Tinjauan Teoritis

a. Pentingnya Kontak Kulit Segera Setelah Lahir

Berikut ini adalah alasan mengapa kontak kulit segera setelah lahir antara ibu dan bayi sangat penting (Roesli, 2008):

1) Dada bayi dapat menghangatkan bayi sehingga menurunkan angka kematian bayi yang diakibatkan oleh hipotermia. Kontak kulit 1) Dada bayi dapat menghangatkan bayi sehingga menurunkan angka kematian bayi yang diakibatkan oleh hipotermia. Kontak kulit

2 jam pertama setelah lahir dibandingkan dengan bayi yang tidak dilakukan kontak kulit secara dini (Srivastava et al. 2014)

2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga bayi jarang menangis ketika berada di atas dada ibu dan energi bayi pun dapat tersimpan dikarenaka menangis akan membuat energi bayi terbuang. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberikan kesempatan untuk IMD atau skin to skin contact lebih dari satu jam (dihitung segera setelah bayi lahir), memiliki kadar kortisol yang lebih rendah dalam air liurnya dibandingkan bayi yang di IMD kurang dari satu jam. Hal ini menunjukkan bahwa IMD mengurangi stres pada bayi dan menyebabkan bayi tenang dan merasa rileks (Svensson et al. 2013)

3) Bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dengan cara menjilatnya saat bayi tersebut berada di atas dada ibunya. Bakteri ‘baik’ ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri ‘jahat’ dari lingkungan

4) Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu – bayi akan lebih baik karena pada 1 – 2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama

5) Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui ASI eksklusif dan akan lebih lama disusui

6) Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin

7) Bayi yang diberi kesempatan untuk inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan.

8) Mempererat hubungan batin antara ibu-bayi-ayah, ketika bayi sedang berada di atas dada ibunya, sang ayah dapat mengazankan bayinya.

b. Penatalaksanaan IMD

1) Tatalaksana IMD Secara Umum (Roesli, 2008)

a) Ibu didampingi oleh suami atau keluarga

b) Penggunaan obat kimiawi untuk penghilang rasa sakit sebaiknya dikurangi atau bahkan tidak digunakan. Pijatan, aromaterapi, gerakan, atau hypnobirthing lebih dianjurkan untuk menghilangkan rasa sakit/nyeri saat persalinan

c) Ibu dibebaskan untuk menentukan posisi ternyaman untuk melahirkan c) Ibu dibebaskan untuk menentukan posisi ternyaman untuk melahirkan

e) Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu, posisi kontak kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Selimuti ibu dan bayi, serta gunakan topi untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh bayi

f) Bayi dibiarkan untuk mencari sendiri puting, ibu boleh mengarahkan bayi dengan sentuhan lebut namun tidak untuk mengarahkan

g) Ayah didukung agar membantu ibu dalam mengenali tanda dan perilaku bayi dalam menyusu

h) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit dengan ibu setidaknya selam satu jam walaupun bayi telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika bayi belum mampu menemukan puting tetap biarkan bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil menyusu pertama

i) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar. Skin-to-skin contact yang dilakukan segera setelah lahir antara ibu dan bayi merupakan suatu metode yang mudah dan tersedia untuk meningkatkan efikasi diri pada ibu i) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar. Skin-to-skin contact yang dilakukan segera setelah lahir antara ibu dan bayi merupakan suatu metode yang mudah dan tersedia untuk meningkatkan efikasi diri pada ibu

24 jam ibu dan bayi tidk boleh dipisahkan dan bayi harus selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian cairan sebelum ASI keluar harus dihindarkan

2) Penatalaksanaan IMD pada Operasi Caesar Berikut ini adalah penatalaksanaan IMD pada persalinan Caesar (Roesli, 2008) :

a) Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif o

b) o Jika memungkinkan, diusahakan suhu ruangan 20 – 25 C. Selimut dan topi harus disiapkan untuk menjaga kehangatan

tubuh bayi

c) Penatalaksanaan selanjutnya sama dengan penatalaksanaan secara umum

d) Jika IMD belum terjadi di kamar bersalin atau kamar operasi, atau bayi harus dipindahkan sebelum satu jam, maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika di pindahkan ke kamar d) Jika IMD belum terjadi di kamar bersalin atau kamar operasi, atau bayi harus dipindahkan sebelum satu jam, maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika di pindahkan ke kamar

c. Pelaksanaan IMD yang dianjurkan

Selama ini banyak petugas kesehatan yang kurang tepat dalam penerapan IMD pada bayi baru lahir. Selama ini petugas kesehatan seringkali melakukan IMD yang kurang tepat yakni, segera setelah lahir bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering, bayi segera dikeringkan dengan kain kering, tali pusat dipoton lalu diikat, kemudian bayi dibungkus dengan bedong agar bayi tidak kedinginan. Kemudian petugas kesehatan membiarkan bayi di dada ibu (bonding) untuk beberapa menit (10-15 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukan puting ibu ke mulut bayi, setelah itu bayi dibawa ke kamar transisi, atau kamar pemulihan untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K dan diberi tetes mata (Roesli, 2008).

Seharusnya petugas kesehatan mengubah SOP yang kurang tersebut menjadi yang lebih tepat lagi, agar bayi bisa mendapatkan manfaat dari IMD serta terjadinya bonding attachment pada ibu dan bayi segera setelah lahir. Prosedur IMD yang tepat tersebut adalah begitu bayi lahir diletakkan di atas perut ibu yang sudah dialasi kain kering, kemudian keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala Seharusnya petugas kesehatan mengubah SOP yang kurang tersebut menjadi yang lebih tepat lagi, agar bayi bisa mendapatkan manfaat dari IMD serta terjadinya bonding attachment pada ibu dan bayi segera setelah lahir. Prosedur IMD yang tepat tersebut adalah begitu bayi lahir diletakkan di atas perut ibu yang sudah dialasi kain kering, kemudian keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala

d. Perilaku Bayi Saat dilakukan IMD

Berikut ini adalah lima tahap perilaku bayi saat dilakukan IMD sebelum ia berhasil menyusui (Roesli, 2008):

1) Dalam 30 menit pertama: Stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali bayi membuka mata dengan lebar melihat ibunya. Masa tenang ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandunga ke keadaan di luar kandungan. Pada tahap ini, terjadi bonding (hubungan kasih sayang) antara ibu dan bayi yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan memnyusui dan mendidik bayinya.

2) Antara 30 – 40 menit: Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau ASI dari payudara ibu dan bau inilah yang akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting ibu.

3) Mengeluarkan air liur: Saat menyadari ada makanan di sekitarnya, bayi akan mengeluarkan air liurnya

4) Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu dan bayi akan mulai menjilat kulit ibu, menghentakkan kepala ke dada ibu, menoleh kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangan yang mungil.

e. Kontra Indikasi IMD

Ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah Sakit karena kondisi ini merupakan kondisi kegawatdaruratan yang penanganan persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter- dokter yang ahli dibidangnya (Roesli, 2008):

1) Kontra Indikasi Pada Ibu Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Sementara organ 1) Kontra Indikasi Pada Ibu Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Sementara organ

Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-oatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai boleh tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi.

Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontraindikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI pada bayi.

Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel-sel karsinoma yang terminum si bayi. Jika semasa menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikankier yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi.

Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu memiliki rasa kasih sayang pada bayinya, namun selalu ada kemungkinan si ibu untuk mencederai bayinya.

Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusui mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengkonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi terganggu.

Ketujuh, ibu dengan TBC. Pengidap TBC aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tidak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu Ketujuh, ibu dengan TBC. Pengidap TBC aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tidak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu

Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir maka bayi akan dilakukan pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan boleh-tidaknya ibu memberikan ASI pada bayinya. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak diperbolehkan untuk memberikan ASI dikarenakan khawatir virus hepatitis tersebut akan menular pada bayi.

2) Kontra Indikasi Pada Bayi

a) Bayi kejang Kejang-kejang pada bayi akibat cedera peralinan atau infeksi tidak memungkinkan bayi untuk dilakukan IMD, hal ini disebabkan kemungkinan terjadinya aspirasi bila kejang timbul saat bayi menyusu. Saat bayi kejang, terjadi penurunan kesadaran yang membuat bayi tidak memungkinkan untuk disusui.

b) Bayi dengan penyakit berat Bayi dengan penyakit berat seperti jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif, tidak memungkinkan untuk disusui oleh ibunya, namun apabila kondisi bayi sudah membaik maka bayi dapat disusui. Selain penyakit berat, bayi dengan kondisi seperti berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) juga menjadi salah satu kontra indikasi untuk dilakukan IMD atau disusui secara langsung pada ibunya. Hal ini disebabkan reflek menghisap yang belum sempurna.

c) Bayi dengan cacat bawaan Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak bagi bayi untuk disusui secara langsung. Cacat ringan seperti labioskizis, palatoskizis, maupun labiopalatoskizis masih memungkinkan bayi untuk disusui pada ibunya.