Budaya dan Adat Istiadat Karo

3.1.3 Aksara Karo Huruf aksara Karo terdiri atas 21 huruf induk utama ditambah sisipan “Ketelengen” dan lain-lain. Aksara Karo ini digunkan untuk menuliskan bahan ramuan obat, mantra ilmu- ilmu gaib, ilmu tenun dan cerita-cerita. Umunya tulisan itu dibuat pada kulit kayu, bambu dan tulang hewan. Gambar Aksara Karo dapat dilihat pada gambar 3.1 Gambar 3.1 Aksara Karo Jadi induk huruf terdiri dari dua hruf pada tulisan dan bunyi latin. Huruf-huruf Karo semuanya berbunyi akhir dengan “a”, kecuali pada induk “i: dan “u”.

3.2 Budaya dan Adat Istiadat Karo

Dalam suku Karo terdapat budaya dan adat-istiadat. Adapun budaya itu adalah: 1. Tatanan kehidupan masyarakat Karo yang terikat di dalam suatu sistem, yaitu merga silima, tutur siwaluh dan rakut sitelu. 2. Peralatan hidup yang cukup lengkap. 3. Alat kesenian Karo yang beragam jenisnya. 4. Ragam busana yang berbagai jenis 5. Penentuan hari turun ke lading menanam padi, didasarkan kepada musim. Universitas Sumatera Utara 6. Nama-nama hari, seperti aditia,suma,nggara,dll 3.2.1 Tutur Siwaluh Menurut Tarigan 2007, unutk menunjukkan tingkatan kekerabatan didalam masyarakat Karo dikenal istilah ertutur. Ertutur ber-tutur adalah slah satu cirri orang Karo bila ia berkenalan dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Biasanya diawali dengan menanyakan marga, kemudian bere-beremarga ibu seseorang yang juga bisa dikaitkan dengan keluarga masing-masing mereka kenal, bahkan mungkin menanyakan trombosilsilah untuk mengetahui tingkat kekerabatan tersebut. Menurut hebri Guntur Tarigan, tutur adalah sebuah pemeo Karo yang berbunyi “Adi la beluh ertutur, labo siat ku japa pe”, yang berarti “kalau tidak pandai ber-tutur, takkan ada tempat kemana pun”. Namun, nampaknya pemeo ini akan lebih terasa pada masyrakat karo yang masih tinggal di pedesaan. Budaya ertutur dalam masyrakat Kato menurut Tarigan 2007, terdiri dari enam lapis. Berikut uni penjelasan dari keenam lapis proses ertutur yang dikenal di kalangan masyrakat Karo: 1. Marga Beru adalah nama keluarga yang diberikan diwariskan bagi seseorang dari nama keluarga ayahnya secara turun temurun bagi anak laki- laki. Sedangkan bagi anak wanita marga ayahnya disebut beru yang tidak diwariskan kepada anaknya kemudian. 2. Bere-Bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. 3. Binuang adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang suku Karo dari bere- bere ayahnya. Universitas Sumatera Utara 4. Kempu Perkempun adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari bere- bere ibu. 5. Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru yang dimiliki oleh nenek buyut nenek dari ayah 6. Soler adalah nama keluarga yang diwarisi dari beru empong nenek dari ibu 3.2.2 Kerja Tahun Merdang Merdem Mungkin suku-suku yang terdapat di Sumatera Utara, hanya orang Karo yang memiliki budaya kerja tahun Merdang Merdem. Merdang Merdem dillaksanakan setiap tahun, seperti layaknya peryaan tahun baruhari raya. Merdang Merdem ini merupakan ritus budaya peninggalan hindu, yang dilaksanakan sebelum menanam padi tiba. Dalam ritus ini dibuat penyembahan-penyembahan agar padi yang ditanam dan memberikan hasil yang mencukupi kebutuhan. Setelah masuknya agama baru Islam dan Kristen, pelaksanaan Merdang Merdem telah bergeser nilai-nilai religinya dan telah mendapatkan penekananan sebagai hari raya untuk silaturahmi keluarga untuk dapat berkunjung setiap tahun. 3.2.3 Mata Pencaharian Pada umunya masyrakat batak bercocok tanam padi di sawah dan lading. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap keluarga mendapat tanah tadi tatapi tidak bpleh menjualnya. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak Karo. Universitas Sumatera Utara 3.2.4 Kesenian Rumah Adat Rumah Adat orang KAro ini biasanya didiami oleh 8 kepala keluarga dan ada juga yang didiami 16 kepala keluarga. Tinggi rumha adapt ini sekitar 30 meter, beratapkan ijuk dan pada tiap muka dari atapnya dipasang tanduk kerbau. Rumah dengan panjang kurang lebih 16 meter dan lebar 10 meter di mana dipasng belahan kayu besar denga tiang-tiang kayu yang berukuran diameter 60 cm, dinding bagiab bawah agak miring kurang lebih 30 derajat, disertai ukiran-ukiran di sepanjang bagian dinding dan lain sebagainya yang agak rumit disertai pula pemasngan tali-tali ijuk di sepanjang dinding itu yang menggambarkank sjenis binatang melata seperti cicak. Pembuatan dari rumah adapt ini sendiri pun memakan waktu lama, sekitar satu sampai empat tahun. Pembuatannya dirancang oleh arsitektur kepala yang disebut “pande tukang”. Seni Ukir dan Pahat 1. Ukir cekili kammbing ialah hiasan pada bangunan rumah, tangkai pisau dan gantang beru-beru 2. ukir ipen-ipen ialah dibuatkan pada batang bamboo atau kayu yang dijadikan tempat sayuran daging. 3. Ukir embun sikawiten ialah bentuk awan yang berarak dan ini diukir pada petak, tangkai pisau dan gantang beru-beru. 4. Ciken adalah tongkat dari kayu dan tulang dimana ada pegangan tangan 5. Gung adalah gong yang terbuat dari tembaga, biasanya dipergunakan pada upacara-upacara adapt. Universitas Sumatera Utara 6. Penganak, bentuknya sama seperti gung tapi ukurannya lebih kecil. 7. sarune adalah serunai terbuat dari kayu, digunakan untuk upacara adapt dan pesta muda-mudi. 8. Belobat ialah beluat terbuat dari bamboo yang merupakan alat tiup. 9. Kateng-kateng terbuat dari seruas pohon bamboo yang berfungsi sebagai pengatur suara dalam suatu upacara. 10. Kecapi, alat petik menyerupai gitar dengan dua tali.

3.3 Tanya Jawab dengan Narasumber