flu sindrom demam, menggigil, lemas, sakit kepala, nyeri tulang. Sedangkan efek samping berat OAT adalah bercak kemerahan kulit dengan atau tanpa rasa gatal, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, bingung, mual, muntah, gangguan penglihatan, purpura, renjatan syok, gagal ginjal akut, penurunan produksi urine. Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya. Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit Kemenkes RI, 2014. Universitas Sumatera Utara 2.6 Tatalaksana Penderita TB Paru 2.6.1 Penemuan Penderita TB Paru