Sasaran Strategis 1: Stabilisasi dan Penguatan Pasar Dalam Negeri
3.2.1.3 Kontribusi Sektor Perdagangan Meningkat Dengan Indikator Pertumbuhan PDB Riil Tahunan Pedagang Besar Dan Eceran Minimum 7%.
Kontribusi produk
Perdagangan besar dan eceran sampai dengan Kwartal IV tahun 2012
domestik bruto sektor
sebesar Rp 395,890 miliar atau tumbuh 8,66% apabila dibandingkan
perdagangan terhadap
dengan tahun 2011 (Rp 364,322 miliar). Capaian tersebut lebih besar dari
PDB sebesar 16 %.
target yang ditetapkan pada Renstra yaitu sebesar 7 %. Kontribusi produk domestik bruto sektor perdagangan (besar dan eceran) terhadap PDB Non-Migas pun mengalami kenaikan menjadi 16,0 % atau naik sebesar
30 basis poin. Salah satu pendorong tumbuhnya sektor ini adalah tingkat consumer confidence yang tinggi. Tingkat consumer confidence Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia bersama-sama dengan India sebagaimana tertera pada gambar 19.
Gambar 3 PDB Perdagangan Besar dan Eceran 2011 - 2012
h 120.000 ia 100.499 103.310
p 100.000 85.433 89.893 93.390 95.605 93.604 98.477
R 80.000
r ia
il 60.000 M 40.000
Sumber : BPS Diolah
3.2.1.4. Perbaikan Iklim Usaha Perdagangan
Perizinan bidang perdagangan dalam negeri berkaitan dengan pembinaan pasar dan distribusi, pembinaan usaha dan pendaftaran perusahaan, dan kemetrologian, serta yang terkait dengan perdagangan berjangka komoditi dan sistem resi gudang.
UPP perdagangan dalam
Perbaikan layanan perizinan sektor perdagangan dalam negeri
negeri menerapkan
merupakan upaya mendukung penciptaan iklim investasi dan iklim usaha
prinsip “single entry dan
yang kondusif yang akhirnya dapat menguatkan pasar domestik.
single exit point”
UPP perdagangan dalam negeri memberikan layanan perizinan dengan prinsip ”single entry dan single exit point” sehingga proses perizinan khususnya perdagangan dalam negeri tidak lagi dilakukan secara tatap muka antara pemohon dengan pejabat pemroses.
12 jenis perizinan bidang
Saat ini terdapat 12 jenis perizinan bidang perdagangan dalam negeri
perdagangan dalam
yang dilayani oleh Kementerian Perdagangan, dengan 12 jenis perizinan
negeri telah dilayani
yang sudah dapat dilayani secara online. Target jumlah perizinan
secara online.
perdagangan dalam negeri dapat tercapai sesuai RENSTRA, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem distribusi nasional yang menjamin kepastian berusaha.
Waktu penyelesaian permohonan perizinan menjadi lebih singkat dan tanpa dipungut biaya. Sebelumnya, penyelesaian perizinan memakan waktu antara 5-15 hari kerja, tetapi dengan penerapan sistem ini, waktu persetujuan permohonan perizinan menjadi sekitar 3,5 hari kerja.
Pengawasan yang bertujuan untuk menjamin kelancaran ditribusi dan perlindungan konsumen diatur juga melalui beberapa kebijakan Perizinan bidang perdagangan dalam negeri berkaitan dengan pembinaan pasar dan distribusi, pembinaan usaha dan pendaftaran perusahaan.
Pembinaan bahan pokok
Perizinan terkait dengan pembinaan bahan pokok dan barang strategis,
dan strategis
antara lain: (i) Pedagang Kayu Antar Pulau Terdaftar (PKAPT), (ii) Pedagang Gula Antar Pulau Terdaftar (PGAPT), (iii) Surat Persetujuan
Per Perdagangan Gula Antar Pulau (SPPGAP), (iv (iv) Surat Persetujuan Per Perdagangan Gula Rafinasi Antar Pulau (SPPGRAP RAP), (v) Surat Izin Usaha Per Perdagangan Bahan Berbahaya (SIUP B2), ), (vi) Surat IzinUsaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUPMB), d Per ), dan (vii) Persetujuan Pen Penyelenggaraan Pameran Dagang.
Gambar 4 Jumlah Izin Bd. Pembinaan Bhn Pokok & ok & Barang Strategis Tahun 2012
PGAPAT; 6
PKAPT; 8 T; 87
PG PGAPT, 67
; 129 Perubahan;
Perpanjangan gan; 656
Sumber: Kemendag
Sep Seperti yang ditunjukkan pada Gambar di atas, atas, jumlah izin bidang pembinaan bahan pokok dan barang strateg pem ategis yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan dalam Tahun 2012 dido Kem didominasi oleh Surat Izin SPPGRAP, sebanyak 656 izin usaha. Hal te SPP tersebut menunjukkan Per ermendag yang mengatur tata niaga gula da dalam rangka menjaga sta stabilitas pasokan yang cukup dan harga yang terjan erjangkau bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. di se
Minat investor asing
Sementara itu, jumlah izin bidang pembinaan u Sem n usaha dan pendaftaran
berusaha di Indonesia.
per perusahaan yang dikeluarkan Kementerian Perd Perdagangan hingga tahun 201 2012 menggambarkan iklim berusaha di Indone donesia semakin kondusif, dili dilihat dari kacamata investor, terutama oleh pela pelaku usaha.
Gambar 5 Jumlah Izin Bidang Pembinaan Usaha saha dan Pendaftaran Perusahaan
SIUP3A; 106
SIUP4 UP4; 11
SIU JS; 17
Manual Garansi; 940
Keage agenan;
Pameran; 66 waralaba; 26
Sumber: Kemendag
Pada periode Tahun 2012, jumlah izin bidang p Pad ng pembinaan usaha dan pen pendaftaran perusahaan yang dikeluarkan an oleh Kementerian Per Perdagangan sebagaimana terlihat dalam grafik. fik. Tingginya jumlah izin keagenan (1.583) menggambarkan bahwa iklim b kea im berusaha di Indonesia semakin kondusif bagi investor, terutama oleh pela sem pelaku usaha perdagangan asin asing.
Kebijakan Perdagangan
Kem Kementerian Perdagangan di tahun 2012 telah m ah menetapkan beberapa
Dalam Negeri yang Telah
keb kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. Kebijaka ijakan tersebut memiliki
Diterbitkan pada Tahun
beberapa tujuan yaitu untuk penguatan pasar dala beb dalam negeri sebagaimana
sasa sasaran strategis Kementerian Perdagangan T n Tahun 2012. Adapun keb kebijakan perdagangan dalam negeri yang telah dit ditetapkan yaitu:
1. 1. Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah Un Untuk Stabilisasi Harga
Perdagang angan Nomor: 4/M-
DAG/PER/01/2012.
2. 2. Tata Cara Penetapan Harga Patokan Hasil Hut Hutan Untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan melalui Peraturan ran Menteri Perdagangan Nomor : 9/M-DAG/PER/2/2012.
3. 3. Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untu ntuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan melalui Peraturan Menteri teri Perdagangan Nomor : 12/M-DAG/PER/3/2012.
4. 4. Pendelegasian Wewenang Penerbitan Perijina ijinan Kepada Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Perdaganga angan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 18/M-DAG/PER/ ER/3/2012.
5. 5. Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdaga dagangan Nomor: 32/M- DAG/PER/8/2010 Tentang Unit Pelayanan an Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 19/M /M-DAG/PER/3/2012.
6. 6. Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdaganga angan Nomor: 12/M-DAG- PER/3/2012 Tentang Penetapan Harga Patoka tokan Hasil Hutan Untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan mela elalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 22/M-DAG/PER/4/2012. 12.
7. Penugasan Gubernur atau Bupati/ Walikota Dalam Rangka Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Sarana Distribusi Yang Didanai Melalui Dana Tugas Pembantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2012 melalui
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 31/M-
DAG/PER/5/2012.
8. Perubahan Atas Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 31/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Penugasan Gubernur atau Bupati/ Walikota Dalam Rangka Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Sarana Distribusi Yang Didanai Melalui Dana Tugas Pembantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2012 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 41/M-DAG/PER/6/2012.
9. Operasi Pasar (OP) Beras melalui Surat Instruksi Menteri Perdagangan
Nomor: 1185/M-DAG/SD/7/2012.
10. Operasi Pasar (OP) Beras melalui Surat Instruksi Menteri Perdagangan Nomor: 2130/M-DAG/SD/12/2012.
11. Penyelenggaraan Waralaba melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012.
12. Waralaba Untuk Jenis Usaha Toko Modern melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 68/M-DAG/PER/10/2012.
Upaya-upaya penciptaan Kementerian Perdagangan selama periode Tahun 2012 telah melakukan
iklim usaha yang
berbagai upaya penciptaan iklim usaha perdagangan luar negeri yang
kondusif
kondusif. Hal ini diharapkan untuk dapat meningkatkan daya saing ekspor nasional khususnya pada saat terjadi krisis perekonomian dunia yang
sangat mempengaruhi kinerja ekspor nasional. Adapaun kebijakan yang dikeluarkan antara lain peningkatan pelayanan
penerbitan SKA di masing-masing IPSKA, peningkatan pelayanan perizinan perdagangan, penetapan regulasi yang berorientasi pada ekspor produk yang bernilai tambah tinggi, peningkatan pengamanan pasar di negara tujuan ekspor.
Peningkatan Sistem
Dalam rangka peningkatan fasilitasi pelayanan ekspor, Kementerian
Pelayanan Penerbitan
Perdagangan terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan penerbitan
SKA Mandiri Secara
SKA di masing-masing IPSKA (Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal).
Elektronik di Seluruh
Pada tahun 2012, peningkatan pelayanan ini dlakukan melalui
IPSKA serta Penertiban
penyediaan aplikasi dan infrastruktur yang mendukung penerbitan SKA
IPSKA
secara elektronik (e-SKA). Penyediaan aplikasi dan infrastruktur terpadu ini juga ditujukan untuk:
1. Mempersiapkan sistem penerbitan SKA secara online di 85 IPSKA, dimana 28 IPSKA sudah otomasi dan 57 IPSKA masih dalam proses.
2. Menerapkan standar United Nation (UN) Electronic Document pertukaran data SKA antar Negara ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW).
3. Meningkatkan pelayanan penerbitan SKA kepada eksportir.
4. Meningkatkan transparansi proses penerbitan SKA.
5. Mempersiapkan database penerbitan SKA di 85 IPSKA yang mempermudah proses verifikasi penerbitan SKA.
6. Menyiapkan sistem pengawasan penerbitan SKA yang terpadu.
7. Memelihara dan menyempurnakan Sistem Pelayanan Penerbitan SKA
Mandiri Secara Elektronik yang telah dibangun. Per tanggal 1 Januari 2012 seluruh eksportir dan 85 IPSKA dapat
melakukan proses penerbitan SKA secara elektronik melalui situs e- ska.kemendag.go.id. Namun demikian, namun hingga bulan September 2012 terdapat 9 IPSKA yang belum memanfaatkan SKA elektronik. Hal tersebut dikarenakan:
1. Tidak ada SKA yang diajukan oleh eksportir (Biak, Manokwari, Lembaga Tembakau Medan);
2. Kesulitan akses internet (Fakfak, Kepulauan Yapen dan Merauke);
3. Belum menyadari manfaat dari IPSKA (Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Kotawaringin Timur)
Selain meningkatkan pelayanan SKA melalui penyediaan aplikasi dan infrastruktur penerbitan SKA, Kementerian Perdagangan juga melakukan penertiban IPSKA sesuai Permendag 21/2012 tentang Instansi Penerbit SKA. Terkait hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah mencabut 2 IPSKA yaitu IPSKA Asahan dan IPSKA Banten, namun telah menunjuk 3 IPSKA baru yaitu IPSKA BPK Sabang, IPSKA Kotabaru dan IPSKA NTT.
UPP Kementerian
Pada bulan April 2012, Kementerian Perdagangan kembali melakukan
Perdagangan
peningkatan pelayanan pada Unit Pelayanan Perdagangan (UPP)
berorientasi kepada
Kementerian Perdagangan guna percepatan penerbitan perijinan di
pelayanan publik
sektor perdagangan. Untuk itu, dikeluarkan Permendag Nomor: 18/M- DAG/PER/3/2012 Tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Perijinan Kepada Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Perdagangan.
Koordinator dan Pelaksana UPP menerbitkan perijinan paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Total ijin yang didelegasikan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan Permendag ini adalah sejumlah 93 (sembilan puluh tiga) perijinan yang terdiri dari 70 perijinan impor, 23 perijinan ekspor, 12 perijinan perdagangan dalam negeri dan 2 perijinan perdagangan berjangka komoditi .
Selain itu, status UPP Kementerian Perdagangan mulai bulan April 2012 mengalami perubahan yang semula hanya sebagai loket penerimaan permohonan, penyimpanan pendistribusian kepada pemroses dan penyerahan ijin yang sudah jadi, saat ini UPP Kementerian Perdagangan dapat melakukan pemrosesan perizinan berdasarkan Permendag Nomor 19/M-DAG/PER/3/2012. Dengan tugas dan fungsi yang baru ini diharapkan pelayanan perizinan perdagangan kepada pelaku usaha dapat lebih ditingkatkan baik dari segi kualitas pelayanan maupun waktu penyelesaian perizinan.
Perizinan yang sudah dilimpahkan kepada UPP, saat ini jenis perizinan yang sudah dapat di proses dan diselesaikan dalam waktu 2 hari, antara lain:
Persetujuan ekspor Skrap Logam; Persetujuan ekspor Komoditi CITES; Importir Terdaftar Produk Tertentu (7 jenis barang: Elektronika, Pakaian Jadi, Mainan Anak, Alas Kaki, Makanan dan Minuman, Obat
Tradisional dan Herbal, Kosmetik ; Importir Terdaftar Gula Kristal Putih; Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) [8 kelompok: Beras, Jagung, Kedelai, Gula, Tekstil dan Produk Tekstil, Sepatu, Elektronika, Mainan Anak).
INATRADE mendapatkan
Pada tanggal 10 Agustus 2012, INATRADE Kementerian Perdagangan
Juara 1 kompetisi Open
mendapatkan predikat Juara 1 kompetisi Open Government Indonesia
Government Indonesia
(OGI). Pemberian penghargaan ini dilakukan di kantor Wakil Presiden RI
(OGI)
dan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI Bp. Boediono kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan.
Kompetisi OGI merupakan lomba layanan publik instansi Pemerintah Pusat yang diadakan oleh UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan). Lomba ini diikuti oleh 34 instansi
Pemerintah Pusat dengan total 62 layanan publik yang dilombakan. Lomba ini dimulai pada awal April 2012 dan berakhir pada Juli 2012.
Piala dan Piagam Penghargaan Inatrade sebagai juara I OGI
Tiga aspek utama yang dinilai pada OGI adalah transparansi, partisipasi dan inovasi. Pada awal lomba, para peserta menyampaikan kepada panitia kondisi awal layanan publik, pengembangan yang akan dilakukan serta kondisi akhir yang diharapkan. Pada setiap awal bulan dilakukan penilaian terhadap progres dari masing-masing perkembangan yang dilakukan. INATRADE Kementerian Perdagangan terpilih sebagai Juara I karena dinilai sebagai layanan publik yang paling progresif perkembangannya.
Penetapan Kebijakan
Kementerian Perdagangan selama periode Januari 2012 – Desember
Pengelolaan Impor
2012 telah menetapkan beberapa kebijakan pengelolaan impor. Kebijakan pengelolaan impor ini memiliki beberapa tujuan yaitu untuk penguatan pasar dalam negeri, memegari dan melindungi kepentingan pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global terkait aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, Lingkungan Hidup dan moral bangsa), menjamin ketersediaan barang modal, bahan baku dan penolong yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri, peningkatan kualitas pelayanan publik dan tertib administrasi di bidang impor, meningkatkan taraf hidup petani produsen sekaligus mendorong terciptanya kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif, transparan, efektif dan 2012 telah menetapkan beberapa kebijakan pengelolaan impor. Kebijakan pengelolaan impor ini memiliki beberapa tujuan yaitu untuk penguatan pasar dalam negeri, memegari dan melindungi kepentingan pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global terkait aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, Lingkungan Hidup dan moral bangsa), menjamin ketersediaan barang modal, bahan baku dan penolong yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari dalam negeri, peningkatan kualitas pelayanan publik dan tertib administrasi di bidang impor, meningkatkan taraf hidup petani produsen sekaligus mendorong terciptanya kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif, transparan, efektif dan
periode ini yaitu:
1. Peraturan Menteri Perdagangan No 02/M-DAG/PER/1/2012 tentang Ketentuan Impor Mutiara
2. Peraturan Menteri Perdagangan No 03/M-DAG/PER/1/2012 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon
3. Peraturan Menteri Perdagangan No 07/M-DAG/PER/2/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 15/M- DAG/PER/3/2007 tentang Ketentuan Impor Mesin Multifungsi Berwarna, Mesin Fotokopi Berwarna, dan Mesin Printer Berwarna
4. Peraturan Menteri Perdagangan No 08/M-DAG/PER/2/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 54/M- DAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja
5. Peraturan Menteri Perdagangan No 54/M-DAG/PER/8/2012 sebagai perubahan ke empat, Peraturan Menteri Perdagangan No 11/M- DAG/PER/3/2012 sebagai Perubahan Ketiga dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/3/2012 sebagai perubahan ke dua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 43/M- DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/4/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Pencabutan Impor Barang Jadi Oleh Produsen.
7. Peraturan Menteri Perdagangan No 59/M-DAG/PER/9/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik No 27/M- DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API).
8. Peraturan Menteri Perdagangan No 60/M-DAG/PER/9/2012 sebagai perubahan ke dua dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 38/M- DAG/PER/6/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 30/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.
9. Peraturan Menteri Perdagangan No 35/M-DAG/PER/5/2012 sebagai Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M- DAG/PER/3/2010 Tentang Ketentuan Impor Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku, Cakram Optik Kosong dan Cakram Optik Isi.
10. Peraturan Menteri Perdagangan No 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam
11. Peraturan Menteri Perdagangan No 71/M-DAG/PER/11/2012 sebagai Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No 40/M- DAG/PER/9/2009 Tentang Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Impor Kaca Lembaran
12. Peraturan Menteri Perdagangan No 72/M-DAG/PER/11/2012 sebagai Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan No 06/M-DAG/PER/1/2007 Tentang Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Impor Keramik
13. Peraturan Menteri Perdagangan No. 77/M-DAG/PER/12/2012 sebagai Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 48/M- DAG/PER/12/2011 tentang Impor Barang Modal Bukan Baru
14. Peraturan Menteri Perdagangan No 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Impor Telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan 14. Peraturan Menteri Perdagangan No 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Impor Telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan
15. Peraturan Menteri Perdagangan No 83/M-DAG/PER/12/2012
tentang Impor Produk Tertentu.
Kebijakan impor produk
Pada tahun 2012, Kementerian Perdagangan mengeluarkan ketentuan
hortikultura
impor produk hortikultura melalui Permendag Nomor: 30/M- DAG/PER/5/2012 yang merupakan turunan dari dari Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 ayat (2). Selama ini produk hortikultura belum diatur tata niaga impornya, maka impor dapat dilakukan oleh setiap importir sepanjang yang bersangkutan telah memiliki Angka Pengenal Importir (API) dan mematuhi ketentuan Karantina.
Latar belakang diaturnya impor produk hortiultura antara lain hortikultura merupakan komoditi strategis yang mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat Indonesia dan erat kaitannya dengan ketahanan pangan, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan, distribusi produk hortikultura maupun impornya menjadi sangat penting, dan perlu pengaturan agar tidak merugikan petani, konsumen dan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS, dalam 5 tahun terakhir, impor produk hortikultura mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Lima negara asal impor buah2an terbesar ke Indonesia berdasarkan data tahun 2012 adalah China, Thailand, Amerika Serikat, Chile, dan Australia. Sedangkan negara asal impor sayur-sayuran terbesar adalah dari China, Thailand, Myanmar, India, dan Vietnam.
Khusus untuk produk holtikultura yang menjadi perhatian khusus Pemerintah adalah potensi masuknya Organisme Penganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) karena dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dilaporkan bahwa produk hortikultura yang masuk ke Indonesia membawa beberapa OPTK eksotik yang belum ada di Indonesia dan belum diketahui cara pengendaliannya. OPTK eksotik tersebut, antara lain Panthoea stewartii, Aphelenchoides fragariae, Psedomonas capsici.
Peraturan ini kemudian mengalami dua kali perubahan dan terakhir melalui Permendag Nomor: 60/M-DAG/PER/9/2012. Hal yang diubah dalam ketentuan tersebut antara lain: penghapusan ketentuan wajib memperoleh Surat Keterangan Pencantuman Label Berbahasa Indonesia- Produk Hortikultura (SKPLBI-Produk Hortikultura), namun tidak menghapus kewajiban penggunaan label berbahasa Indonesia dan untuk impor produk Hortikultura oleh IT-Produk Hortikultura. Komoditi hortikultura yang diatur dalam ketentuan ini mencakup 57 jenis HS, yang terdiri atas produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan; produk hortikultura segar, seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan (wortel, lobak pisang, kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, papaya); serta produk hortikultura olahan, seperti sayuran dan buah-buahan yang diawetkan dan jus buah.
Adapun pokok-pokok pengaturan impor hortikultura adalah sebagai berikut:
Impor Produk Hortikultura hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura atau penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura dari Menteri. Untuk memperoleh pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam
Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), bukti penguasaan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk, bukti penguasaan alat transportasi sesuai karakteristik produk, rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk. Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-U), bukti kepemilikan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk, bukti kepemilikan alat transportasi sesuai karakteristik produk, bukti kontrak kerjasama penjualan Produk Hortikultura paling sedikit dengan 3 (tiga) distributor selama paling sedikit 1 (satu) tahun, bukti pengalaman sebagai distributor Hortikultura selama 1 (satu) tahun, dan surat pernyataan bermaterai yang menyatakan tidak akan menjual Produk Hortikultura kepada konsumen langsung atau pengecer (retailer).
Ketentuan Angka
Kementerian Perdagangan menetapkan ketentuan tentang Angka
Pengenal Importir (API)
Pengenal Importir pada Mei 2012 melalui Permendag Nomor: 27/M- DAG/PER/5/2012. Selama implementasi peraturan ini, terdapat beberapa hal yang menyebabkan ketentuan ini harus mengalami perubahan sehingga ketentuan ini kemudian direvisi melalui Permendag Nomor: 59/M-DAG/PER/9/2012.
Tujuan pengaturan ini adalah untuk:
1. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku impor;
2. Mendorong pengembangan industri di dalam negeri;
3. Meningkatkan keadilan (fairness) di antara pelaku impor;
4. Meningkatkan kredibilitas dari para pelaku impor. Berdasarkan ketentuan ini maka terdapat 2 (dua) jenis API yaitu Angka
Pengenal Importir –Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Importir Umum (API-U).
Berdasarkan ketentuan ini, API-P dimungkinkan untuk menjadi Produsen Importir jika dalam pengembangan usaha dan investasinya, perusahaan pemilik API-P dapat mengimpor barang industri tertentu untuk tujuan diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan. Barang Industri tertentu tersebut tidak digunakan sebagai proses produksi dan hanya untuk tujuan Tes Pasar dan/atau sebagai Barang Komplementer. Persyaratan untuk menjadi Produsen Importir adalah rekomendasi dari instansi teknis pembina di tingkat pusat yang memuat antara lain jumlah, jenis barang dan Pos Tarif/HS, jangka waktu impor sesuai dengan maksud/tujuan peruntukkan barang, dan pelabuhan muat dan tujuan
Forum Ekspor sebagai
Dalam rangka peningkatan daya saing ekspor nasional dan pelaksanaan
sasarana komunikasi
tugas Pokja Ekspor Tim Nasional Pengembangan Ekspor dan
Pemerintah dan Pelaku
Pengembangan Investasi, Menteri Perdagangan selaku Ketua Pokja
Usaha
Ekspor terus menerus meningkatkan komunikasi dan fasilitasi dengan para pelaku usaha. Sebagaimana pada tahun sebelumnya, Kementerian Perdagangan pada tahun 2011-2012 kembali mengadakan Forum Ekspor yang merupakan sarana komunikasi antara instansi Pemerintah dengan para pelaku usaha khususnya dalam upaya peningkatan ekspor.
Forum Ekspor yang berhasil dilaksanakan Kementerian Perdagangan pada periode ini yaitu
1. Forum Ekspor Peningkatan Daya Saing dan Nilai Tambah Produk Hasil Perikanan, Perkebunan dan Makanan Minuman pada tanggal 31 Januari 2012 di kota Malang. Melalui Forum Ekspor ini, Kementerian Perdagangan berhasil menganalisa dan mengidentifikasi hambatan ekspor dan menyiapkan rekomendasi kebijakan dan langkah-langkah penyelesaian masalah sesuai prioritas penyelesaiannya.
Beberapa hal yang diusulkan pada Forum Ekspor kali ini antara lain adanya pedoman pelaksanaan ekspor rumput laut, ketentuan Nomor Induk Kepabeanan (NIK), masalah hambatan untuk ekspor produk tembakau dan beberapa permasalahan produksi tembakau, dan masalah pasokan energi.
Penyelenggaraan Forum Ekspor yang dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan
Penetapan kebijakan di
Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor di bidang industri dan
bidang industri dan
pertambangan, Kementerian Perdagangan telah menetapkan beberapa
pertambangan sebagai
kebijakan ekspor di bidang industri dan pertambangan. Beberapa
implementasi kebijakan
kebijakan ekspor di bidang industri dan pertambangan ini pada umumnya
Sustainable Trade
merupakan kelanjutan dan implementasi dari kebijakan Sustainable Trade pada tahun-tahun sebelumnya. Melalui kebijakan ini, diharapkan daya saing ekspor Indonesia semakin meningkat karena produk yang diekspor adalah produk yang bernilai tambah tinggi.
Selama periode ini, beberapa kebijakan yang telah ditetapkan adalah:
1. Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012. Peraturan ini merupakan revisi Kepmenperindag No. 558 Tahun 1998 jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor. Ketentuan umum di bidang ekspor mencakup hal-hal berkaitan dengan norma-norma/kaidah umum pengaturan, pengawasan, pembatasan dan pelarangan ekspor. Ketentuan umum ini terpisah dengan penetapan jenis barang.
2. Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-DAG/PER/5/2012 yang kemudian dirubah dengan
Perdagangan No. 52/M- DAG/PER/8/2012. Kebijakan ini mengatur tata niaga ekspor untuk 61
Peraturan
Menteri
(enam puluh satu) pos tarif barang tambang mineral logam, mineral non logam dan batuan dengan instrumen wajib Eskportir Terdaftar (ET), Persetujuan Ekspor (PE), dan Verifikasi Ekspor.
3. Ketentuan Barang Dilarang Ekspor melalui Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2012. Ketentuan ini merupakan pelarangan ekspor beberapa produk pertanian dan peternakan, produk kehutanan, produk perikanan dan kelautan, produk industri, produk pertambangan, tumbuhan dan satwa dari alam, dan barang cagar budaya.
4. Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam melalui Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/7/2012. Peraturan ini mengatur tata niaga ekspor sisa dan skrap logam yang mencakup 18 (delapan belas) pos tarif di mana diatur bahwa setiap pelaksanaan ekspornya wajib memperoleh Persetujuan Ekspor (PE) terlebih dahulu.
5. Ketentuan Ekspor Perak dan Emas melalui Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/7/2012. Peraturan ini mengatur tata niaga ekspor perak dan emas di mana dalam setiap pelaksanaan ekspornya wajib memperoleh Persetujuan Ekspor (PE) terlebih dahulu.
6. Ketentuan Ekspor Prekursor melalui Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 47/M-DAG/PER/7/2012. Kebijakan ini mengatur tentang tata niaga ekspor untuk 29 (dua puluh sembilan) jenis prekursor non farmasi yang wajib memperoleh pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), Persetujuan Ekspor (PE), verifikasi ekspor dan mendapatkan notifikasi persetujuan dari negara pengimpor.
7. Ketentuan Ekspor Pupuk Urea Non Subsidi melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-DAG/PER/7/2012. Kebijakan ini mengatur tentang ketentuan tata niaga ekspor pupuk urea non subsidi dan mekanisme alokasi volume ekspor yang ditetapkan dalam satu tahun.
Beberapa komoditi
Dalam rangka peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia dan
ekspor produk
menjaga ketersediaan bahan baku pertambangan di dalam negeri, maka
pertambangan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang
dikenakan kebijakan Bea
Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor dan Peraturan menteri
Keluar
Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Dikenakan Bea Keluar dan Tarif bea Keluar, maka Kementerian Perdagangan perlu menetapkan tata cara pernetapan harga patokan ekspor atas produk pertambangan yang dikenakan bea keluar.
Kebijakan ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33/M-DAG/PER/5/2012 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertambangan Yang Dikenakan Bea Keluar. Berdasarkan peraturan ini makan penetapan HPE atas produk pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, kelestarian sumber daya alam, stabilitas harga Produk Pertambangan di dalam negeri dan/atau daya saing produk pertambangan yang diekspor.
Ketentuan ini mengatur tata cara penetapan harga referensi penetapan Harga Patokan Ekspor Produk Pertambangan berdasarkan harga rata-rata tertinggi pada: bursa internasional; harga FOB; harga yang berlaku di Ketentuan ini mengatur tata cara penetapan harga referensi penetapan Harga Patokan Ekspor Produk Pertambangan berdasarkan harga rata-rata tertinggi pada: bursa internasional; harga FOB; harga yang berlaku di
Sebagai implementasi kebijakan ini maka Kementerian Perdagangan menetapan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertambangan Yang Dikenakan Bea Keluar yang diterbitkan setiap bulan.
Sebagaimana implementasi penetapan Bea Keluar untuk beberapa produk pertanian seperti kakao dan CPO yang menunjukkan adanya peningkatan ekspor produk yang lebih bernilai tambah, maka melalui implementasi kebijakan ini juga diharapkan adanya peningkatan ekspor produk pertambangan yang bernilai tambah tinggi dan bukan ekspor produk pertambangan yang masih merupakan raw material.
Harmonisasi dari Sistem
Kementerian Perdagangan pada bulan Oktober 2012 telah menetapkan
Verifikasi Legalitas Kayu
ketentuan ekspor produk industri kehutanan yang merupakan pengganti
dan FLEGT-VPA antara
dari ketentuan sebelumnya. Ketentuan ini ditetapkan melalui Peraturan
Indonesia dan Eropa.
Menteri Perdagangan Nomor: 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ekspor Produk Industri Kehutanan. Berdasarkan Permendag ini ekspor produk industri kehutanan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan industri kehutanan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan) dan perusahaan perdagangan di bidang ekspor produk industri kehutanan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK Non-Produsen.
Ketentuan baru ini ditetapkan dalam rangka hilirisasi produk industri kehutanan yang perlu didukung oleh sumber bahan baku legal dan dikelola secara lestari. Ketentuan ini juga ditujukan untuk mendorong ekspor kayu dan mencegah perdagangan kayu dan produk kayu ilegal, serta menyesuaikan dengan sistem klasifikasi barang yang baru dan standar verifikasi legalitas kayu. Penertbitan ketentuan ini juga merupakan harmonisasi dari Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.38/Menhut-II/2009 Tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang telah direvisi dengan Permenhut Nomor: P.68/Menhut-II/2011.
SVLK merupakan suatu sistem yang akan memastikan kayu yang telah diverifikasi merupakan kayu yang legal asal usulnya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu ekspor produk industri kehutanan yang diatur dalam ketentuan ini wajib menggunakan Dokumen V-Legal yang menyatakan bahwa produk kayu memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen V-Legal ini merupakan output dari SVLK sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan yang telah disebutkan di atas. Penggunaan dokumen V-Legal ini dibagi ke dalam 2 tahap yaitu yang dimulai pada 1 Januari 2013 dan yang dimulai pada 1 Januari 2014.
SVLK sebagaimana disebutkan di atas juga dijadikan sebagai basis negosiasi FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement Governance And Trade – Voluntary Partnership Agreement) antara Indonesia – Eropa. FLEGT adalah respon dan komitmen masyarakat Uni Eropa untuk membantu memberantas penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang terjadi secara global termasuk di Indonesia. Substansi yang diatur dalam VPA menyangkut a.l: legalitas kayu, lisensi ekspor, sistem SVLK sebagaimana disebutkan di atas juga dijadikan sebagai basis negosiasi FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement Governance And Trade – Voluntary Partnership Agreement) antara Indonesia – Eropa. FLEGT adalah respon dan komitmen masyarakat Uni Eropa untuk membantu memberantas penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang terjadi secara global termasuk di Indonesia. Substansi yang diatur dalam VPA menyangkut a.l: legalitas kayu, lisensi ekspor, sistem
Dengan diterbitkannya Permendag tersebut diharapkan ekspor Indonesia ke Uni Eropa dapat memiliki daya saing yang lebih baik dibandingkan ekspor produk sejenis oleh negara pesaing.
Ketentuan Ekspor Sarang
1. Telah ditandatangan Protokol persyaratan hiegenitas, karantina dan
Burung Walet
pemeriksaan untuk importasi produk sarang burung walet dari Indonesia ke China antara Kementan RI dan Administrasi Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina RRC pada Tgl 24 April 2012;
2. Kementerian Perdagangan menetapkan Permendag 51/M- DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang Burung Walet ke Republik Rakyat China.
3. Sudah dilakukan Sosialisasi Kebijakan Ekspor Sarang Burung Walet Nomor 51/M-DAG/PER/7/2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang Burung Walet ke Republik Rakyat China pada tanggal 10 Agustus 2012 di Semarang, dan direncanakan akan dilakukan sosialisasi kembali pada tanggal 7 September 2012 di Surabaya. Melalui kebijakan yang baru ini diharapkan ekspor sarang burung walet k China tidak lagi mengalami hambatan teknis sebagaimana yang telah terjadi pada beberapa tahun sebelumnya.
Larangan Ekspor untuk
Dalam rangka meningkatkan ekspor benilai tambah tinggi dan kebijakan
Komoditi Rotan Mentah
Sustainable Trade, Kementerian Perdagangan pada bulan November
dalam rangka
2011 menetapkan kebijakan larangan ekspor rotan mentah sebagaimana
peningkatan ekspor
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-
bernilai tambah tinggi
DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kebijakan ini juga ditujukan untuk memanfaatkan rotan secara berkesinambungan dan menjaga ketersediaan bahan baku bagi industri produk rotan, peningkatan dan pengembangan industri rotan ansional serta mencegah adanya upaya penyeludupan.
Agar kebijakan ini lebih efektif, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kerjasama antar Pemda sumber bahan baku rotan dengan Pemda sentra industri barang jadi rotan, memfasilitasi pembangunan terminal rotan di sentra industri furniture, meningkatkan mutu dan desain furniture rotan serta optimalisasi Pusat Desain Furniture Rotan.
3.2.1.5 Peningkatan Pengawasan dan Perlindungan Konsumen
Partisipasi pada forum
Kementerian Perdagangan aktif berpartisipasi dalam berbagai pertemuan
Standar Internasional
di bidang standar Internasional, sehingga dapat mempelajari dan memahami berbagai substansi standardisasi. Adapun pertemuan tersebut antara lain:
1. Standardisasi dan Pelabelan Pemanfaatan Listrik Rumah Tangga di
Australia.
Dalam pertemuan tersebut kedua negara peserta study visit yaitu Vietnam dan
Indonesia masing-masing mempresentasikan perkembangan terkait standar dan pelabelan bagi produk peralatan rumah tangga di masing-masing negara. Seluruh produk yang Indonesia masing-masing mempresentasikan perkembangan terkait standar dan pelabelan bagi produk peralatan rumah tangga di masing-masing negara. Seluruh produk yang
2. ASEAN Task Force on Codex (ATFC) di Bangkok. Telah dicapai kesepakatan bersama agar Negara ASEAN mendukung
adopsi beberapa isu, yaitu: Maximum Levels for Melamine in Food and Feed (CCCF) Proposed Draft Standard for Alive Abalone and for Raw Fresh Chilled or Frozen Abalone for Direct Consmption or for Processing (CCFFP) Proposed Draft Standard for Fresh and Quick Frozen Raw Scallop (Pectinidae) Adductor Muscle Meat for adoption at Step 5/8 (CCFFP)
3. ISO COPOLCO di Fiji. Pertemuan tersebut terdiri dari WG on Consumer Participation, WG
on Training Grou, WG on Consumer Protection in the Global Market Place dan WG on product safety dengan kesimpulan perlunya pengawasan yang lebih baik di perbatasan, pertukaran informasi tentang produk yang tidak aman (sub-standard), penyusunan pedoman pengawasan pasar, pengumpulan data masukan dari konsumen kepada pemerintah, peningkatan informasi dan edukasi konsumen serta ketertelusuran (tracebility) produk.
4. Codex Committee on Food Labelling di Ottawa. Agenda utama adalah penyusunan standar label pangan dalam upaya
perlindungan konsumen dan diitikberatkan pada penerapan World Health Organization (WHO) global strategy on diet and physical activity serta membahas tentang pedoman produksi, pengolahan, pelabelan dan pemasaran pangan organik dengan h asil yang perlu
dipertimbangkan implementasinya di Indonesia antara lain kewajiban mencantumkan informasi nilai gizi pada semua produk pangan serta mengakomodir klaim “tanpa penambahan gula” dan “tanpa penambahan garam”.
5. JSC EEE and Its Related Meetings di Phnom Penh. Transposisi AHEEERR ke dalam peraturan Nasional dilakukan dalam
beberapa tahap yang disebut milestones dan Indonesia dan Kamboja pada saat ini masih termasuk dalam tahap 3 (amend). Pertemuan sepakat untuk membahas post market alert system yang merupakan bagian dari post market surveillance dan diskripsi tentang beberapa modul yang dikembangkannya termasuk proses traceability produk serta mengkaji apakah ASEAN Conformity Mark (ACM) dapat diterapkan untuk sektor EEE berdasarkan hasil feasibility study yang direncanakan akan dilakukan ACCSQ.
6. Technical Barrier to Trade (TBT) di Jenewa. Tujuan pertemuan untuk memberikan tanggapan atas Specific Trade
Concerns (STC) yang disampaikan oleh Mexico dan South Africa terkait Draft modification to the technical regulation HK.00.05.52.4040 on alcoholic drinks; atas STC yang disampaikan Korea dan Jepang terhadap notifikasi Indonesia mengenai Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan Standar Nasional (SNI) Baja lembaran tipis lapis timah elektrolisa (BjLTE) secara wajib (G/TBT/N/IDN/46); dan atas STC yang disampaikan pihak Amerika Serikat dan Uni Eropa terkait Technical Guidelines for the Implementation of the Adoption and Supervision of Indonesia National Standards for Obligatory Toy Safety. Selain itu, tanggapan atas STC yang disampaikan oleh Amerika Serikat terkait Import permit regulations 60 for horticultural products from the Ministries of Agriculture and Trade yang dinotifikasi melalui G/LIC/N/2/IND/12 dan G/SPS/N/IND/55 dan Technical Guidelines for the Implementation of the Adoption and Supervision of Indonesia National Standards for Obligatory Toy Safety yang dinotifikasi melalui G/TBT/N/IDN/64. Manyampaikan intervensi atas STC yang diajukan oleh Republik Dominika kepada New Zealand terkait proposal to introduce plain packaging of tobacco products dinotifikasi melalui G/TBT/N/NZL/62 dan atas STC yang diajukan oleh AS kepada European Union (EU) terkait Directive 2009/28/CE Renewable Energy Directive melalui notifikasi G/TBT/N/EEC/200; G/TBT/N/EEC/200/Add.1.
7. nd The 2 International Tripartite Rubber Council (ITRC) di Penang.
Pembentukan Regional Rubber Market dan sepakat untuk membentuk Technical Working Group dengan melibatkan perwakilan dari Rubber Research Institute of Thailand (RRIT), Bursa Malaysia Derivatives Bhd (BMDB), dan Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX). Pertemuan membahas konsep Regional Rubber Market untuk meningkatkan peranan Thailand, Indonesia, dan Malaysia dalam menstabilkan harga karet alam dan meningkatkan pendapatan petani karet dan mempromosikan jaringan bisnis, penyampaian fisik, aktivitas arbitrase dan perdagangan karet alam.
8. Rangkaian Pertemusn D8 di Mataram. Pembahasan mengenai Mataram Initiatives yang berisi antara lain
Komitmen untuk mengatasi volatilitas harga pangan dan meningkatkan produksi pangan global, serta strategi untuk memberantas kelaparan dan kurang gizi; memberikan prioritas dalam ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat pedesaan
pembangunan pertanian berkelanjutan; peningkatan kerjasama teknis dalam aplikasi dan harmonisasi standar pupuk, potensi penelitian dan kerjasama teknologi untuk pupuk komersial dan perdagangan intra kawasan. Untuk itu, para menteri mendesak agar negara-negara anggota D-8 untuk menyiapkan data base dan informasi tentang standar pupuk diantara negara anggota serta pembentukan kelompok kerja teknis dalam rangka meningkatkan produksi pakan ternak, yaitu: technical working group on palm kernel cake, rice bran dan cassava.
dalam
mewujudkan
Kementerian Perdagangan selama periode Tahun 2012 telah melakukan
Peraturan terkait
Standardisasi dan
berbagai upaya penguatan pasar dalam negeri, penciptaan iklim usaha
Perlindungan Konsumen
perdagangan dalam negeri yang kondusif dan perlindungan kepada konsumen dengan mengeluarkan kebijakan antara lain:
1. Peraturan Menteri Perdagangan No. 69/M-DAG/PER/10/2012
tentang Tanda Tera.
2. Peraturan Menteri Perdagangan No. /M-DAG/PER/12/2012 tentang
Tanda Sah Tahun 2014.
3. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 954/M-DAG/KEP/10/12 tentang Penetapan Kota Surakarta sebagai Daerah Tertib Ukur.
4. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor Nomor 956/M- DAG/KEP/10/12 tentang Penetapan Kota Balikpapan sebagai Daerah Tertib Ukur.
5. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor Nomor 955/M- DAG/KEP/10/12 tentang Penetapan Kota Batam sebagai Daerah Tertib Ukur.
6. Keputusan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 18.1/SPK/KEP/02/2012 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Perijinan Kemetrologian (UPPK).
7. Keputusan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nomor 72/SPK/KEP/09/2012 tentang Penetapan UPTD Metrologi Legal Terbaik Tahun 2012.
Surat Menteri Perdagangan tentang Pembentukan dan Dukungan
Kebijakan Standardisasi
dan Perlindungan
terhadap BPSK tanggal 23 Juli 2012, sehingga diharapkan Kabupaten/
Konsumen
Kota yang akan mendapatkan bantuan pasar dipersyaratkan memiliki BPSK terlebih dahulu sebagai akses penyelesaian kasus konsumen di wilayah tersebut, dan dihimbau agar Kabupaten/Kota yang belum memiliki BPSK agar segera mengusulkan membentuk BPSK kepada Presiden melalui Menteri Perdagangan. Bagi Kabupaten/Kota yang telah memiliki BPSK agar tetap mendukung kinerja dan eksistensinya dengan penyediaan sarana prasarana dan dana operasional yang memadai sesuai pernyataan kesanggupan di awal pembentukannya.
Gerakan Konsumen
Gerakan konsumen cerdas dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
Cerdas
pemahaman konsumen agar lebih cerdas dan memiliki proteksi alamiah serta mampu menghadapi pasar yang semakin terbuka. Gerakan Konsumen Cerdas dilaksanakan melalui kegiatan Klinik Konsumen Terpadu (KKT), Motivator dan Gerakan Komunitas Konsumen, Pengembangan Layanan Informasi Konsumen di Perguruan Tinggi, Edukasi Belanja Cerdas, Pengaduan Konsumen secara online (Siswas PK, Hotline-Call Center), serta Sosialisasi melalui media elektronik dan media cetak. Saat ini dirintis kerjasama edukasi dengan ormas (dimulai dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama) dan telah dihasilkan pedoman edukasi untuk Da’i dan Aktivis Ormas.
Pembinaan dan
Pembentukan Daerah Tertib Ukur merupakan langkah percepatan
pengawasan
peningkatan tertib ukur dilakukan dalam rangka memberikan
kemetrologian melalui
perlindungan terhadap kepentingan umum/konsumen dalam hal jaminan
Daerah Tertib Ukur
kebenaran hasil pengukuran dan mendorong pemerintah daerah aktif dalam mewujudkan tertib ukur dan meningkatkan kinerja kemetrologian.
Pada tahun 2012 telah ditetapkan 3 (tiga) kota menjadi Daerah Tertib Ukur yaitu Kota Batam pada tanggal 6 November 2012, Kota Balikpapan pada tanggal 30 Oktober 2012 dan Kota Surakarta pada tanggal 16 Oktober 2012. Pada kesempatan itu pula dilakukan juga penyerahan bantuan timbangan dengan total sebanyak 2025 (dua ribu dua puluh lima) unit kepada ketiga Walikota untuk diberikan kepada usaha mikro pemilik UTTP yang telah rusak maupun tidak memenuhi persyaratan teknis kemetrologian. Upaya pembentukan Daerah Tertib Ukur ini mendapat perhatian besar dari Pemerintah Daerah. Untuk tahun 2013, telah ada 6 Kabupaten/Kota yang mengusulkan membentuk Daerah Tertib Ukur antara lain: Kota Padang, Kota Tarakan, Kota Bontang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Karimun, dan Kota Salatiga.
Peresmian Penetapan Kota Surakarta sebagai Daerah Tertib Ukur 2012 oleh Wakil Menteri Perdagangan
Pembinaan dan
Dalam rangka peningkatan perlindungan terhadap konsumen dalam hal
pengawasan
kebenaran hasil pengukuran, peningkatan citra pasar tradisional, dan
kemetrologian melalui
penanaman elemen perlindungan konsumen di pasar tradisional,
Pasar Tertib Ukur
Kementerian Perdagangan menetapkan program pembentukan Pasar Tertib Ukur. Kriteria ditetapkannya pasar tradisional sebagai Pasar Tertib Ukur, antara lain dikelola dengan manajemen yang baik, memiliki data base tentang jumlah, jenis, lokasi, dan pemilik UTTP, dan semua UTTP yang digunakan dalam transaksi perdagagan bertanda tera sah. Pembentukan Pasar Tertib Ukur dimulai pada tahun 2010 dengan ditetapkan 56 Pasar Tertib Ukur di 33 Ibukota Provinsi. Selanjutnya pada tahun 2012 telah ditetapkan 35 Pasar Tertib Ukur di 28 Kabupaten/Kota. Bagi pasar yang telah memperoleh predikat Pasar Tertib Ukur, Kementerian Perdagangan menyediakan bantuan timbangan ukur ulang yang dapat digunakan oleh konsumen untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran dan juga bantuan timbangan masing-masing 20 unit tiap pasar untuk digunakan sebagai timbangan pengganti pada saat dilaksanakan tera ulang.
Penetapan Pasar Aviari di Batam sebagai Pasar Tertib Ukur 2012 oleh Menteri Perdagangan
Peningkatan pemahaman Kegiatan Peningkatan pemahaman metrologi legal merupakan upaya
di bidang metrologi legal
Kementerian Perdagangan untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat, pelaku usaha, aparat pemerintah, dan stakeholder lainnya terhadap pentingnya metrologi legal khususnya dalam transaksi perdagangan. Hal ini mengingat masih banyak masyarakat yang belum mengenal pentingnya metrologi legal sehingga upaya untuk mewujudkan tertib ukur masih dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah daerah belum menjadikan kegiatan metrologi legal menjadi kegiatan prioritas di daerah dan masyarakat belum ikut berperan aktif dalam upaya mewujudkan tertib ukur. Kegiatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan pemahaman di bidang metrologi legal antara lain:
1. Seminar Regional dengan tema “Membangun Budaya Jujur dan Meningkatkan Citra Daerah melalui Tertib Ukur” yang dilaksanakan: Regional I untuk wilayah Sumatera tanggal 3 April 2012, Regional II untuk wilayah Jawa dan Nusa Tenggara tanggal 10 Mei 2012, Regional III untuk wilayah Kalimantan tanggal 17 April 2012, dan Regional IV untuk wiilayah timur Indonesia tanggal 1 Mei 2012.
2. Penayangan iklan animasi tentang Pos Ukur Ulang di ruang tunggu
airport.
3. Pelatihan tingkat Asia Pasifik tentang sistem ketertelusuran meter kadar air untuk komoditi beras yang dilaksanakan tanggal 28 Mei –
1 Juni 2012.
4. Bimbingan teknis pengelola pasar yang dilaksanakan pada tanggal
11 – 15 Juli 2012 di Bandung.
5. Upgrading bagi PPNS Metrologi Legal yang dilaksanakan pada
tanggal 30 – 1 Juni 2012 di Bandung.
6. Bimbingan Teknis tentang Syarat Teknis UTTP bagi aparat
pemerintah daerah.
Peresmian Gedung Kantor
Dalam rangka mengantisipasi pelaksanaan otonomisasi khususnya di
dan Laboratorium Balai
bidang pelayanan kemetrologian dimana urusan metrologi legal
Standardisasi Metrologi
ditetapkan menjadi urusan pilihan bagi Pemerintah Daerah Provinsi dan
Legal Regional I,II,III,dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Kementerian Perdagangan telah
IV membentuk unit kerja baru untuk memfasilitasi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan metrologi legal, dengan demikian masyarakat konsumen diharapkan tetap memperoleh perlindungan dalam hal jaminan kebenaran hasil pengukuran. Unit kerja tersebut adalah Balai Standardisasi Metrologi Legal (BSML) yang dibentuk pada tahun 2006 yaitu Regional I di Provinsi Sumatera Utara untuk wilayah
Sumatera; Regional II di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT; Regional III di Provinsi Kalimantan Selatan untuk wilayah Kalimantan; dan Regional IV di Provinsi Sulawesi Selatan untuk wilayah Timur Indonesia. Tugas pokok BSML antara lain :
a. Memberikan bimbingan dan pembinaan bagi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal dan Pegawai Berhak (Penera),
b. Melaksanakan interkomparasi antar UPTD Metrologi Legal Provinsi untuk memastikan kesamaan kemampuan dan keakurasian standar antar UPTD Metrologi Legal Provinsi,
c. Verifikasi standar acuan milik UPTD Metrologi Legal Provinsi, dan verifikasi standar uji/kerja UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota apabila UPTD Metrologi Legal Provinsi belum siap/mampu menangani,
d. Monitoring standar uji/kerja pada UPTD Metrologi Legal Kabupaten/Kota dan standar acuan milik UPTD Metrologi Legal Provinsi untuk menjamin standar tersebut telah tertelusur secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan
e. Melaksanakan tera/tera ulang UTTP di wilayah kerja provinsi apabila pemerintah daerah provinsi tersebut belum membentuk UPTD Metrologi Legal.
Peresmian Gedung Kantor dan Laboratorium BSML oleh Menteri Perdagangan dan dihadiri oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
Penghargaan bagi
Dalam rangka meningkatkan kinerja UPTD Metrologi Legal dan
pemangku kepentingan
memotivasi kerja Pegawai Berhak dalam memberikan pelayanan tera dan
yang peduli tertib ukur.
tera ulang serta memberikan apresiasi kepada perusahaan dalam negeri yang memiliki ketaatan/kepatuhan dalam menggunakan UTTP dan mengedarkan BDKT sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Kementerian Perdagangan memberikan penghargaan “Metrology Award” kepada 3 (tiga) UPTD terbaik, 3 (Tiga) Pegawai Berhak Teladan dan 5 (lima) perusahaan pengguna UTTP peduli tertib ukur yang diberikan oleh bapak Wakil Menteri Perdagangan, yaitu:
1. UTPD Terbaik adalah Unit Pelayanan Kemetrologian Pontianak sebagai terbaik I, Balai Metrologi Wilayah Semarang sebagai terbaik
II dan Balai Metrologi Wilayah Banyumas sebagai terbaik III.
2. Pegawai Berhak Teladan adalah Edi Subeno dari Balai Metrologi Wilayah Semarang (Pegawai Teladan I), M Eqbal dari Balai Metrologi Wilayah Semarang (Pegawai Teladan II) dan Edi Subiantoro dari Balai Kemetrologian Karawang (Pegawai Teladan III).
3. Perusahaan pengguna UTTP peduli tertib ukur adalah:
a. PT. Kraft Indonesia (produsen makanan ringan), Cikarang
Bekasi;
b. PT. Sinar Mas Agro Resources Technology Tbk. (produsen
olahan minyak sawit), Rungkut Surabaya;
c. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor;
d. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Surabaya; dan
e. ASESE (UMKM produsen rendang dalam kemasan) di kota
Padang.
Pemberian penghargaan kemetrologian oleh Wakil Menteri Perdagangan
3.2.1.6 Penciptaan Jaringan Distribusi Perdagangan Yang Efisien
Indonesia berhasil naik
Pada tahun 2009, LPI Indonesia berada pada peringkat 75 dari 155 negara
peringkat menjadi posisi
yang disurvei, dengan skor 2,76 (Tabel 2). Peringkat masing-masing pilar
59 di tahun 2012 dengan
logistik yang diukur adalah: kepabeanan 72 (skor 2,43), infrastruktur 69
indeks 2.94.
(skor 2,54), pengiriman internasional 80 (skor 2,82), kompetensi logistik
92 (skor 2,47), ketertelusuran 80 (2,77), dan ketepatan waktu 69 (skor 3,46). Penilaian terhadap performa logistik dilakukan selama 2 tahun sekali, sehingga untuk tahun 2010, indeks penilaian kinerja logistik Indonesia masih mengacu pada skor LPI tahun 2009.
Dalam hasil riset LPI 2012, Indonesia berhasil naik peringkat dari posisi 75 di tahun 2010 menjadi posisi 59 di tahun 2012 ini, dengan kenaikan indeks dari 2.76 menjadi 2.94.
Indeks LPI memiliki rentang nilai antara 1 hingga 5, dengan capaian indeks 5 sebagai yang terbaik. Peningkatan ini menunjukkan perbaikan yang signifikan, di saat negara-negara tetangga, kecuali Singapura, mengalami stagnasi atau penurunan peringkat. Terlebih, indeks ini dicapai dalam kondisi belum selesainya pembangunan infrastruktur utama logistik, seperti pelabuhan-pelabuhan baru dan soft infrastructure sebagai penunjangnya.
Kenaikan tertinggi dalam indikator tersebut terjadi di wilayah soft infrastructure yang meliputi kompetensi logistic handler dan kemampuan pemilik barang untuk mengetahui di mana saat ini barangnya berada (tracking and tracing). Indikator kompetensi logistic handler meningkat dari 2.47 di tahun 2010 ke 2.85 di tahun 2012, sedangkan tracking and tracing dari 2.77 hingga 3.12.
Untuk mendukung penciptaan jaringan distribusi perdagangan yang efisien, Kementerian Perdagangan bersama dengan Pemerintah Daerah melakukan revitalisasi pasar tradisional, pengembangan gudang SRG dan pengembangan pasar lelang daerah.
Tabel 7 Skor Logistics Performance Index tahun 2012
Revitalisasi Pasar
Tahun 2011 Kementerian Perdagangan melakukan revitalisasi terhadap
Tradisional dan Pusat
355 pasar tradisional dan 10 diantaranya merupakan pasar percontohan.
Distribusi Regional,serta
Selain merevitalisasi pasar tradisional, juga dilakukan pembangunan
Program Pasar
gudang sebanyak 26 yaitu 11 gudang dari dana APBN-P dan 15 gudang
Percontohan
SRG di lima provinsi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Tahun 2012 Kementerian Perdagangan telah mengalokasikan anggaran APBN sebesar Rp 628 miliar untuk dialokasikan ke 92 kabupaten/kota di seluruh Indonesia,untuk merevitalisasi 159 pasar melalui Tugas Pembantuan (TP), 20 diantaranya pasar percontohan. Kedua puluh Pasar Percontohan yang dibangun pada tahun 2012 adalah:
1) Pasar Selat Panjang Kec. Tebing Tinggi, Kab. Kepulauan Meranti, Riau.
2) Pasar Kota Bengkulu, Kota Bengkulu, Bengkulu. 3) Pasar Pasalaran Plered Cirebon, Kab. Cirebon, Jawa Barat. 3) Pasar Karangampel Kec. Karangampel, Kab. Indramayu, Jawa Barat. 4) Pasar Petir Kec. Petir, Kab. Serang, Banten. 5) Pasar Prembun Kec. Prembun, Kab. Kebumen, Jawa Tengah. 6) Pasar Cepogo Kec. Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah. 7) Pasar Boja Kec. Boja, Kab. Kendal, Jawa Tengah. 8) Pasar Turisari Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. 9) Pasar Bekonang Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah. 10) Pasar Bekonang Kec. Mojolaban, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah. 11) Pasar Laskar Pelangi Kec. Gantung, Kab. Belitung Timur, 12) Pasar Sentolo Desa Salamrejo Kec. Sentolo, Kab. Kulonprogo, DIY. 13) Pasar Pon, Kepanjenlor Kec. Kepanjen Kidul, Kota Blitar, Jawa Timur. 14) Pasar Mempawah, Kab. Pontianak, Kalimantan Barat. 15) Pasar Baru Marabahan Kec. Marabahan, Kab. Barito Kuala, Kalimantan Selatan. 16) Pasar Takalasi Kec. Balusu, Kab. Barru, Sulawesi Selatan. 17) Pasar Mamasa, Kab. Mamasa, Sulawesi Barat. 18) Pasar Sentral Tahap II, Kab. Majene, Sulawesi Barat. 19) Pasar Mandalika Kec. Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. 20) Pasar Sabu Raijua, Kab. Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Pasar percontohan didesain dan dikembangkan sesuai dengan kehidupan sosial dan budaya setempat. pasar ini juga harus menjadi pasar yang bersih, nyaman, segar, aman, jujur, higienis, dan ramah lingkungan.
Dukungan Kementerian
Kementerian Perdagangan mengembangkan inisiatif dan mendukung
Perdagangan dalam
pemerintah daerah untuk mengembangkan pasar tradisional yang
mengembangkan pasar
khusus/spesialis, misalkan pasar wisata kuliner dan pasar bunga. Pasar
tradisional yang khusus
khusus yang dikelola dengan baik dapat menarik wisatawan dan bisa
atau spesialis.
menyumbang ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pembinaan dan
Dengan meningkatnya kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK),
Pengawasan di bidang
baik transaksi multilateral yang dilakukan di Bursa Berjangka maupun
Perdagangan Berjangka
transaksi bilateral yang di lakukan melalui Sistem Perdagangan Alternatif,
Komoditi (PBK).
maka peran dari pelaksanaan pengawasan transaksi serta pemantauan dan evaluasi kegiatan pelaku usaha sangat penting dalam mewujudkan Perdagangan Berjangka Komoditi yang tertib, wajar, efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
Pada tahun 2012 Jumlah transaksi multilateral di bidang PBK berhasil meraih realisasi sebesar 1.136.336 lot dari taget yang ditetapkan sebesar 1.000.000 lot. Pada tahun 2011 jumlah transaksi multilateral tercatat sebesar 951.328 lot dan pada tahun 2012 jumlah volume transaksi mencapai sebesar 1.136.336 lot atau meningkat sebesar 185.008 lot atau 19,45%.
Keberhasilan dalam meningkatan jumlah transaksi multilateral ini tidak terlepas dari upaya pembinaan kepada pelaku usaha khususnya dalam melakukan koordinasi dengan Bursa Berjangka dan memberikan pemahaman secara intensif kepada Pelaku Pasar terhadap mekanisme dan Peraturan Kepala BAPPEBTI Nomor 85/BAPPEBTI/Per/10/2010 tentang Penggerak Pasar (market maker) dan kewajiban Pialang Berjangka melakukan transaksi kontrak berjangka (transaksi multilateral) di Bursa Berjangka terutama pada saat melakukan pengawasan transaksi ke Pelaku Usaha. Dengan semakin pahamnya terhadap peraturan dan mekanisme transaksi multilateral, memudahkan Pelaku Pasar dalam memasarkan kontrak komoditi yang ditransaksikan di Bursa Berjangka sehingga kepercayaan masyarakat (Nasabah) untuk melakukan transaksi di Bursa Berjangka semakin tumbuh.
Total volume seluruh transaksi perdagangan berjangka) selama tahun 2012 baik yang dilaksanakan di PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) maupun PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) untuk transaksi multilateral dan bilateral (SPA) berjumlah 9.465.119,40 lot atau mengalami peningkatan sebanyak 1.004.462,40 lot atau sebesar 11,87% jika dibandingkan dengan total volume transaksi PBK pada tahun 2011 yang tercatat sebesar 8.460.657 lot. Adapun rincian transaksi perdagangan berjangka selama tahun 2011 untuk kontrak berjangka komoditi primer, Penyaluran Amanat Luar Negeri (PALN) dan Sistem Perdagangan Alternatif (SPA) adalah sebagai berikut :
Tabel 8 Perkembangan Transaksi Perdagangan Berjangka Tahun 2011 - 2012
2012*) JENIS KONTRAK
VOLUME
SHARE PERUB (%) (LOT)
KONTRAK MULTILATERAL
2.114,29 GL
84,25 GL250
45,34 KG SD
100,00 G1T
KONTRAK MULTILATERAL
BKDI
GLDGR
GLDD
GLDD
PTR
LNTR
TOTAL KONTRAK
MULTILATERAL (BBJ + BKDI)
KONTRAK LUA NEGERI (PALN) 539
BBJ KONTRAK LUAR NEGERI (PALN) 710
KONTRAK SPA
LNDN
KONTRAK SPA
TOTAL VOLUME
TRANSAKSI BBJ
TOTAL VOLUME 2.531.205,
TOTAL VOLUME
TRANSAKSI PBK
Sumber : BBJ dan BKDI (diolah)
Pembinaan dan
Upaya Kementerian Peragangan dalam meningkatkan pembinaan dan
Pengawasan Sistem Resi
pengawasan Sistem Resi Gudang adalah meningkatnya jumlah nilai Resi
Gudang (SRG).
Gudang pada tahun 2012 mencapai sebesar Rp.93.181.184.464 dari target yang ditetapkan sebesar Rp.80.000.000.000.
Pada tahun 2012 jumlah nilai Resi Gudang mencapai sebesar Rp.93.181.184.464 atau meningkat sebesar Rp.53.113.460.856 atau 132,56% dibandingkan tahun 2011. Hasil ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Pada tahun 2012 terjadi panen raya yang cukup besar di beberapa daerah untuk produksi gabah, beras dan jagung dan tidak adanya kegagalan panen.
2. Pada saat panen, harga untuk komoditi tersebut secara umum mengalami penurunan sehingga banyak petani atau pelaku usaha yang tertarik untuk melakukan tunda jual dengan memanfaatkan Skema Sistem Resi Gudang.
3. Meningkatnya pemahaman pelaku usaha khususnya petani, 3. Meningkatnya pemahaman pelaku usaha khususnya petani,
Sejak tahun 2010 nilai resi gudang terus bertambah dalam jumlah yang relatif besar karena daerah mulai mengimplementasikan Sistem Resi Gudang. Peningkatan pemahaman masyarakat ini sebagai upaya yang dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi termasuk memberikan bimbingan/asistensi teknis baik kepada masyarakat (petani, kelompok tani, gapoktan, UKM, dan Koperasi Tani) maupun kepada pelaku usaha dan stakholder terkait.
Tabel 9 Perkembangan Nilai Resi Gudang Tahun 2008 – 2012
NO
Tahun
Nilai Barang
1 2008 Rp 1,431,616,200
2 2009 Rp 552,962,240 -61%
Sumber : Kemendag
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada awal implementasi Sistem Resi Gudang sempat terjadi penurunan jumlah pelaku usaha yang memanfaatkan Sistem Resi Gudang. Hasil evaluasi menunjukan kendala yang ditemui dilapangan yaitu (i) adanya keragu-raguan pihak perbankan atau lembaga keuangan untuk menerima Resi Gudang sebagai jaminan pembiayaan; (ii) tingginya suku bunga kredit membuat pelaku usaha yang kebanyakan petani, kelompok tani, gapoktan dan koperasi tani; dan (iii) masih minimnya pengetahuan petani tentang manfaat Sistem Resi Gudang ini. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, ditempatkan 4 orang tenaga pendamping di kabupaten yang melaksanakan Sistem Resi Gudang yang bertugas untuk mengedukasi petani, kelompok tani, gapoktan setempat mengenai manfaat Sistem Resi Gudang dan memberikan pendampingan terhadap implementasi Sistem Resi Gudang tersebut.
Pada tahun 2012 jumlah nilai resi gudang mengalami peningkatan yang cukup signifikan karena mulai meningkatnya pemahaman masyarakat dan semakin banyaknya gudang-gudang yang telah dibangun oleh pemerintah maupun yang dimiliki oleh swasta (BUMN ataupun Koperasi) menjadi gudang SRG.
Tabel 10 Perkembangan Jumlah Pelaku Sistem Resi Gudang
No Tahun
Jumlah Pelaku
Sumber : Kemendag