Deskripsi Faktual Tentang Bahasa Jawa

3.1 Deskripsi Faktual Tentang Bahasa Jawa

Tulisan-tulisan yang termasuk dalam deskripsi faktual ialah tulisan-tulisan yang memaparkan keadaan bahasa Jawa, dapat yang berkaitan dengan kondisi perkembangan, kedudukan, atau fungsinya. Deskripsi faktual di sini dapat juga hanya berisi “obrolan” tentang bahasa Jawa. Biasanya, pembicaraan dalam tulisan kelompok deskripsi faktual ini mencakupi berbagai ta- taran kebahasaan, bahkan dapat juga lintas bidang (misalnya, pembicaraan kata, tidak hanya strukturnya, tetapi sampai undha- usuknya).

3.1.1 Rangkuman Deskripsi Tulisan

Tulisan yang berisi deskripsi faktual tentang bahasa Jawa yang termuat dalam Widyaparwa ada lima tulisan, yaitu (1) “Bahasa Jawa Dewasa ini” (2) “Obrolane Pak Besut” (3) “Basa Jawinipun Tiyang Jawi Sakmenika” (4) “Risaking Basa Jawi” (5) “Bahasa Jawa Dewasa Ini” (6) “Ungak-Ungak Basa Jawa ing Pedhalangan”

Nama-nama penulis yang menulis dalam kelompok ini ialah (a) Adi Sunaryo, (b) Susanta Guna Prawira, (c) Pak Besut, (d) E. Suharjendra, (e) Suwadji, (f) Sadjijo Prawirodisastro.

3.1.2Rangkuman Deskripsi Bahasan /Isi

Dalam deskripsi bahasan ini substansi bahasan masing- masing tulisan diuraikan satu per satu.

1. “ Bahasa Jawa Dewasa ini” Pada tulisan yang berjudul “ Bahasa Jawa Dewasa ini” ini

dipaparkan masalah kedudukan bahasa Jawa, tinjauan didaktis terhadap bahasa Jawa, ejaan bahasa Jawa, struktur fonemis ba- hasa Jawa, struktur morfologi bahasa Jawa, dan tingkat tutur Bahasa Jawa.

Bahasa Jawa terus berkembang. Keberadaannya mempu- nyai andil terhadap pertumbuhan dan pengembangan Bahasa

Indonesia. Apabila dikaji dari segi dedaktisnya, bahasa Jawa perlu diintensifkan pengajarannya agar mempunyai hasil yang optimal.

Eksistensi ejaan bahasa Jawa diselaraskan dengan Ejaan yang Disempunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, di dalam tulisan ini dipaparkan pula struktur fonemis dan struktur morfologis Ba- hasa Jawa. Tulisan ini juga memuat tingkat tutur Bahasa Jawa yang mencakupi ngoko, madya, krama, dan bagongan.

Di dalam bahasa Jawa ngoko terdapat ngoko lugu dan ngoko andhap. Di dalam madya ada madya ngoko, madya krama, dan ma- dyantara. Di dalam krama ada muda krama, kramantara, wredha krama, krama inggil, dan krama desa. Selain itu, di dalam bahasa Jawa terdapat bahasa bagongan.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan bahan pengem- bangan pembinaan bahasa Jawa baik dalam pendidikan formal

maupun nonformal. Metode yang digunakan ialah preskreptif-normatif. Dalam tulisan ini dideskripsikan berbagai unsur-unsur kebahasaan da- lam rangka menyumbangkan sebuah kaidah pembinaan keba- hasaan dan pengajaran.

2. “Obrolane Pak Besut” Pembicaraan pada tulisan yang berjudul “Obrolane Pak Besut”

(’Obrolannya Pak Besut’) yaitu berisi obrolan suara hati Pak Be- sut mengenai pemakaian bahasa Jawa saat itu sebagai suatu realita dan sebuah idealisme. Dalam hal ini dikritisi tentang peng- gunaan satuan lingual kata hingga klausa dalam sebuah wacana. Selanjutnya, ditekankan agar tidak terjadi salah baca supaya benar penafsirannya.

Selain itu, dipaparkan pula tentang tingkat tutur bahasa Jawa yang saat itu ada sembilan tataran hendaknya disederhana- kan. Terjadinya bilingual bagi penutur tertentu tidak menjadi masalah, asalkan tahu penerapannya tidak akan mengurangi wi- bawa bahasa Indonesia.

Pengaruh bahasa Indonesia terhadap bahasa Jawa pasti ada. Oleh karena itu, harus dicermati penggunaannya. Satu hal yang sangat penting ialah bahwa bahasa erat sekali kaitannya dengan rasa. Oleh karena itu, dalam menyampaikan sebuah konsep perlu digunakan kata-kata pilihan. Janagnlah memaksakan kehendak dan emosional dalam menggunakan kata-kata.

Tulisan ini bermanfaat dalam pengembangan dan pembina- an bahasa Jawa. Metode yang digunakan ialah deskriptif-nor- matif.

3. “Basa Jawinipun Tiyang Jawi Sakmenika” Bahasan pada tulisan yang berjudul “Basa Jawinipun Tiyang

Jawi Sakmenika” (‘Bahasa Jawanya Orang Jawa Saat Ini’) yaitu hal-hal berikut. Di dalam tulisan ini dimuat hal-hal yang ber- kaitan dengan bahasa Jawa saat ini. Di dalam tulisan ini disebut- kan bahwa sering terjadi kesalahan dalam menggunakan Bahasa Jawa. Kesalahan itu sering dilakukan oleh para pembawa acara, surat-surat, pidato, radio, televisi, koran, dan pertunjukan kese- nian. Selain itu, dipaparkan pula kesalahan pelafalan, ejaan, pami- lihing tembung ’pemilihan kata’, dan paramasastra. Tulisan ini bermanfaat sebagai masukan bahan pengambangan dan pembi- Jawi Sakmenika” (‘Bahasa Jawanya Orang Jawa Saat Ini’) yaitu hal-hal berikut. Di dalam tulisan ini dimuat hal-hal yang ber- kaitan dengan bahasa Jawa saat ini. Di dalam tulisan ini disebut- kan bahwa sering terjadi kesalahan dalam menggunakan Bahasa Jawa. Kesalahan itu sering dilakukan oleh para pembawa acara, surat-surat, pidato, radio, televisi, koran, dan pertunjukan kese- nian. Selain itu, dipaparkan pula kesalahan pelafalan, ejaan, pami- lihing tembung ’pemilihan kata’, dan paramasastra. Tulisan ini bermanfaat sebagai masukan bahan pengambangan dan pembi-

Dari tulisan ini dapat diketahui pelaku atau pengguna yang hendaknya segera mendapatkan pembinaan. Sebab, mereka ber- ada pada posisi yang strategis dalam kaitannya dengan penye- baran informasi. Oleh karena itu, segera ada upaya pencegahan dari pemerintah.

4. “Risaking Basa Jawi” Bahasan pada tulisan yang berjudul “Risaking Basa Jawi”

(‘Rusaknya Bahasa Jawa’) yaitu hal-hal berikut. Di dalam tulisan ini dideskripsikan tentang kerusakan ba- hasa Jawa dan para pengrusaknya. Adapun yang menjadi peru- sak bahasa Jawa ialah seperti berikut.

a. Para dhagelan/pelawak agar dapat menciptakan kelakar/ kata-kata lucu.

b. Kethoprak agar dikatakan pandai mencipta kata. Misalnya, diperkosa à dipunprakosa

c. Para warganing ringgit tiyang ’wayang orang’ ingin mencipta kata-kata indah. Misalnya, sanget anyanggi kasisahan ’sangat terbebani kese- dihan’ diganti dahat anahen dhuhkita.

d. Para pengageng/pejabat. Misalnya, penggunaan kata cegah, badan, tambah, sengaja

e. Para guru.

f. Para juru warta/wartawan menggunakan kosa kata menjawa supaya mempunyai harkat/daya.

g. Para pengarang dongeng/cerita tidak berusaha menggu- nakan bahasa Jawa.

h. Para pencipta tembang karena mereka mengejar kaidah tembang

i. Para pamedhar sabda. j.

Para winasis ’ilmuwan’ karena demi kepentingan konsep.

k. Para penata adicara ’pewara’ didorong rasa ingin mencipta kata-kata. Misalnya, kata waluyan sebagai pengganti nasihat. l.

Para wira suwara/sindhen ’pelantun tembang’. m. Para pedagang sebab ia berkonsentrasi pada usahanya yang selalu berkomunikasi dengan semua orang termasuk orang asing.

n. Para siswa. Ini berunsur kesengajaan dengan asumsi apabila ia hanya menggunakan bahasa Jawa saja akan menghambat kemajuan

o. Para Bapa-biyung karena dilatari kurang kepeduliannya terhadap bahasa anak p. Para dhalang. Keberadaannya mampu menjadi peran apa saja dari butir (a—b) dengan demikian, ia cenderung memi- liki potensi sebagai perusak yang berkadar banyak jika dibandingkan dengan perang-peran sebelumnya.

Deskripsi ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada pemerintah untuk menentukan sasaran dan materi yang hendaknya mendapatkan pembinaan. Metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah deskripsi normatif. Dengan adanya des- kripsi ini kita mendapatkan sedikit gambaran tentang bahasa Jawa yang seharusnya menjadi model.

Melalui tulisan ini segera dapat diketahui pengguna bahasa yang hendaknya segera mendapatkan pembinaan bahasa Jawa.

5. “Bahasa Jawa Dewasa Ini” Pada tulisan yang berjudul “Bahasa Jawa Dewasa Ini” dike-

mukakan hal-hal berikut.

a. Keberadaan dan peran bahasa Jawa terus berubah sesuai perkembangan zaman.

b. Sikap masyarakat yang terbagi dalam menanggapi adanya perubahan dan cara kelompok-kelompok masyarakat dalam mendudukan bahasa Jawa.

c. Tetap diperlukannya pembinaan atas gejala interferensi, khususnya bentuk-bentuk yang merancukan pengertian, c. Tetap diperlukannya pembinaan atas gejala interferensi, khususnya bentuk-bentuk yang merancukan pengertian,

d. Perlunya pengayaan kosakata demi tetap terkomunikasikan- nya konsep-konsep baru dari bahasa lain.

e. Perlunya penyederhanaan tingkat tutur yang disesuaikan dengan tuntutan masyarakat.

6. “Ungak-ungak Basa Jawa ing Pedhalangan” Di dalam tulisan yang berjudul “Ungak-ungak Basa Jawa ing

Pedhalangan” (’Menengok Bahasa Jawa dalam Pedalangan’) ini di- paparkan berbagai istilah yang digunakan dalam seni pedalangan, misalnya janturan, kandha ’berbicara’, cerita ’cerita’, antawecana ’suara khas setiap tokoh wayang’, dan sebagainya.

Di dalam seni pedalangan ini terdapat seni sastra, seni suara, seni ukir, seni kerawitan, seni joged, dan seni panggung. Di sam- ping itu, dalam seni pedalangan juga sarat dengan ajaran unggah- ungguh. Ajaran unggah-ungguh itu diterapkan ketika terjadi peris- tiwa tutur pada janturan, kandha, carita, dan pocapan ’percakapan’ (gineman ’dialog’, padu ’bertengkar’, sesumbar ’bersumbar’).

Seni pedalangan juga bersinggungan dengan berbagai seni yang lain. Misalnya, seni sastra, seni suara, seni ukir, seni kera- witan, seni joged, dan seni panggung. Selain itu, di dalam seni pedalangan diperkenalkan beberapa istilah: lagon ’nyanyian’, suluk ’suluk’, ada-ada ’suluk di pedalangan’.

Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa bahasa pedalangan mempunyai laras tersendiri, tidak sama dengan laras bahasa Jawa secara umum. Cerita di dalamnya bersifat fantastis, simbolis; dan filosofis yang menyampaikan pendidikan moral bagi pecintanya. Bahasa laras pedalangan ini kurang tepat bila diter- jemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sebab, ada nilai rasa dan komponen lain yang tidak dapat diterjemahkan.

Teori yang digunakan dalam memaparkan tulisan ini ialah sosiolinguistik. Metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah Teori yang digunakan dalam memaparkan tulisan ini ialah sosiolinguistik. Metode yang digunakan dalam tulisan ini ialah