Pengeluaran masyarakat juga semakin bertambah dikarenakan mereka harus memperbaiki lahan mereka, dan menanam kembali sayur dan buah yang
telah terkena erupsi Gunung Sinabung. Masyarakat yang berada di Desa Gajah berusaha kembali untuk mengelola lahan pertanian dan keadaan mereka.
Terutama dalam hal konsumsi rumah tangga mereka, demi kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga Erupsinya Gunung Sinabung.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :
1 Berapa besar pangsa pengeluaran rumah tangga pasca erupsinya Gunung Sinabung?
2 Berapa besar faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan lamanya berumah tangga
mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga pasca erupsinya Gunung Sinabung?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1 Untuk mengetahui besar pangsa pengeluaran rumah tangga pasca erupsinya
Gunung Sinabung. 2 Untuk mengetahui besar faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan
ibu rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan lamanya berumah tangga yang mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga pasca erupsinya
Gunung Sinabung.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukan penelitian ini adalah : 1 Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang berkaitan
dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Sumatera Utara.
2 Bagi Pemerintah Kabupaten Karo, penelitian ini berguna sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijaksanaan,
khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga pasca erupsinya Gunung Sinabung.
3 Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah
tangga pasca erupsinya Gunung Sinabung. 4 Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya cukup jumlahnya, bermutu
baik, dan harganya terjangkau. Salah satu komponen pangan adalah karbohidrat yang merupakan sumber utama energi bagi tubuh Purwono dan Heni, 2007.
Penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Desirable Dietary Pattern Pola Pangan HarapanPPH. Kelompok pangan dalam
PPH ada sembilan yaitu padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur, dan buah serta lain-
lain termasuk minuman dan bumbu Baliwati, dkk., 2004. Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2
kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya
untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang akan mencapai titik maksimum sementara kebutuhan non
pangan, tidak akan ada batasnya. Dengan demikian, besaran pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai
petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga
yang bersangkuta. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka rumah tangga tersebut semakin sejahtera Mulyanto, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran
terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan permintaan demand terhadap kedua kelompok tersebut pada
dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan
terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi
pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan
makanan BKP, 2010. Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena
elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas
terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai tabungan saving atau diinvestasikan BKP, 2010.
Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
ekonomi penduduk, sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan perubahan tingkat kesejahteraan penduduk BKP, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pola pengeluaran konsumsi penduduk merupakan informasi untuk melihat kesejahteraan penduduk. Besarnya nilai nominal dapat diukur dalam satuan uang
yang dibelanjakan baik dalam bentuk pangan maupun non pangan, secara tidak langsung dapat mencerminkan kemampuan ekonomi rumah tangga, untuk
mencukupi kebutuhan yang mencakup barang dan jasa Aminuddin, 2006.
Pangsa atau Persentase Pengeluaran Pangan
Yang dimaksud dengan pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran
rumah tangga. Perhitungan pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut ini :
PF = x 100
Dimana : PF = Pangsa atau persentase pengeluaran pangan
PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga RpBulan TP = Total pengeluaran rumah tangga RpBulan.
Sinaga dan Nyak Ilham, 2002. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator
klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Pangsa pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi,
sedangkan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur ketahanan pangan dari aspek gizi Purwaningsih, 2010.
Tingkat ketahanan pangan dengan indikator tersebut ditabelkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 maka tingkat ketahanan pangan dikelompokkan menjadi 4
Universitas Sumatera Utara
kelompok, yaitu tahan pangan, kurang pangan, rentan pangan dan rawan pangan Purwaningsih, 2010.
Tabel 1. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Konsumsi Energi per
Unit Ekuivalen Dewasa Pangsa Pengeluaran Pangan
Rendah 60 Tinggi
≥ 60
Cukup 80 kecukupan energi
Tahan Pangan Rentan Pangan
Kurang ≤ 80
kecukupan energi
Kurang Pangan Rawan Pangan
Sumber : Jonsson dan Toole 1991 dalam Maxwell, D et al 2000 dalam Purwaningsih 2010
Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran
pangan rendah berarti kurang dari 60 bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki
kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga
rawan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan tinggi berarti lebih
dari 60 bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah tangga tersebut.
Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat memenuhi kecukupan energi
Purwaningsih, 2010. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga
antara lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
1 Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin
tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan
peningkatan kehidupan juga menjadi berubah Sumardi, 2003. Setiap orang atau keluarga mempunyai tingkat kebutuhan konsumsi yang
dipengaruhi oleh pendapatan. Kondisi pendapatan seseorang akan mempengaruhi tingkat konsumsinya. Makin tinggi pendapatan, makin banyak jumlah barang
yang dikonsumsi. Sebaliknya, makin sedikit pendapatan, makin berkurang jumlah barang yang dikonsumsi. Bila konsumsi ingin ditingkatkan sedangkan pendapatan
tetap, terpaksa tabungan digunakan akibatnya tabungan berkurang Prayudi, 2000.
Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin
besar tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat Rosida, 2007.
Distribusi pendapatan menjadi ukuran yang relatif cukup mewakili untuk menggambarkan kesejahteraan penduduk atau rumah tangga. Pengukuran
distribusi pendapatan dimaksudkan agar pemerintah dapat melihat ada tidaknya peningkatan kesejahteraan penduduk dalam suatu wilayah dan dalam periode
tertentu Samuelson, 2005. Proporsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi
terhadap kebutuhan non pangan seperti : perumahan, barang dan jasa, pakaian,
Universitas Sumatera Utara
dan barang tahan lama kendaraan, perhiasan dan sebagainya biasanya lebih besar dibanding masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah
Royyan, 2006. Pada rumah tangga dengan pendapatan rendah, 60-80 dari
pendapatannya dibelanjakan untuk makanan. Elastisitas pendapatan untuk makanan yang digambarkan dari persentase perubahan kebutuhan akan makanan
untuk tiap 1 perubahan pendapatan, lebih besar pada rumah tangga yang miskin dibandingkan pada rumah tangga kaya Soekirman, 2000.
Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, yang
menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar proporsi dari pendapatan tersebut yang dibelanjakan untuk makanan Ilham, Nyak
dan Bonar, 2002.
2 Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat juga dijadikan cerminan keadaan sosial ekonomi didalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang, semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam
menunjang perekonomian keluarga, juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga Hidayat, 2005.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene,
kesadaran terhadap keluarga, disamping berpengaruh pada faktor social ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, makan, dan perumahan. Ibu memegang
Universitas Sumatera Utara
peranan penting pada pengelolaan rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga terutama dapat menentukan sikap pengetahuan dan keterampilannya dalam
menentukan makanan keluarga Hidayat, 2005.
3 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung
mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. Jumlah anggota rumah tangga menentukan sampai batas tertentu jumlah pangan yang dikonsumsi, susunan isi
keranjang pangan, ukuran ruang rumah tempat tinggal, pengeluaran untuk pakaian, pendidikan, kesehatan dan rekreasi Sicat dan Arndt, H., 1991.
4 Lamanya Berumah Tangga Umur Perkawinan
Alokasi pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh lamanya berumah tangga umur perkawinan. Setiap tingkatan keluarga baik keluarga yang muda
ataupun keluarga tua memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda- beda, baik pangan dan non pangan. . Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga,
maka penggunaan alokasi pendapatan akan berbeda pula Fatimah, 1995.
2.2. Landasan Teori