Peran Lembaga PeradilanMahkamah Konstitusi

Banyaknya persoalan yang ditimbulkan akibat adanya perubahan Kedua UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu, adalah sebuah keniscayaan untuk segera diterbitkannya UU Mahkamah Konstitusi yang baru dan UU Pilkada yang nantinya akan menjadi rujukan komprehensif penyelenggaraan pilkada di seluruh Indonesia. Pengaturan lebih lanjut dalam kedua UU tersebut diharapkan dapat mengantipasi berbagai kendala yang mungkin muncul.

2. Peran Lembaga PeradilanMahkamah Konstitusi

Hakim Konstitusi M Laica Marzuki mengatakan, ketentuan dalam Undang- undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum telah memungkinkan Mahkamah Konstitusi MK memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Pilkada. Ada pengertian baru dalam memandang Pilkada dalam Undang-Undang itu, ujarnya di depan audiens dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jum ’at 17 lalu. Pendapat Laica ini menengok pada amanah Konstitusi, tepatnya pada Pasal 24 C Ayat 1 UUD 1945. Pasal itu memang memberikan kewenangan pada MK untuk memutus perselisihan hasil Pemilu. Dalam produk UU anyar itu, ujarnya, Pilkada sudah dianggap sebagai general election, sehingga masuk ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi MK untuk memutus jika terjadi persengketaan. Sayangnya, menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan mewasiti perseteruan hasil Pilkada itu masih ada di tampuk kuasa Mahkamah Agung MA.Pendapat Laica ini berhulu pada peristiwa sengketa hasil Pilkada di Depok 2005 silam. Sengketa hasil Pilkada untuk pemilihan walikota itu Universitas Sumatera Utara telah merembet pada pertikaian antara dua massa pendukung partai besar pengusung calon. Kejadian itu, oleh para pakar tatanegara dianggap bakal berimplikasi pada sistem ketatanegaraan secara luas.Namun keyakikan pribadi Laica ini menimbulkan pertanyaan dari Widodo, salah seorang pengajar hukum tata negara dari Universitas Al-Azhar. Dengan adanya kewenangan itu, maka akan terjadi dualisme kewenangan sebab masih ada norma lain mengatakan bahwa sengketa itu ada di tangan MA. Nantinya akan terjadi dualisme kewenangan dari dua lembaga berbeda, ujarnya. 50 Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya memiliki karakter tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa. 51 Keputusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Judicial review. 52 Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada umunya menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun dengan pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan- pengadilan lainnya. Oleh karena terjadinya praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan 50 Hukumonline.com, didownload rabu 22 april 2009 51 Hal ini disebabkan oleh karena adanya sifat kepentingan umum yang tersangkut di dalamnya, meskipun andaikata permohonan hanya diajukan oleh seseorang atau individu tertentu. 52 Perbedaan kewenangan antara Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung dalam hal Judicial Review yaitu dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar harus dimohonkan kepada Mahakamah Konstitusi, sedangkan pengujian seluruh peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung. Universitas Sumatera Utara kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam praktek hukum acaranya. Hanya saja jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana dan TUN dengan aturan hukum acara perdata maka secara mutatis mutandis juga aturan hukum acara perdata tidak akan diberlakukan. Meskipun aturan ini tidak dimuay dalam UU Mahakamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi PMK, baik sebelum maupun sesudah praktek yang merujuk undang- undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan