Di Inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam huruf a maupun pada huruf b yang dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu.
Dokumen-dokumen tertulis hanya memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen dengan yang lain tidak sama.
Karenanya dilakukan pilihan-pilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan di Inggris tidak ada. Penulis Inggris yang akhirnya memilih
lembaga-lembaga mana dan hak asasi mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.” Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat
pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal,
Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal. Konstitusi terpendek adalah
Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
13
2. Hak Asasi Manusia
Tema Hak Asasi Manusia HAM walau baru dirumuskan secara eksplisit pada abad ke – 18, namun aspek hak asasi manusia telah dikenal sejak zaman
Yunani dengan permunculan teori hukum kodrat sekitar 600- 400 SM. Masalah HAM juga telah dibahas oleh beragam agama ratusan tahun lampau, seperti
Kristen sebagaimana termaktub dalam Alkitab dan Islam termaktub di dalam Al- Quran. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM adalah
dideklarasikannya Piagam Madinah Mitsaq al-Madinah atau dikenal juga
13
Ibid, hal 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan sebutan Konstitusi Madinah. Menurut Al-Sayyid Muhammad Ma’ruf al Dawalibi dari Universitas Islam Internasional Paris, seperti dikutip Nurcholish
Madjid, “yang paling menakjubkan dari semuanya tentang Konstitusi Madinah itu ialah bahwa dokumen itu memuat, untuk pertama kalinya dalam sejarah, prinsip-
prinsip dan kaedah- kaedah kenegaraan dan nilai-nilai kemanusiaan yang sebelumnya tidak pernah dikenal manusia”
14
Di Abad Reformasi dan Pencerahan, pribadi insan dalam hubungannya dengan penguasa memperoleh tempat yang lebih sentral dalam pemikiran hukum.
Filosof John Locke, misalnya, meletakkan dasar pengakuan hak fundamental manusia, yang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, dan harus dijamin oleh
Muhammad Hamidullah dalam Majmu’at al- Watsa’iq al- Siyasiyyah li al- ‘Ahd al-Khilafat al-Rasyidah kumpulan-kumpulan dokumen-dokumen Politik
pada masa Nabi dan al-Khulafa’ al –Rasyidun mengatakan bahwa Piagam Madinah sangat dikagumi para sarjana modern karena meletakkan prinsip
Kebebasan Beragama dan Berusaha ekonomi. Keberpihakan Islam terhadap HAM ini melalui Piagam Madinah dilanjutkan oleh Deklarasi Kairo The Cairo
Declaration of Human Rights in Islam pada 5 Agustus 1990. Deklarasi ini dinyatakan oleh 45 negara anggota Organisasi Konferensi Islam OKI, sebagai
hasil konferensi Islam di Kairo, Mesir, pada 31 Juli- 5 Agustus 1990. Pada intinya, Deklarasi Kairo menyatakan penghapusan diskriminasi berbasis ras,
warna kulit, bahasa, kepercayaan, jenis kelamin, agama, afiliasi politik, maupun status sosial dengan mendasarkan kepada Syariat Islam.
14
MK RI, Naskah Komprehensif Perubahan UUD 1945 Bagian 8, Jakarta: Sekretariat Jenderal MK-RI, 2008, hal 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penguasa. Pemikiran Locke berpengaruh besar terhadap kemajuan di bidang kodifikadasi HAM. Kodifikasi dimaksud antar lain adalah English Bill of Rights
tahun 1689, The United States Declaration of Independence tahun 1776, dan France Declaration Des Droits de I’homme et Du Citoyen tahun 1789.
Di Indonesia, perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia sudah dimulai sejak sebelum proklamasi kemerdekaan. Hal ini merupakan pendapat dari Bagir
Manan dalam bukunya Perkembangan pemikiran dan pengaturan HAM di Indonesia yang dikutip oleh Dahana Putra, yaitu :
15
1. Periode Sebelum Kemerdekaan 1905-1954 Sebagai organisasi pergerakan, Boedi Utomo menaruh perhatian terhadap
masalah HAM. Dalam konteks pemikiran HAM, Pemimpin Boedi Utomo memperlihatkan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi
yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun tulisan yang dimuat surat kabar Goeroe Desa. Selanjutnya, pemikiran HAM pada perhimpunan indonesia
banyak dipengaruhi oleh tokoh organisasi seperti Muhammad Hatta, AA Maramis dsb. Pemikiran HAM para tokoh lebih menitikberatkan pada hak untuk
menentukan nasib sendiri the right of self determination. Selanjutnya, serikat islam organisasi yang dimotori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis menekankan
pada usaha – usaha memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial.
Sedangkan pemikiran HAM dalam PKI sebagai partai paham Marxisme condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu alat produksi. Konsen
kepada terhadap HAM juga ada pada Indische Partij yang menyatakan bahwa hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapat perlakuan yang sama.
Sedangkan pemikiran HAM partai Nasional Indonesia mengedepankan hak memperoleh kemerdekaan. Adapun pemikiran HAM
dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan oleh M. Hatta setelah Partai Nasional Indonesia dibubarkan lebih menekankan hak politik yaitu
hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan dimuka hukum serta hak untuk turut
dalam penyelenggaraan negara. Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi perdebatan disidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo satu pihak
dengan M. Hatta dan M. Yamin lain pihak .
15
Dahana Putra, http:www.ham.go.iddownload.php?id=633359mod=1, diakses pada tanggal 13 Januari 2012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Periode Setelah Kemerdekaan 1945 – sekarang a Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM periode awal kemerdekaan masih menekankan hak untuk
merdeka self Determination hak kebebasan berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara konstitusi yaitu UUD 1945
dan prinsipkedaulatan rakyat dan berdasarkan atas hukumdijadikan sebagai sendi bagi penyelenggaraan Negara Indonesia Merdeka. Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada Rakyat untuk mendirikan partai politik. Pemerintah menyukai timbulnya partai politik karena dengan adanya partai poltik
dapat dipimpin kejalan yang teratur segala aliran yang ada dalam masyarakat. Pemerintah juga berharap partai tersebut telah tersusun sebelum
dilangsungkannya pemilihan Anggota Badan Perwakilan Rakyat pada Januari 1946. Hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan HAM adalah adanya
perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensil manjadi sistem parlementer sebagaimana tertuang dalam
b Periode 1950 – 1959 Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan periode Demokrasi Parlemen. Dalam pemikiran HAM di periode ini mendapat tempat di kalangan elit politik karena semangat, pemikiran dan
aktualisasi HAM periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “Bulan Madu” kebebasan.
Pertama : Semakin banyak tumbuh partai politikdengan beragam ideologinya masing – masing.
Kedua : kebebasan pers sebagai salah asatu pilar demokrasi menikmati kebebasannya.
Ketiga : pemilihan umum sebagai pilar lain demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair adil dan demokratis.
Keempat : Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan
melakukan kontrol yang semakin efektif. Kelima : Wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c Periode 1959 – 1966 Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
Demokrasi terpimpin sebagai reaksi soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer. Pada sistem ini Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpusat dan
berada ditangan presiden, akibat dari sistem demokrasi terpimpin presiden melakukan tindakan Inkonstitusional baik pada tatanan supra struktur politik
maupun dalam tatanan infrastruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM telah terjadi pemasungan Hak Asasi Masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik seperti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan fikiran dengan tulisan. Dengan kata lain telah terjadi sikap restriktif pembatasan yang ketat oleh
kekuasaan terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.
d Periode 1966 – 1998 Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto ada
semangat untuk menetapkan HAM dan telah diadakan berbagai seminar tentang HAM, salah satunya dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan
gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM. Pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah asia. Selanjutnya pada tahun 1968
diadakanseminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materi Judicial review dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam
rangka pelaksanaan TAP MPRS NO. XIVMPRS 1966, MPRS melalui panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang
HAM dan hak – hak serta kewajiban warga negara. Pada awal tahun 1970 sampai periode ahir 1980 an persoalan HAM di Indonesia mengalami kemunduran karena
HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemikiran elit politik pada masa ini diwarnai penolakan terhadap HAM sebagai produk barat dan
individualistik serta bertentangan dengan faham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah pada masa ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang restriktif terhadap HAM. Sikap Defensif ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM digunakan negara barat untuk
memojokan negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun fihak pemerintah mengalami kemandegan, pemikiran HAM terus ada dikalangan LSM dan
akademisi yang cocern terhadap penegakkan HAM. Upaya yang dilakukan masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi Internasional terkait dengan
pelanggaran HAM seperti kasus tanjung priok, kedung ombo dan sebagainya. Pada periode 1990 an memperoleh hasil yang menggembirakan karena pergeseran
strategi pemerintah dari represif dan depensif ke strategi akomodatif terhadap tuntutan penegakan HAM. Hal ini ditandai dengan dibentuknya KOMNAS HAM
berdasar KEPRES NO. 50 tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993 yang bertugas untuk memantau, menyelidiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat,
pertimbangan dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 termasuk hasil amandemen piagam PBB,
Deklarasi Unuversal HAM. Dampak sikap akomodatif pemerintah dan dibentuknya KOMNAS HAM sebagai lembaga independen adalah bergesernya
paradigma pemerintah terhadap HAM dari partikularistik ke Universalistik serta semakun kooperatifnya pemerintah terhadap upaya penegakan HAM di Indonesia.
Konstitusi Indonesia yang pertama yaitu UUD 1945 telah mencantumkan
pengaturan mengenai hak-hak asasi. Hak-hak asasi yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat dalam suatu piagam yang terpisah, tetapi tersebar dalam pasal
27-31. Pasal-pasal ini sangat terbatas jumlahnya dikarenakan dirumuskan secara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
singkat. Tidak cukup waktunya untuk membahas hak-hak asasi secara mendalam karena waktu yang mendesak. Selain itu, diantara Founding Fathers kita terdapat
perbedaan pendapat mengenai peranan hak-hak asasi di dalam negara demokratis. Pendapat-pendapat pada waktu itu banyak dipengaruhi oleh Declration des
droits de I’homme et du citoyen, yang dianggap sebagai sumber individualisme dan liberalisme. Oleh karena itu, dianggap bertentangan dengan asas kekeluargaan
dan asas gotong-royong. Mengenai hal ini Ir. Soekarno pada waktu itu menyatakan sebagai berikut : jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara
kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham Individualisme
dan liberalisme daripadanya. Sebaliknya Dr. Hatta berpendapat walaupun menyetujui prinsip
kekeluargaan, dan menentang individualisme dan liberalisme, namun tetap masih diperlukan hak-hak asasi manusia diatur oleh Undang-Undang Dasar agar
mencegah timbulnya negara kekuasaan machtstaat. Akhirnya, tercapailah pengaturan secara terbatas HAM diatur dalam Undang-Undang Dasar
3. Negara Hukum