3. Kandungan Kimia
Kandungan kimia tomat yang penting adalah likopen. Selain itu di dalam buah tomat juga mengandung beta-karoten, asam folat, asam malat, asam sitrat,
adenine, koline, tomatin, vitamin C, kalium, vitamin E, fruktosa, flavonoid dan fitosterol Dalimartha dan Soedibyo, 1999; Beecher, 1998.
4. Sifat Fisika Kimia
Di antara kandungan kimia tomat terdapat senyawa-senyawa yang bersifat polar maupun nonpolar. Asam folat, asam malat, asam sitrat, adenin, koline,
tomatin, vitamin C, fruktosa, kalium dan flavonoid merupakan kandungan senyawa yang bersifat polar. Likopen dan beta-karoten merupakan anggota dari
karotenoid yang mempunyai rumus molekul C
40
H
56
. Gugus ikatan hidrokarbon yang panjang dari likopen dan beta-karoten membuat keduanya memiliki sifat
sangat lipofil. Masing-masing memiliki 11 ikatan rangkap terkonjugasi. Likopen dan beta-karoten tidak larut dalam air dan dapat larut hanya dalam pelarut organik
atau minyak. Vitamin E atau sering juga disebut alfa-tokoferol merupakan vitamin yang larut lemak sehingga vitamin E bersifat nonpolar Anonim, 2007c.
A
B
C
Gambar 1. Struktur molekul likopen A, beta-karoten B dan vitamin E C Anonim, 2007c
5. Kegunaan
Likopen, beta-karoten, flavonoid, vitamin C dan vitamin E memiliki kemampuan menangkal radikal bebas sebagai antioksidan Buhler dan Miranda,
2000. Young dan Lowe 2001 melaporkan bahwa karotenoid termasuk di dalamnya likopen dan beta-karoten mampu bertindak sebagai antioksidan dengan
mengikat radikal bebas melalui tiga cara yaitu transfer elektron 1, abstraksi hidrogen 2 dan penambahan spesi radikal 3.
ROO
•
+ CAR → ROO
-
+ CAR
•+
1 ROO
•
+ CAR → ROOH + CAR
•
2 ROO
•
+ CAR → ROO − CAR
•
3 Menurut Rafi, et al. 2007 likopen juga mempunyai daya anti-inflamasi dengan
menghambat mediator proinflamasi inducible Nitic Oxide Synthase iNOS yang
diinduksi oleh lipopolisakarida dalam sel makrofag mencit. Selain itu likopen juga dapat menghambat pelepasan TNF-
α dan IL-1 β melalui mekanisme
penghambatan extracellular signal-regulated kinase ERK12 Shyu, et al., 2008. Beta-karoten juga diketahui memilki khasiat anti-inflamasi dengan
menekan aktivasi NF- κB melalui reaksi redoks Bai, et al., 2005. Vitamin E
diketahui mampu menurunkan produksi TNF- α melalui penghambatan 5-
lipoxygenase; dan diketahui dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi yang menginduksi pembentukam nitrogen oksida NO
•
Devaraj dan Jialal, 2005; Khanduja, et al., 2005. Selain itu beta-karoten dan vitamin E juga memiliki
khasiat sebagai anti-inflamasi dengan menghambat oksidasi dari asam arakidonat sehingga jalur pembentukan lipoxygenase dan cyclooxygenase akan terhambat
Halevy dan Sklan, 1987.
B. Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar.
Kulit berfungsi untuk : 1.
melindungi jaringan dari kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme,
2. mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air
secukupnya tetap terjadi perspiratio insensibilis, 3.
bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan konstriksi dan dilatasi pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat,
4. bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu
reseptor tekan, suhu, dan nyeri Mutschler, 1991.
Gambar 2. Struktur kulit Anonim, 2007a
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutis. Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit,
yang merupakan sel terbanyak yang menghasilkan keratin; sel melanosit, yang menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan
dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum diketahui Sander, 2003.
C. Inflamasi
Pada fase awal inflamasi, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah akan meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskular, menghasilkan peningkatan
filtrasi cairan dari kapiler. Cairan itu disebut juga transudat, merupakan ultrafiltrat dari plasma darah dan mengandung beberapa protein. Transudasi kemudian
meningkat, namun demikian dengan meningkatnya permeabilitas vaskular, yang menyebabkan aliran cairan kaya protein dan bahkan sel disebut eksudat menuju
interstitium. Pergerakan cairan kaya protein dari plasma menurunkan tekanan
osmotik intravaskular, pada saat yang sama meningkatkan tekanan osmotik dari cairan interstitial. Hasil akhirnya berupa pengeluaran air dan ion pada jaringan
ekstravaskular, yang terakumulasi disebut edema Mitchell dan Cotran, 1997. Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan rubor,
panas meningkat calor, pembengkakan tumor, nyeri dolor, dan gangguan fungsi fungsio laesa. Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran
darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal,
gangguan keluarnya plasma darah eksudasi ke ruangan ekstrasel akibat
meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri Mutschler, 1986. Penyebab inflamasi banyak dan beraneka ragam. Pengaruh yang sifatnya
merusak sel sering disebut noksi. Noksius penyebab inflamasi dapat berupa kimia obat–obatan, fisika panas atau dingin berlebihan, radiasi, benturan, serta
infeksi mikroorganisme atau parasit atau kombinasi ketiga agen tersebut Mutschler, 1991.
Noksius
Kerusakan sel
Pembebasan bahan mediator Emigrasi
leukosit
Proliferasi
Eksudasi Perangsangan
reseptor nyeri Gangguan
sirkulasi lokal
Pemerahan Panas
Pembengkakan Nyeri
Gangguan fungsi
Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan Mutschler, 1986
Nitrogen oksida NO
•
merupakan mediator kimiawi penyebab inflamasi. Peran NO
•
dalam terjadinya inflamasi antara lain : 1 relaksasi otot halus pembuluh darah vasodilatasi, 2 peran antagonis dari semua tingkat aktivasi
platelet adhesi, agregasi, dan degranulasi, dan 3 bersifat sebagai agen mikrobia dengan atau tanpa radikal superoksida pada makrofag teraktivasi. Oleh karena
waktu paro NO
•
yang hanya beberapa detik saja, maka efeknya hanya pada sel yang berada di dekat sumber penghasil NO
•
. Wakto paro NO
•
yang singkat juga menunjukkan bahwa efeknya dipengaruhi terutama oleh tingkat sintesisnya. NO
•
disintesis secara de novo dari L-arginine, oksigen molekular, dan NADPH oleh enzim nitric oxide synthase NOS. Terdapat tiga bentuk NOS, dengan distribusi
jaringan yang berbeda, dipengaruhi konsentrasi Ca
2+
, dan bentuk konstitutif dibanding inducible. Tipe 1 ncNOS neuronal constitutive NOS, yang aktivitas
enzimnya tergantung peningkatan konsentrasi Ca
2+
intrasel. Tipe 2 iNOS merupakan enzim yang dapat diinduksi. Terdapat pada banyak tipe sel, termasuk
hepatosit, mikosit kardiak, dan epitel saluran pernafasan; aktivitasnya tidak dipengaruhi konsentrasi Ca
2+
intrasel. Pada inflamasi, iNOS juga terdapat pada endotelium, sel otot halus, dan makrofag; diinduksi oleh sejumlah mediator dan
sitokin proinflamasi, sebagian besar oleh IL-1, TNF- α, dan IFN- , dan oleh
lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif. Tipe 3 ecNOS merupakan hasil sintesis NOS secara konstitutif, terutama terdapat pada
endotelium, dengan aktivitas yang juga dipengaruhi oleh konsentrasi Ca
2+
intrasel.
Gambar 4. Sumber dan efek nitrit oksida NO
•
pada inflamasi. Sintesis NO
•
oleh sel endotelial sebagian besar oleh ecNOS, kiri dan oleh makrofag sebagian besar
oleh iNOS, kanan. NO
•
menyebabkan vasodilatasi, dan radikal bebas NO
•
sitotoksik terhadap mikrobia maupun sel mamalia. Mitchell dan Cotran, 1997
Menurut Suschek, et al. 2004 radiasi UV B dapat meningkatkan produksi TNF- α yang dapat menginduksi pembentukan enzim iNOS pada sel endotelium kulit
manusia. Inflamasi juga dapat disebabkan oleh peristiwa lipid peroksidasi. Lipid
peroksidasi melibatkan Reactive Oxygen Spesies ROS. Target dari ROS adalah ikatan karbon-karbon pada poly-unsaturated fatty acid PUFA yang merupakan
penyusun dari membran sel. Ikatan rangkap karbon-karbon melemahkan ikatan hidrogen-karbon yang menyebabkan disosiasi hidrogen terjadi dengan mudah oleh
adanya radikal bebas. Radikal bebas akan mengambil elektron tunggal dari hidrogen yang berikatan dengan karbon pada ikatan rangkap. Lalu akan
meninggalkan karbon dengan elektron tidak berpasangan dan kemudian akan menjadi radikal bebas reaksi 1. Selanjutnya karbon radikal bebas menata diri
untuk mendapatkan bentuk yang stabil sehingga membentuk ikatan rangkap terkonjugasi. Ikatan rangkap terkonjugasi tersebut sangat mudah bereaksi dengan
oksigen untuk membentuk radikal peroksi reaksi 2. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam
lemak baru reaksi 3. Proses tersebut kemudian berlanjut dalam reaksi berantai Helwig, 2000.
Inisiasi : PUFA
−H + X
•
→ PUFA
•
+ X −H
1 Propagasi
: PUFA
•
+ O
2
→ PUFA−OO
•
2 Terminasi
: PUFA −OO
•
+ PUFA −H → PUFA−OOH + PUFA
•
3 Selanjutnya membran sel yang mengalami kerusakan akan mengaktifkan enzim
fosfolipase untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Asam lemak tak jenuh tersebut sebagian akan diubah oleh enzim cyclooxygenase menjadi asam
endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoxygenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik
prostaglandin maupun leukotrien bertanggungjawab bagi sebagian besar terjadinya gejala peradangan. Radikal bebas oksigen yang dilepaskan peroksida
juga memegang peranan pada timbulnya rasa nyeri Tjay dan Rahardja, 2002. Inflamasi juga dapat terjadi melalui pelepasan histamin oleh sel mast pada
dermis. Mekanisme yang mungkin pada peningkatan awal jumlah prostaglandin pada paparan UV B yang menyebabkan eritema dikarenakan adanya laporan
bahwa sel mast pada dermis juga terkativasi 3-6 jam setelah paparan, menghasilkan degranulasi dan pelepasan histamin diperkirakan bahwa histamin
kemudian dapat menstimulasi metabolisme arakidonat pada kulit, selanjutnya
peningkatan respon histamin setelah paparan UV akan menghasilkan peningkatan prostaglandin Pentland, 1990.
D. Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet UV secara fisik mirip dengan cahaya tampak, hanya saja sinar UV tidak memungkinkan untuk dilihat. Cahaya yang memungkinkan
untuk dilihat dikenal sebagai cahaya tampak dan terdiri dari warna – warna seperti dalam pelangi. Daerah ultraviolet dimulai setelah akhir warna ungu dalam
pelangi. Secara ilmiah, radiasi UV merupakan radiasi elektromagnetik seperti halnya pada cahaya tampak, sinyal radar dan sinyal pemancar radio Anonim,
2007b. Radiasi UV mempunyai panjang gelombang lebih pendek frekuensi
lebih tinggi dibandingkan cahaya tampak dan lebih panjang frekuensi lebih rendah dibandingkan Sinar-X. Radiasi UV berada pada kisaran panjang
gelombang 100 – 400 nm dan sering dibagi menjadi tiga berdasarkan daerah panjang gelombang, yaitu:
1. UVA 315-400 nm, sering disebut gelombang panjang “black light” 2.
UVB 280-315 nm, sering disebut gelombang medium “medium wave” 3.
UVC 100-280 nm, sering disebut gelombang pendek “short wave” Anonim, 2007b
Gambar 5. Spektrum elektromagnetik Anonim, 2007b
Panjang gelombang sinar ultraviolet yang lebih rendah dari 290 nm diabsorpsi oleh molekul oksigen, ozon, uap air di atas atmosfer dan tidak
mencapai permukaan bumi dalam jumlah banyak. Sumber utama efek kerusakan akibat sinar matahari disebabkan oleh bagian ultraviolet pada spektra antara 290
dan 400 nm UV B dan UV A. Panjang gelombang ultraviolet yang berbeda berpenetrasi ke kulit pada kedalaman yang berbeda dan efek biologi yang
ditimbulkan juga berbeda Naylor dan Farmer, 2000. Ultraviolet A UVA, sering disebut black light merupakan komponen
terbanyak dari sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi, kurang lebih 95 dari total sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi. UV A juga
merupakan panjang gelombang sinar yang dapat menyebabkan kulit tampak kecoklatan, dan untuk waktu yang lama memiliki reputasi sebagai spektrum sinar
ultraviolet yang aman. Beberapa penelitian sekarang ini membuktikan bahwa UV A dapat menyebabkan resiko yang signifikan, meskipun kerusakan yang
ditimbulkan tidak separah UV B. Namun demikian, UV A berpenetrasi lebih dalam ke dalam kulit dibandingkan panjang gelombang sinar ultraviolet yang lain,
dan dapat menyebabkan efek karsinogenik UV B. Oleh karena kemampuan
menembus kulit yang lebih dalam, UV A menyebabkan efek kerusakan kronis akibat paparan UV dan dapat menyebabkan efek imunologik. Meskipun hanya 5
bagian sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi, UV B merupakan komponen yang paling penting dari sinar matahari bagi kulit manusia. Hal itu
disebabkan karena UV B dapat menyebabkan kanker baik pada kulit yang mengandung banyak melanin maupun kulit dengan sedikit melanin. Penetrasi UV
B tidak sedalam UV A, namun UV B dapat berpenetrasi lebih dalam karena bereaksi dengan makromolekul dengan berbagai mekanisme yang menyebabkan
UV B memberikan efek biologis jangka pendek maupun jangka panjang Naylor dan Farmer, 2000.
E. Landasan Teori
Radiasi UV B dapat menimbulkan inflamasi melalui beberapa cara, antara lain disebabkan oleh radikal bebas ataupun produksi dari mediator
proinflamasi seperti histamin, leukotrien dan prostaglandin Suschek, et al., 2004; Anonim, 2008.
Ekstrak tomat yang mengandung senyawa-senyawa nonpolar seperti likopen, beta-karoten dan vitamin E memiliki kemampuan menangkal radikal
bebas sebagai antioksidan Buhler dan Miranda, 2000. Likopen juga dapat berperan sebagai anti-inflamasi dengan menghambat mediator proinflamasi
inducible Nitric Oxide Synthase iNOS yang diinduksi oleh lipopolisakarida dalam sel makrofag mencit Rafi et al., 2007. Beta-karoten juga diketahui
memilki khasiat anti-inflamasi dengan menekan aktivasi NF- κB melalui reaksi
redoks Bai, et al., 2005. Vitamin E diketahui mampu menurunkan produksi
TNF- α melalui penghambatan 5-lipoxygenase; dan diketahui dapat menurunkan
produksi sitokin proinflamasi yang menginduksi pembentukam nitrogen oksida NO
•
Khanduja, et al., 2005.
F. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ekstrak tomat yang diaplikasikan secara topikal memiliki efek untuk mengurangi atau
menghambat inflamasi terhadap paparan sinar UV B.
G. Rancangan Penelitian
1. Ekstraksi kandungan tomat untuk menarik senyawa-senyawa nonpolar seperti
likopen, beta-karoten dan vitamin E yang diketahui memiliki efek pengurangan atau penghambatan terhadap inflamasi pasca paparan UV B.
2. Pembuatan sediaan krim ekstrak tomat yang dapat digunakan untuk aplikasi
secara topikal. 3.
Radiasi UV B untuk menginduksi pembentukan edema pada reaksi inflamasi. 4.
Pengaruh sediaan krim ekstrak tomat terhadap inflamasi akibat paparan UV B. 5.
Analisis data dengan uji signifikansi berbagai perlakuan dengan Least Square Analysis dan SPSS.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek topikal ekstrak tomat terhadap mencit betina merupakan penelitian ekperimental murni dengan rancangan variabel
eksperimental acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Kadar ekstrak tomat. b. Variabel tergantung : Nilai skin-fold thickness yang terbentuk.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
1. Jenis kelamin mencit : betina
2. Umur mencit : 8 – 10 minggu
3. Spesies :
galur Balbc
b. Variabel pengacau tak terkendali yaitu keadaan patologis mencit. C.
Definisi Operasional 1. Minimum Edema Dose atau MEdD merupakan lama waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan peningkatan skin-fold thickness yang optimal mendekati 1,5-2 kali lipat skin-fold thickness awal akibat 1 kali paparan UV, yang
diukur 24 jam setelah radiasi.
19
2. Skin-fold thickness merupakan ketebalan lipatan kulit mencit pada bagian
punggung yang diukur menggunakan jangka sorong pasca paparan UV.
3. Mean selisih skin-fold thickness adalah skinfold thickness akhir setelah
paparan UV dikurangi skin-fold thickness awal sebelum paparan UV.
4. Lampu UV adalah lampu xenon UV B dengan panjang gelombang 280-320
nm broadband UV B. Pada jarak 40 cm dari permukaan lampu, irradiance yang dihasilkan sebesar 1 x 10
-3
Wcm
2
. Pemaparan sinar UV B dilakukan di Laboratorium Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Umum,
UGM Yogyakarta.
5. Krim ekstrak tomat adalah bentuk sediaan krim yang digunakan sebagai