Ma’rifat Dzauqi

10.2 Ma’rifat Dzauqi

Bagian Besar Kedua disebut “Ma’rifat Dzauqi” atau “Pengenalan Rasa” yang dijadikan buku penutup sebagai suatu kumpulan puisi (setidaknya menurut saya lho) dengan judul “Sebuah Titik Diatas Huruf Baa”. Bagian yang saya sebut bagian paling emosional dan sentimentil dari risalah “Kun Fa Yakun” ini pada dasarnya merupakan saripati dari

“Ma’rifat Aqli” karena merupakan dasar dari uraiannya.

Udul untuk bagian Makrifat Dzauqi sebenarnya terilhami oleh ungkapan Sayyidina Ali KWJ yaitu ungkapan “Aku adalah sebuah titik di bawah huruf Baa”. Saya lupa dimana saya membaca dan mendengar ungkapan ini. Namun, ungkapan itu sangat mengesankan saya karena mengandung dimensi integralistik-holistik sebagai pokok pangkal atau kunci untuk menguraikan Pengetahuan Tuhan.

Ketika akhirnya saya membuka-buka kembali buku lama karangan Armahedi Mahzar yaitu “Integralisme”, maka saya seperti menemukan engsel sambungan yang lepas dengan ungkapan Sayyidina Ali KWJ tersebut.

Boleh dibilang bahwa apa yang diuraikan panjang lebar dalam risalah ini sebenarnya berasal dari olah rasa hasil cerapan ruhaniah, kemudian diformalkan menjadi lebih sistematis dan teratur sehingga mempunyai urutan : Ma’rifat Aqli, Ma’rifat Dzauqi, dan Ma’rifat al-Haqq.

Sejatinya risalah mawas diri ini mempunya ciri khas sebagai suatu risalah tasawuf/sufistik dimana saripati penguraian adalah penyingkapan yang terletak di belakang sebelum disistematisasikan. Kesimpulan ini sejajar Sejatinya risalah mawas diri ini mempunya ciri khas sebagai suatu risalah tasawuf/sufistik dimana saripati penguraian adalah penyingkapan yang terletak di belakang sebelum disistematisasikan. Kesimpulan ini sejajar

Dalam Bagian Makrifat Dzauqi, format tulisan disajikan dalam bentuk puisi nasehat atau mungkin bisa dikatakan pantun (saya bukan ahli sastra jadi terserah Anda sajalah menilainya) karena memang merupakan hasil dari catatan- catatan yang terpisah-pisah oleh kesadaran, ruang dan waktu, yang kemudian disusun ulang dengan perbaikan bahasa di sana sini supaya lebih enak dibaca dan dirasakan.

Dalam proses perbaikan tersebut saya lebih mengandalkan rasa atau emosi jiwa ketimbang rasio saja. Seringkali, pada saat saya menelusuri ayat-ayat Al Qur’an, membaca hadis, membaca buku, di depan komputer, online di Internet, dipenuhi rasa kesendirian, kegembiraan, dilimpahi rasa kecintaan, ketakutan, harapan, kerinduan, atau mengamati sesuatu saya mempunyai gagasan untuk menguraikan sebuah tanda baca, angka, huruf, sepenggal kata atau seuntai kalimat sesuai dengan rasa dan emosi yang muncul saat itu dan Dalam proses perbaikan tersebut saya lebih mengandalkan rasa atau emosi jiwa ketimbang rasio saja. Seringkali, pada saat saya menelusuri ayat-ayat Al Qur’an, membaca hadis, membaca buku, di depan komputer, online di Internet, dipenuhi rasa kesendirian, kegembiraan, dilimpahi rasa kecintaan, ketakutan, harapan, kerinduan, atau mengamati sesuatu saya mempunyai gagasan untuk menguraikan sebuah tanda baca, angka, huruf, sepenggal kata atau seuntai kalimat sesuai dengan rasa dan emosi yang muncul saat itu dan

Sampai suatu saat, saya menyadari bahwa semuanya itu tidak terlepas dari suatu kehendak yang maha dahsyat, yang kita pahami saat ini mulai muncul milyaran tahun yang lalu, yang tercantum di dalam Al Qur’an sejak berabad-abad yang lalu. Semuanya karena satu kata pendek “Kun”, diteruskan dengan “fa Yakuun”. Suatu perintah dari Yang Maha Memerintah, suatu kehendak dari Yang Maha Berkehendak, suatu kuasa dari Yang Maha Berkuasa, yang menyebabkan alam semesta beserta semua isinya ini ada.

Namun, inipun ternyata bukan suatu awal yang sebenarnya. Penelusuran lebih lanjut akhirnya mengarah pada suatu Kehendak Allah untuk memperkenalkan diri-Nya sejak zaman sebelum semua citra-Nya tertangkap panca indera kita dengan pertama kali menciptakan ruh dari Nur-Nya untuk seseorang yang menjadi pembawa rahmat bagi seluruh alam (Rahmaatan Lil Aalamin) sebagai cermin langsung Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik yaitu Rabbul ‘Alaamin. Dialah penyempurna dan penutup dari para Nabi dan Rasul sebelumnya yaitu Nabi Muhammad SAW - Utusan Allah. Dan inipun tak lebih dari maujud rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas - itulah kalimah “Basmalah” (QS 1:1) yang Namun, inipun ternyata bukan suatu awal yang sebenarnya. Penelusuran lebih lanjut akhirnya mengarah pada suatu Kehendak Allah untuk memperkenalkan diri-Nya sejak zaman sebelum semua citra-Nya tertangkap panca indera kita dengan pertama kali menciptakan ruh dari Nur-Nya untuk seseorang yang menjadi pembawa rahmat bagi seluruh alam (Rahmaatan Lil Aalamin) sebagai cermin langsung Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik yaitu Rabbul ‘Alaamin. Dialah penyempurna dan penutup dari para Nabi dan Rasul sebelumnya yaitu Nabi Muhammad SAW - Utusan Allah. Dan inipun tak lebih dari maujud rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas - itulah kalimah “Basmalah” (QS 1:1) yang