BAB 3
BAHASA DAN BUDAYA KARO
3.1 Bahasa Karo
Bahasa  Karo  merupakan  salah  satu  bahasa  daerah  diantara  ribuan  bahsa  daerah  di nusantara. Sebagai bahasa daerah, bahasa Karo memiliki kekhasan dalam hal tata bahasa
dan  arti  kata.  Hal  itu  membedakannya  dari  bahasa  daerah  lain,  khususnya  bahsa  Batak lainnya.
Namun,  kekhasan  dan  kekuatan  bahasa  Karo  ini  masih  lebih  banyak  ditemukan dalam  wujud  lisan  daripada  tulisan.  Belum  banyak  dalam  bentuk tulisan  yang  sungguh-
sungguh lengkap dan menyeluruh. Bahasa  Batak  Karo  adalah  bentuk  bahasa  Austronesia  Barat  yang  digunakan  di
dareah Pulau Sumatera sebelah Utara pada wilayah Kepulauan Indonesia Dyen 1965:26. Istilah  Batak  sendiri  mengacu  pada  sekumpulan  suku  atau  kelompok  yang  memiliki
kaitan secara cultural Viner 1979:90. Bahasa asli  Karo disebut sebagai  “cakap karo” istilah dalam  bahasa karo” atau
bahasa  Karo  istilah  dalah  bahasa  Indonesia.  Berbeda  halnya  dengan  kaum  masyrakat Batak  lainnya,  masyarakat  Karo  belum  begitu  terpengaruh  oleh  bahasa  dan  budaya
masyarakat  batak lainnya. Selain dari kaum anak-anak dan usia lanjut, orang-orang Karo
Universitas Sumatera Utara
umunya  juga  menggunakan  bahasa  Indonesia  sebagai  bahasa  pengantar  dalam  bidang pendidikan dan komunikasi masyrakat luas.
Menurut Voorhoeve 1955:9, bahasa suku-suku Batak ini dapat dibagi ke dalam dua  kelompok  yang  masing-masing  memiliki  karateristik  mendasar  berbeda  satu  sama
lainnya.  Bahasa  Karo  memiliki  keterkaitan  erat  dengan  ketiga  bahasa  masyarakat  di sekitarnya,  yaitu  masyarakat Alas disebelah barat, masyarakat Pakpak di sebelah selatan
dan masyarakat Simalungun di sebelah timur. Dari perbandingan dengan mengambi; 207 pokok  perbendaharaan  kata  dari  bahsa  karo  dan  ketiga  bahasa  masyrakat  tetangga  ini
didapatkan persentase kesamaan perbendaharaan  kata sevara  berturut-turut yaitu sebesar 76  dengan  Alas,  81  dengan  Pakpak  dan  80  dengan  Simalungun.  Oleh  karena  itu,
bahsa  karo  pada  umunya  lebih  mudah  dipahami  oleh  orang  batak  Pakpak  dan  Alas dibandingkan dengan pemahaman bahasa Pakpak dan alas oleh orang Karo.
Di  dalam  masyarakat  Batak  Karo  sendoro  terdapat  berbagai  bentuk  perbedaan dialek  satu  sma  lain  yang  walaupoun  demikian  tidak  sampai  menghambat  pemahaman
satu  sama  lain.  Tarigan  dan  Tarigan  1979:3  mengidentifikasikan  sebanyak  tiga  dialek utama,  yaitu  dialek  Karo  Gunung-gunung  yang  digunakan  di  dataran  tinggi,  dialek
Kabanjahe  yang  digunakan  di  sebelah  timur  dataran  tinggi  serta  dialek  Jahe-jahe  yang digunakn di wilayah tanah Karo di Kabupaten Deli Serdang.
Dengan  berbagai  dialek  yang  ada,  hanya  dialek  Karo  timur  dataran  tinggi  yang tampaknya diterima oleh orang awam sebagai varian standar bahasa Karo oleh mayarakat
pada umunya. Kesimpulan ini didasarkan pada realita bahwa di tengah-tengah wilayah ini terletak kota kabanjahe yang merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara
3.1.1 Sastra Bahasa Karo 1. “Tabas” atau mantra adalah untuk para “guru si baso” dukun dan masyaeakat
awam jarang mengetahuinya. Umunnya tabas ini digunakan untuk mengobati orang sakit, upacara pemanggilan roh dan sebagainya.
2.  Pantun  dikenal  dengan  2  jenos  berupa  pantun  biasa  dan  pantun  berkias. Biasanya  dugunakan  untuk  golongan  muda-mudi  yang  sedang  pacaran,  orang  tua  yang
ingin  menyampaikan petuah dan nasehat atau bias juga dinyanyikan oleh para biduan di dalam acara pertunjukan kesenian tradisional.
3.  Perumpamaan  atau  tamsil,  menurut  Singarimbun,  perumpamaaan  Karo  ada yang  memakai  keterangan  dan  ada  pula  yang  tidak.  Keterenagna  itu  dapat  disebut  lebih
dahulu dan dibelakang. 4.  Turin-turin  atau  cerita  adalah  berbentuk  prosa  mengenai  berbagai  hal  sseperti
kesedihan, kesaktian, asal usul kampong, hewan, legenda, dll. 5.Cakep Lumat merupakan dialog diselang-selingi dengan pepatag, perumpamaan,
pantun dan gurindam yang dugunkana untuk sepasang kekasih untuk saling menggoda. 6.  Bilang-bilang  adalah  kata-kata  yang  dilagukan  atau  didendangkan  berupa
ratapan peleh orang bisanya kaum wanita yang sedang mengalami kemalangan. 7.  Ndung-ndungen  adalah  sejenis  puisi  tradisional  yang  hamper  sama  dengan
pantun  dalam  sastra  Melayu,  terdiri  dari  empat  baris,  dimana  dua  baris  pertama  adalah sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi.
8.  Ermangmang  adalah  bila  seseorang  “guru  si  baso”  atau  orang  lain mengucapkan pidato tanpa teks dihadapan kaum  kerabat  yang  menghadiri  suatu upacara
meisalnya memanggil arwah leluhur.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Peranan dan Kedudukan Bahasa Karo Bahasa Karo digunakan oleh masyarakat pemakainya terutama dalam
a. Pergaulan sehari-hari b. Upacara adat
Didalam kedua jenis kegiatan itu jelas terlihat peranan bahasa Karo  secara penuh. Masyrakat Karo mempunyai sikap positif terhadap bahsanya. Sikap positif ini tampaknya
benar-benar  lahir  atas  kesadaran  bahwa  tanpa  menggunakan  bahasa  Karo,  hubungan antara  si  pembicara  dengan  si  pendengar  terasa  kaku  atau  upacara  yang  disampaikan
dengan memakai bahasa lain dirasakan kurang mantap. Bahasa Indonesia akan digunakan apabila diantara mereka ada yang tidak mengerti bahasa Karo.
Dalam  pergaulan  sehari-hari  peranan  bahasa  Karo  sangat  fungisional. Pemakaianya  tidak  saja  terbatas  pada  suku  Karo,  tetapi  juga  oleh  suku-suku  pendatang.
Di  kantor-kantor  pemerintah  dan  swasta  dpergunakan  juga  bahasa  Karo.  Pegawai pemerintah yang memberikan penyuluhan atau penerangan kepada masyraakat desa juga
menggunakan bahasa Karo, disamping bahasa Indonesia. Dalam  upacara  adapt,  bahasa  Karo  sangat  berperan.  Apabila  dibandingkan
pemakaian  bahasa  Karo  sebagai  bahasa  pergaulan  sehari-hari,  penggunaan  bahasa  Karo pada  upacara  adat  memperlihatkan  corak  tertentu,  yaitu  adanya  variasi  yang  tampaknya
berbeda dari penggunaan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
3.1.3 Aksara Karo Huruf aksara Karo terdiri atas 21 huruf induk utama ditambah sisipan “Ketelengen” dan
lain-lain.  Aksara  Karo ini digunkan untuk  menuliskan  bahan ramuan obat, mantra ilmu- ilmu gaib, ilmu tenun dan cerita-cerita. Umunya tulisan itu dibuat pada kulit kayu, bambu
dan tulang hewan. Gambar Aksara Karo dapat dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Aksara Karo Jadi induk huruf terdiri dari dua hruf pada tulisan dan bunyi latin. Huruf-huruf  Karo
semuanya berbunyi akhir dengan “a”, kecuali pada induk “i: dan “u”.
3.2 Budaya dan Adat Istiadat Karo