TTRM Tak Kenal Karun

61.TTRM Tak Kenal Karun

Upaya keras yang dilakukan TTRM di Gunung Padang, tak selalu membuahkan hal yang positif, walaupun setiap tahapan dan perkembangan temuan yang didapatkan dibuka ke publik secara luas.

Salah satu contohnya, adalah yang dilemparkan salah seorang Geolog tua. Sebut saja Sudjatmiko yang selalu bilang kemana-mana bahwa TTRM tujuannya adalah mencari Harta Karun.

Bahkan kemarin, geolog gaek itu menyatakan, bahwa dipastikan ada harta karun di bawah situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat.

Sungguh disayangkan. Bukan apa-apa, pernyataan se- macam ini merupakan kekeliruan yang mendasar.

Pertama, Tim Terpadu Riset Mandiri tidak pernah kenal yang namanya Karun. Dan TTRM tidak tertarik pada cerita Karun yang memiliki emas yang kuncinya saja segudang.

Sangatlah aneh jika ada yang mengeluarkan pernyataan ada harta Karun di Gunung Padang.

Pandangan semacam ini menunjukkan bahwa dirinya terperangkap dalam pan-dangan seakan-akan Karun itu memiliki harta banyak.

Namun, secara tak sadar, Ia menyatakan cerita harta karun itu ada di bumi Indonesia. Artinya, secara tak sadar mengakui ada masa prasejarah yang maju di Indonesia. Berdasarkan hasil riset selama 2 tahun di Gunung Padang, TTRM tidak mendeteksi di dalam bangunan itu ada peninggalan si Karun.

TTRM mengendus, berdasarkan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan, bahwa ada dugaan satu mahakarya bangunan yang didirikan dengan teknologi canggih, dan di dalam bangunan itu terindikasi adanya semacam teknologi “luar biasa”.

Jelas sudah,, TTRM sedang mengungkap peradaban tinggi leluhur yang selama ini ditimbun. Belum jelas apakah perang atau bencana yang menyebabkan mahakarya agung ini tertimbun.

Selain Jatmiko,

Munardjito yang selalu mengkampanyekan bahwa penelitian yang dilakukan TTRM akan merusak situs Gunung Padang. Bahkan sampai membuat Petisi segala.

ada

Munardjito adalah arkeolog yang mendadak peduli situs Gunung Padang, setelah berita tentang hasil riset TTRM tersebar luas melalui media massa.

Seperti diketahui, selama ini para arkeolog penentang itu hanya mengakui bahwa yang dinamakan situs itu adalah luasan tanah di atas situs yang ukurannya hanya 900 meter persegi beserta batu-batu yang bergelimpangan di atasnya.

Entah apa yang membuat arkeolog kemudian menye- butkan tanah seluas itu beserta batu bergelimpangan itu disebut mahakarya agung nenek moyang kita, seperti dalam paper Lutfi Yondri.

Penghinaan terhadap kita semua kalau mahakarya agung itu hanyalah batu ber-gelimpangan

Disinilah,

di tanah yang arealnya hanya 900

letak

meter persegi.

permasalahan hingga

Pada bagian mana riset TTRM

muncul Petisi

yang merusak situs? Entahlah.

yang

Semua riset setelah 7 Februari

menyatakan

2011 dilakukan TTRM berada di

riset ini tidak ilmiah,

luar situs. Lokasinya ada di tanah

merusak

masyarakat, ada di tanah negara.

situs, dan

tidak berhak

Miris, jika dibandingkan dengan

meneruskan

peneliti asing yang bebas dimana-

risetnya

mana mengutak atik berbagai situs, bukan untuk kepentingan bangsa ini.

Belum ada satu bukti pun yang menyatakan riset TTRM ini merusak situs. Tetapi, semua orang tahu bahwa arkeolog yang selama ini berteriak tentang kerusakan situs itu, justru Belum ada satu bukti pun yang menyatakan riset TTRM ini merusak situs. Tetapi, semua orang tahu bahwa arkeolog yang selama ini berteriak tentang kerusakan situs itu, justru

Dari kesemua ini, adalah hal yang aneh jika sebagian arkeolog menentang riset yang dilakukan TTRM. Bukankah semua ekskavasi yang sudah dan akan dilakukan TTRM juga dilksanakan oleh arkeolog?

Masyarakat hanya membantu arkeolog bekerja, Mereka merasa memiliki, mengontrol dan sebagainya. Tengoklah situs Batujaya. Mengapa seperti ditinggalkan? Menunggu dana UNESCO?

Belajarlah dari Borobudur. Kita memiliki fisiknya, tapi kita dipaksa mengerti untuk tidak mengerti banyak hal dari penemuan, pemugaran dan lain-lainnya. Harusnya, momentum Gunung Padang ini menjadi kebangkitan arkeolog Indonesia di mata dunia.

Sungguh sayang, sekali lagi momentum disia-siakan. Salah besar, jika gertakan Petisi akan membuat TTRM mundur. Ini tanggung jawab intelektual sebagai peneliti kepada rakyat.

Apalagi ini menyangkut peradaban masa lalu kita. TTRM tak bisa dihentikan dengan Petisi! Sampai hari ini, semua hanya common sense menilai hasil penelitian TTRM. Tolong buktikan satu saja. Mana langkah Tim Terpadu yang tidak ilmiah, yang merusak situs atau yang melanggar Undang- Undang. (Andi Arief,SKP BSB)