Proses Melegitimasi Program Kebijakan Publik

kemudiaan adalah upaya-upaya seperti apakah yang harus dilakukan agar proses pengesahan legitimasi dapat berjalan dengan baik? Untuk memahami hal ini, maka pada bagian berikut ini akan dibahas : 1 Pengesahan legimatis, 2 Penganggaran Program Kebijakan publik.

7.1. Proses Melegitimasi Program Kebijakan Publik

Secara umum pengertian legitimasi adalah keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yang dimaksud: kesalahan; kebenaran; identitas. Pengertian lain melihat legitimasi sebagai pernyataan yang sah menurut Undang-undang atau sesuai dengan Undang-undang. Dalam sistem politik, pengertian legitimasi dapat dilihat dari dua sudut pandang: 1 Proses pengesahan legitimasi sudah ada dengan sendirinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan secara politik, dan 2 Legitimasi itu membutuhkan proses atau tata cara. Jones 1991:197 mengartikan legitimasi sebagai memberi kekuatan hukum, wewenang atau penilaian terhadap sesuatu. Karenanya Jones kemudiaan merumuskan fokus kegiatan-kegiatan program kebijakan publik seperti yang diperlihatkan pada tabel 7.1. Tabel 7.1. Fokus Kegiatan-kegiatan Melegitimasi Program Kebijakan Publik Kegiatan-kegiatan fungsional Dikategorikan dalam pemerintahan Dengan sebuah produk potensial Legitimasi: Persetujuan tata-tata cara Identifikasi kepentingan Pengesahan Komunikasi beberapa cara Tindakan dalam pemerintahan Program atau Keputusan Sumber : Jones 1991:197 Kegiatan-kegiatan Fungsional Agar mudah memahami kegiatan-kegiatan fungsional, maka dalam perkulihan ini akan sengaja dipilih kasus pemilihan kepala daerah yang diteliti oleh Petta 2003, berjudul DINAMIKA POLITIK MENJELANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH Studi Proses Pemilihan Kepala Daerah di Propinsi Maluku. Untuk meneliti kasus ini, pemahaman mula yang dibangun Petta adalah melihat konteks permasalahan yang akan muncul dalam kaitan dengan pemilihan kepala daerah seperti yang ditampilkan pada gambar 7.2. dibawah ini. Mendasar gambar 7.2. maka untuk mengetahui kegiatan-kegiatan fungsional dalam rangka melegitimasi proses pemilihan Kepala Daerah, diperlukan analisis terhadap: 73 1 Latar belakang daerah berkaitan dengan kelompok-kelompok yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses pemilihan Kepala Daerah. Hal ini menjadi penting karena kondisi Maluku saat proses pemlihan Kepala Daerah masih berada dalam kondisi konflik. 2 Dinamika politik yang terjadi Maluku yang tentunya berbeda dengan daerah lain dimana dinamika ini sendiri dipengaruhi oleh kelompok-kelompok yang terbentuk terkait dengan terjadinya konflik. Dengan cara seperti ini, dapat dilakukan identifikasi 3 Tata Tertib pemilihan menjadi penting karena proses-proses legitimasi tersebut dikembangkan. Mengacu pada Undang Undang UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah beserta Peraturan Pemerintah PP yang mengikutinya terutama PP No. 105 tahun 2000 pasal 1 ayat 9, maka Tata Tertib Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dimulai dari: 1 pembentukan kepanitiaan, 2 penyusunan tata tertib, 3 pendaftaran, 4 penyaringan, 5 penetapan pasangan bakal calon, 6 rapat paripurna khusus tingkat I, 7 rapat paripurna khusus tingkat II, 8 penetapan pasangan calon terpilih, dan 9 pengiriman berkas pasangan calon terpilih untuk kepentingan pengesahan dan 10 pelantikan. 4 Untuk menilai apakah suatu proses pemilihan Kepala Daerah pada dasarnya sangat tergantung pada output dari proses tersebut yang berupa profil Kepala Daerah yang diharapkan. Gambar 7.1. Konteks Permasalahan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Maluku 74 Mendasarkan penjelasan di atas, maka dalam dikembangkan model proses pemilihan Kepada Daerah, seperti pada gambar 7.1. dibawah ini. Dari gambar 7.1. pada dasarnya proses atau tata cara pemilihan Gubernur dimulai dengan proses sosialisasi kepada publik rakyat untuk mendapatkan respon. Bentuk respon yang kemudiaan muncul berbentuk aspirasi baik yang disalurkan langsung kepada pihak eksekutif, legislatif, maupun Yudikatif atau melalui Kelompok Adat, LSM, Kelompok Kepemudaan dan atau melalui partai politik. Atas dasar aspirasi tersebut muncul berbagai tuntutan berkaitan dengan figur seorang Gubernur yang diharapkan dan dukungan yang diberikan terhadap figur calon tersebut. Disisi lain kebijakan itu sendiri mendapat penolakan terutama kepada lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal ini bisa eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Gambar 7.1. Tata Cara Proses Legitimasi Sumber : Petta, 2003:24 Dari kasus di atas, maka pengesahan pada dasarnya adalah upaya untuk memperoleh persetujuan publik. Pengesahan dapat berjalan dengan baik kalau ada kejelasan berkaitan dengan : 75 1 Pembentukan Mayoritas untuk mengambil dan mempengaruhi proses legitimasi. Hal ini terjadi karena pada dasarnya aktor legislator tidak semata-mata berperan sebagai legimator tetapi juga memiliki kebijakan lainnya. Karenanya di dalam proses atau tata cara penegsahan sangat tergantung pada persepsi, norma, informasi dan prasangka. Kondisi ini yang dapat membuat tidak diperolehnya legitimasi apabila persepsi, norma, informasi dan prasangka mengalami disorientasi dan sebaliknya menimbulkan kepatuhan. Namun apabila mendapat dukungan, maka ada dua jenis dukungan : a. Spesifik, datang dari sikap dan kecenderungan yang sesuai, dirangsang oleh hasil-hasil yang dirasa memenuhi tuntutan atau yang dapat mereka antisipasi, b. Tersebar berbentuk kewaspadaan atau itikad baik yang membuat para anggotanya mau menerima atau bertenggang rasa terhadap suatu hasil yang bertentanganmerugikan keinginan mereka. 2 Aktor siapa saja yang terlibat dalam proses legitimasi penting untuk dianalisis. Pemeran kebijakan dari institusi-institudi lain juga berperan sebagai legitimator. 3 Partisipasi langsung dimana warga masyarakat diberi kesempatan terbuka untuk terlibat untuk menyampaikan inisiatif terhadap usulan program. Hal ini perlu dilakukan karena pengesahan sangat tergantung pada kepercayaan dan kerjasama dengan pemerintahan, sinisme publik, kebanggaan atau kesetiaan, serta pandangan- pandangan terhadap perubahan. Kebijakan publik yang sudah memperoleh pengesahan dari publik pada dasarnya akan memperoleh kontrol berkaitan fungsi check and balance dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah publik, namun masalah kolusi antara lembaga eksekutif dan legislatif ini akan menjadi momok yang sulit diberantas. Karenanya perlu ada partisipasi untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan tersebut. Kontrol yang umumnya dilakukan terhadap kebijakan pemerintah adalah : 1 Kontrol langsung dari rakyat Kontrol rakyat dilakukan dalam berbagai cara baik berupa aksi demontrasi maupun melalui pemilhan umum. 2 Kontrol pers lokal Pers lokal umumnya digunakan sebagai wadah untuk menyampaikan berbagai aspirasi dalam menanggapi berbagai permasalahan yang muncul akibat adanya kebijakan pemerintah

7.2. Penganggaran Program Kebijakan Publik