Hasil Pengujian Laboratorium untuk lateral buckling

a Grafik beban vs displasemen strip Beam I. 150.4.1600 Beban di flens atas va, 23.8, 1.44 vb, 23.8, 1.43 ha, 23.8, 1.38 hb, 23.8, 0.07 pusat geser, 23.8, 0.72 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 5 10 15 20 25 30 Beban kg D is pl as em en m m va vb ha hb pusat geser

4.3. Hasil Pengujian Laboratorium untuk lateral buckling

Dengan data data hasil perolehan dari penelitian seperti pada lampiran 2 akan diplot dalam bentuk grafik hubungan beberapa data. Setelah diperoleh hasil penelitian seperti pada lampiran 2, maka semua fenomena yang tersimpulkan pada kondisi posisi beban di flens atas, di pusat geser atau di flens bawah penampang profil, melalui analisa dan dengan grafik untuk masing-masing benda uji tersebut. 4.3.1 Benda uji balok kantilever Strip Beam 150 x 4 - 1600 mm Grafik hubungan antara displasemen dan beban pada balok kantilever profil I strip beam 150.4.1600 dapat dilihat pada grafik Gambar 4.1 a , b , c . Dari grafik gambar di bawah ini terlihat bahwa sepadan dengan pertambahan beban,juga terjadi pertambahan perpindahan ke arah vertikal dan arah lateral, di mana perpindahan ke arah lateral yang terjadi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan arah vertikal. va = perpindahan vertikal flens atas vb= perpindahan vertical flens bawah ha = perpindahan horizontal flens atas hb = perpindahan horizontal flens bawah Universitas Sumatera Utara b Grafik beban vs displasemen,strip Beam I. 150.4.1600 Beban di pusat geser va, 25.8, 1.58 vb, 25.8, 1.56 ha, 25.8, 2.37 hb, 25.8, 0.11 pusat geser, 25.8, 1.24 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 5 10 15 20 25 30 Beban kg D is pl as em en m m va vb ha hb pusat geser c Grafik beban vs displasemen,strip Beam I. 150.4.1600 Beban diflens bawah va, 27.8, 1.69 vb, 27.8, 1.68 ha, 27.8, 0.12 hb, 27.8, -1.15 pusat geser, 27.8, -0.52 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 5 10 15 20 25 30 Beban kg D is pl as em en m m va vb ha hb pusat geser Gambar 4.1. Hubungan antara beban dan displasemen balok I Strip Beam 150.4.1600 Kondisi garis yang relatif menyatu pada perpindahan vertikal garis va dan vb Mulai dari awal terlihat bahwa pada posisi beban 0 kg sd 15 kg menunjukkan posisi strip beam seperti terlampau lemah dalam arah horizontal mungkin terlalu tipis, dan setelah va = perpindahan vertikal flens atas vb= perpindahan vertical flens bawah ha = perpindahan horizontal flens atas hb = perpindahan horizontal flens bawah va = perpindahan vertikal flens atas vb= perpindahan vertical flens bawah ha = perpindahan horizontal flens atas hb = perpindahan horizontal flens bawah Universitas Sumatera Utara Grafik beban vs sudut twisting, Balok I strip beam 150.4.1600 Beban di flens atas , 23.8, 0.009 Beban di pusat geser, 25.8, 0.015 Beban di flens baw ah , 27.8, 0.008 -0.002 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014 0.016 0.018 5 10 15 20 25 30 35 Beban kg S udut t w is ting Beban di flens atas Beban di pusat geser Beban di flens bawah beban 15 kg,benda uji berbalik arah pada posisi horizontal dan kembali lebih stabil dan setelah beban melebihi 25 kg ada perpindahan lateral yang tiba tiba. Kemudian cenderung profil terus bergerak kearah horizontal sesuai dengan pertambahan beban, sampai dial indicator sudah menjadi tidak stabil. Beberapa saat kemudian keruntuhan tiba-tiba langsung terjadi dan balok I mengikuti pola keruntuhannya dan akhirnya runtuh dan ter deformasi secara permanen. Hasil percobaan yang dicatat bahwa beban kritis yang diperoleh secara eksperimen lebih kecil dibandingkan dengan hasil teoritis, secara teoritis diperoleh sekitar 30,872 kg beban di flens atas, 32,887 kg beban di pusat geser, 35,031 kg beban di flens bawah, sedangkan secara eksperimen 23.8 kg beban di flens atas, 25.8 kg beban di pusat geser, 27.8 kg beban di flens bawah. Kondisi tersebut dapat juga dilihat pada sudut puntir sudut twisting β yang terjadi pada saat pengujian yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Hubungan antara beban dan sudut twisting β, I Stripbeam150.4.1600 Universitas Sumatera Utara a Grafik beban vs displasemen,Beam I. 150.40.4.1600 Beban diatas pusat geser va, 353, 10.54 303 vb, 353, 10.53 303 ha, 353, 4.71 hb, 353, 3.21 pusat geser, 353, 3.96 -2 2 4 6 8 10 12 50 100 150 200 250 300 350 400 Beban kg D isp la se me n mm va vb ha hb pusat geser Pada grafik gambar telihat bahwa Pcr secara eksperimen terjadi pada sudut puntir sekitar 0.009 ,0.015 ,0.008 4.3.2 Benda uji Balok Kantilever I Beam 150 x 40 x 4 - 1600 mm untuk masing masing posisi beban berturut turut diatas, dipusat dan dibawah pusat geser, teori berprinsip sebenarnya bahwa adanya penyimpangan dari kondisi ideal seharusnya posisi sudut puntir masih berada pada posisi nol sebelum tercapainya beban kritis, setelah beban Pcr bekerja maka akan diikuti oleh terjadinya sudut puntir dan lateral buckling kemudian terjadi keruntuhan. Namun apabila dilihat pada grafik, keruntuhan mestinya terjadi sesaat setelah beban P mencapai 15 kg, tetapi realisasinya menunjukkan bahwa kondisi keruntuhan belum juga terjadi ketika penambahan beban dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi kritis terjadi pada beban saat dial indikator tak stabil arahnya lagi. Grafik hubungan antara perpindahan dan beban pada balok kantilever profil I I beam 150.40.4.1600 dapat dilihat pada grafik Gambar 4.3 a, b, c Universitas Sumatera Utara b Grafik beban vs displasemen, Beam I.150.40.4.1600 Beban di pusat geser 353, 10.49 va, 413, 12.07 353, 1.37 ha, 413, 5.39 hb, 413, 2.43 pusat geser, 413, 3.91 vb, 413, 12.04 2 4 6 8 10 12 14 50 100 150 200 250 300 350 400 450 Beban kg D is pl as em en m m va ha hb pusat geser vb c Grafik beban vs displasemen, Beam I.150.40.4.1600 Beban di bawah pusat geser vb, 453, 12.71 393 va, 453, 12.98 393 ha, 453, 12.72 hb, 453, 3.66 pusat geser, 453, 8.19 2 4 6 8 10 12 14 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Beban kg D is pl as em en m m vb va ha hb pusat geser Gambar 4.3. Hubungan antara beban dan perpindahan, I beam 150.40.4.1600 Dari grafik terlihat bahwa, perpindahan arah vertikal lebih besar bila di ban- dingkan dengan perpindahan arah horizontal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh pembuatan flens, yang menyebabkan daya tahan benda uji menjadi lebih besar untuk arah horizontal. Penambahan flens juga berpengaruh besar, terhadap momen inersia terutama ke arah lateral, penambahan flens dengan lebar 4 cm dari kondisi strip beam dapat meningkatkan kekuatan arah sumbu lemahnya. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Sumatera Utara Grafik beban vs sudut twisting, Balok I beam 150.40.4.1600 Beban di flens atas , Pcr=303 kg Beban di flens atas , 353, 0.010 Beban di pusat geser, Pcr=353 kg Beban di pusat geser, 413, 0.020 Beban di flens baw ah , 453, 0.060 Beban di flens baw ah , Pcr=393 kg -0.010 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Beban kg S udut t w is ting Beban di flens atas Beban di pusat geser Beban di flens bawah diperoleh data nilai Pcr sebesar 303 kg. untuk posisi beban di atas, 353 kg untuk posisi beban di pusat dan 393 kg untuk beban di bawah. Kriteria pengambilan nilai Pcr secara grafis dengan asumsi bahwa adanya perpindahan lateral yang relative cepat setelah beban dilanjutkan, sementara kondisi benda uji dengan hati hati diamati masih relative stabil kemudian dicatat besar kumulasi beban saat itu untuk dianalisa selanjutnya kemungkinan mendekati runtuh. Dari hasil perhitungan nilai Pcr secara teoritis dengan nilai Pcr eksperimen masih ada di bawah nilai Pcr teoritis ideal, dimana Pcr teoritis sebesar 222,318 kg untuk posisi beban di atas, 315,587 kg untuk posisi beban di pusat dan 447,985 kg untuk beban di bawah . Kondisi tersebut juga terlihat dari hubungan antara beban dan sudut puntir pada Gambar 4.4, dan kejadian lateral buckling di catat terjadi pada beban sekitar 303 kg, untuk posisi beban di atas, 353 kg untuk posisi beban di pusat dan 393 kg untuk beban di bawah. Dan sudut punter β untuk masing masing adalah 0.003 o ,0.006 o dan 0.017 o . dapat diamati bahwa besar sudut puntir yang terjadi juga lebih besar ketika beban di bawah dibanding kedua yang lainnya. Gambar 4.4. Hubungan antara beban dan sudut puntir β, I beam150.40.4.1600 Universitas Sumatera Utara a Grafik beban vs displasemen, Beam I.150.50.4.1600 Beban di atas pusat geser 343 vb, 423, 11.79 va, 423, 11.89 ha, 423, 13.32 hb, 423, 7.79 343 pusat geser, 423, 10.55 2 4 6 8 10 12 14 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Beban kg D is pl as em en m m vb va ha hb pusat geser b Grafik beban vs displasemen, Beam I.150.50.4.1600 Beban di pusat geser va, 549, 14.73 433 vb, 549, 14.17 433 ha, 549, 16.96 hb, 549, 3.97 pusat geser, 549, 10.47 2 4 6 8 10 12 14 16 18 100 200 300 400 500 600 Beban kg D is pl as em en m m va vb ha hb pusat geser 4.3.3. Benda uji Balok Kantilever I Beam 150 x 50 x 4 - 1600 mm Grafik hubungan antara perpindahan dan beban pada balok kantilever profil I I beam 150.50.4.1600 dapat dilihat pada grafik Gambar 4.5 a, b, c 74 Universitas Sumatera Utara c Grafik beban vs dis plas em en,Beam I.150.50.4.1600 Beban di bawah pus at ges er va, 712.6, 18.43 581.2 vb, 712.6, 17.05 581.2 ha, 712.6, 28.42 hb, 712.6, 8.11 pusat geser, 712.6, 18.26 5 10 15 20 25 30 100 200 300 400 500 600 700 800 Beban kg D is pl as em en m m va vb ha hb pusat geser Gambar 4.5. Hubungan antara beban dan perpindahan, I beam 150.50.4.1600 Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5, diperoleh nilai Pcr sekitar 343 kg. untuk posisi beban di atas, 433 kg untuk posisi beban di pusat dan 581.2 kg untuk beban di bawah, Dan sudut puntir β untuk masing masing 0.003 o ,0.007 o dan 0.026 o . Kriteria pengambilan nilai Pcr adalah saat kondisi terjadinya perpindahan lateral yang berubah cukup cepat bila dibandingkan dengan pemberian beban sebelumnya. Kecenderungan tampang untuk terus bergerak ketika mencapai beban maximum, dimana dial indicator kadang bolak balik dan sudah menjadi tidak stabil. Dari hasil perhitungan nilai Pcr secara teoritis dengan nilai Pcr eksperimen masih berada di bawah nilai Pcr teoritis ideal, dimana Pcr teoritis sebesar 309,917 kg untuk posisi beban di atas, 481,127 kg untuk posisi beban di pusat dan 746,920 kg untuk beban di bawah . Kondisi tersebut juga terlihat dari hubungan antara beban dan sudut punter. Seperti halnya pada balok I Beam 150 x 40c x 4 - 1600 mm , bahwa perpindahan arah lateral terjadi lebih kecil bila dibandingkan pada arah vertikal. Kemungkinan kondisi flens masih kurang lebar untuk mencapai lendutan lateral lebih kecil dari lendutan ke arah vertical pada saat runtuh. Kekuatan balok I ini terhadap puntiran twisting adalah karena pengaruh flens yang semakin lebar, sehingga daya tahan terhadap puntir semakin besar. Universitas Sumatera Utara Grafik beban vs sudut twisting,Balok I beam 150.50.4.1600 Beban di f lens atas , 423, 0.037 Beban di f lens atas Pcr=343 kg Beban di pusat geser, Pcr=433 kg Beban di pusat geser, 549, 0.087 Beban di f lens baw ah, Pcr=581.2 kg Beban di f lens baw ah, 712.6, 0.136 0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160 100 200 300 400 500 600 700 800 Beban kg S udut tw is ting Beban di flens atas Beban di pusat geser Beban di flens bawah Besar Pcr tersebut juga dapat terlihat pada grafik hubungan antara beban dan sudut puntir yang terjadi, Gambar 4.6 dibawah ini. Gambar 4.6. Hubungan antara beban dan sudut puntir β, I beam 150.50.4.1600 Sama seperti pada I beam150.40.4.1600 dapat diamati bahwa besar sudut puntir yang terjadi juga lebih besar ketika beban di bawah dibanding kedua yang lainnya. Dari grafik terlihat bahwa, pada saat pembebanan dilakukan kondisi balok tersebut relatif belum stabil, kemungkinan lebar flens masih belum cukup menstabilkan lendutan kearah lateral dan sudut puntir yang terjadi sampai beban Pcr untuk masing masing posisi beban adalah .0.037 o ,0.087 o dan 0.136 o

4.4. Perbedaan perolehan