Tujuan Penulisan Rumusan Masalah Pengertian Pendidikan dan Anak Putus Sekolah

4 Pembelajaran akan bisa berjalan lancar jika diiringi motivasi yang berkelanjutan. Memberikan motivasi secara bertahap dan terus-menerus sangat diperlukan. Penekanan ini ditujukan untuk orang tua. Orang tua bertanggung jawab penuh atas kebutuhan yang diperlukan oleh anak. untuk mengembangkan anak, membutuhkan partisipasi secara menyeluruh dari orang tua. Karena dengan adanya partisipasi orang tua untuk memberikan dorongan belajar anak, akan menumbuhkan semangat belajar. Karya ilmiah ini berjudul “Solusi alternatif guna mengurangi anak putus sekolah wajib belajar 9 tahun” judul ini signifikan untuk dibahas karena melihat permasalahan belum tuntasnya putus sekolah di Negara ini. Peran pendidikan luar sekolah sangat diperlukan. Untuk membantu menyeleseikan masalah putus sekolah.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah yaitu : 1. Memaparkan konsep dan penyebab anak putus sekolah 2. Menyajikan alternatif solusi dan konsep solusi penanggulangan anak putus sekolah

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang dan tujuan penulisan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Pengertian Pendidikan dan anak putus sekolah 2. Hak-hak anak 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak putus sekolah dan Dampaknya pada anak putus sekolah 4. Pengertian dan Peran pendidikan luar sekolah dalam menangani anak putus sekolah 5 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan dan Anak Putus Sekolah

Manusia pada hakekatnya adalah makluk yang dapat dididik. Disamping itu menurut lengeveld manusia itu adalah animal educandum artinya manusia itu pada hakekatnya adalah makluk yang harus dididik, dan educandus artinya manusia adalah makluk yang bukan hanya harus dididik dan dapat dididik tetapi juga dapat mendidik 4 . Dari kedua istilah tersebut dijelaskan bahwa pendidikan itu merupakan keharusan mutlak pada manusia atau pendidikan itu merupakan gejala yang layak dan sepatutnya ada pada manusia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” 5 . Pengertian tersebut, pendidikan merupakan upaya yang terorganisir. memiliki makna bahwa pendidikan dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas. ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat. Selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno yaitu : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk mewujudkan perkembangan budi pekerti kekuatan batin, pikiran intelek, dan jasmani anak, menuju kearah menuju kedewasaan dalam arti kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakat” 6 . 4 Langeveld, Dr. M.J.,beknopte Theoretische paedagogiek, Terjemahan oleh FIP IKIP Bandung 5 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS 6 Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno.1982. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru 6 Konsep fikiran pedidikan Ki Hajar Dewantara diharapkan mampu memberikan wacana bahwa pendidikan selaras. Selaras disini, ilmu yang diperoleh nantinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat dan lingkungan. “Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 menyatakan bahwa, pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan Negara 7 ”. Jadi menurut GBHN, tujuan pendidikan ada 4 yaitu pengembangan pribadi, pengembangan warga Negara, pengembangan kebudayaan, dan pengembangan bangsa 8 . Pengembangan pribadi meliputi pengembangan mental, spiritual. Pengembangan warga Negara lebih cenderung pada kesempatan memperoleh fasilitas pendidikan yang layak, pengembangan kebudayaan mencangkup pelestarian kebudayaan yang ada di Indonesia karena di Indonesia terdapat berbagai macam budaya dan suku, pengembangan bangsa kearah pembangunan secara fisik layanan kesehatan, fasilitas publik. Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 sembilan tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar SD atau Madrasah Ibtidaiyah MI hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama SMP atau Madrasah Tsanawiyah MTs 9 . Program pendidikan wajib belajar 9 tahun 10 , pada hakekatnya berfungsi memberikan pendidikan dasar setiap warganegara agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks pembangunan nasional wajib belajar 9 7 Tap.IIMPR1983 tentang GBHN 8 Mardiatmadja B.S. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius 9 Wajib Belajar 9 Tahun, URL:http:id.wikipedia.orgwikiWajib_Belajar akses 01-04-11 10 Gerakan pendidikan wajib belajar sebagai suatu gerakan secara nasional dan sekaligus sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimulai sejak Pelita IV. Pada hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei 1984 secara resmi Presideen Suharto mencanangkan dimulainya pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan wajib belajar. Pada tahap ini penyelenggaraan pendidikan wajib belajar masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar SD. Berbeda dengan pendidikan wajib belajar tahun 1950, maka pendidikan wajib belajar tahun 1984 ini lebih diarahkan kepada, anak-anak usla, 7-12 tahun. 7 tahun adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar memiliki kemampuan untuk memahami dunia, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, mapun meningkatkan kualitas hidup dan martabatnya, dan wajib belajar diartikan sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada kelompok usia sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar tersebut. Penetapan umur untuk anak disetiap Negara dan bidang kegiatan berbeda menurut kepentingan masing-masing. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 11 . Dilain sisi pelaksanaan pendidikan wajib belajar 9 tahun diwarnai permasalahan. Yaitu banyaknya anak putus sekolah. Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Pembelajaran yang dilakukan disekolah formal. Istilah putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang tidak menyeleseikan pendidikan 6 tahun sekolah dasar dan mereka yang tidak memiliki ijazah SD 12 . Menurut Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual maupun sosial. Kebutuhan fisik meliputi pakaian, tempat tinggal, makan. Kebutuhan mental meliputi dorongan motivasi dari orang tua, teman, saudara. Sedangkan spiritual dapat melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dipeluk. Berikut ini adalah data anak putus sekolah di Indonesia tahun 20062007 : Jumlah Anak Putus Sekolah Dan Lulusan Tidak Melanjutkan Sekolah di Indonesia No Uraian SD+MI SMP+MTs 2 Putus Sekolah : Jumlah 640,445 259,341 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak BAB I Pasal 1 ayat 1 12 Muclisoh.1998. Beberapa Penyebab Murid Mengulang Kelas, putus sekolah dan melanjud sekolah dari SD ke SLTP. Jakarta:CPCU 8 3 Lulusan Tidak Melanjutkan Sekolah: Jumlah 183,782 591,413 Sumber : Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan Jumlah Keseluruhan Penduduk Usia Sekolah, Bersekolah, Dan TidakBelum Bersekolah Penduduk Kelompok Sekolah Penduduk Bersekolah TidakBelum Bersekolah a. 0-6 tahun b. 7-12 tahun c. 13-15 tahun d. 16-18 tahun e. 19-24 tahun 28,344,300 26,074,706 12,971,116 12,830,462 22,484,900 6,594,086 26,015,842 11,019,242 7,325,188 4,363,719 21,750,214 58,864 1,951,874 5,505,274 18,121,181 Jumlah 0-18 tahun 80,220,584 55,318,077 24,902,507 Sumber : Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan Dari data diatas dapat di deskripsikan bahwa darei jumlah total penduduk sekolah yang bersekolah 55,318,077 terdapat anak putus sekolah SDMI 640,445 dan SMPMTs 259,341. sedangkan untuk lulusan yang tidak melanjutkan sekolah SDMI 183,782 SMPMTs 591,413. Dapat disimpulkan angka putus sekolah sangat rawan ditingkat sekolah SDMI dan angka rawan tidak melanjutkan sekolah kejenjang sekolah tingkat atas adalah SMPMTs. Peningkatan ini memerlukan penanganan serius agar dapat menekan angka putus sekolah. Pada akhirnya dapat tercipta pendidikan yang sesuai harapan anak. Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah. Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih 9 dalam kandungan. Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa – masa selanjutnya.

B. Hak-Hak Anak