Competitive Strategy of Leather Industries in Manding Central Leather Industries, Bantul Residence

(1)

STRATEGI BERSAING INDUSTRI KULIT DI SENTRA

INDUSTRI KULIT MANDING KABUPATEN BANTUL

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Diklusari Isnarosi Norsita


(3)

ABSTRACT

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA. Competitive Strategy of Leather Industries in Manding Central Leather Industries, Bantul Residence. Supervised by SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN.

Since 1979, Manding is the center of the leather industries which is well-known by the people of Yogyakarta. Currently, Manding leather industries have decreased the competitiveness. This is characterized by the reduction number of export, the amount of production and the amount of annual sales. The purposes of this study were: (1) to formulate a strategy to raise the competitiveness. (2) to determine the priority strategies in enhancing the competitiveness of the leather industries in Manding. The tools used to analyze the data were the IFE matrix, EFE matrix that assisted by Porter’s Five Forces Model analysis, IE matrix, SWOT matrix, and QSPM matrix. The internal environment factors which influenced the company‟s strength consist of satisfied quality product; the big name of Manding; and the availability of raw materials. Meanwhile, the weaknesses of the industry were caused by the limitation of business network; low education of the workers; and problems of showroom. The external factor that increasing the opportunies in the industry was the impression of manding leather products are exotic, elegant and exclusive. From the quesioner we found that one of the popular product is stingray leather products In addition, the government also supported this by Ministry of Industry, ATK, and BBPPK. On the other hand, the external factors that threaten the industry were the existence of similar leather industries in vary scales; increase in fuel; and competition with substitute products. Prioritized strategies in enhancing the competitiveness of the leather industry Manding based on QSPM matrix in this studywere: (1) an Internet-based marketing, the applications could be website making, join in the tradingforum, as well as the use of social media as a promotional tool and online transactions. (2) Provide the product knowledge and product trademarks. These mean for promotion, capture loyal customers, and expand the network marketing cooperation. (3) Optimize the function of the Manding craftsmen community. The craftsmen association namely Setyo Rukun expected to motivate and coordinate the craftsmen being active following the exhibition and to improve the ability to innovate products and administrative guidancefor SMEs (Small and Medium Entities). As a results, these strategies are considered to cope the main issues in marketing and financial capital. Thus, by solving these expected to be able to improve the competitiveness in Manding leather industry center.


(4)

(5)

RINGKASAN

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA. Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN.

Manding merupakan sentra industri kulit yang sudah dikenal oleh masyarakat Yogyakarta sejak tahun 1979. Saat ini industri kulit di Manding mengalami penurunan daya saing, hal ini ditandai dengan penurunan jumlah produksi dan jumlah penjualan tahunan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya; (2) menentukan strategi prioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit di Manding. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks IFE, matriks EFE dengan analisis lingkungan industri Five Force’s Competitor, matriks IE, matriks SWOT, dan matriks QSPM. Penelitian ini dilaksanakan pada industri kulit di sentra industri kulit Manding, Kabupaten Bantul.

Faktor internal yang menjadi kekuatan industri kulit di Manding adalah mutu produk memuaskan (0.363); nama besar manding, desa wisata (0.341); terjaminnya ketersediaan bahan baku (0.260); lokasi usaha yang strategis (0.255); produk unik sesuai pesanan (0.217); harga produk lebih murah (0.204); dan suasana kekeluargaan yang kental dalam bisnis (0.127). Kelemahan industri adalah jaringan kerjasama terbatas (0.198); tingkat pendidikan rendah (0.174); permasalahan showroom (0.135); keterbatasan modal, sarana prasarana umum (0.124); promosi kurang agresif (0.102); inovasi desain produk rendah (0.071); dan tidak ada merk dagang (0.064). Faktor eksternal yang menjadi peluang industri kulit di manding adalah kesan produk kulit yang eksotis, elegan, exclusive (0.279); dukungan pemerintah (Kementerian Perindustrian, ATK, BBPPK) (0.263); produk kulit pari yang sedang digemari (0.227); produk sepatu, jaket, tas merupakan kebutuhan pokok (0.173); jumlah penduduk meningkat (0.121); ketersediaan kredit bagi IKM (0.109); dan teknologi informasi (0.096). Faktor ancaman yang harus dihadapi adalah keberadaan perusahaan sejenis (0.192); kenaikan BBM (0.173); adanya produk substitusi (0.167); bahan baku relative mahal (0.148); kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli (0.145); bahan baku impor lebih bermutu (0.136); dan mudahnya pemain baru masuk (0.134).

Strategi yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan untuk peningkatan daya saing adalah melakukan pemasaran berbasis internet; pemberian informasi produk dan merk dagang; dan mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin manding; menjalin kerjasama dengan pihak travel agen pariwisata: tetap menjaga mutu produk dengan harga bersaing; memproduksi produk kulit yang unik dan dalam jumlah terbatas; pengembangan produk kulit ikan pari yang sedang digemari masyarakat; mendirikan showroom milik bersama serta menambahan area parkir dan fasilitas umum.


(6)

Strategi yang diprioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit Manding, berdasarkan matris QSPM adalah melakukan pemasaran berbasis internet, dengan jumlah skor total daya tarik 9,442; pemberian informasi produk dan merk dagang, dengan jumlah skor total daya tarik 8,901; mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin manding, dengan jumlah skor total daya tarik 7,644. Ketiga strategi tersebut dinilai mampu mengatasi permasalahan utama pengrajin kulit di Manding yaitu permasalahan pemasaran serta permasalahan permodalan, sehingga dengan teratasinya permasalahan utama dinilai mampu meningkatkan daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

STRATEGI BERSAING INDUSTRI KULIT DI SENTRA

INDUSTRI KULIT MANDING KABUPATEN BANTUL

DIKLUSARI ISNAROSI NORSITA

Te sis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

(10)

(11)

Judul Tesis : Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding

Kabupaten Bantul. Nama : Diklusari Isnarosi Norsita NRP : F351107251

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukardi, M.M. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng. Ketua

Angg ota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul.

Penulis Menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat tersusun karena bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sukardi, M.M. sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng. sebagai dosen pembimbing II yang tiada henti memberikan bimbingan dan kritik positif kepada penulis, serta Bapak Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. sebagai dosen penguji atas saran yang membangun bagi penulis. Disamping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pengelola sentra industri kulit Manding sebagai objek kajian penelitian.

Ungkapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada orang tua terkasih, serta seluruh keluarga atas dukungan yang tidak terhingga. Kepada rekan-rekan TIP 2010 penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan, serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama menjalankan penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian.

Bogor, Agustus 2012


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Januari 1986 dari pasangan Bambang Guntoro dan Siti Kistiyah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2004 di SMUN 8 Yogyakarta. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, lulus pada tahun 2008. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa pendidikan dari BPPS pada tahun 2010 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja sebagai asisten dosen di Program Studi Diploma III Agroindustri Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN ………...

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 4

1.3.Tujuan Penelitian... 5

1.4.Ruang Lingkup Penelitian... 5

1.5.Manfaat Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Strategi Bersaing…... 7

2.2.Formulasi Strategi... 13

2.3.Penelitian Terdahulu... 27

2.4.Kerangka Pemikiran……… 30

METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Prosedur Penelitian... 31

3.2.Jenis dan Sumber Data... 34

3.3.Teknik Pengumpulan Data dan Informasi……….. 36

3.4.Metode Pengolahan dan Analisis Data………... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum ………... 45

4.2. Gambaran Industri Kulit Manding ………. 49

4.3. Analisa Lingkungan Internal dan Eksternal ……… 59

4.4. Perumusan Strategi ……… 95

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….. 115


(16)

DAFTAR PUSTAKA... 117

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah produksi tahunan industri kulit di Manding ………… 2

Tabel 2 Jumlah penjualan tahunan industri kulit di Manding ……….. 3

Tabel 3 Penilaian bobot faktor strategis dengan metode Pairwise Comparison……… 38 Tabel 4 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)……… 39

Tabel 5 Bobot lingkungan jauh ………. 39

Tabel 6 Bobot lingkungan industri ……….. 40

Tabel 7 Matriks External Factor Evaluation (EFE)……… 42

Tabel 8 Format dasar matriks IE ……… 42

Tabel 9 format dasar matriks SWOT………. 43

Tabel 10 format dasar QSPM …………..……….. 44

Tabel 11 Definisi dan kriteria teknis jenis kulit ………... 47

Tabel 12 Perbedaan kulit mentah dan kulit tersamak ……… 48

Tabel 13 Hasil evaluasi faktor internal perusahaan (IFE) ………. 71

Tabel 14 Rekapitulasi kuesioner lingkungan remote ………. 74

Tabel 15 Rekapitulasi kuesioner lingkungan industri ………... 78

Tabel 16 Penilaian persaingan industri kulit ………. 84

Tabel 17 Hasil evaluasi faktor eksternal perusahaan (EFE) ………….. 93

Tabel 18 Matriks Internal-Eksternal (IE) industri kulit di Manding …. 96 Tabel 19 Perumusan strategi industri kulit manding dengan matrik SWOT……….. 98 Tabel 20 Matriks QSPM ……… 105


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter, 1998) ……… 11

Gambar 2 Kerangka kerja analisis untuk perumusan strategi……….. 13

Gambar 3 Lingkungan Eksternal dan lingkungan Internal……… 15

Gambar 4 Porter’s five Model of Competitions……… 20

Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian………. 30

Gambar 6 Diagaram alir penelitian……….. 32


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil penilaian kekuatan dan kelemahan oleh masing-masing pakar

……….. 121

Lampiran 2 Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing pakar

…… 122

Lampiran 3 Daftar produk sentra industri kulit Manding

………. 123

Lampiran 4 Daftar pesaing sentra industri kulit Manding

……….. 124

Lampiran 5 Kuesioner identifikasi faktor internal dan eksternal

……… 125

Lampiran 6 Kuesioner identifikasi permasalahan, faktor internal, dan faktor eksternal di industri kulit Manding pakar

………

131

Lampiran 7 Penjelasan parameter faktor eksternal

……… 137

Lampiran 8 Kuesioner kepada konsumen produk kulit Manding

……… 142

Lampiran 9 Kuesioner penentuan bobot dan peringkat faktor internal dan faktor eksternal

………

145

Lampiran 10 Kuesioner penilaian daya tarik (AS) strategi terhadap faktor-faktor strategis untuk penyusunan QSPM

………

150

Lampiran 11 Kuesioner validasi strategi

……… 152

Lampiran 12 Contoh toko online pesaing

……….

154

Lampiran 13 Contoh forum jual beli online

………


(19)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011), kontribusi industri terhadap PDB Indonesia tahun 2000-2010, sektor tekstil, barang kulit dan alas kaki menduduki posisi keempat terbesar dengan persentase 8,97%. Industri barang dari kulit dan alas kaki saat ini merupakan satu dari empat sektor industri manufaktur Indonesia yang mengalami penguatan; tiga sektor lainnya yakni industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau, serta industri furnitur dan pengolahan lainnya. Menurut Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011), produk kulit merupakan termasuk dalam sepuluh komoditi potensial, dengan negara tujuan ekspor antara lain Hongkong, India, Cina, Vietnam, Jerman, Singapura, Italia, Korea, Malaysia, Thailand, Spanyol, Taiwan, Kamboja, Jepang, Afrika Selatan, Sri Langka, Perancis, Pilipina, Amerika Serikat, Austria. Dengan demikian, sektor industri kulit merupakan industri yang menjanjikan bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor industri kulit sangat potensial untuk dikembangkan agar mampu menjadi salah satu industri yang diunggulkan Indonesia.

Industri kulit merupakan salah satu industri kerajinan yang terbukti mampu memberikan sumbangan pada nilai eksport Kabupaten Bantul dan juga memberikan kesempatan kerja dan menjadi gantungan sumber pendapatan bagi berbagai industri rumahan. Dalam laporan tahunan “Bantul Dalam Angka 2010” (BPS Bantul, 2010), sektor industri kulit mampu menyerap tenaga kerja 5.728 orang dalam berbagai skala


(20)

unit usaha. Peran industri kulit sangat dirasakan dalam tata kehidupan masyarakat Kabupaten Bantul dikarenakan merupakan industri yang telah turun menurun serta sebarannya yang hampir merata di seluruh wilayah, khususnya di Desa Sabdodadi, Kecamatan Bantul.

Sentra Industri kulit Manding merupakan satu satunya sentra penghasil berbagai produk berbahan dasar kulit hewan di Kabupaten Bantul. Produk yang dihasilkan adalah jaket, sepatu, sandal, dompet, wayang, tas, topi, sabuk, gantungan kunci, kipas, serta hiasan kulit lainnya. Produk kulit di Manding tidak hanya menggunakan bahan kulit sebagai bahan kerajinan, tetapi juga memadukan kulit dengan bahan baku lain seperti serat alam pandan, mendong, enceng gondok, agel dan lidi. Masyarakat Manding menggeluti industri kulit sejak tahun 1979, hingga saat ini Manding dikenal sebagai sentra industri kulit di Yogyakarta, yang produknya mampu menembus pasar nasional seperti Jakarta, Solo, Semarang dan Bali, bahkan menembus pasar ekspor seperti Spanyol dan Australia (BPS Bantul, 2011).

Persaingan bisnis pada industri kulit dirasa semakin ketat oleh para pelaku industri kulit di Manding. Indikator penurunan daya saing industri kulit di Manding terlihat jelas dengan penurunan jumlah produksi serta jumlah penjualan. Lima dari tiga puluh industri kulit di Manding, Kabupaten Bantul yang ditunjuk sebagai sampel, tercatat mengalami penurunan jumlah produksi dan jumlah penjualan selama lima tahun terakhir. Penurunan jumlah produksi lima industri kulit di Manding terlihat pada Tabel 1, sedangkan Tabel 2 menunjukan penurunan jumlahnya.

Tabel 1 Jumlah produksi tahunan industri kulit di Manding

Industri

Tahun

Item 2007 2008 2009 2010 2011

1. Sely Kusuma 20.868 21.294 20.280 15.600 12.000 Dompet Koin

2. Dwi Jaya 9.779 9.979 9.504 8.640 7.200 Sepatu Dewasa dan Anak

3. Laras 3.887 3.811 3.629 3.330 3.000 Tas, Jaket


(21)

5. Anda 9.783 9.686 9.225 7.380 6.000 Sabuk, Tas Dompet Sumber: Olah data hasil kuesioner

Tabel 2 Jumlah penjualan tahunan industri kulit di Manding

Industri Tahun

2007 (Rp.106)

2008 (Rp.106)

2009 (Rp.106)

2010 (Rp.106)

2011 (Rp.106) 1. Sely Kusuma 250.42 255.52 243.36 187.20 144.00 2. Dwi Jaya 335.96 332.64 316.80 288.00 240.00 3. Laras 233.24 228.67 217.78 199.80 180.00 4. Wenys 271.79 261.33 258.75 225.00 180.00 5. Anda 195.66 193.72 184.50 147.60 120.00 Sumber: Olah data hasil kuesioner

Pengusaha industri kulit di Manding sebagian besar berskala industri kecil dan menengah bahkan industri mikro. Persoalan umum yang dihadapi industri kulit di Manding adalah pemasaran, permodalan, serta rendahnya ketrampilan tenaga kerja. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi desain atau model produk, serta masih kurangnya kegiatan promosi yang dilakukan. Masalah modal disebabkan kesukaran dalam administrasi pengajuan pinjaman ke bank, tidak memiliki agunan untuk peminjaman modal, serta tingginya harga bahan baku yang meningkat sesuai dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang


(22)

dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.

Persaingan industri kulit sejenis dirasa sangat kuat, industri kulit Manding bersaing dengan industri kulit Cibaduyut, Mojokerto, Tanggulangin, dan Garut memperebutkan segmen pasar yang sama. Secara mutu dan harga produk Manding cukup bersaing, hanya saja model produk kurang bervariasi, promosi sangat minim dan jaringan kerjasama pemasaran yang sempit. Permasalahan ini juga terlihat dari saran konsumen yang banyak menyinggung kurangnya inovasi model produk yang sesuai trend, serta masih minimnya informasi yang didapatkan tentang produk-produk industri kulit Manding di media cetak maupun media internet. Variabel model dan warna terkait dengan pengembangan atau inovasi desain produk menunjukan bahwa variabel model dan warna produk kulit Manding diluar harapan konsumen, sehingga sangat penting untuk diperbaiki. Permasalahan di Manding juga diungkap oleh Tobing (2009) dimana hanya 30% pengrajin yang mendapatkan pinjaman modal dari bank, sedangkan 70% mengandalkan modal sendiri dari hasil penjualan tanah atau ternak. Ini disebabkan administrasi peminjaman modal dibank dirasa rumit, bunga pinjaman dinilai cukup tinggi, serta pengrajin umumnya tidak memiliki agunan untuk peminjaman

Hasil survey yang dilakukan dinas perindustrian Kabupaten Bantul kepada seluru pengrajin kulit Manding yang berjumlah 30 orang,diperoleh hasil yaitu 51,1% pengrajin memiliki permasalahan dalam hal pemasaran, 28,9% memiliki permasalahan permodalan, 20% permasalahan lain-lain. Permasalahan lain-lain umumnya menyangkut kurangnya tenaga kerja terampil. Promosi yang dilakukan pelaku industri kulit Manding masih sangat minimal, yaitu melalui kartu nama, dan terkadang mengikuti pameran yang diselenggarakan Pemerintah daerah Bantul. Media internet masih belum digunakan. Dari segi pendidikan 56 % pengrajin berpendidikan SD 6,6% berpendidikan SLTA 30% berpendidikan SMA dan sisanya berpendidikan diatas SMA.


(23)

Penguasaan pengetahuan mengenai pemahaman lingkungan internal dan eksternal merupakan faktor penting untuk mendongkrak daya saing. Pemahaman lingkungan internal adalah menyadari dan mengoptimalkan kekuatan serta meminimalkan kelemahan, serta pemahanan lingkungan eksternal berupa mengetahui dan tahu bagaimana memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah strategi bersaing yang diformulasikan dari analisis kondisi internal dan eksternal bisnis saat ini yang mampu meningkatkan daya saing industri kulit Manding. Dengan meningkatnya daya saing industri diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi dan jumlah pendapatan pengusaha industri kulit di Manding, sehingga industri kulit di Manding lebih maju.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah terjadi penurunan jumlah produksi dan penjualan tahunan industri kulit di Manding disebabkan oleh permasalahan pemasaran, permodalan serta rendahnya keterampilan tenaga kerja dalam mengelola bisnis. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi desain produk, serta kurangnya kegiatan promosi. Masalah modal disebabkan kesukaran administrasi pengajuan pinjaman, tidak memiliki agunan pinjaman, serta tingginya harga bahan baku. Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang relative rendah, kurangnya pelatihan, serta sifat pasif tenaga kerja dalam berinovasi dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

(1) Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya.


(24)

(2) Menentukan strategi prioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit di Manding.

1.4.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor eksternal meliputi faktor ekonomi; faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan; faktor pemerintah dan hukum; faktor teknologi; serta faktor kompetitif. (2) Menganalisis faktor internal meliputi faktor manajemen; faktor pemasaran; faktor akuntansi; faktor produksi; dan faktor pengembangan. (3) Analisis faktor tersebut untuk menentukan peluang; ancaman; kekuatan; dan kelemahan yang dimiliki industri kulit di Manding. (4) Memformulasikan strategi bersaing industri kulit di Manding berdasarkan faktor eksternal dan internal menggunakan analisis SWOT. (5) Menentukan strategi bersaing yang diprioritaskan menggunakan analisis QSPM. (6) Implementasi strategi yang direkomendasikan diluar lingkup penelitian.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pengelola Sentra Industri Kulit Manding dalam penentuan strategi peningkatan daya saing, sehingga industri kulit di Manding lebih maju. Indikasi tingkat kemajuan terlihat dari peningkatan jumlah produksi dan peningkatan jumlah penjualan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan masukan mengenai metode atau tata cara menyusun strategi bersaing.


(25)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Bersaing

Pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Suatu strategi mempunyai skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Kata strategi berasal dari

bahasa Yunani „strategos‟ atau „strategus‟ dengan kata jamak strategi (stratos =

tentara atau militer, dan ag = memimpin) yang berarti seni berperang. Definisi lebih lengkap untuk orang Yunani, strategi adalah ilmu perencanaan dan pengarahan sumberdaya untuk operasi secara besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi siap yang paling menguntungkan sebelum melakukan penyerangan terhadap lawan. Secara umum dapat didefinisikan bahwa, strategi itu adalah rencana tentang serangkaian manuver, yang mencakup seluruh elemen yang kasat mata maupun tidak, untuk menjamin keberhasilan mencapai tujuan (Hutabara dan Huseini 2006).

Dalam perkembangannya, konsep mengenai strategi memiliki perbedaan pandangan atau konsep selama 30 tahun terakhir. Steiner dan Miner (1977) menyatakan, strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Namun, menurut Andrews (1980), strategi adalah kekuatan


(26)

motivasi untuk stakeholders, seperti debtholders, manajer, karyawan, konsumen, komunitas, pemerintah, dan sebagainya yang baik secara langsung maupun tidak langsung menerima keuntungan atau biaya yang ditimbulkan oleh semua tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Jauch dan Glueck (1995) menyebutkan bahwa, strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir (sasaran). Menurut Porter (1995), strategi adalah alat yang paling penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Menurut Pearce dan Robinsin (2004), strategi mencerminkan keperdulian perusahaan tentang bagaimana, kapan dan dimana perusahaan harus berkompetisi (bersaing) ; dengan siapa harus bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing. Rangkuti (2004) menyebutkan bahwa, strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Barney (2007) menyatakan bahwa, strategi adalah bagaimana perusahaan dapat mencapai tingkat kerja yang tinggi di market dan industri di perusahaan beroperasi. David (2009) menyatakan, strategi merupakan sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi, dan usaha patungan. Strategi memiliki konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan.

Wahyudi (1996) menyatakan bahwa, strategi adalah suatu alat untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi memiliki sifat antara lain : menyatu (unified), yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan; menyeluruh (comprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan; integral (integrated), yaitu seluruh strategi akan cocok/sesuai dari seluruh tingkatan (corporate, business dan functional). Suatu strategi yang efektif akan memberikan


(27)

tiga manfaat bagi perusahaan, yakni (1) sebagai sumber perolehan ekonomi, (2) menyediakan kerangka untuk alokasi sumber daya, dan (3) keputusan-keputusan perusahaan berkenaan dengan masalah manajemen dan organisasi (Walker, 2004)

Berdasarkan pandangan dan konsep-konsep di atas dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu alat dalam mengelola segala unsur yang terkandung di perusahaan atau organisasi tersebut untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun.

Menurut Dirgantoro (2002), Indonesia harus memiliki competitive advantage

agar dapat bersaing dengan negara-negara lain di dunia ini, sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang disegani baik di kawasan Asia Tenggara, Asia, maupun dunia. Oleh karena itu, Indonesia harus menggali seluruh kemampuan yang ada serta sumber daya yang dipunyai yang dapat digunakan sebagai senjata dalam menghadapi persaingan global.

Keunggulan bersaing (competitive advantage) didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingannya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lainnya tidak dapat atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya (David, 2009). Barney (2007) mengungkapkan bahwa keunggulan bersaing adalah suatu kondisi perusahaan mampu menciptakan nilai ekonomi yang lebih dibandingkan dengan perusahaan kompetitiornya, sedangkan secara sederhana nilai ekonomi merupakan perbedaan antara perolehan manfaat yang dirasakan oleh konsumen yang membeli produk atau jasa perusahaan tersebut dengan total biaya ekonomi dari produk atau jasa yang dibeli. Lebih singkat lagi, Walker (2004) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing adalah tujuan dari pemikiran strategik dan fokus utama dari wirausaha yang sukses. Menurut Hariyadi (2004), daya saing adalah kemauan untuk bersaing dengan competitor atau pesaing. Tingginya daya saing dapat dilihat dari kontinuitas produksi, peningkatan permintaan, peningkatan penjualan, peningkatan pangsa pasar, dan peningkatan nilai ekspor.


(28)

Keunggulan bersaing terjadi pada saat perusahaan mampu menyampaikan manfaat seperti pesaing-pesaingnya tetapi dengan biaya yang lebih rendah (cost advantage) atau menyampaikan manfaat melebihi dari produk yang berkompetisi (differentiation advantage), maka keunggukan bersaing memungkinkan menjadikan suatu perusahaan menciptakan nilai superior bagi konsumen-konsumennya dan keuntungan superior bagi perusahaan itu sendiri. Keunggulan bersaing diciptakan dengan menggunakan sumberdaya dan kemampuannya untuk mencapai struktur biaya dari usahanya yang lebih rendah, maupun kemampuannya untuk mendiferensiasi usaha atau produk dari para pesaingnya (Pearce dan Robinson, 2004).

Menurut Porter (1997) terdapat dua tipe dasar keunggulan bersaing, yakni (1) keunggulan biaya (cost advantage), (2) keunggulan diferensiasi (differentiation advantage). Keunggulan biaya dan diferensiasi ini dapat dikenal sebagai keungulan posisi (position advantage) pada saat keduanya menggambarkan posisi perusahaan di industri sebagai pemimpin pada biaya dan diferensiasi. Keputusan penting lainya adalah bagaimana luas atau sempitnya segmen pasar yang dituju. Porter (1997) membentuk matrik dengan menggunakan cost advantage, differentiation advantage

serta luas dan sempitnya fokus untuk mengidentifikasi strategi-strategi generik, sehingga perusahaan dapat meneruskan penciptaan dan pelanggengan keunggulan bersaing. Ada tiga jenis keunggulan bersaing, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Untuk mencapai keunggulan biaya perusahaan harus bersiap menjadi produsen berbiaya rendah dalam industrinya, memiliki cakupan yang luas dan banyak segmen, bahkan beroperasi dalam industri terkait. Sumber tersebut mungkin mencakup : pengejaran skala ekonomis, teknologi milik sendiri, dan akses bahan mentah. Keunggulan diferensiasi mengharuskan perusahaan menjadi “unik” dalam industrinya yang secara umum, sehingga perusahaan dihargai karena keunikannya. Cara melakukan diferensiasi berbeda untuk tiap industri dan pada umumnya dapat didasarkan pada produk, sistem penyerahan, dan pendekatan pemasaran. Strategi fokus meliputi pemilihan segmen dalam indutri, dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan dari segmen tersebut secara lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.


(29)

Comparative advantage atau keunggulan komparatif, konsep pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad 19. Kata kuncinya adalah

“comparative” yang diartikan sebagai “relative”. Untuk lingkup perusahaan, secara

sederhana keunggulan komparatif dapat diartikan sebagai berikut, perusahaan seharusnya berfokus menghasilkan produk yang apabila diproduksi sendiri relative lebih efisien dan member keuntungan kepada perusahaan, sedangkan yang tidak memberi keuntungan sebaiknya jangan dilakukan sendiri, misalnya disubkontrakkan. Keunggulan bersaing, berkembang dari nilai yang mampu diciptakan perusahaan untuk pembelinya yang mampu melebihi biaya perusahaan dalam menciptakannya. Nilai adalah apa yang pembeli bersedia bayar, sedangkan nilai unggul berasal dari tawaran harga yang lebih rendah daripada pesaing.

Pendekatan yang lazim digunakan untuk mengukur daya saing adalah

berdasarkan teori Porter (1997) dalam buku yang berjudul “the Competitive Advantage of Nation” yang dikenal dengan teori model Berlian Porter. Model Berlian

Porter dapat dilihat pada Gambar 1. Daya saing dapat diukur melalui enam kriteria yang menyebabkan perusahaan dapat berkompetisi sehingga menghasilkan suatu keuntungan persaingan, keenam kriteria tersebut adalah: (1) Faktor kondisi, adalah posisi suatu bangsa dalam faktor produksi, SDA, tingkat biaya produksi, IPTEK dan infrastruktur. (2) Kondisi pemintaan, adalah kodisi permintaan rumah tangga terhadap produk industri dan jasa, dan kemampuan mendokumentasi permintaan tersebut. (3) Industri sejenis dan pendukung, merupakan kehadiran atau ketidakadaan industri yang menyediakan bahan pendukung dan industri sejenis (kompetisi). (4) Strategi, struktur, dan persaingan industri, adalah kondisi industri dalam mengkreasi, mengorganisasi, dan mengelola, serta bentuk persaingan domestik yang ada. (5) Kebijakan dan dukungan pemerintah, pemerintah dapat mempengaruhi semua atribut secara positif ataupun negative melalui kebijakan. (6) Peluang-peluang eksternal, peluang ini merupakan peristiwa yang terjadi di luar kapasitas perusahaan dan berpengaruh terhadap daya saing produk.


(30)

Strategi, struktur, dan persaingan industri

Kondisi pemintaan Faktor kondisi

Industri sejenis dan pendukung

Peluang-peluang eksternal Kebijakan dan dukungan

pemerintah

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter, 1997)

Umumnya, sebuah perusahaan mampu untuk mempertahankan keunggulan kompetitif hanya untuk periode tertentu karena ditiru pesaing dan melemahnya keunggulan tersebut. Sebuah perusahaan tidaklah cukup untuk memiliki keunggulan kompetitif. Perusahaan harus berusaha untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) dengan (1) secara terus- menerus beradaptasi dengan tren dan kejadian eksternal serta kemampuan, kompetensi, dan sumber daya internal; dan dengan (2) secara efektif memformulasikan, mengimplementasi, dan mengevaluasi strategi yang mengambil keuntungan dari faktor-faktor tersebut. Menurut Rangkuti (2004), proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi disebut sebagai perencanaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar organisasi atau perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.

David (2009) mendefinisikan manajemen strategi sebagai seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuannya. Bahkan, manajemen strategis adalah proses melalui mana organisasi dapat mengenali diri mereka sendiri dan lingkungan sekitar mereka dan merencanakan, menerapkan dan memantau strategi mereka. Perencanaan strategis dianggap sebagai salah satu tugas paling penting dari manajer organisasi, karena tingkat kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi serta peningkatan daya saing. Proses


(31)

manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu;

1. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

2. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. 3. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga aktivitas

dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil tindakan korektif.

2.2. Formulasi Strategi

Formulasi strategi adalah menentukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan, untuk dapat melakukan formulasi strategi dengan baik, maka ada ketergantungan yang erat dengan analisis lingkungan yang mana formulasi strategi membutuhkan data atau informasi dari lingkungan (Dirgantoro 2007). Pokok perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, meliputi kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan-kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek utama dari lingkungan perusahaan adalah industri-industri yang mana perusahaan tersebut bersaing (Porter, 1995). Perumusan strategi sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan, sehingga membentuk industri yang berdaya saing. Agar strategi yang dijalankan tepat, maka perusahaan harus mengetahui faktor internal dan eksternalnya sehingga kombinasi strategi yang digunakan tepat dengan posisi perusahaan saat ini (Marimin, 2004).

Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan kedalam kerangka kerja pengambil keputusan melalui tiga tahap (David, 2009). Kerangka


(32)

kerja ditunjukkan pada Gambar 2.

Tahap 1: Tahap Input (Input Stage)

Evaluasi Faktor Eksternal Evaluasi Persaingan Evaluasi Faktor Internal

Tahap 2 : Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Matriks Internal Eksternal (IE) SWOT(Strengths-Weakness-Opportunities-Threats)

Tahap 3 : Tahap Keputusan (Decision Stage)

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

Gambar 2 Kerangka kerja analisis untuk perumusan strategi (David, 2009)

1. Tahap Input (Input Stage)

Pada tahap ini mengkuantifikasi secara subjektif selama tahap awal dari proses perumusan strategi. Tahap ini menghasilkan faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan.

2. Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Tahap pencocokan merupakan pencocokan antara sumber daya dan ketrampilan internal serta peluang dan resiko yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal. Alat analisis yang dipakai adalah matriks internal – eksternal (IE) dan analisis matriks SWOT

3. Tahap Keputusan (Decision Stage)

Tahap keputusan menggunakan alat analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Alat analisis ini secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik.

Evaluasi Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan

Menurut Umar (2005), kondisi lingkungan internal dan eksternal yang merupakan kondisi lingkungan bisnis beserta perusahaan adalah sebagai suatu sistem yang akan berkait dengan sekumpulan faktor tertentu dapat mempengaruhi arah dan kebijakan perusahaan dalam mengelola bisnisnya. Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua kategori, yaitu lingkungan jauh (remote) dan lingkungan industri,


(33)

sementara lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang ada di dalam perusahaan. Deskripsi lingkungan bisnis ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Mencocokkan faktor keberhasilan internal dan eksternal adalah kunci untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak secara efektif. Sehingga upaya perusahaan mengembangkan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengapitalisasi peluang dapat dianggap sebagai serangan, sementara strategi yang didesain untuk memperbaiki kelemahan guna menghindari ancaman dapat dianggap pertahanan. Setiap perusahaan memiliki beberapa peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat dihubungkan untuk merumuskan alternatif strategi yang layak (David, 2009).

Gambar 3 Lingkungan eksternal dan lingkungan internal (David, 2009)

Evaluasi Internal (Internal Assessment)

Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, fisik, finansial perusahaan dan juga dapat memperkirakan kelemahan (weakness) dan kekuatan (strength) struktur organisasi maupun manajemen perusahaan. Faktor-faktor internal yang dapat dianalisis menurut Pearce dan Robinson (2004) adalah :


(34)

Menganalisis kekuatan dan kelemahan dari kegiatan pemasaran, termasuk pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi pasar, strategi penetapan harga, dan loyalitas terhadap merek.

2. Keuangan dan Akunting

Faktor keuangan yang diperhitungkan terdiri dari kemampuan perusahaan untuk mendapatkan modal jangka pendek dan jangka panjang, hubungan dengan pemilik, investor dan pemegang saham, biaya masuk industri dan hambatan masuk, harga jual produk, efisiensi dan efektivitas sistem akunting biaya, anggaran, dan rencanaan laba.

3. Kegiatan Produksi dan Operasi

Kegiatan produksi-operasi perusahaan dapat dilihat dari efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut, faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah biaya dan ketersediaan bahan baku, hubungan dengan pemasok, sistem pengendalian persediaan, lokasi fasilitas, pemanfaatan teknologi, pengendalian kualitas, riset dan pengembangan.

4. Sumber Daya Manusia

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemampuan sumber daya manusia adalah keterampilan dan modal kerja karyawan, efektivitas insentif yang digunakan untuk memotivasi prestasi, tingkat keluar masuk dan kemangkiran karyawan.

5. Sistem Informasi

Menganalisis ketepatan waktu dan akurasi informasi tentang penjualan, relevansi informasi untuk keputusan-keputusan taktis, informasi untuk memanajemen masalah kualitas dan dan kemampuan karyawan untuk menggunakan informasi yang tersedia.

Evaluasi internal menekankan pada identifikasi dan evaluasi kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, termasuk manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, sistem informasi manajemen. Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan


(35)

dalam area fungsional bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi (David, 2009).

Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan. Kekuatan perusahaan yang tidak dapat dengan mudah disamakan atau ditiru oleh pesaing disebut kompetensi yang unik (distinctive competencies). Menciptakan kompetensi yang unik melibatkan pemanfaatan kompetensi yang unik. Strategi didesain sebagai bagian dari usaha memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan dan bahkan menjadi kompetensi yang unik.

Evaluasi Eksternal (External Assessment)

Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan perubahan diri ketika lingkungan berubah dan menuntut perilaku yang baru. Perusahaan yang mampu menyesuaikan diri, mengikuti terus perubahan lingkungan serta melakukan perubahan melalui perencanaan ke masa depan dan akan mempertahankan strategi yang ada sesuai dengan perubahan lingkungan (Kotler, 2002). Evaluasi eksternal menekankan pada identifikasi dan evaluasi tren dan kejadian yang berada di luar kendali perusahaan. Evaluasi eksternal mengungkapkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi perusahaan, sehingga dapat memformulasikan strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman. Tujuan evaluasi eksternal adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Evaluasi eksternal tidak ditujukan untuk mengembangkan daftar yang sangat panjang tentang semua faktor yang mungkin mempengaruhi suatu bisnis, sebaliknya ditujukan untuk mengidentifikasi variabel kunci yang menawarkan respons yang dapat dijalankan. Perusahaan harus dapat merespons secara agresif atau defensif terhadap faktor- faktor tersebut dengan memformulasikan strategi yang mengambil keuntungan


(36)

dari peluang eksternal atau yang meminimalkan pengaruh dari ancaman potensial. Kekuatan eksternal secara langsung mempengaruhi pemasok dan distributor. Identifikasi dan evaluasi peluang dan ancaman eksternal memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan misi bisnis yang jelas, mendesain strategi untuk mencapai tujuan jangka panjang dan mengembangkan kebijakan untuk mencapai tujuan tahunan.

Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang mana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya (uncontrolable) sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut (Wahyudi, 1996). Menurut Pearce dan Robinson (2004), lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi lingkungan jauh (kondisi eksternal makro), lingkungan industri (kondisi eksternal mikro).

Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh (remote) terdiri dari sekumpulan kekuatan yang timbul dan berada di luar jangkauan perusahaan dan terlepas dari situasi operasional perusahaan, dalam arti perusahaan tidak mampu mempengaruhi tetapi kegiatan perusahaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di lingkungan jauh tersebut (Pearce dan Robinson, 2004). Menurut David (2009), lingkungan jauh (remote) dapat dibagi menjadi lima kategori besar: (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah, dan hukum; (4) kekuatan teknologi. Perubahan dalam kekuatan eksternal mengakibatkan perubahan dalam permintaan konsumen untuk barang industri, konsumsi serta jasa. Kekuatan eksternal memengaruhi tipe produk yang dikembangkan, karakteristik dari strategi segmentasi pasar dan positioning, tipe jasa yang ditawarkan dan pilihan bisnis yang ingin diakuisisi atau dijual.

1. Kekuatan ekonomi.


(37)

ekonomi adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa, produktivitas dan tenaga kerja.

2. Kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan.

Kondisi sosial yang berubah-ubah yang dapat mempengaruhi perusahaan seharusnya dapat diantisipasi. Aspek-aspek sosial ini antara lain: sikap, gaya hidup, adat istiadat dan kebiasaaan dari orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis. 3. Kekuatan politik, pemerintah dan hukum.

Arah kebijakan dan stabillitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Beberapa hal utama yang perlu diperhatikan agar bisnis dapat berkembang dengan baik, adalah Undang-undang tentang lingkungan dan perburuhan, Peraturan tentang perdagangan luar negeri, Stabilitas pemerintahan, Peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, Sistem perpajakan.

4. Kekuatan teknologi.

Setiap kegiatan usaha yang berjalan terus-menerus harus selalu mengikuti perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada produk atau jasa yang dihasilkan atau pada cara operasinya. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah kecepatan transfer teknologi oleh para pekerja; masa/waktu keusangan teknologi; serta harga teknologi yang akan diadopsi.

Lingkungan Industri

Sektor persaing berkaitan dengan keadaan pasar yang dihadapi perusahaan (Jauch dan Glueck, 1995). Sebagai suatu industri sudah selayaknya secara ekonomi memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan, dan diharapkan dapat memberikan nilai tambah pula kepada konsumen sebagai pihak yang menikmati suatu produk atau jasa yang dihasilkan dengan mengupayakan nilai yang lebih dibandingkan dengan kompetitor. Menurut Porter (1997), penentu dasar pertama dari kemampulabaan suatu perusahaan adalah daya tarik industri. Kemampulabaan industri tidak bergantung pada bagaimana tampaknya produk bersangkutan atau


(38)

apakah fungsi itu mencakup teknologi tinggi atau rendah, tetapi pada struktur industri.

Di dalam industri apapun aturan persaingan dicakup dalam lima kekuatan bersaing, yang dikenal dengan Porter’s five Model of Competitions. Lima kekuatan persaingan yang terdiri dari (1) masuknya pendatang baru; (2) ancaman produk pengganti; (3) kekuatan tawar menawar pembeli; (4) kekuatan tawar menawar pemasok dan (5) persaingan di antara para pesaing yang ada, mencerminkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti serta pendatang baru potensial semuanya merupakan pesaing bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Secara lebih rinci kelima kekuatan persaingan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Gambar 4 Porter’s five Model of Competitions (Porter, 1997)

1. Ancaman Pendatang Baru (Threat of New Entrants)

Pendatang baru dalam suatu industri dapat membahayakan perusahaanperusahaan yang ada karena pendatang baru akan membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pasar serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan.


(39)

Besarnya kecenderungan suatu perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri ditentukan oleh fungsi dari 2 (dua) faktor, yakni tergantung pada rintangan masuk

(barrier to entry) dan reaksi dari para pesaing yang ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. Menurut Pearce dan Robinson (2003) terdapat 6 (enam) sumber utama rintangan masuk, yaitu :

a. Skala ekonomis (economic scale)

b. Diferensiasi produk (product differentiation)

c. Kebutuhan modal (capital requirement)

d. Biaya tak menguntungkan yang terlepas dari skala (cost disadvantages independent of size)

e. Akses terhadap saluran distribusi (Access to Distribution Channels)

f. Kebijakan pemerintah (Government policies)

2. Ancaman Produk Pengganti (Threat of Substitute Products)

Tersedianya produk-produk pengganti merupakan faktor utama yang mempengaruhi keinginan konsumen dan akan membangkitkan persaingan dengan perusahaan yang sudah ada. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga pagu (ceiling price), yang dapat diberikan perusahaan dalam industri. Sejauh mana ancaman produk-produk substitusi menjadi kendala bagi industri untuk menentukan harga tergantung pada faktor:

a. Tingkat perkembangan produk substitusi yang tersedia.

b. Karakteristik harga atau kinerja relatif terhadap produk-produk pilihan. c. Biaya yang ditanggung konsumen untuk beralih pada produk substitusi.

3. Kekuatan Tawar -Menawar Pembeli (Bargaining Power of Buyers)

Perusahaan akan selalu berusaha untuk memaksimumkan tingkat pengembalian atas modal yang ditanam. Sebaliknya pembeli lebih suka membeli produk dengan harga serendah mungkin yang mana industri dapat memperoleh pengembalian serendah mungkin yang dapat diterima. Pembeli bersaing dengan industri dengan cara


(40)

memaksa harga turun, tawar menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif pembeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut. Kelompok pembeli dapat menjadi kuat pada situasi berikut :

a. Kelompok pembeli terpusat atau pembeli dalam jumlah besar relative terhadap penjualan pihak penjual.

b. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi. c. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik.

d. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli. e. Pembeli mempunyai informasi lengkap.

4. Kekuatan Tawar -Menawar Pemasok (bargaining power of supplier)

Meningkatkan harga dan mengurangi mutu produk yang dijual adalah cara potensial yang dapat digunakan pemasok untuk mendapatkan kekuatan terhadap perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam suatu industri. Apabila perusahaan-perusahaan tidak dapat menutup peningkatan biaya yang terjadi melalui struktur harganya maka kemampulabaannya akan berkurang akibat tindakan pemasok. Kondisi-kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat pembeli kuat, kelompok pemasok dapat dikatakan kuat jika :

a. Kelompok pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan.

b. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri. c. Industri tidak merupakan pelanggan penting bagi kelompok pemasok.

d. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.


(41)

Persaingan disini terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi dan sering disebabkan oleh harga, inovasi produk dan tindakan lain untuk mencapai diferensiasi produk. Bagi kebanyakan industri, penentuan utama seluruh persaingan serta tingkat profitabilitas secara umum adalah persaingan antara perusahaan dalam industri. Beberapa faktor utama yang menentukan sifat dan intensitas persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang telah mantap adalah:

a. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang. b. Pertumbuhan industri yang lamban.

c. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi.

Lima kekuatan tersebut di atas menunjukkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti serta pendatang baru potensial semuanya merupakan pesaing bagi perusahaan-perusahaan dalam industri. Struktur industri ini nantinya akan menunjukkan faktor-faktor apa saja yang menjadi kunci bagi perusahaan untuk dapat berhasil dalam suatu industri. Faktor-faktor ini lazim disebut sebagai key success factors (KSFs). Menentukan KSFs suatu industri merupakan prioritas utama, para manajer perlu memahami situasi industri dengan baik untuk mengetahui hal apa saja yang kurang atau lebih penting bagi keberhasilan bersaing perusahaan. Kesalahan dalam mendiagnosa faktor-faktor industri yang penting bagi keberhasilan persaingan jangka panjang akan meningkatkan risiko kesalahan mengarahkan strategi.

Matriks Internal-Eksternal (I-E)

Matriks I-E menggunakan parameter yang meliputi parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-masing akan diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks External Factor Evolution

(EFE) dan Internal Factor Evolution (IFE). Tujuan penggunaan matriks I-E adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat perusahaan yang lebih detail.


(42)

Penggabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks Internal- Eksternal (IE) yang menghasilkan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tetapi pada prinsipnya kesembilan sel dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda (David, 2009).

Pertama. Growth Strategy, dapat disebut tumbuh dan bina. Divisi ini berada pada sel I, II, atau IV. Dalam hal ini perusahaan biasanya mengejar pertumbuhan dalam keuntungan, pangsa pasar dan tujuan primer lain. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi kebelakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal) mungkin paling tepat untuk semua divisi ini.

Kedua. Stability Strategy, dapat dikelola dengan strategi pertahanan dan pemeliharaan. Divisi ini masuk dalam sel III, V, VII. Dalam hal ini perusahaan menerapkan strategi tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Tujuannya

relatif defensif, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit.

Ketiga. Retrenchment Strategy, dapat disebut pula dengan strategi panen atau divestasi. Divisi masuk dalam sel VI, VIII atau IX. Pada saat kelangsungan hidup perusahaan terancam dan tidak dapat lagi bersaing secara efektif, seringkali strategi yang menekankan penghematan dibutuhkan.

Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Analisis SWOT sebagai salah satu alat yang dipergunakan dalam penentuan strategi perusahaan, biasanya diawali dengan menganalisis situasi internal dan eksternal. Analisis lingkungan internal perusahaan meliputi analisis kekuatan

(strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan analisis lingkungan eksternal perusahaan meliputi analisis peluang (opportunity) dan ancaman (threat (Rangkuti, 2004). Kekuatan dapat dijelaskan sebagai sisi positif organisasi yang dapat membimbing ke arah peluang yang lebih luas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan. Kelemahan adalah setiap kekurangan dalam hal keahlian dan


(43)

sumberdaya perusahaan. Pertimbangan perlu diberikan pada bagaimana hal ini dapat diobati, misalnya dengan pengambilalihan, penggabungan atau pelatihan atau pengembangan. Peluang/kesempatan menggambarkan peristiwa-peristiwa di lingkungan luar yang memungkinkan organisasi mendapat keuntungan. Tampaknya hal ini timbul dari perubahan-perubahan teknologi, pasar dan produk, perundang- undangan dan sebagainya. Ancaman adalah bahaya atau masalah yang dapat menghancurkan kedudukan organisasi. Contohnya, peluncuran produk baru oleh pesaing, perubahan standar keamanan, perubahan model atau masalah-masalah yang timbul dengan pemasok atau pelanggan.

Matrik SWOT (David, 2009) merupakan matching tool (alat penyesuaian) yang penting untuk memantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi. Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Strategi SO (Strengths - Opportunities). Strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar perusahaan. 2. Strategi WO (Weaknesses - Opportunities). Strategi ini bertujuan untuk

memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaaatkan peluang-peluang eksternal.

3. Strategi ST (Strengths - Threats). Melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dan ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya.

4. Strategi WT (Weaknesses - Threats). Strategi ini merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal dan berusaha menghindari ancaman.

Tujuan dari penggunaan matriks SWOT adalah untuk mempertimbangkan secara komprehensif kekuatan, kelemahan, ancaman dan tantangan sehingga mampu meningkatkan efektifitas pelayanan konsumen dan meningkatkan performa proses pelayanan yang diberikan.


(44)

Alat tersebut dapat membantu perusahaan untuk dapat menelaah kekuatan dan kelemahan yang ada, sehingga perusahaan dapat bersaing dan mempunyai pandangan tentang perilaku pasar ke depan. Namun matriks SWOT tidak cocok untuk membantu para eksekutif untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan setiap hari. Sebaiknya perusahaan menyelesaikan permasalahannya setahun sekali dengan menggunakan matriks SWOT. Adams (2005) juga menyatakan bahwa matriks SWOT perlu digunakan oleh perusahaan karena dunia mengalami kemajuan yang pesat dan perusahaan harus mengikuti perubahan kemajuan dunia. Dengan matriks SWOT perusahaan dapat mempunyai ide yang sempurna dengan mengkombinasikan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, agar dapat memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada serta meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman yang ada.

Adams (2005) lebih lanjut menyatakan bahwa untuk dapat menganalisis perusahaan dengan menggunakan matriks SWOT, terlebih dahulu harus dipahami dan diketahui proses bisnis perusahaan yang akan dianalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati perkembangan perusahaan dengan bertanya ke konsultan, melakukan pertemuan dengan pelayan-pelayan toko, manajer gudang, dan asosiasi perusahaan. Tujuannya untuk menemukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dan kemudian membuatnya dalam sebuah action plan. Hal ini harus terus dilakukan dan jangan pernah puas serta dijadikan suatu kebiasaan untuk menganalisis perusahaan setiap tahun.

QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

QSPM merupakan alat analisis yang secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik, QSPM didesain untuk menentukan daya tarik relatif dari alternatif tindakan yang layak (David, 2009). Mengembangkan QSPM membuat kecil kemungkinan suatu faktor kunci akan terabaikan atau diberi bobot yang tidak sesuai. QSPM menarik perhatian kepada hubungan penting yang memengaruhi keputusan strategi. Walaupun mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat keputusan kecil di


(45)

sepanjang proses memperbesar kemungkinan bahwa keputusan strategis yang final adalah yang terbaik bagi organisasi. QSPM dapat diadaptasikan untuk digunakan oleh organisasi kecil, besar, berorientasi laba, maupun nirlaba dan dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. QSPM khususnya dapat memperbaiki pilihan strategi karena banyak faktor kunci dan strategi dapat dipertimbangkan bersama-sama. QSPM juga telah berhasil digunakan oleh sejumlah bisnis kecil.

QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, ia selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun mereka selalu didasarkan pada informasi yang objektif. Diskusi antara penyusun strategi, manajer, dan karyawan sepanjang proses perumusan strategi, termasuk pengembangan QSPM, merupakan hal yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis. Diskusi yang konstruktif sepanjang analisis dan pilihan strategi dapat muncul karena perbedaan mendasar dari interpretasi atas informasi dan pendapat yang berbeda-beda. Keterbatasan lainnya dari QSPM adalah bahwa hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang mendasari penyusunannya (David, 2009).

Sifat positif dari QSPM adalah bahwa strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sifat positif lainnya adalah alat analisis ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal. Melalui pengembangan QSPM, faktor-faktor kunci lebih kecil kemungkinan terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai.

Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian


(46)

strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah strategi dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu, tetapi hanya strategi-strategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama lain.

2.3.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan yang berhubungan dengan metode yang saya gunakan diantaranya adalah: Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco (Hakimi, 2007). Metode yang digunakan matriks IFE dan matriks EFE, matriks SWOT, dan fuzzy AHP. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan perusahaan adalah lokasi usaha yang strategis, sistem operasi dan produksi yang baku, dan terjaminnya ketersediaan bahan baku. Sedangkan yang menjadi kelemahan perusahaan adalah merek produk belum dikenal, kualitas produk belum memuaskan, dan harga jual produk yang belum sesuai. Faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang perusahaan adalah peningkatan pola hidup sehat; tersedianya pemasok bahan baku diberbagai lokasi; dan ketersediaan kredit bagi IKM, sedangkan yang menjadi ancaman adalah loyalitas konsumen terhadap merek tertentu, keberadaan perusahaan sejenis, dan adanya produk substitusi. Prioritas strategi yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan adalah memperluas jaringan distribusi, meningkatkan teknologi produksi yang digunakan, dan meningkatkan kualitas produk. Sedangkan prioritas strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak diluar perusahaan untuk peningkatan daya saing adalah melakukan pameran untuk industri kecil setiap triwulan, menyediakan paket kredit lunak, dan memberikan pelatihan untuk industri nata de coco dan transfer teknologi oleh instansi terkait.

Menurut Barokah (2009), permasalahan yang sering dihadapi KUKM pada dasarnya terletak pada kebijakan dalam menentukan kualitas strategi bersaing untuk mengembangkan kinerja perusahaan, sehingga dikembangkanlah sebuah model penelitian dengan menggunakan lima variabel penelitian yang meliputi kualitas asset stratejik, adaptabilitas lingkungan, orientasi kewirausahaan, kualitas strategi bersaing, dan kinerja perusahaan. Data yang terkumpul, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM) dan output yang


(47)

dihasilkan dipergunakan sebagai dasar untuk pengujian hipotesis. Hasil pengujian terhadap model penelitian menunjukkan bahwa model penelitian yang dikembangkan adalah model yang fit, sedangkan dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kualitas asset stratejik, adaptabilitas lingkungan, dan orientasi kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas strategi bersaing dan kualitas strategi bersaing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka upaya untuk mengembangkan kinerja KUKM dilakukan dengan memperbaiki kualitas strategi bersaing yang diupayakan melalui peningkatan orientasi kewirausahaan.

Keunggulan kompetitif dalam sebuah cluster industri: Kasus Dalian Software Park di China, oleh WeiLin Zhao, Chihiro Watanabe, dan Charla Griffy-Brown (2009). Makalah ini mengeksplorasi keunggulan kompetitif Software Park di Cina untuk mempromosikan industri pembangunan. Ini cluster industri memberikan keunggulan kompetitif karena mereka berakar dalam sistem kelembagaan lokal. Mengambil kasus Dalian Software Park di Cina, analisis ini dilakukan secara kualitatif berdasarkan Porter berlian model, kerangka SWOT dan hasil wawancara. Industri cluster, meliputi serangkaian perusahaan yang saling berhubungan dalam konsentrasi geografis, menunjukkan keunggulan kompetitif untuk pengembangan industri dengan sumber daya yang substansial berakar pada sistem kelembagaan lokal termasuk aspek pemerintah, industri dan akademisi. Agar berhasil menavigasi pergeseran paradigma ekonomi di Cina dari produksi massal manufaktur menuju pengembangan produk baru yang inovatif, maka kompetitif cluster industri perlu diperkuat dan dipertahankan dalam rangka meningkatkan pembangunan industri, menghasilkan inovasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional.

Strategi Bertahan Usaha Kecil dan Menengah: Studi Kasus Kerajinan Kulit Manding, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, oleh Tobing (2011). Dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada seluruh pengrajin kulit di Manding, kemudian dianalisa untuk menentukan faktor lingkungan internal dan eksternal industri. Perumusan strategi bertahan dilakukan dengan melihat permasalahan yang terjaring dari hasil pengolahan kuesioner. Strategi yang diusulkan adalah dengan diferensiasi produk;


(48)

pengrajin diharapkan selalu bersifat adaptif terhadap perubahan lingkungan seperti minat konsumen; serta tetap mempertahankan kualitas produk.

Analisis keunggulan kompetitif dan formulasi strategi pengembangan bandara-Kota kasus Taiwan, oleh Kung-Jeng Wang, Wan-ChungHong (2010). Melalui analisis literatur, review data sekunder dan wawancara dengan kelompok fokus dan ahli, makalah ini mengeksplorasi fitur pengembangan, strategi operasi dan keunggulan kompetitif kota bandara di berbagai negara industri baru. Penelitian ini juga mengusulkan pendekatan baru untuk perumusan strategi, yang memanfaatkan teori keunggulan kompetitif bangsa (model berlian), analisis SWOT dan strategi yang cocok menggunakan matriks TOWS dan benchmarking kompetitif. Studi kasus dari Bandar Udara Internasional Taoyuan menggambarkan penerapan pendekatan yang diusulkan dalam analisis kompetitif sistematis dan perumusan strategi pengembangan kota bandara.

2.5.Kerangka Pemikiran


(49)

Analisis faktor internal

Analisis faktor eksternal

Analisis faktor kompetitif Rendahnya

daya saing

Formulasi strategi bersaing

Prioritas strategi bersaing

Implementasi strategi bersaing

: Ruang lingkup penelitian

Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian

3. METODOLOGI PENELITIAN


(50)

Penelitian ini dilaksanakan pada sentra industri kulit Manding, terletak di Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta. Sentra ini merupakan satu satunya sentra penghasil produk berbahan dasar kulit hewan di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai bulan Juli 2012.

3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif persaingan yang dihadapi sekelompok pelaku usaha industri kulit di sebuah sentra industri kulit di Manding, yang mana bisnis mereka kalah bersaing diindikasikan dengan menurunnya jumlah produksi dan penjualan tahunan. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang dapat menggambarkan sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Fokus penelitian ini adalah menemukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman industri kulit di Manding, sehingga membantu menghasilkan strategi yang dapat memperbaiki daya saing industri kulit di Manding saat ini.

Perumusan strategi bersaing dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pertama tahap input, tahap kedua tahap pencocokan, dan tahap ketiga tahap keputusan. Tahap input merupakan tahap mengkuantifikasi secara subjektif faktor-faktor strategis internal dan eksternal perusahaan, selama tahap awal dari proses perumusan strategi. Selanjutnya dilakukan analisis dengan metode External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE) untuk menentukan peluang dan ancaman yang sedang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh para pelaku industri kulit di Manding, serta penilaian keefektifan strategi perusahaan saat ini dalam merespon setiap faktor internal dan eksternal tersebut. Tahap pencocokan merupakan tahap yang berfokus pada penciptaan strategi alternatif dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan. Tahap ini dilakukan dengan metode analisis Matriks Internal Eksternal (IE) untuk untuk mengetahui kecenderungan posisi perusahaan saat ini. Serta matriks Strengths,

Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) untuk formulasi strategi peningkatan daya saing. Tahap keputusan dilakukan dengan metode Quantitative Strategic


(51)

Planning Matrix (QSPM) yang secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Mulai

Identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal

(peluang dan ancaman)

Penyusunan matriks Internal Faktor Evaluation (IFE), matriks Eksternal

Faktor Evaluation (EFE) Studi pustaka

Diskusi pakar Diskusi pelaku usaha Quesioner konsumen

Diskusi pakar

Tahap Input Identifikasi faktor utama penyebab

rendahnya daya saing industri kulit di Sentra Manding

Studi pustaka Diskusi pakar Diskusi pelaku usaha

Penyusunan Matrik Strengths,

Weaknesses, Opportunities, Threats

(SWOT)

Selesai

Penyusunan Quantitative Strategic

Planning Matrix (QSPM)

Diskusi pakar

Strategi Prioritas peningkatan daya saing

Tahap Pencocokan

Tahap Keputusan

Validasi Strategi

Gambar 6 Diagaram alir penelitian

Matriks SWOT digunakan sebagai instrumen untuk analisis sistematis dari lingkungan internal dan eksternal organisasi, dianggap sebagai instrumen yang efektif untuk mengidentifikasi masalah dan menggambar garis dari tindakan masa depan (Terrados, 2007). Pada tahap keputusan digunakan matriks QSPM. QSPM dinilai sebagai instrumen yang sangat baik dan berguna untuk merumuskan strategi berdasarkan evaluasi internal dan eksternal dan analisis SWOT (David 2009). Metode


(52)

matang dan memiliki keunggulan bersaing, RBV berfungsi untuk mengidentifikasi

core capability dan key resource perusahaan tersebut, sehingga perusahaan tersebut tetap unggul dalam persaingan. Metode RBV kurang cocok untuk diterapkan pada industri kulit di Manding (Kung dan Wan 2010)

Analisis SWOT adalah metode untuk perumusan strategi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman dalam lingkungan eksternal. Melalui pertimbangan faktor internal dan faktor eksternal, perusahaan dapat menentukan arah untuk pengembangan selanjutnya, serta merumuskan strategi yang sesuai untuk peningkatan efisiensi organisasi dan daya saing perusahaan. Dibandingkan pendekatan lain, analisis SWOT lebih menekankan pada analisis lingkungan eksternal sebagai syarat dalam formulasi stategi. Analisis faktor persaingan menggunakan analisis model kompetitif dari Porter, yang meliputi ancaman pendatang baru, ancaman produk pengganti, daya tawar konsumen, daya tawar pemasok, dan persaingan di antara perusahaan sejenis. Analisis SWOT merupakan metode pendekatan yang cocok untuk menganalisis perkembangan industri kulit di Manding, selain itu juga memberikan pengetahuan yang baik tentang keuntungan internal dan sumber daya yang tersedia di Manding untuk perumusan strategi yang komprehensif untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding.

QSPM merupakan alat yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang telah didefinisikan sebelumnya. Teknik ini secara objektif menunjuk strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan analisis input dari matriks IFE, EFE, IE dan SWOT, untuk selanjutnya secara objektif menentukan strategi prioritas yang hendak diaplikasikan diantara strategi alternatif. Oleh sebab itu, QSPM sesuai untuk mendampingi metode analisis SWOT dalam menentukan strategi prioritas peningkatan daya saing industri kulit di Manding.


(53)

Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung lokasi industri kulit Manding, penyebaran kuesioner kepada 30 konsumen dan lima pelaku industri kulit Manding, serta wawancara langsung dengan empat pakar industri kulit.

Data primer yang dibutuhkan adalah identifikasi karakteristik konsumen, harapan konsumen, profil industri kulit Manding, kondisi lingkungan internal perusahaan yang meliputi (1) faktor manajemen : struktur organisasi, pendidikan, pelatihan, penghargaan, pengawasan, turnover pegawai. (2) faktor pemasaran : segmentasi, area pemasaran, promosi, merk dagang, penetapan harga, kendala pemasaran. (3) faktor akuntansi : pencatatan, pemasukan, modal. (4) faktor produksi : ketersediaan bahan baku, proses produksi, teknologi, pengendalian mutu, penggudangan. (5) faktor pengembangan : inovasi produk. Kondisi lingkunga eksternal industri meliputi: faktor ekonomi: pengaruh nilai tukar rupiah, suku bunga, ketersediaan energy. (2) faktor social, budaya, demografi dan lingkungan: gaya hidup, loyalitas, penyebaran konsumen, frekuensi pembelian. (3) faktor pemerintah dan hukum: PE kulit, peran pemerintah, ATK, dan BBKKP. (4) faktor teknologi: teknologi produksi, dan teknologi informasi sebagai media promosi. (5) faktor kompetitif: ancaman pendatang baru, kekuatan pemasok, kekuatan pelanggan, produk substitusi, persaingan industri sejenis. Penentuan bobot dan peringkat pada penyusunan EFE, IFE, dan QSPM.

Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku, majalah, jurnal, laporan penelitian terdahulu, laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, laporan Kementerian Perindustrian dan situs internet. Data sekunder meliputi : kebijakan pemerintah dan data pendukung penelitian.

Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, populasi adalah keseluruhan elemen yang diteliti. Penentuan jumlah sampel mengacu kepada teori Gay dan Diehl (1992) yaitu, penentuan jumlah sampel untuk penelitian deskriptif adalah minimal 10% dari populasi. Alasan peneliti menggunakan sampel adalah penelitian yang dilakukan


(1)

W6 : Permasalahan Showroom W7 : Tingkat pendidikan rendah O1 : Ketersediaan kredit bagi IKM

O2 : Pemerintah mendukung - - - - O3 : Jumlah penduduk bantul meningkat

O4 : Kesan eksotis, elegan, dan exclusive produk kulit O5 : Teknologi informasi

O6 : Produk kulit pari yang sedang digemari

O7 : Sepatu, jaket dan tas merupakan kebutuhan pokok - - - - T1 : Kenaikan harga BBM - - - - T2 : Mudahnya pemain baru masuk

T3 : Keberadaan perusahaan sejenis (berbagai skala) T4 : Adanya produk substitusi

T5 : Bahan baku impor lebih bermutu

T6 : Kulit imitasi semakin menyerupai kulit asli - - - - T7 : Bahan baku relative mahal

Keterangan :

SO1 : Kerjasama dengan travel agen pariwisata. SO2 : Pemasaran berbasis internet.

SO3 : Pengembangan produk kulit ikan pari yang sedang digemari masyarakat. ST2 : Tetap menjaga mutu produk dengan memberikan harga bersaing.

WO1 : Mendirikan showroom milik bersama serta menambahan area parkir dan fasilitas umum. WO2 : Pemberian merk dagang dan pemberian informasi produk.

WO4 : Mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin, agar para pengrajin manding aktif mengikuti pameran dan pendampingan administrasi pengajuan kredit IKM.

WT1 : Memproduksi produk kulit yang unik dan dalam jumlah terbatas. NB : Tanda “-“ menandakan tidak perlu diisi


(2)

Lampiran 11 Kuesioner validasi strategi (kepada pakar industri kulit)

Yth. Bapak Pakar Industri Kulit di Bantul:

Perkenankan nama saya Diklusari Isnarosi, mahasiswa Teknologi Industri Pertanaian IPB sedang melakukan penelitian tentang “Strategi Bersaing Industri Kulit Di Sentra Industri Kulit Manding Kabupaten Bantul”. Penelitian ini merupakan syarat kelulusan studi saya. Demi kelancaran penelitian saya, mohon kesediaan Bapak membantu saya dalam menjawab kuesioner ini. Semua informasi yang diterima dalam kuesiner ini bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan akademis. Atas kesediaan Bapak saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, Diklusari Isnarosi Petunjuk Pengisian:

Mohon berikan tanggapan, kritik dan saran mengenai usulan strategi peningkatan daya saing untuk industri kulit di manding, sebagai berikut ;

Hasil identifiksi permasalahan di industri kulit Manding, faktor pemasaran merupakan faktor yang paling berpengaruh karena mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam penjualan, cakupan pasar, dan profitabilitas. Permasalahan kedua adalah permodalan, yang menyangkut operasional dan pengembangan industri.

Strategi 1 :

Strategi dengan melakukan pemasaran berbasis internet. Aplikasi dapat berupa pembuatan website, bergabung dalam forum jual beli seperti jualbeli.com, berniaga.com dan kaskus.com, maupun penggunaan media sosial seperti facebookdan twitter sebagai sarana promosi dan transaksi online. Strategi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan pemasaran antara lain: lemahnya kegiatan promosi, sempitnya jaringan kerjasama, minimnya informasi produk asli Manding kepada konsumen, serta diharapkan dapat meningatkan jumlah penjualan dan pendapatan para pelaku industri kulit di Manding.


(3)

Tanggapan :

……… ……… Strategi 2 :

Strategi pemberian informasi produk dan merk dagang. Strategi pemberian merk dagang produk dan informasi produk dinilai mampu mengatasi permasalahan yaitu tuntutan konsumen untuk memberikan identitas produk asli pengrajin Manding. Merk juga dapat digunakan sebagai sarana promosi.

Tanggapan :

……… ……… Strategi 3 :

Strategi mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin Manding. Mengoptimalkan fungsi paguyuban pengrajin Manding agar para pengrajin kulit di Manding berperan serta aktif dalam kegiatan pameran dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemda Bantul, pameran sebagai ajang promosi dan memperluas jaringan kerjasama. Pelatihan dapat meningkatkan ketrampilan pengrajin dalam berinovasi, melaksanakan kegiatan administrasi dan keuangan, serta manajemen pengelolaan dan pengembangan bisnis. Paguyuban juga diharapkan memberikan fasilitas pendampingan administrasi pengajuan kredit bagi IKM.

Tanggapan :

……… ………


(4)

(5)

(6)