10
pemerintah dalam penguasaan dan kepemilikan tanah pertanian. Sedangkan berbeda dengan penelitian ini dengan judul Tindakan pemerintah kota Denpasar dalam
menanggulangi berkurangnya tanah pertanian di kota Denpasar.
1.5. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan ataupun maksud tertentu, adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah:
1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis 2.
Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.
4. Untuk mengetahui sejauh mana Tindakan pemerintahan terhadap
pengurangan tanah pertanian di kota Denpasar.
b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini, adalah: 1.
Untuk memahami pengaturan ketentuan peruntukan tanah pertanian yang mengalami pengurangan di kota Denpasar.
2. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi tanah pertanian di Kota
Denpasar berkurang di kota Denpasar.
11
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna
menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum pemerintahan 2.
Untuk memperoleh pemahaman dan gambar tentang hukum pemerintahan b.
Manfaat Praktis 1.
Untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka menerapkan suatu kebijaksanaan dalam menyempitnya tanah pertanian.
2. Untuk dapat dipakai sebagai acuanbagi para praktisi hukum terkait dengan
kebijaksanaan pemerintah.
1.7. Landasan Teoritis
Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan teori-teori, konsep-konsep, maupun pandangan-pandangan para ahli yang berpengaruh sebagai landasan
pemikiran penelitian. Pandangan-pandangan para ahli tersebut dipakai untuk mengkaji isu-isu hukum dalam penelitian ini secara teoritis dengan mengkaji
peraturan perundang-undangandan instrument-instrument hukum. 1.7.1. Teori Negara Hukum
Konsep negara hukum menjunjung tinggi perlindungan hak-hak rakyat, termasuk hak-hak rakyat atas sumber daya agraria, dengan tujuan terwujudnya
masyarakat adil dan makmur.Negara dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dapat dilakukan melalui penelusuran pandangan ilmiah para ahli.
12
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Negara
Kesatuan Indonesia adalah sebuah negara yang dalam menyelenggarakan pemerintahan adalah berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi
kekuasaan pemerintah, ini berarti bahwa kekuasaan Negara dibatasi oleh hukum rechtsstaat, bukan didasarkan atas kekuasaan belaka machtsstaat yang secara jelas
ditentukan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Philipus M. Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum Konstitusi
atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas demokrasi serta dasar negara Pancasila, oleh karena itu dari sudut pandang yuridisme Pancasila
maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adal ah “Negara Hukum
Pancasila. ”
3
Suatu negara agar dapat dikatakan sebagai negara hukum maka perlu diketahui elemen-elemen atau unsur-unsurnya yang tertuang di dalam Undang
Undang Dasar beserta peraturan pelaksananya, dan yang terpenting dalam praktek sudah dilaksanakan atau belum.
4
Mencermati bunyi Alenia ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajikan kesejahteraan umum, mencerdaskan
3
I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, hal.162.
4
Joeniarto,1968, Negara Hukum, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta, hal.8
13
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka untuk mencapai
tujuan negara tersebut disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Republik Indinesia yang terbentuk dalam suatu
sususan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Pancasila”. Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa sebenarnya
konsep negara hukum Indonesia merupakan perpaduan tiga unsur yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh.Pancasila merupakan dasar pembentukan hukum nasional. “Hukum
nasional disusun sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara.Tidak ada artinya hukum nasional disusun apabila tidak mampu mengantarkan bangsa Indonesia dalam
mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam naungan ridha Illahi. ”
5
1.7.2.Teori Otonomi Daerah Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “autos” yang artinya sendiri
dan “nomos” yang artinya peraturan. “Sehingga otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang kemudian berkembang pengertiannya menjadi
menjalankan pemerintahan sendiri. ”
6
Otonomi daerah merupakan suatu wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiiri local self government yang
memiliki dua unsur utama, yaitu mengatur rules making, regeling dan mengurus rules application, bestuur.
“Pada tingkat makro negara ke dua wewenang itu lazim
5
Sudjito Bin Atmoredjo, Negara Hukum Dalam Perspektif Pancasila, dalam Kongres Pancasila kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI dan Gadjah Mada, Balai Senat UGM, Yogyakarta, 30, 31,
dan 1 Juni 2009
6
Dharma Setyawan Salam, 2003, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan Nilai dan Sumber Daya Alam, Djambatan, Jakarta, hal. 81
14
disebut sebagai wewenang membentuk kebijakan policy making dan wewenang untuk melaksanakan kebijakan policy executing. Sehingga dengan pembentukan
daerah otonomi berarti telah terkandung penyerahan wewenang untuk mengatur dan mengurus oleh local government.
”
7
Dengan demikian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1.7.3.Teori Kewenangan Wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda
“bevoegdheid” yang berarti wewenang atau berkuasa. “Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan Hukum Administrasi,
karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga
Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan
perbuatan hukum. ”
8
7
Hoessein, Benyamin, Evaluasi Undang Undang Pemerintah Daerah, Harian Suara Karya, Jakarta, edisi 14 Februari 2002
8
SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hal. 154.
15
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara
hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu. Pengertian kewenangan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut :
“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang berasal dari Kekuasaan Legislatif diberi oleh Undang-Undang atau dari
Kekuasaan EksekutifAdministratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang
pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja.Di dalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakuk
an sesuatu tindak hukum public.”
9
Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
“Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan. Jadi, disini dilahirkandiciptakan suatu wewenang pemerintah yan
g baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang
pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya.Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada
9
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta hal. 29
16
mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang
lain.”
10
Menurut Stroink dan Steenbeek sebagaimana dikutip oleh Ridwan, mengemukakan pandangan yang berbeda, sebagai berikut :
“Bahwa hanya ada dua cara untuk memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,
sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain;
jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi. Mengenai mandat, tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau pelimbahan
wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun dalam arti yuridis formal, yang
ada hanyalah hubungan internal.”
11
Menurut Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa: “Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan
yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui
pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari
“pelimpahan.”
12
1.7.4.Teori Perundang-Undangan Undang-Undang dibedakan menjadi dua, yaitu Undang-Undang dalam arti
materiil dan undang-undang dalam arti formil. Hal ini merupakan terjemahan secara harafiah dari “wet in formele zin”dan “wet materiёle zin”yang dikenal di Belanda.
“Yang dinamakan Undang-Undang dalam arti materiil merupakan keputusan atau
10
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, hal. 90
11
Ridwan, HR., 2003, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Pres, hal. 74
12
Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 7
17
ketetapan penguasa yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.
”
13
“Undang-undang dalam arti formil ialah keputusan penguasa yang disebut dengan undang-undang dilihat dari cara pembentukannya.
Undang-Undang bersifat umum karena mengikat setiap orang dan merupakan produk lembaga legislatif. Pada umumnya Undang-Undang terdiri dari
dua bagian, yaitu konsederans atau pertimbangan yang berisi pertimbangan- pertimbangan mengapa Undang-Undang itu dibuat, dan diktum atau amar. Di dalam
amar terdapat isi dari Undang-Undang yaitu yang kita sebut pasal-pasal. Selain dua bagian tersebut ada bagian lain yang juga penting keberadaannya, yaitu ketentuan
peralihan. Ketentuan peralihan mempunyai fungsi penting, yaitu untuk mengisi
kekosongan hukum rechtsvacuum karena ada kemungkinannya suatu Undang- Undang baru tidak mengatur semua hal atau peristiwa yang diatur oleh Undang-
Undang yang lama. Kalau terjadi suatu peristiwa yang diatur dalam Undang-Undang yang lama tetapi tidak diatur dalam Undang-Undang yang baru maka disinilah
peranan ketentuan peralihan. Biasanya bunyi dari ketentuan peralihan yaitu: “apabila tidak ada ketentuannya, maka berlakukan peraturan yang lama.
” “Undang-Undang adalah hukum.
”
14
Hal ini karena Undang-Undang berisi kaedah hukum yang bertujuan untuk melindungi kepentingan manusia. Setiap orang dianggap tahu akan
adanya suatu Undang-Undang. Pernyataan ini merupakan fictie karena kenyataannya
13
L.J. van Apeldoorn, 1978,Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita,Jakarta, hal. 92.
14
Sudikno Mertokusumo, 1999,Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hal.80.
18
tidak setiap orang dapat mengetahui setiap Undang-Undang yang di undangkan hal ini karena ketidaktahuan seseorang bukanlah termasuk dasar pemaaf. Agar dapat
diketahui setiap orang, maka Undang-Undang harus di undangkan atau di umumkan dengan memuatnya dalam lembaran negara. Dengan dimuatnya dalam lembaran
negara maka peraturan perundang-undang tersebut mempunyai kekuatan mengikat setiap orang untuk mengetahui eksistensinya.
1.7.5 Konsep Tata Ruang Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta
dalam Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi bali mengatur bahwa Penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan; b.
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Asas dan Tujuan Penataan ruang dalam pasal 2 dan 3 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu :
19
Dalam Pasal 2 menyebutkan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. pelindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang ini menyebutkan penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c.
terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
1.8. Metode Penelitian