Patogenesis Mycobacterium bovis KAJIAN PUSTAKA

2.4. Patogenesis Mycobacterium bovis

Patogenesis BTB terdiri dari dua tahapan yaitu : masa infeksi primer dan masa reinfeksi. Pada masa infeksi primer terjadi perubahan yang ditimbulkan oleh Mycobacterium sp. pada organ tubuh dan kelenjarnya, yang disebut “komplek primer”. Infeksi yang terjadi pada organ-organ yang termasuk dalam komplek primer ini dapat sembuh. Namun, jika tidak sembuh, hal ini kemungkinan disebabkan karena bakteri bersifat sangat virulen, dan resistensi individu hospes yang rendah. Komplek primer dapat menimbulkan metastasis yang secara cepat dapat membunuh hewan Tarmudji dan Supar, 2008. Masa reinfeksi tuberkulosis yang terjadi pada sapi akan menyebabkan kejadian penyakit menjadi kronis atau menahun. Bila sapi penderita tuberkulosis dapat mengalahkan infeksi primer tersebut, secara klinis individu tersebut dapat sembuh. Sementara bila terjadi reinfeksi, maka menyebabkan infeksi menahun pada alat tubuh organ paru-paru dan hati fase ini disebut tuberkulosis menahun yang mengakibatkan terjadinya pembentukan tuberkel-tuberkel. Proses yang terjadi adalah sel-sel neutrofil menyerang dan mengelilingi bakteri yang ada pada jaringan. Sel-sel neutrofil ini secara cepat diganti dengan sel-sel epiteloid. Pada pertengahan tuberkel terlihat struktur fibrinoid yang diikuti perkejuan dan pengapuran. Di sekitar lapisan sel-sel terdapat selapis sel-sel spesifik yakni sel-sel bundar limfosit, monosit, sel-sel plasma, histiosit dan fibroblast. Pada TB biasanya ditemukan sel-sel epiteloid dan sel-sel Langerhans Tarmudji dan Supar, 2008. Saat Mycobacterium sp. berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular bulat. Reaksi immunologis menunjukkan bahwa bakteri tersebut akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding disekeliling bakteri itu oleh sel paru-paru. Mekanisme pembentukan dinding tersebut membuat jaringan disekitarnya menjadi jaringan parut, dan bakteri Mycobacterium sp. akan menjadi dormant istirahat. Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel Megawati, 2013. Perkembangan infeksi Mycobacterium sp. menjadi tuberkulosis aktif dalam inang dapat dibagi dalam 5 tahap, yaitu dimulai dengan inhalasi droplet. Paru merupakan jalan utama masuknya Mycobacterium sp. melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus serta alveoli Todar, 2012 Tahap kedua dimulai 7-21 hari setelah terinfeksi, Mycobacterium sp. memperbanyak diri dalam makrofag yang tidak aktif, sampai makrofag tersebut pecah. Kemudian makrofag lain yang aktif mulai muncul dari sistem darah tepi dan memfagositosis Mycobacterium sp., tetapi akhirnya makrofag ini juga kembali tidak aktif sehingga tidak dapat memusnahkan Mycobacterium sp. Todar, 2012 Pada tahap ketiga terbentuk respon imun selular. Limfosit khususnya sel T, mengenali antigen dengan bantuan molekul Major Histocompability Complex MHC selanjutnya akan terjadi aktivasi sel T dan pembebasan sitokin yaitu interferon gamma IFN γ. Pembebasan IFN γ akan mengaktifasi makrofag dan makrofag yang teraktivasi inilah yang mampu memusnahkan Mycobacterium sp.. Pada tahap ketiga ini juga terbentuk tuberkuli dan Mycobacterium sp. tidak dapat memperbanyak diri dalam keadaan tuberkuli, karena pH sangat rendah dan jumlah oksigen terbatas. Mycobacterium sp. dapat tahan dalam keadaan tuberkuli selama periode waktu tertentu Todar, 2012. Pada tahap keempat terjadi pertumbuhan tuberkuli. Walaupun banyak terdapat makrofag aktif disekitar tuberkuli, juga banyak terdapat makrofag yang tidak atau kurang aktif. Mycobacterium sp. menggunakan makrofag tidak atau kurang aktif ini untuk bereplikasi sehingga tuberkuli dapat tumbuh dan menyerang bronkhus menyebabkan infeksi Mycobacterium sp. dapat menyebar ke bagian lain paru-paru. Tuberkuli juga dapat menyerang arteri atau pembuluh darah lainnya dan menyebabkan tuberkulosis ekstra-paru Todar, 2012. Lesi juga ditemukan pada hati, granuloma paru-paru, limpa dan limfonodus mandibular, parotid, retro-pharyngeal, mediastinal, tracheobronchial dan tonsil Tarmudji dan Supar, 2008. Pada tahap kelima, caseous centers tuberkuli mencair, namun mekanisme terjadinya hal tersebut belum diketahui. Cairan ini sangat mendukung pertumbuhan Mycobacterium sp. dan mulai memperbanyak diri secara ekstrasel dengan cepat. Jumlah Mycobacterium sp. yang banyak akan menyebabkan lapisan jaringan terdekat dengan bronkhi mengalami nekrosis dan rusak, menimbulkan rongga dan menyebabkan Mycobacterium sp. dapat menyebar ke udara dan bagian lain dari paru-paru Todar, 2012.

2.5. Gejala Klinis Mycobacterium bovis