Fisika Kuantum

(1)

FISIKA KUANTUM

4 SKS


(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

Mekanika

klasik

(Newton, Lagrange, Hamilton dll) sukses

menjelaskan gerak dinamis benda-benda makroskopis.

Cahaya sebagai gelombang (Fresnel, Maxwell, Hertz) sangat

berhasil menjelaskan sifat-sifat cahaya.

Pada akhir abad 19, teori-teori klasik di atas tidak mampu

memberikan penjelasan yang memuaskan bagi sejumlah

fenomena “berskala-kecil” seperti sifat radiasi dan interaksi

radiasi-materi.

Akibatnya, dasar-dasar fisika yang ada secara radikal diteliti-ulang

lagi, dan dalam perempat pertama abad 20 muncul berbagai

pengembangan teori seperti relativitas dan mekanika kuantum.


(3)

1.1 Radiasi Benda-hitam

Benda-hitam: penyerap semua radiasi

elektromagnet yang mengenainya, atau pengemisi semua radiasi elektromagnet yang dimiliknya. Berdasarkan termodinamika, distribusi panjang gelombang spektrumnya hanya bergantung pada temperatur tidak pada jenis bahan benda-hitam.

T2 T1

λ E(λ)

T1

>

T2

Raleigh-Jean Wien

Stefan (1879): total energi yang dipancarkan adalah:

σ adalah konstanta dan c=3x108 m/s adalah

kecepatan cahaya dalam ruang hampa. 4

)

/

4

(

c

T

E

=

σ

Wien (1893): panjang gelombang di mana rapat energi radiasi maksimum berbanding lurus dengan 1/T.

λmaxT=konstan; disebut hukum pergeseran Wien


(4)

Menurut teori medan listrik-magnet, gelombang elektromagnet

diemisikan oleh osilator muatan-muatan listrik.

Bilamana osilator-osilator dalam kesetimbangan dengan radiasi dalam

benda-hitam, maka rapat energi radiasi per satuan volum adalah:

u(

ν

)=

energi rata-rata osilator dengan frekuensi

ν

.

Hukum energi ekipartisi: energi rata-rata itu adalah

u(

ν

)=k

B

T

di mana

k

B

=1,3806 x 10

-23

J/K adalah konstanta Boltzmann. Dengan c=

λ ν

,

)

(

8

)

(

3

2

ν

πν

ν

u

c

E

=

T

k

E

(

)

8

4 B

λ

π

λ

=

Inilah rumusan Raleigh-Jeans, yang ternyata hanya berlaku pada panjang

gelombang yang besar.


(5)

Max Planck (1900):

Suatu benda-hitam adalah kumpulan osilator dalam kesetimbangan dengan

medan radiasi.

Suatu osilator dengan frekuensi

ν

hanya bisa memiliki energi:

...

,

2

,

1

,

0

;

=

=

nh

n

n

ν

ε

h

=6,624 x 10

-34

Js disebut konstanta Planck, dan

h

ν

disebut kuantum

energi.

Energi rata-rata per osilator dengan frekuensi

ν

adalah:

= =

− − =

0 0

) /

exp(

) /

exp( )

(

n

B n n

B n n

T k

T k

ν

u

1 ) /

exp( )

(

− =

T k

ν

h

ν

h

ν

u

B

Akhirnya diperoleh:

Inilah rumusan Planck yang sesuai kurva

2

ν


(6)

Untuk panjang gelombang yang besar berlaku pendekatan exp(hυ/kBT)=exp[hc/(λ kBT)] ≈1+ hυ /kBT

persamaan dari Raleigh-Jeans. Persamaan dapat diungkapkan dalam λ sebagai berikut:

T k c πν

B

3 2

8

=

1 8

)

( 3 /

2

= h k T

B e

h c

E ν πν υ ν

1

1

8

)

(

5 /

=

hc k T

B

e

hc

E

λ

λ

π

λ

Misalkan x=hc/λkBT, maka

1

8

)

(

5 4

4 5 5

=

B x

e

x

h

c

T

k

E

λ

π

Untuk memperoleh E(λ) maksimum, harus dipenuhi dE/dx=0; jadi,

0 1

5

1 − =

+ −

x

e x x=4,9651


(7)

1.2 Efek Foto Listrik

Dalam pengamatan ternyata:

(i) untuk suatu jenis logam ada frekuensi cahaya minimal yang dapat

melepaskan elektron, dan

(ii) semakin tingi intensitas cahaya yang mengenai permukaan logam,

semakin banyak elektron yang dilepaskan.

hv

K


(8)

1.3 Dualisme Gelombang-Partikel

Hasil-hasil eksperimen interferensi dan difraksi membuktikan bahwa teori tentang cahaya sebagai gelombang telah mantap pada penghujung abad 19, terlebih lagi karena keberhasilan teori elektromagnetik Maxwell.

h W

ν ≥ / W adalah fungsi kerja logam (=energi ikat elektron dipermukaan logam). Einstein (1905) menolak teori tersebut berdasarkan fenomena efek foto-listrik dimana permukaan logam melepaskan elektron jika disinari dengan cahaya berfrekuensi

Menurut Einstein, dalam fenomena tersebut cahaya harus dipandang sebagai kuanta yang disebut foton, yakni partikel cahaya dengan energi kuantum E=hν. Dalam teori relativitas khususnya (1905), hubungan energi dan momentum suatu partikel diungkapkan sebagai berikut:

2 2 2

2

c m p

c E

o

+ =

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝

p adalah momentum partikel, dan mo adalah massa

diam partikel bersangkutan

Untuk foton, karena tidak mempunyai massa diam, sedangkan energinya E=hυ, maka momentum foton adalah

h

E

=

=


(9)

Arthur H. Compton (1924)

elektron terhambur sinar-X terhambur

φ θ

sinar-X datang

Mengamati perubahan panjang gelombang sinar-X setelah dihamburkan oleh elektron bebas.

(

θ

)

λ

λ' − = 1− cos

c m

h

e

Jika λ dan λ’ adalah panjang gelombang sinar-X sebelum dan setelah terhambur, dan me adalah massa diam elektron, maka diperoleh hubungan:

h/mec=0,00243 nm, disebut panjang gelombang Compton.

λ

’>

λ

energi foton terhambur (E’) lebih kecil daripada energi foton datang (E).

λ

λ

Dapat dibuktikan dengan hukum kekekalan momentum dan energi


(10)

Louis de Broglie :

Mengemukakan bahwa tidak hanya cahaya yang memiliki sifat “mendua”, tetapi juga partikel.

.

p

h

=

λ

Panjang gelombang ini disebut panjang gelombang de Broglie. Clinton Davisson dan Lester Germer (1927):

Memperlihatkan efek difraksi dari berkas elektron ketika melalui celah sempit sebagaimana cahaya. Andaikan a adalah lebar celah dan posisi sudut untuk ‘gelap’ pertama adalah θ, maka berlaku

θ

berkas elektron

Suatu partikel dapat juga memiliki sifat gelombang. Menurut de Broglie suatu partikel yang memiliki momentum p jika dipandang sebagai gelombang, mempunyai panjang gelombang:


(11)

Kecepatan fasa:

v

f

=

λυ

=

(

h/p

)(

E/h

)

=E/p=p/

2

m=

½

v

.

Aneh tapi tidak penting karena tak punya arti fisis.

Momentum

p=mv

dan energi

E

=

p

2

/2

m=½mv

2

Yang penting adalah kecepatan grup, yakni

v

g

=

d

ω

/

dk

, di mana

ω

=2

πυ

dan

k

=2

π

/

λ

.

Dengan

E

=

p

2

/2

m

,

v

g

=

d

ω

/

dk

=

dE

/

dp

=

p

/

m

=

v

.

Kecepatan grup dari gelombang partikel

sama dengan kecepatan partikel itu

sendiri.

x Δx


(12)

1.2 Spektroskopi Atom Hidrogen

Johann Balmer (1885):

Eksperimen menunjukkan bahwa panjang gelombang-panjang gelombang semua garis spektrum atom hidrogen bisa diungkapkan dengan rumus empiris:

=

2

1

2

2

1

1

n

R

n

λ

dengan R =1.097x107 m-1 disebut konstanta Rydberg.

Balmer dan Ritz

: mengemukakan rumus yang lebih umum,

m

n

n

m

R

n

>

=

1

1

;

1

2 2

λ

Dengan rumusan empiris ini, Lyman menemukan deret ultraviolet untuk m=1, n=2, 3, 4, … dan Paschen menemukan deret inframerah untuk m=3, n=4, 5, 6, …

Bagaimana sebenarnya struktur atom? Ernest Rutherford (1911):

Berdasarkan percobaan hamburan partikel-α, menyarankan struktur atom terdiri dari inti bermuatan positif dan elektron-elektron yang mengitarinya.


(13)

BAB 2

DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM

2.1 Persamaan Gelombang

Tinjaulah getaran sebuah kawat halus yang diregang sepanjang sumbu-x dengan kedua ujungnya dibuat tetap. Misalkan simpangan pada sembarang posisi dan waktu adalah ψ(x,t).

Dalam teori gelombang simpangan itu memenuhi persamaan gelombang seperti:

2 2 2 2

2

) , ( 1

) , (

t t x v

x t x

∂ ∂ =

ψ

ψ

v adalah kecepatan fasa Misalkan

ψ

(x,t) =

ψ

(x)

φ

(t)

2 2

2 2

2 2

) ( )

( 1 )

( )

(

ω

φ

φ

ψ

ψ

= dt =−

t d t dx

x d

x v

0 ) ( )

( 2

2 2

=

+ t

t d

t

d

φ

ω

φ

φ

(

t

)

=

A

sin

(

ω

t

+

δ

)

0

)

(

)

(

2

2

=

+

x

x

d

ψ

ω

ψ

= +

x D

x C

x

λ

π

λ

π


(14)

ω

=2

πυ

,

υ

adalah frekuensi dan δ adalah konstanta; karena v adalah kecepatan merambat maka panjang gelombang

λ

=

v

/

υ

.

Untuk konstanta C dan D diperlukan syarat batas, misalnya untuk fungsi di atas, pada x=0, dan x=L dengan L adalah panjang kawat. Andaikan, untuk x=0, ψ(0)=0 maka D=0,

⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

= C x

x

λ π

ψ( ) sin 2

Selanjutnya jika di x=L, ψ (L)=C sin(2πL/λ)=0 maka sin(2πL/λ)=0, sehingga:

... , 2 , 1 ;

2

=

= n n

L

λ

n disebut nomor modus normal.

=

x

L

π

n

C

x

n

(

)

sin

maka:

Akhirnya:

(

,

)

sin

x

sin

(

t

)

L

π

n

B

t

x

n

+

=


(15)

2.2 Persamaan Schrödinger

Tinjaulah sebuah partikel yang memiliki massa m, bergerak dengan momentum p di dalam suatu medan konservatif. Menurut mekanika klasik, energi total partikel adalah jumlah energi kinetik dan potensial:

V m p E = +

2 2

) (

2m E V p = −

Sebagai gelombang, kecepatan fasa gelombang partikel itu

) (

2m E V E p

E v

− =

=

Misalkan ψ(x,t) adalah fungsi gelombang partikel, maka persamaan gelombang:

2 2 2

2 2

) , ( )

( 2 ) , (

t t x E

V E m x

t x

∂ ∂ −

= ∂

ψ

ψ

Suatu fungsi gelombang partikel dengan energi tetap berkaitan dengan frekuensi tetap. Untuk itu ψ(x,t) memenuhi

t iω

ψ


(16)

)

,

(

)

(

2

)

,

(

2 2

2

t

x

V

E

m

x

t

x

h

=

E

=

h

Mengingat dan

h

=

h

/

2

π

Akhirnya diperoleh persamaan:

0

)

(

)

(

2

)

(

2 2

=

+

x

V

E

m

x

x

ψ

ψ

h

Bagian waktu exp(-iωt) telah dihilangkan sementara karena tak mempunyai pengaruh, dan selanjutnya persamaan itu disebut persamaan Schrödinger yang tak bergantung waktu bagi sebuah partikel dalam satu dimensi.

Untuk tiga dimensi persamaan Schrödinger ini adalah:

0

)

,

,

(

)

(

2

)

,

,

(

2

2

+

=

ψ

x

y

z

m

E

V

ψ

x

y

z

h

V adalah energi potensial yang bentuknya harus diketahui sebelumnya, sedangkan fungsi gelombang ψ(x) dan energi E dari partikel bersangkutan merupakan solusi yang harus dicari dari persamaan tersebut.


(17)

)

(

)

(

ˆ

x

E

x

H

ψ

=

ψ

V m

H =− ∇2 +

2 2

ˆ h

Persamaan Schrödinger di atas dapat dituliskan sebagai berikut

dengan disebut hamiltonian partikel, yakni operator energi total dari partikel.

Dalam bahasa matematik, E adalah harga eigen dari operator H dengan fungsi eigen ψ(x). Persamaan (*) disebut persamaan harga eigen.

(*)

Turunan pertama terhadap waktu untuk fungsi gelombang ψ(x,t) dalam hal. 14 adalah:

)

,

(

)

,

(

t

x

i

t

t

x

ωψ

ψ

=

Karena E=ħω maka diperoleh

)

,

(

)

,

(

t

x

E

t

t

x

i

ψ

=

ψ

h

t

t

x

i

t

x

H

=

(

,

)

)

,

(

ˆ

ψ

h

ψ


(18)

Untuk fungsi gelombang partikel yang tidak bergantung waktu,

ψ

(

x

),

1

)

(

)

(

)

(

2

*

=

=

∞ − ∞

∞ −

dx

x

dx

x

x

ψ

ψ

ψ

ψ

*

adalah konjugasi dari

ψ

.

Fungsi

ψ

(

x

)

yang memenuhi persamaan di atas disebut fungsi yang dinormalisasi, sedangkan disebut rapat peluang.

dx x) 2

( disebut peluang menemukan partikel di antara x dan x+dx.

Total peluang untuk menemukan partikel itu disepanjang sumbu-x adalah:

Suatu fungsi gelombang partikel harus memiliki kelakuan yang baik, yakni:

• tidak sama dengan nol dan bernilai tunggal, artinya untuk suatu harga x,

ψ

(x)

memiliki hanya satu harga saja.

• fungsi dan turunannya kontinu di semua harga x, dan

2.3 Sifat-sifat suatu Fungsi Gelombang

2

) (x


(19)

=

x

L

n

C

x

π

ψ

(

)

sin

Contoh:

1

sin

)

(

0 2 2

2

=

=

∞ −

dx

x

L

n

C

dx

x

L

π

ψ

sin2θ=(1-cos2θ)/2, maka hasil integral di atas adalah C2(L/2)=1 sehingga

L

C

=

2

/

Jadi secara lengkap fungsi yang dinormalisasi adalah

=

x

L

n

L

x

π

ψ

(

)

2

sin

Jika

ψ

(x) adalah kombinasi linier dari sekumpulan fungsi-fungsi {ϕn(x)}, maka penulisannya secara umum adalah seperti:

=

n

n

n

x

c

x

)

(

)

(

ϕ

ψ

cn adalah koefisien bagi fungsi ϕn(x) yang bisa ril atau kompleks.

dx

x

x

c

m

ϕ

m*

(

)

ψ

(

)

∞ −

=

Jika

ϕ

n

(x)

adalah fungsi-fungsi yang dinormalisasi dan ortogonal satu sama lain.


(20)

Jika fungsi-fungsi {

ϕ

n(x)} selain ternormalisasi juga ortogonal (disebut ortonormal) satu sama lain maka berlaku

mn n

m x ϕ x dx δ

ϕ =

∞ −

) ( ) (

* =1; m=n

=0; lainnya Jika

ψ

(x) fungsi yang dinormalisasi, maka

1 )

( ) ( * ,

* =

∞ −

dx x

φ

x

φ

c

c m n

n m

n m

1

* =

n

n nc

c

1 )

( ) (

* =

∞ −

dx x x

Jadi,

Untuk memudahkan penulisan, fungsi-fungsi dituliskan dalam ket seperti dan konjugasinya dalam bra seperti

Integral overlap dituliskan seperti:

n

φ

n

φ

l k l

k x

ϕ

x dx

ϕ

ϕ

ϕ

=

∞ −

) ( ) ( *

δ disebut kronecker delta

1

,

*

=

mn

n m

n m

c


(21)

Ortogonalisasi Schmidt

Andaikan φ1 dan φ2 adalah fungsi-fungsi yang non-ortogonal satu terhadap lainnya.

Misalkan ϕ11, lalu pilih ϕ22+αφ1. Besarnya α dihitung atas dasar ϕ1 dan ϕ2 yang ortogonal satu sama lain.

ϕ

1*

ϕ

2

dx

=

φ

1*

φ

2

dx

+

α

φ

1*

φ

1

dx

=

0

=

dx

dx

1 * 1

2 * 1

φ

φ

φ

φ

α

2.4 Operator Fisis

Setiap besaran fisis suatu partikel dikaitkan dengan operatornya; misalnya operator bagi energi total adalah Ĥ seperti diperlihat dalam persamaan:

V

m

H

=

2

+

2

2

ˆ

h


(22)

Bagi suatu operator besaran fisis berlaku istilah matematik berikut: 1. Harga suatu besaran fisis adalah nilai eigen dari operatornya;

2. Setiap nilai eigen dari suatu operator berkaitan dengan suatu fungsi eigen; nilai eigen adalah ril.

) ( )

(

ˆ x E x

Hψ = ψ

Persamaan harga eigen:

fungsi eigen partikel

nilai eigen; energi partikel

operator energi total; disebut hamiltonian partikel

3. Secara umum harga rata-rata suatu besaran fisis pada fungsi keadaannya memenuhi persamaan

∞ − ∞

∞ −

=

dx

x

x

dx

x

A

x

A

av

)

(

)

(

)

(

ˆ

)

(

* *

ψ

ψ

ψ

ψ

operator besaran fisis


(23)

∞ −

=

x

A

x

dx

A

av

ψ

*

(

)

ˆ

ψ

(

)

Bagi fungsi keadaan yang dinormalisasi

)

(

)

(

ˆ

x

a

x

A

ϕ

n

=

n

ϕ

n

=

n

n

n

x

c

x

)

(

)

(

ϕ

ψ

Andaikan:

n n n

n

mn n n mn

m n

m n n mn

m

n m

n mn

m av

a

c

c

a

c

c

dz

x

x

a

c

c

dx

x

A

x

c

c

x

d

x

A

x

A

=

=

=

=

=

*

* *

*

* *

*

)

(

)

(

)

(

ˆ

)

(

)

(

ˆ

)

(

δ

ϕ

ϕ

ϕ

ϕ

ψ

ψ

Jika

{

ϕ

n

}

adalah fungsi-fungsi yang ortonormal

Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku

dx

x

x

A

dx

x

A

x

)

ˆ

(

)

[

ˆ

(

)

]

(

)

(

*

*

ψ

ψ

ψ

ψ


(24)

Menurut de Broglie, sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu-x mempunyai momentum linier px= ħk dengan k=2π/λ. Fungsi gelombang partikel itu adalah .

ikx

ae

x

φ

(

)

=

Bagaimanakah bentuk operator momentum yang memiliki harga eigen px= ħk ? Untuk itu berlaku persamaan nilai eigen:

)

(

)

(

ˆ

x

k

x

p

x

ϕ

=

h

ϕ

ikx

ae

x

φ

(

)

=

)

(

)

(

ˆ

x

dx

d

i

x

p

x

ϕ

ϕ

⎛−

=

h

dx

x

d

i

x

k

ϕ

(

)

h

ϕ

(

)

h

=

dx

d

i

p

ˆ

x

h

Jadi operator momentum linier adalah:

Secara umum, operator momentum:

=

i

h

p

ˆ

Operator momentum:

Ingat, energi kinetik:

2 2 2 2

2

2

1

2

ˆ

ˆ

dx

d

m

dx

d

i

dx

d

i

m

m

p

K

x

h

h

=

h

⎛−

⎛−

=


(25)

Jika keduanya merupakan operator besaran fisis maka didefinisikan komutatornya seperti

Komutator

:

Tinjau dua buah operator:

A

ˆ

dan

B

ˆ

A

B

B

A

B

A

ˆ

,

ˆ

]

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

[

=

0

]

ˆ

,

ˆ

[

A

B

=

Jika Kedua operator disebut komut.

Contoh, tentukan komutator operator-operator x dan d/dx ! Gunakan fungsi ϕ(x) sebagai alat bantu:

)

(

)

(

)

(

)

(

)]

(

[

]

)

(

[

)

(

]

,

[

x

dx

x

d

x

x

dx

x

d

x

x

x

dx

d

dx

x

d

x

x

dx

d

x

ϕ

ϕ

ϕ

ϕ

ϕ

ϕ

ϕ

=

=

=

1

,

=

⎥⎦

⎢⎣

dx

d

x

Jadi:

,

=

1

⎥⎦

⎢⎣

x

dx

d

Buktikan:


(26)

Dua buah operator yang komut satu sama lain, mempunyai

fungsieigen yang sama.

[ ]

ˆ

,

ˆ

0

0

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

0

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

;

ˆ

=

=

=

=

=

=

B

A

A

B

B

A

ab

ba

A

B

B

A

b

B

a

A

ψ

ψ

ψ

ψ

ψ

ψ

ψ

ψ


(27)

2.5 Persamaan Gerak Heisenberg

∞ −

=

x

t

A

x

t

dx

A

av

ψ

*

(

,

)

ˆ

ψ

(

,

)

Secara umum jika Aav adalah harga rata-rata operator besaran fisis dengan fungsi gelombang ψ(x,t) maka:

A

ˆ

Variasi harga rata-rata itu terhadap waktu adalah

+

+

=

dx

t

A

A

t

t

A

dt

dA

av *

ˆ

*

ˆ

*

ˆ

+

=

A

H

dx

i

t

A

dt

dA

av

]

ˆ

,

ˆ

[

1

ˆ

*

h

[

]

[ ]

A

H

i

A

H

H

A

i

H

A

i

A

H

i

t

A

A

t

ˆ

,

ˆ

1

ˆ

ˆ

ˆ

ˆ

1

ˆ

ˆ

1

ˆ

ˆ

1

ˆ

ˆ

* * * * *

*

h

h

h

h

+

=

=

=

+

t

t

x

i

x

H

=

(

,

)

)

(

ˆ

ψ

h

ψ

[

]

t

t

x

i

x

H

=

(

,

)

)

(

ˆ

*

h

*

dan Mengingat:


(28)

dx

dt

A

d

dt

dA

av *

ˆ

=

Jadi, dengan

[ ]

A

H

i

t

A

dt

A

d

ˆ

,

ˆ

1

ˆ

ˆ

h

+

=

dt

A

d

ˆ

Operator turunan dari

t

A

ˆ

Turunan dari

A

ˆ

A

ˆ

Jika operator

A

ˆ

komut dengan

H

ˆ

, maka

t

A

dt

A

d

=

ˆ

ˆ

Jika operator

A

ˆ

selain komut dengan

H

ˆ

, juga tak bergantung waktu:

ˆ

=

0

dt

A

d

Besaran fisis seperti itu disebut tetapan gerak dari partikel (kekal dalam pengertian klasik).


(29)

2.6 Representasi Matriks

ψ

ψ

a

A

ˆ

=

Tinjau persamaan harga eigen:

=

=

N i i i

c

1

φ

ψ

Misalkan:

=

j j j j j

j

A

a

c

c

ˆ

φ

φ

∑ ∫

∑ ∫

=

j j i j j j i

j

A

d

a

c

d

c

φ

*

ˆ

φ

τ

φ

*

φ

τ

maka

Kalikan dari dengan

i ij

j

j

A

ac

c

=

N N N N N N

ac

c

A

c

A

c

A

ac

c

A

c

A

c

A

ac

c

A

c

A

c

A

=

+

+

+

=

+

+

+

=

+

+

+

=

+

+

+

...

...

...

...

...

.

...

.

...

.

...

3 3 2 32 1 31 2 2 2 22 1 21 1 1 2 12 1 11 0 ... ) ( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ) ( ... .... ... ) ( .... ... ) ( 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 = ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − − − N N N c c c c a A A A A A a A A A A A a A A A A A a A * i

φ


(30)

0

) (

... ...

... ... ...

... ...

... ...

) (

... ...

) (

... ...

) (

3 2 1

3 33

32 31

2 23

22 21

1 13

12 11

= − −

− −

a A

A A A

A a

A A

A

A A

a A

A

A A

A a A

NN N

N N

N N N

Jika elemen-elemen Aij diketahui maka harga a dapat ditentukan sebagai solusi dari polinom yang diperoleh dari determinan:

⎟⎟

⎜⎜

=

0

1

1

0

ˆ

A

Contoh

0

1

1

=

a

a

a

2

-

1=0

,

a

1=-1 dan

a

2=1

.

0

1

1

2

1

=

⎟⎟

⎜⎜

⎟⎟

⎜⎜

c

c

a

a

Dengan

a

1 diperoleh c1= -c2=1/√2 dengan

a

2 diperoleh c1=c2=1/√2

)

(

1 2 2

1

1

φ

φ

ψ

=

)

(

1 2 2

1

2

φ

φ


(31)

(32)

BAB 3

SISTEM DENGAN POTENSIAL SEDERHANA

Persamaan Schrödinger untuk 1 partikel yang tidak bergantung waktu untuk suatu partikel

3.1 Potensial Tangga

Sebuah elektron datang dari x-negatif menuju x-positif. Di x=0 elektron itu menghadapi potensial tangga sebesar Vo. Jika energi total elektron, E< Vo, secara klasik elektron akan terpantul sepenuhnya.

Bagaimana menurut kuantum?

x E

V

Vo

0

Di daerah x<0, V=0; misalkan fungsi gelombangnya adalah ψ1(x).

0

2 2 1

1 2 2

= + E dx

d me

h

dapat diselesaikan jika bentuk potensial V diketahui sebelumnya.

2 2

1

2 ;

) (

h

E m k

Be Ae

x = ikx + −ikx = e

ψ

gelombang pantul. gelombang datang

0 )

(

2 2

2 2

= −

+ E V dx

d m

h ψ ψ

E V

dx d

m ⎟⎟ =

⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ − 2 22

2


(33)

Di daerah x>0, V=Vo; misalkan fungsi gelombang elektron adalah ψ2(x)

0 )

(

2 2 2

2 2 2

= −

+ E V

dx d

me o

h

Karena E<Vo, maka solusi bagi fungsi ψ2(x) merupakan fungsi eksponensial menurun seperti:

Kx

Ce

x

)

=

(

2

2 2

2

2 2 ( ) 2

k V m E

V m

K = e o − = e o

h h

Di x=0, ψ1 dan ψ2 harus bersambung agar fungsi gelombang itu kontinu;

);

0

(

)

0

(

2

1

=

Syarat kontinu:

0 2

0

1

(

)

(

)

= =

=

x

x

dx

x

d

dx

x

d

dan

C B

A+ = ik(AB) = −KC

A

iK

k

k

C

A

iK

k

iK

k

B

+

=

+

=

;

2

0

;

2

)

(

0

;

)

(

1

>

=

<

+

+

=

x

Ae

k

x

x

Ae

iK

k

iK

k

Ae

x

Kx

ikx ikx

ψ

ψ

x 0

ψ2 ψ1


(34)

Kerapatan peluang elektron di x>0 dapat dihitung dengan menggunakan ψ2(x):

Kx o

Kx

e A V

E e

A K k

k

x 2 2 2 2 2 2

2 2

2

4 4

)

( − = −

+ =

ψ

Jadi, meskipun mengalami potensial penghalang yang lebih besar dari energinya, elektron masih mempunyai peluang berada di x>0.

Peluang itu menuju nol jika Vo>>E, atau di x=∞.

C/A⏐2= 4k/(k2+K2)=4E/V

o adalah koefisien transmisi yang secara klasik tak dapat

diramalkan.

3.2 Potensial Tangga Persegi

a E V

Vo

0 x

a x x

a x V

x

V o

> <

=

≤ ≤ =

, 0 ;

0 0 ; )

(

Sebuah elektron datang dari negatif menuju x-positif. Eleketron menghadapi potensial tangga seperti:

Sepanjang perjalanannya energi total elektron, E< Vo.

Karena V=0, fungsi gelombang elektron sebagai solusi persamaan Schrodinger dalam daerah x<0 sama dengan:


(35)

Dalam daerah 0<x<a, karena E<Vo: fungsi gelombang sebagai solusi persamaan Schrodinger adalah

Kx Kx

De

Ce

x

)

=

+

(

2

ψ

2

2 2

2 2 ( ) 2

k V m E

V m

K = e o − = e o

h h

Di daerah x>a, V=0; maka fungsi gelombang di sana adalah:

ikx

Fe

x

)

=

(

3

ψ

Hanya arah ke kanan saja.

Syarat kontinuitas di x=0 dengan menggunakan fungsi-fungsi ψ1(x) dan ψ2(x), akan memberikan hubungan:

) (

)

(A B K C D ik

D C B A

− =

+ = +

dan syarat kontinuitas di x=a dengan menggunakan ψ2(x) dan ψ3(x), memberikan

ika Ka

Ka

ika Ka

Ka

ikFe

De

Ce

K

Fe

De

Ce

=

=

+

− −

)

(


(36)

Ilustrasi fungsi gelombang-fungsi gelombang:

a x

0

ψ1(x) ψ2(x)

ψ3(x)

x=a. Jadi, secara kuantum elektron dapat menerobos potensial penghalang meskipun energinya lebih kecil daripada potensial penghalang. Fenomena inilah yang disebut sebagai efek terobosan (tunnel effect).

2 2

/ A

B merupakan koefisien pantulan di x=0 dan F 2 / A 2 adalah koefisien transmisi di

Terobosan partikel berlangsung dalam peluruhan radioaktif. Suatu partikel-α (= inti atom He) mengalami gaya dorong elektrostatik inti hingga jarak 10-8 μm dari inti Uranium. Kurang dari jarak itu gaya

bersifat tarikan dan berbentuk sumur potensial seperti diperlihat-kan dalam Gb. Partikel-α dalam sumur itu dapat menerobos penghalang (tarikan) dan selanjutnya terdorong keluar.

Eksperimen menunjukkan bahwa energi partikel itu lebih kecil daripada penghalang.

E V(r)


(37)

3.3 Sumur Potensial Persegi Tak Terhingga

Andaikanlah suatu elektron dalam pengaruh potensial berbentuk sumur tak terhingga berdimensi-1 seperti berikut:

a x a x

a x a x

V

− ≤ ≥

∞ =

< < − =

, ;

; 0 ) (

V=∞

-a 0 a x

Elektron terperangkap dalam daerah –a<x<a, dan sama sekali tak dapat ke luar daerah itu. Dengan perkata lain peluang elektron berada di x>a dan di x <-a sama dengan nol. Oleh sebab itu, jika ψ(x) adalah fungsi gelombangnya, maka

0 ) ( )

(−a = a =

Karena V=0 dalam daerah –a<x<a, maka persamaan Schrödinger bagi elektron tersebut adalah:

0

2 2

2 2

=

+ ψ

ψ

E dx

d me

h

atau

2 2

2 2 2

2 ;

0

h

E m k

k dx

d e

= =

+

ψ

ψ

Solusinya adalah ψ (x) = C cos kx dan ψ (x) = D sin kx


(38)

Harga C dan D dihitung melalui normalisasi fungsi, yakni:

*( ) ( ) =1

dx x x n

a

a

n

ψ

ψ

Hasilnya adalah C=D=1/

a

, sehingga fungsi-fungsi eigen adalah:

...

5

,

3

,

1

;

2

cos

1

)

(

=

=

x

n

a

π

n

a

x

n

;

2

,

4

,

6

...

2

sin

1

)

(

.

=

=

x

n

a

π

n

a

x

n

ψ3

ψ2

ψ1

-a 0 a x

⏐ψ3⏐2

⏐ψ2⏐2

⏐ψ1⏐2

-a 0 a x

Fungsi-fungsi ini membentuk set ortonormal; artinya:

*n(x) n'(x)dx = nn'

Selanjutnya, diperoleh harga eigen energi:

....

,

3

,

2

,

1

;

8

2

2 2

2

=

⎟⎟

⎜⎜

=

n

a

m

n

E

e n

h

π

ψ4

ψ3 ψ2

E =4E E3=9E1 E4=16E1


(39)

3.4 Sumur Potensial Persegi Terhingga

Misalkan elektron terperangkap dalam sumur potensial terhingga seperti:

a x a x V

a x a x

V

o ≥ <−

=

< < − =

, ;

; 0 )

( E<V

o Vo

V

x a

-a

Jika energi E<Vo secara klasik elektron tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara kuantum, karena potensial itu terhingga elektron masih berpeluang berada diluar daerah –a<x<a. Syarat batas hanyalah:

Persamaan Schrödinger untuk daerah –a<x<a adalah:

0 ) (±∞ =

0 0

2

2 2

2 2

2 2

= +

→ =

+

ψ

ψ

ψ

ψ

k dx

d E

dx d me

h

dengan mana diperoleh solusi berikut:

kx x) cos ( =

ψ

dan

ψ

(x) =sinkx

2

2 2

h

E m k = e

di mana Untuk daerah ⎟x⎟≥a, persamaan Schrödinger adalah:

0 )

( 2 2

= −

+


(40)

Jika energi elektron E<Vo maka ψ(x) merupakan fungsi exponensial yang menurun dan menuju nol di ⎟x⎟=∞. Jadi, untuk ⎟x⎟≥a:

x K

e

C

x

)

=

(

ψ

2

2 2 ( ) h

E V m

K = e o

dengan Syarat kontinu di x=±a :

Ka Ka

KCe ka

k

Ce ka

− −

− = −

=

sin cos

Ka ka

tg

ka =

Ka Ka

KCe ka

k

Ce ka

− −

− = =

cos sin

Ka

ka

ctg

ka

=

2

2 2

h

E m k = e

2 2 2 ( )

h

E V m

K = e o

2 2 2

2 2

) ( ) (

h

a V m Ka

ka + = e o

tg (ka)

n=3 n=2

n=1 n=0

ctg (ka) ctg (ka) tg (ka)

Ka

ka 2π

3π/2

π/2 π

2 2 2

2 2

) ( ) (

h

a V m Ka

ka + = e o

Terlihat, jumlah tingkat energi sangat bergantung pada harga Voa2; misalnya untuk

Voa2≤(πħ2/4m


(41)

ψ3

-a 0 a x

ψ2

ψo ψ1

Jelas bahwa meskipun potensial yang dialami elektron itu terhingga, namun karena

E<Vo, energinya tetap diskrit.

Keadaan energi yang diskrit itu merupakan ciri dari partikel yang terikat dalam sumur potensial.

Karena potensial itu berhingga, fungsi-fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk eksponensial menurun di luar sumur. Artinya, elektron masih mempunyai peluang berada di luar sumur. Hal ini tidak mungkin secara klasik.


(42)

3.5 Sumur Potensial Persegi dengan Dinding

Misalkan pertikel berada dalam sumur potensial terhingga seperti:

a x

a x V

x x

V

o

≥ =

< < −

=

≤ ∞

=

; 0

0 ;

0 ;

) (

E<0

-Vo

0 a x

V

Di x=0, potensial itu ∞ sehingga elektron tidak mungkin berada di daerah x<0. Bagaimanakah energi dan fungsi gelombang elektron jika E<0?

Di dalam daerah 0<x<a, persamaan Schrödinger adalah:

0

)

(

2

2 1

1 2 2

=

+

+

ψ

ψ

o e

V

E

dx

d

m

h

0

1 2 2

1 2

=

+

ψ

ψ

k

dx

d

)

(

2

2 2

E

V

m

k

=

e o

h

ikx ikx

Be Ae

x)= + − (

1

ψ

Karena ψ1(0)=0, maka A+B=0 atau B=-A

ψ


(43)

Persamaan Schrödinger di daerah x>a adalah:

0

2

2 2

2 2 2

=

ψ

E

ψ

dx

d

m

e

h

0

2 2 2

2 2

=

ψ

ψ

K

dx

d

2

2 2

h

E m K = e

Kx

e D x) = − (

2

ψ

Syarat kontinu di x=a harus memenuhi ψ12 dan 1/dx=2/dx. Jadi,

Ka

e D ka

Csin = −

Ka

KDe

ka

kC

cos

=

− 2 2

2

) 2 exp(

K k

Ka k

C D

+ =

Ka ka

ctg

ka ( ) = −

dan

2 2 2

2 2

2

2

h

a

V

m

a

K

a

k

+

=

e o


(44)

e n n

o e

n n

m

K

E

V

m

k

E

2

atau

2

2 2 2

2

h

h

=

=

Dari rumusan k dan K, tingkat-tingkat energi elektron adalah:

Bentuk fungsi-fungsi keadaan dapat digambarkan dengan menggunakan hasil-hasil di atas:

ψ4 ψ3

ψ1 ψ2

0 a x

0

n=2 n=1

Ka

ka 2π

3π/2

π/2 π

2 2 2

2 2

) ( ) (

h

a V m Ka

ka + = e o

Di mana kn dan Kn diperoleh berdasarkan titik-titik potong dalam gambar. Jadi, energi

elektron diskrit, karena elektron terperangkap dalam sumur potensial.

Untuk Voa2<πħ2/4m

e tidak ada titik potong,

untuk πħ2/4m

e< Voa2<πħ2/2me hanya ada satu


(45)

3.6 Osilator Harmonis Sederhana

Dalam mekanika klasik, osilator harmonis sederhana adalah benda yang bergerak osilasi dengan simpangan kecil dalam pengaruh gaya konservatif:

x m

Fr = − ω 2 r

m adalah massa, dan ω adalah 2π x frekuensi; gerak osilasi berbentuk sinusoida dengan amplitudo A adalah:

t A

t

x( ) = sin

ω

Dengan gaya konservatif tersebut, energi potensial yang dimiliki benda adalah:

2 2 2

1 0

. )

(x F dx m x V

x

= −

=

r r

-A 0 A x

V

V(x)=½mω2x2

K(x)=E-V(x) Emω2A2

Energi total sebagai jumlah energi potensial (V) dan energi kinetik (K) diperlihatkan dalam:

2 2 2

1

m

A

E

=

ω


(46)

Bagaimana pandangan fisika kuantum?

Persamaan Schrödinger untuk suatu partikel berosilasi

adalah:

0 ) ( ) (

2 ) (

2 2

2

= −

+ m E V x

dx x

d

ψ

ψ

h

(

)

( ) 0

2 )

( 2 2

2 1 2

2 2

= −

+ m E m x x

dx x

d

ψ

ω

ψ

h

Lakukan penyederhanaan:

a

=

m

;

c

=

2

E

;

z

=

ax

ω

ω

h

h

0 ) ( ) (

)

( 2

2 2

= −

+ c z z

dz z

d

ψ

ψ

Persamaan ini dapat diselesaikan dalam dua tahap.

Tahap pertama: untuk z yang besar c dapat diabaikan: (appr. Asimtotik)

2 / 2

)

(

z

e

z

Tahap berikutnya, nyatakan fungsi lengkap seperti:

2 / 2

)

(

)


(47)

0 )

1 ( 2

) (

2 2

= −

+

c H

dz dH z dz

z H d

Persamaan Schrodinger menjadi:

merupakan persamaan diferensial Hermite. Solusinya adalah polinom Hermite sebagai berikut:

( )

;

0

,

1

,

2

,

...

..

)

1

(

)

(

=

2

e

− 2

n

=

dz

d

e

z

H

n z

n z n

n n= 12(c−1) =0,1, 2,...

2 / 1

!

2

1

;

)

(

)

(

2 2 1

π

n

N

e

z

H

N

z

n n z n n

n

=

=

sehingga fungsi-fungsi eigen (keadaan) adalah:

di mana adalah faktor normalisasi dan n merupakan bilangan kuantum .

1

)

(

z

=

H

o

2 2 1 2 1

)

(

z

o

z

π

e

− −

=

z

z

H

1

(

)

=

2

2 2

1 2 1

2

)

(

z

=

π

ze

z

ψ

Contoh fungsi-fungsi keadaan:

Fungsi-fungsi eigen ini membentuk set yang ortonormal.

)

(

)

(

!

2

;

)

(

)

(

1/2

2 2 2 1

z

a

x

n

a

N

e

ax

H

N

x

n n a x n n n n

n

π

ψ

ψ


(48)

... , 2 , 1 , 0 ;

)

( + 12 =

= n n

En h

ω

diperoleh energi eigen (keadaan) bersangkutan:

Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi keadaan diperlihatkan dalam gambar. Fungsi keadaan

) 1 (

2

1 −

= c

n

E

c

h

2

=

Dari dan

2 2 1 2 1

)

(

z

o

z

π

e

− −

=

disebut keadaan dasar dengan energi Eo=½ħω.

ψ1 ψo

ψ2

z E1

E2

Eo

V

Terlihat bahwa, karena partikel terperangkap dalam potensial V, maka energinya diskrit. Frekuensi osilator lebih kurang sama dengan frekuensi bunyi; oleh sebab itu,


(49)

Sifat-sifat penting polinom Hermite:

(i). Hubungan rekursif:

) ( 2

) ( 2

)

( 1

1 z z H z n H z

H n+ = nn

) ( 2

) (

1 z

H n dz

z dH

n n

=

(ii). Sifat ortogonalitas:

mn n

n m

z

π

n

dz

z

H

z

H

e

2

(

)

(

)

=

2

!

1/2

∞ −

)

(

1

)

(

1

2

)

(

1

1

z

n

n

z

z

n

z

n n

n+

=

+

+

)

(

2

1

)

(

2

)

(

1

1

z

n

z

n

dz

z

d

n n

n

+ −

+

=

dz

z

z

=

)

(

)

(

Dengan sifat-sifat di atas, diperoleh sifat-sifat fungsi keadaan: (i) Hubungan rekursif:


(50)

Contoh:

1. Hitunglah gaya pegas rata-rata.

dz

z

z

z

dx

x

x

x

m

V

x

m

V

n n n n

ave

(

)

(

)

(

)

(

)

2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1

∞ ∞ − ∞ ∞ −

=

=

=

h

2. Hitunglah harga rata-rata energi potensial.

dz

z

z

z

m

dx

x

x

x

m

F

x

m

F

n n n n

ave

(

)

(

)

(

)

(

)

2 2

ψ

ψ

ω

ω

ψ

ψ

ω

ω

∞ ∞ − ∞ ∞ −

=

=

=

h

3. Hitunglah harga rata-rata energi kinetik

dz z dz d z dx x dx d x m K dx d m K n n n n ave ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = − =

∞ ∞ − ∞ ∞ − ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 h h h


(51)

Ungkapan lain dari osilator harmonik

0

)

(

)

(

)

(

2

2 2

=

+

c

z

z

dz

z

d

n n

E

c

n

h

2

=

( ) 2( 12) ( )

2 2 2

z n

z z

dz d

n

n = +

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

+ −

);

(

2

1

ˆ

);

(

2

1

ˆ

dz

d

z

a

dz

d

z

a

=

+

+

=

Misalkan:

2 2

2

1

ˆ

ˆ

2

1

ˆ

ˆ

2

z

dz

d

a

a

a

a

+

+

+

=

+

n n

n n

n a

a

n a

a

) 1 (

ˆ ˆ

ˆ ˆ

+ =

= +

+

1 2

1

(

)

ˆ

n

=

+

n

=

n

n

dz

d

z

a

1 2

1

1

ˆ

+

=

+

+

⎛ −

=

n n

n

n

dz

d

z

a

Operator

a

ˆ

+

a

ˆ

mempunyai nilai eigen n dengan fungsi keadaan ψn; karena n menyatakan jumlah fonon dalam keadaan ψn maka operator ini disebut operator okupasi.

Selanjutnya,

Terlihat, operator aˆ+mengubah ψnmenjadi ψn+1; artinya menambah jumlah fonon.

)

(

)

(

)

(

)

1

ˆ

ˆ

2

(

21

2

1

a

a

z

n

z

n

n

=

+

+

h

h

Karena


(52)

3.8 Transisi dan Aturan Seleksi

Suatu medan listrik yang berosilasi, jika berinteraksi dengan elektron, akan menggeser posisi elektron dari posisi stasionernya. Pergeseran itu akan menimbulkan suatu momen dipol . Selanjutnya, dipol itu berinteraksi dengan medan menimbulkan Hamiltonian

Misakan medan listrik:

E

=

E

o cos ωt dan dipol listrik elektron: μ=er Interaksi dipol dan medan menimbulkan Hamiltonian:

t

r

E

e

E

H

ˆ

D

=

μ

r

.

r

=

r

o

.

r

cos

ω

Interaksi itu memungkinkan elektron bertransisi (berpindah keadaan) dari keadaan awal ψi ke keadaan akhir ψf. Probabilitas transisi diungkapkan sebagai berikut:

z

y

x

M

dv

r

z

y

x

r

e

dv

r

r

r

e

P

if o

f oz

oy ox

i

f o

i if

,

,

;

)

(

]

.

)[

(

)

(

]

.

)[

(

2 ) ( 2

2 *

2 *

=

+

+

α

ψ

ψ

ψ

ψ

α α α

E

E

E

E

E

r

r

dv

r

x

r

e

M

if(x)

=

ψ

i*

(

)

ψ

f

(

)

di mana disebut komponen-x dari momen transisi.


(53)

Contoh:

Dalam sistem dengan sumur potensial tak hingga, buktikan bahwa momen transisi elektron tidak sama dengan nol jika ⏐m±n⏐sama dengan suatu bilangan ganjil.

dx x

e

M mn(x) =

ψ

m*

ψ

n

− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = a a

mn x x dx

a n x a m a e M 2 sin 2 sin

1

π

π

Misalkan πx/2a=θ

( ) ( )

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − − = =

− − − 2 / 2 / 2 / 2 / 2 2 / 2 /

2 cos[( ) ] cos[( ) ]

2 sin sin 4 π π π π π π

θ

θ

θ

θ

θ

θ

π

θ

θ

θ

θ

π

m n d m n d

a e d n m a e Mmn

Periksa m,n=2,4,6…., mn = genap

0 0 ) ( ] ) cos[( 0 ] ) sin[( ] ) sin[( ] ) cos[( 2 / 2 / 2 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / = → = ± ± + = ± ± − ± ± = ± − − − −

mn π π π π π π π π M n m θ n m θ d n m θ n m n m θ n m θ θ d θ θ n m


(54)

( ) ( )

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + − = =

− − − 2 / 2 / 2 / 2 / 2 2 / 2 /

2 cos[( ) ] cos[( ) ]

2 cos cos 4 π π π π π π

mn m n θ θdθ m n θ θdθ

π a e θ d θ θ n θ m π a e M 0 ) ( ] ) cos[( 0 ] ) sin[( ] ) sin[( ] ) cos[( 2 / 2 / 2 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / = ± ± + = ± ± − ± ± = ± − − − −

π π π π π π π π n m θ n m θ d n m θ n m n m θ n m θ θ d θ θ n m

0

=

mn

M

Periksa m=1,3,5…., n=2,4,6…. mn = ganjil

− ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = a a

mn x xdx

a π n x a π m a e M 2 sin 2 cos 1

( ) ( )

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − + = =

− − − 2 / 2 / 2 / 2 / 2 2 / 2 /

2 sin[( ) ] sin[( ) ]

2 sin cos 4 π π π π π π

mn m n θ θdθ m n θ θdθ

π a e θ d θ θ n θ m π a e M 2 2 / 2 / 2 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / ) ( 2 ) ( ] ) sin[( 0 ] ) cos[( ] ) cos[( ] ) sin[( n m n m θ n m θ d n m θ n m n m θ n m θ θ d θ θ n m π π π π π π π π ± = ± ± + = ± ± + ± ± − = ± − − − −


(1)

Karena H bergantung waktu, maka energi menjadi tidak stasioner, sehinga untuk menentukan fungsi gelomang diperlukan cara yang berbeda dengan persamaan eigen biasa. Misalkan fungsi gelombang bagi H adalah

{

ψi (r,t)

}

) , ( )] , ( ˆ ) ( ˆ [

) , ( ˆ

) , (

) 0 (

t r t

r G r

H

t r H

t t r i

i i

i

ψ ψ

ψ

+ =

= ∂

h

=

k

k ik

i(r,t) a (t) (r,t)

) 0 (

ψ

ψ

Selanjutnya fungsi ψi(r,t) dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi lainnya:

Misalkan ψ i(0)(r) adalah keadaan awal, dan karena kehadiran gangguan

= ∂

∂ +

∂ ∂

t r t

t a i

t r t

t a

i k

k ik k

k

ik ( ) ( , ) ( ) ( , )

) 0 ( )

0

(

ψ

ψ

h


(2)

112

=

∂ ∂

k

k ik

k k

ik

t r t

r G t a t

r t

t a

ih ( )ψ (0)( , ) ( ) ( , )ψ (0)( , )

=

∂ ∂

k

k f

ik k

f k

ik

dv t r t

r G t r t

a dvdt

t r t

r t

t a

ih ( ) ψ (0)*( , )ψ (0)( , ) ( ) ψ (0)*( , ) ( , )ψ (0)( , )

Misalkan pada akhirnya, sistem berada pada

ψ

(f0)(r,t) maka

= ∂

k

k f

ik if

dv t r t

r G t r t

a t

t a

ih ( ) ( ) ψ (0)*( , ) ( , )ψ (0)( , )

Pada permulaan diandaikan sistem berada sepenuhnya pada keadaan sehingga aii=1 dan semua aik=0.

Asumsikan, beberapa saat sejak gangguan dimulai, aii masih mendekati 1 sedangkan semua aik << aii. Jadi, suku paling penting dalam persamaan di atas adalah yang mempunyai indeks k=i, sehingga

) (

) 0 (

r

i

ψ

= ∂

dv t r t

r G t r i

t t a

i f

if

) , ( )

, ( ) , ( 1

)

( (0) (0)

ψ

ψ


(3)

Misalkan: G(r,t) = G (0)(r)

ϕ

(t) h h h h

h

h

h

/ ) ( ) 0 ( / ) ( ) 0 ( ) 0 ( * ) 0 ( / ) 0 ( ) 0 ( / * ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) 0 (

)

(

1

)

(

)

(

)

(

ˆ

)

(

1

)

(

)

(

)

(

ˆ

)

(

1

t E E i fi t E E i i f t iE i t iE f i f i f i f

e

t

G

i

e

t

dv

r

r

G

r

i

dv

e

r

t

r

G

e

r

i

− − −

=

=

=

ϕ

ϕ

ψ

ψ

ψ

ϕ

ψ

=

dv

t

r

t

r

G

t

r

i

t

t

a

i f if

)

,

(

)

,

(

)

,

(

1

)

(

(0) (0)

ψ

ψ

h

T o


(4)

114

h

h

/ ) (

0

) 0 ( ) 0 (

)

(

)

0

(

)

(

i E E t

T o fi if

if

i f

e

t

dt

i

G

a

T

a

=

ϕ

=0

=

T i t

o fi

if

t

e

dt

i

G

T

a

fi

0

)

(

)

(

ϕ

ω

h

h

) 0 ( )

0 (

i f

fi

E E − =

ω

Peluang bertransisi dari keadaan stasioner awal ke keadaan stasioner akhir

)

(

) 0 (

r

i

ψ

)

(

) 0 (

r

f

ψ

2 1

a

(

T

)

P

if

T if

=

) (

) 0 (

r

f

ψ

) (

) 0 (

r i

ψ G(r,t)

) 0 (

f

E

) 0 (

i


(5)

Gangguan oleh medan EM

ε

r

=

ε

r

o cos

ω

t Interaksi medan dengan momen dipol:

t r

e t

r

Gˆ ( , ) = μr.

ε

r

= (

ε

o cosθ )cos ω

t t

r e r

Gˆ (0)( ) =

ε

o cosθ; ϕ( ) =cos ω

fi o i

f o o

fi e r r r dv e M

G =

ε

ψ(0)*( ) cosθψ(0)( ) =

ε

t i T

fi o if

fi

e t dt

i M e

T

a ( )

ε

cosω ω

0

=

h

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎢ ⎣ ⎡

− − +

+ − =

− +

ω ω

ω ω

ω ω ω

ω

ε

fi T i

fi T i

fi o

fi fi

e e

i M

e 1 1

2

) (

) (


(6)

116

ψi

ψf ψf

ψi

(a) (b)

Dalam kasus absorpsi di sekitar ω =ωfi, suku pertama dapat diabaikan.

2 2

2 2 2

2

] 2 / ) [(

] 2 / ) [(

sin 4

) (

1 2

ω ω

ω ω

ε

− − =

=

fi fi fi

o if

fi

T T

M e

t a T P