Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Interferensi pada JAGAD Jawa Harian Umum SOLOPOS.

B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Interferensi pada JAGAD Jawa Harian Umum SOLOPOS.

Interferensi dapat terjadi pada semua bahasa, termasuk bahasa Jawa. Interferensi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam bahasa tulis maupun lisan. Peristiwa interferensi adalah suatu penyimpangan, karena merugikan bagi bahasa yang terinterferensi, seperti yang terjadi pada JAGAD Jawa Harian Umum SOLOPOS, yang mengalami interferensi dari bahasa Indonesia kedalam bahasa Jawa.

Analisis faktor yang melatarbelakangi terjadinya interferensi pada penelitian ini yaitu:

a. Kedwibahasaan peserta tutur

b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

c. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan

e. Kebutuhan akan sinonim

f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

g. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu Berikut ini akan diuraikan satu per satu mengenai faktor-faktor

penyebab terjadinya interferensi:

a. Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun

commit to user commit to user

Disadari atau tidak, ketika berbicara ataupun menulis karyanya, dia akan menyelipkan kata-kata asing yang dia kuasai. Hal ini terjadi karena keseringan menggunakan bahasa sumber dalam berinteraksi dengan orang lain. Peristiwa seperti ini akan lebih sering terjadi pada penutur yang lingkungan kerjanya terbiasa digunakan lebih dari satu bahasa, contohnya dilingkungan sekolah, perkantoran, media cetak dan lain-lain. Wartawan dan penulis surat kabar sering mengggunakan lebih dari satu bahasa sehingga akan mempengaruhi tulisannya. Contoh :

Critane Yanusa Nugroho, penulis kondhang, kang tau gawe konsep pagelaran wayang kulit purwa.

‘Ceritanya Yanusa Nugroho, penulis ternama, yang pernah membuat konsep pagelaran wayang kulit purwa.’

Penggunaan kata konsep pada kalimat di atas, karena kedwibahasaan penulis. Secara sengaja atau tidak penulis menggunakan kata tersebut karena penulis terbiasa dengan kata-kata dari bahasa Indonesia.

b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal ini menyebabkan pengabaian kaidah

commit to user commit to user

Minangka wong awam aku mung bisa ngelus dhadha. ‘Sebagai orang awam saya hanya bisa mengelus dada.’

Penggunaan kata awam pada kalimat diatas, karena penulis menganggap bahwa kata awam lebih terkini dari pada menggunakan kata lumrah atau umum (padanan kata awam).

c. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidakcukupan atau terbatasnya kosakata bahasa bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

commit to user

Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi bahasa penerima (bahasa Jawa), karena istilah-istilah teknologi dan ilmu pengetahuan banyak diperoleh dari dunia luar atau negara asing yang lebih maju, sehingga istilah-istilah yang dipakai juga dari luar. Hal itu yang membuat bahasa Jawa menjadi kurang pas jika digunakan untuk mengungkapkan masalah-masalah dibidang teknologi dan keilmuan, seprti kata kontinewsform jika diartikan dalam bahasa Jawa adalah ‘kertas komputer’, sedangkan kata komputer tidak ada padanannya dalam bahasa Jawa, sehingga penulis menggunakan kata kontinewsform dalam tulisannya. Kalau kata helm

diganti dengan ‘tutuping mustaka’, maka pembaca akan berimajinasi dan mempunyai gambaran yang lain. Demikian dengan kata mic , mic sering diganti

dengan kata ‘pandayawara’ maksudnya sesuatu yang memberi daya pada suara, tetapi orang akan kebingungan atau pembaca akan kesulitan menangkap

maksudnya.

d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan

Kosakata dalam sutau bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari luar, disatu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan dilain pihak akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang digunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa

commit to user commit to user

Brambang asem iki salah sijining jajanan khas kutha Solo. ‘Brambang asem ini salah satu jajanan khas kota Solo.’

Kata khas sebenarnya ada padanannya dalam bahasa Jawa yaitu mligi atau mirunggan, namun karena sekarang kata mligi dan mirunggan jarang digunakan oleh masyarakat, maka kata yang digunakan adalah kata khas atau kata khusus. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih sering menggunakan kata khas sehingga kata mligi atau mirunggan cenderung jarang digunakan.

e. Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.

Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi. Dalam bahasa Jawa hal ini sering terjadi pada tulisan dalam surat kabar atau Majalah berbahasa Jawa. Contohnya penggunaan kata Visi dan misi pada paragraf berikut:

Walisanga kanthi angulir budi saha kawasisan linambaran kawicaksanan kepareng anyebaraken agami Islam lumantar cariyos wayang kanti ancas utawi

commit to user commit to user

f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan. Contohnya adalah penggunaan kata inisiatif pada kalimat berikut.

Bojoku banjur nduweni inisiatif golek koskosan. ‘Istriku kemudian mempunyai inisiatif mencari koskosan’.

Penggunaan kata inisiatif pada kalimat diatas sebenarnya kurang tepat, karena tidak sesuai dengan kaidah berbahasa. Dalam bahasa Jawa kata inisiatif mempunyai padanan, yaitu kata reka atau ada-ada, namun penulis lebih memilih menggunakan kata inisiatif untuk keperluan prestise atau bergaya dalam bahasa.

g. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakaian bahasa kadang- kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada

commit to user commit to user

Keluarga adalah faktor utama pembentuk bahasa seseorang, karena seorang mendapat bahasa pertama kali dari lingkungan keluarga, bahasa pertama atau bahasa ibu itulah yang bisa mempengaruhi tulisan seseorang. Jika keluarga penulis berlatarbelakang bahasa Indonesia, maka bahasa pertama yang dikuasai adalah bahasa Indonesia. Ketika penulis tersebut menulis dalam bahasa Jawa maka dia akan menuliskan beberapa kata bahasa Indonesia karena dia tidak tahu padanannya dalam bahasa Jawa. Seperti penggunaan kata jijik pada kalimat berikut:

Heni jijik karo tikus. ‘Heni jijik dengan tikus.’

Kata jijik dalam bahasa Jawa berpadanan dengan kata gigu atau gila ,namun karena penulis tidak tahu padanan kata jijik dalam bahasa Jawa maka penulis memilih menggunakan kata jijik.

commit to user