ANALISIS PEREKONOMIAN KECAMATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARATAHUN 2010-2014

(1)

2010

-

2014

Oleh : LATIFAH 20130430289

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

2010

-

2014

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Progran Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh LATIFAH 20130430289

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

v

Permulaan segala urusan

Dan dengannya kita memulai segala urusan (Badiuzzaman Said Nursi)

“Iqra”

Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

“Iqra,”

Dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang mereka tidak ketahui.

(QS. Al-Alaq 1-5)

“Ilmu adalah sesuatu yang diamalkan Meski sedikit namun terlihat berguna

Ilmu adalah sebuah lentera Menerangi jalan yang penuh kegelapan

Ilmu adalah bekal Yang kita bawa bukan hanya harta”


(5)

vi

keridhoan-Mu maka karya terbesar dalam perjalanan ku selama ini akhirnya dapat

terselesaikan. Ku persembahkan sebuah karya sederhana namun bersejarah ini untuk :

Keluarga Terkasih Bapak Machali & Ibu Suratmi


(6)

xiv

PDRB Tahun 2010-2014………... 47 Tabel 5.2. Analisis LQ Untuk Penentuan Sektor Basis……….. 49 Tabel 5.3. Hasil Perhitungan LQ Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara……… 50 Tabel 5.4. Analisis Typologi Klassen Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara…. 54 Tabel 5.5. Nilai Indeks Williamson Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara…… 58


(7)

xv

Gambar 2.2. Lingkaran Setan Keterbelakangan Manusia dan Sumber Daya

Alam……….. 26

Gambar 2.3 Model Penelitian………... 32 Gambar 4.1 Peta Kabupaten Banjarnegara………... 42


(8)

(9)

(10)

vii

PDRB per kapita kabupaten Banjarnegara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi Kecamatan berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan PDRB per kapita, mengetahui sektor unggulan masing-masing kecamatan dan menghitung besarnya ketimpangan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Banjarnegara. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara.

Hasil dari penelitian berdasarkan tingkat pertumbuhan menunjukan kecamatan Banjarnegara memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Berdasarkan analisis LQ setiap kecamatan memiliki sektor unggulan yang cenderung beragam dan konsisten selama periode penelitian. Tingkat ketimpangan yang terjadi antar Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara masuk dalam kategori rendah hingga sedang yaitu antara 0,016 hingga 0,319. Sedangkan Typologi Klassen menunjukkan daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan Purworejo Klampok, Banjarnegara dan Madukara. Daerah yang maju tapi tertekan adalah Kecamatan Sigaluh, Pejawaran dan Batur. Daerah yang berkembang cepat adalah Kecamatan Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Banjarmangu, Wanadadi, Rakit, Karangkobar, Pagentan dan Kalibening. Sedangkan daerah yang relatif tertinggal adalah Kecamatan Pagedongan, Punggelan, Wanayasa dan Pandanarum.

Kata Kunci : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pertumbuhan Ekonomi (Growth), LocationQuotient (LQ), Typologi Klassen dan Indeks Williamson.


(11)

viii

(LQ), Williamson Index, and Klassen Typology. There were two variables used in this research, Gross Regional Domestic Product per capita in sub-district and Gross Regional Domestic Product per capita in district of Banjarnegara.

This research is aimed to find out the sub-district classification based on the level of economic growth and Gross Regional Domestic Product per capita, find the leading sector of each sub-district, and calculate the magnitude of inequality in each sub-district in Banjarnegara. The secondary data from Banjarnegara Central Bureau of Statistics were used in this research.

The result of this research which based on the analysis of economic growth showed that the sub-districts in Banjarnegara relatively have the stable level. Then based on the LQ analysis, each sub-district in Banjarnegara has the leading sector which tends to vary and consistent during the research period. The level of inequality between districs in banjarnegara included in the low to medium category, namely between 0.016 to 0.319. While Klassen Typology signified that the sub-districts which increase and grow fast were Purworejo Klampok, Banjarnegara, and Madukara. The sub-districts that increase but obstructed were Sigaluh, Pejawaran, and Batur. Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Banjarmangu, Wanandadi, Rakit, Karangkobar, Pagentan, and Kalibening included to the sub-districts which increase fast. Whereas Pagedongan, Punggelan, Wanayasa, and Pandanarum were indicated as the sub-districts that relatively underdeveloped.

Keywords: Growth, Gross Regional Domestic Product, Location Quotient, Typology Klassen, Williamson Index


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan suatu daerah merupakan salah satu tindakan guna

mewujudkan tujuan negara dalam bidang perekonomian berupa kemakmuran.

Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi,

misalnya pemerataan pembangunan, pengelolaan sumber daya alam secara

maksimal, lapangan pekerjaan terbuka luas, mengurangi kemiskinan, sarana

dan prasarana transportasi yang menjangkau hingga ke daerah-daerah,

pemerataan pendidikan dan kesehatan.

Dilihat dari sisi ilmu ekonomi, pembangunan berarti upaya guna

mencapai tingkat pertumbubuhan pendapatan perkapita yang berkelanjutan

agar negara dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibanding dengan

laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

Secara sederhana pembangunan berarti adanya peningkatan Produk

Domestik Bruto (PDB) untuk suatu negara secara berkelanjutan. Sedangkan

dalam lingkup daerah biasa disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). Sedangkan PDRB perkapita berarti PDRB dibagi dengan jumlah

penduduk daerah tersebut. Pembangunan ekonomi dikatakan berhasil dilihat

dari beberapa indikator misalnya adanya pertumbuhan ekonomi dan disparitas


(13)

PDRB adalah ukuran dasar kegiatan ekonomi yang merupakan jumlah

nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu

wilayah dalam jangka waktu tertentu. (BPS, 2014) PDRB dapat menjadi salah

satu indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dengan melihat perbedaan

pendapatan dari tahun-tahun sebelumnya yang dihitung berdasarkan harga

konstan dan harga berlaku. Perekonomian dikatakan tumbuh jika terjadi

peningkatan pendapatan dari tahun sebelumnya. Namun jumlah penduduk juga

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dengan PDRB tinggi disuatu daerah

bukan berarti tingkat kesejahteraannya tinggi. Jumlah penduduk yang tingggi

akan mempengaruhi PDRB per kapita menjadi rendah.

Ketimpangan antar wilayah atau disparitas merupakan perbedaan

pembangunan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lain sehingga terjadi

pembangunan yang tidak merata. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan potensi

sumber daya alam yang dihasilkan oleh suatu daerah yang selanjutnya akan

mempengaruhi hasil produksi masing-masing daerah. Ada daerah yang mampu

memproduksi suatu komoditas dengan harga yang rendah dan ada yang harus

membayarnya dengan harga yang relatif mahal. Hal inilah yang selajutnya

memngakibatkan adanya daerah yang mampu untuk cepat tumbuh, cepat

berkembang serta mengalami pertumbuhan yang lambat. Selanjtnya perbedaan

struktur kependudukan seperti tingkat pendidikan, jumlah penduduk, tingkat


(14)

adanya disparitas antar wilayah. Hal ini akan mempengaruhi tingkat

produktivitas daerah tersebut. Dan adanya konsentrasi kegiatan ekonomi di suatu

wilayah.

Ketimpangan bukan terjadi hanya antar pulau, pulau Jawa sebagai pusat

pembangunan dan pulau-pulau yang terbentang dari sabang hingga marauke.

Namun juga dapat terjadi diruang lingkup yang lebih kecil yaitu antar daerah

yang satu dengan yang lain, misalnya antar satu kecamatan dengan kecamatan

lain dalam satu kabupaten. Disparitas disebabkan karena adanya perbedaan

sumber daya dan potensi setiap daerah yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari

PDRB per kapita setiap kecamatan sebagai indikator pemerataan pendistribusian

pendapatan dan pembangunan.

Rata-rata PDRB kabupaten Banjarnegara dari tahun 2010-2014 juga

cenderung meningkat setiap tahunnya. Dengan laju pertumbuhan ekonomi

sebesar 5,26 pada tahun 2014. Peningkatan PDRB sebagai salah satu indikator

pertumbuhan ekonomi kearah yang semakin baik belum tentu mengindikasikan

kesejahteraan yang semakin berkurang. Seperti penelitian yang dilakukan

sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan pendapatan yang tidak dapat

dinikmati oleh penduduk secara merata akan mengakibatkan adanya peningkatan

disparitas pendapatan di suatu wilayah (Wijayanto, 2016). Dengan menggunakan

ukuran pendapatan perkapita diharuskan adanya laju pertumbuhan ekonomi yang


(15)

Dilihat dari penerimaan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010-2014

kabupaten Banjarnegara menempati urutan terbawah jika dilihat dari tingkat

karesidenan yaitu kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten

Purbalingga. Serta memberikan kontribusi PDRB Provinsi Jawa Tengah di

urutan ke 27 dilihat dari total 35 kabupaten lainnya. (BPS,2014)

Sumber : BPS 2014

Sektor pertanian, Industri Pengolahan dan Jasa-jasa memberikan

kontribusi terbesar dalam penyusunan PDRB kabupaten Banjarnegara dengan

masing-masing nilainya sebesar 32,51%, 13,20%, dan 21,10%. Sedangkan pada

sektor lain masing-masing memberikan kontribusi yaitu pertambangan dan

penggalian sebesar 0,52%, listrik, gas dan air bersih sebesar 0,52%, bangunan

sebesar 7,12%, perdagangan sebesar 13,23%, angkutan sebesar 4,89% serta bank

& lembaga keuangan lainnya sebesar 6,92%. Pertanian 32,51% Pertambangan dan Penggalian 0,52% Industri Pengolahan 13,20% Listrik, Gas dan Air Bersih 0,52% Bangunan 7,12% Perdagangan 13,23% Angkutan 4,89% Bank & Lembaga

Keuangan Lainnya

6,92%

Jasa - jasa 21,10%

Gambar 1.1.


(16)

Adanya aktifitas yang terus berjalan secara berkesinambungan

memberikan dampak pada perubahan struktur ekonomi di kabupaten

Banjarnegara. pada periode 2010-2014 peranan kategori pertanian mengalami

penurunan dari 35,85% tahun 2010 menjadi 32,51% tahun 2014. Meskipun

peranannya cenderung mengalami penurunan namun sektor pertanian masih

menjadi sektor basis dan memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian

kabupaten Banjarnegara. Penyerapan terendah ada pada sektor Listrik, Air Bersih

dan Gas yaitu sebesar 0,48% tahun 2010 dan mengalami peningkatan menjadi

0,52% tahun 2010.

Menurut Lincolin Arsyad 1999, setiap upaya pembangunan ekonomi

daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja

untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut,

pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil

inisiatif membangun daerah. Pemerintah daerah beserta partisipasi

masyarakatnya dan dengan menggunakan seumber daya yang ada berupaya

mengintervensi potensi sumber daya yang ada untuk merancang membangun

perekonomian daerah. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa

corak pembangunan yang ditetapkan dan berhasil pada suatu daerah yang belum

tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah lain. Kebijakan yang diambil

dalam proses pembangunan suatu daerah haruslah sesuai dengan kondisi


(17)

penelitian yang mendalam tentang keadaan tiap daerah harus dilakukan untuk

mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi penentuan perencanaan

pembangunan daerah yang bersangkutan.

Dilihat dari masing-masing kecamatan, terdapat perbedaan besaran

kontribusi pada setiap sektor penyusun PDRB yang bergantung pada kondisi

alam masing-masing kecamatan dan penguasaan sumber daya manusia sehingga

sektor tersebut mampu berkembang dan menjadi sektor unggulan.

Di tahun 2014 kecamatan Banjarnegara menempati urutan pertama

PDRB atas dasar harga konstan sebesar Rp 509.932.740.000,00 dengan sektor

unggulan jasa-jasa, perdagangan dan bank&lembaga keuangan. Peringkat kedua

yaitu kecamatan Purworejo Klampok sebesar Rp 389.507.560.000,00 dengan

sektor unggulan industri, perdagangan dan jasa-jasa. Sedangkan yang berada di

posisi terendah yaitu kecamatan Pandanarum yaitu sebesar Rp 34.445.300.000,00

dengan sektor unggulan pertanian, jasa-jasa dan perdagangan. (BPS, 2014)

Sedangkan jika dilihat dari penerimaan PDRB per kalita menurut harga

konstan di tahun 2014 kecamatan Purworejo Klampok menempati urutan

pertama dengan perolehan sebesar Rp 9.499.026,00, kemudian diurutan dua

kecamatan Banajarnegara dengan perolehan sebesar Rp 8.814.741,00 dan

diurutan terkahir yaitu kecamatan Pagedongan dengan perolehan sebesar Rp


(18)

Dari data diatas terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara jumlah

penerimaan PDRB per kapita dari masing-masing kecamatan di kabupaten

Banjarnegara. Meskipun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap

tahunnya, adanya perbedaan ini mengindikasikan belum meratanya tingkat

pendistribusian pendapatan di setiap wilayahnya.

Pentingnya masalah pembangunan ekonomi terkait dengan pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan pendapatan guna mengurangi kesenjangan ekonomi

serta memaksimalkan sektor unggulan masing-masing kecamatan di kabupaten

Banjarnegara maka penulis mengambil judul dalam skripsi ini yaitu : “ANALISIS PEREKONOMIAN KECAMATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010-2014”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini akan terfokus menganalisis mengenai pertumbuhan

ekonomi, disparitas regional, dan sektor unggulan masing-masing kecamatan

yang ada di Kabupaten Banjarnegara tahun 2010-2014 dengan variable yang

digunakan yaitu Produk Domestik Regional Bruto setiap kecamatan yang ada di


(19)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan mengajukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur perekonomian masing-masing kecamatan di kabupaten

Banjarnegara?

2. Apakah yang menjadi sektor unggulan masing-masing kecamatan di

kabupaten Banjarnegara?

3. Bagaimana pola struktur pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi kecamatan

di kabupaten Banjarnegara menurut typology klassen?

4. Berapa tingkat kesenjangan PDRB masing-masing kecamatan di kabupaten

Banjarnegara?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis struktur perekonomian kecamatan di Kabupaten Banjarnegara.

2. Menganalisis sektor unggulan pada masing-masing kecamatan di kabupaten


(20)

3. Mengklasifikasikan gambaran pola dan struktur pertumbuhan pada

masing-masing kecamatan di kabupaten Banjarnegara menggunakan typologi

klassen.

4. Menganalisis tingkat kesenjangan PDRB masing-masing kecamatan di

kabupaten Banjarnegara.

E. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai keadaan perekonomian

kecamatan di kabupaten Banjarnegara, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat secara praktik, diharapkan mampu memberikan informasi kepada

pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan yang tepat terkait dengan

masalah-masalah ketimpangan pendapatan, tingkat pertumbuhan ekonomi

serta meningkatkan potensi sektor unggulan pada masing – masing kecamatan.

2. Secara teoritis, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam


(21)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi memiliki arti penting sebagai proses

peningkatan taraf hidup manusia serrta pengembangan kegiatan

perekonomian untuk mencapai suatu kemakmuran dalam kehidupan

masyarakat

Dalam bukunya, Todaro (2011) mengemukakan arti pembangunan

sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut

perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan

nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

ketidakmerataan dan penghapusan atas kemiskinan. Dari pengertian

tersebut terdapat tiga nilai inti untuk memaknai pembangunan, yaitu :

pertama kecukupan yang memiliki arti sebagai kemampuan individu

untuk mampu memenuhi semua kebutuhan dasarnya guna meningkatkan

kualitas hidupnya, kedua harga diri merupakan suatu perasaan individu

menjadi manusia yang seutuhnya untuk mencapai sebuah kehormatan


(22)

adanya kemampuan agar mencapai kebebasan dari kondisi kekurangan

dan penghambaan sosial lainnya.

Dalam masyarakat setidaknya terdapat tiga tujuan pembagunan

yaitu : (1) peningkatan ketersediaan dan perluasan distribusi

barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan serta

rasa aman, (2) peningkatan kualitas hidup yang tidak hanya meningkatnya

pendapatan namun juga lapangan pekerjaan yang tersedia semakin luas,

peningkatan kualitas pendidikan serta perhatian lebih terhadap nilai

budaya dan kemanusiaan, (3) kemampuan untuk memilih status ekonomi

dan sosial bagi individu dan bangsa agar terlepas dari sikap bergantung

serta menghamba yang menyebabkan kesengsaraan dan kebodohan.

Berikut beberapa teori mengenai pembangunan ekonomi yang

dikemukakan oleh para tokoh :

a. Teori pembangunan Adam Smith

Menurut (Adam Smith dalam Adisasmito, 2013) proses

pembangunan bersifat komulatif dimana kemakmuran yang

ditimbulkan dari kemajuan perekonomian hanya akan dinikmati

oleh kaum kapitalis dan tuan tanah. Disisi lain kaum buruh akan

tetap miskin. Namun hal ini akan berakhir ketika pemupukan


(23)

tingkat yang kehidupan minimal pendapatan perkapita menurun

dan perekonomian macet. Hal ini terjadi ketika adanya pasar

bebas.

b. Teori Ricardo

Menurut (Ricardo dalam Adisasmito, 2013) membangun suatu teori

bahwa suatu pembangunan ekonomi tergantung pada perbedaan

antara produksi dan konsumsi, maka perlu adanya peningkatan

produksi dan mengurangi konsumsi.

c. Teori Malthus mengenai perkembangan ekonomi

(Malthus dalam Adisasmito, 2013) mengemukakan bahwa

pembangunan adalah suatu proses naik turunnya aktivitas ekonomi

bukan hanya kelancaran ekonomi. Malthus menekankan

pembangunan ekonomi dapat tercapai apabila dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini tergantung pada jumlah

komoditas yang dihasilkan oleh tenaga kerja.

2. Pertumbuhan ekonomi

Tingkat pertumbuhan ekonomi selalu dikaitan dengan tingkat

kesejahteraan suatu wilayah. Hal ini yang kemudian mengharuskan


(24)

penduduknya agar terjadi kenaikan pendapatan per kapita. Dengan

pendapatan per kapita yang tinggi maka tingkat kesejahteraan akan

meningkat dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan pembangunan

ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi biasanya diartikan sebagai pertumbuhan

GDP untuk negara dan PDRB untuk daerah yang disajikan dalam bentuk

persentase. Pertumbuhan ekonomi biasanya disajikan dalam rumus

sebagai berikut :

Berikut beberapa teori tentang pertumbuhan yang di kemukakan

oleh para ahli :

a. Teori David Richardo : Penduduk dan Kondisi Stasioner

Sebagai salah satu penganut madzab klasik, teori yang

dikemukakan oleh David Richardo merupakan pengembangan

teori pertumbuhan dari Adam Smith. Bahwa pertumbuhan

penduduk dengan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan

dimenangkan oleh pertumbuhan penduduk, dan dalam jangka

panjang akan mencapai keadaan stasioner. Dimana jumlah


(25)

upah yang tinggi akan cenderung meningkatkan jumlah penduduk

karena setiap individu merasa mampu untuk hidup sejahtera

sehingga menambah jumlah anak dan keadaan ini mendorong

adanya penurunan upah karena tenaga kerja melimpah dan

sebaliknya. Namun dalam jangka panjang tingkat upah akan

konstan dan pertumbuhan penduduk pun konstan.

b. Teori Arthur Lewis : Pertumbuhan Ekonomi Ketika Penduduk

Melimpah

Dalam teorinya Lewis mengemukakan bahwa ketika para kapitalis

cenderung mengalami peningkatan kesejahteraan maka kaum

buruh berada dalam kondisi pas-pasan dan pertumbuhan ekonomi

seperti ini akan terus berlangsung. Teori ini biasanya digunakan

untuk menganalisis negara-negara yang sedang berkembang

dengan jumlah penduduk yang melimpah.

c. Teori Harrod Domar : Peranan Saving bagi Pertumbuhan

Roy Harrod dan Evsy Domar menjelaskan bahwa pertumbuhan

ekonomi ditentukan oleh tingginya tingkat tabungan. Ketika

tingkat saving suatu negara tinggi maka pertumbuhan di negara tersebut pun tinggi, juga sebaliknya ketika tingkat saving suatu


(26)

negara rendah maka dipastikan pertumbuhan ekonomi di negara

tersebut juga rendah.

d. Teori Rostow : Tahap – Tahap Pertumbuhan

Teori Rostow membagi tahap-tahap pertumbuhan ekonomi suatu

negara sebagai berikut :

(1) Tahap masyarakat Tradisional dimana dalam tahap ini masyarakat

masih menggunakan cara-cara primitif serta hal-hal tidak rasional

yang telah dilakukan secara turun temurun. Dengan ciri-ciri yaitu :

produktifitas penduduk yang masih rendah, struktur sosial yang

bersifat hierarkhis, serta bentuk pemerintahan sentralisasi.

(2) Tahap prasyarat untuk lepas landas yaitu dimana memasuki

pertumbuhan yang terus menerus, dengan ciri adanya peningkatan

tabungan di masyarakat serta investasi, peningkatan investasi

dalam hal prasarana, dan adanaya aktivitas yang inovatif.

(3) Tahap lepas landas dimana telah tidak ada lagi hambatan yang

menghalangi proses pertumbuhan ekonomi dengan ciri :

peningkatan investasi sebesar 5 persen menjadi 10 persen dari


(27)

tinggi, dan terciptanya kerangka dasar politik sosial dan

kelembagaan untuk mencapai perluasan sektor modern.

(4) Tahap dorongan kearah kedewasaan, pada tahap ini muncul

diversifikasi produk pada industri.

(5) Tahap konsumsi massal yang tertinggi merupakan tahap dimana

konsumsi yang dilakukan bukan hanya pada komoditas untuk

memenuhi kebutuhan pokok namun juga pada komoditas tersier.

e. Teori Joseph Schumpeter : Pentingnya Inovasi dalam

Pembangunan

Dalam hal ini Schumpeter membedakan pengertian antara

pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan ekonomi (economic development). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu preses terjadinya peningkatan output yang

disebabkan oleh peningkatan penggunaan faktor produksi.

Sedangkan pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses

peningkatan output yang disebabkan karena adanya aktiviatas


(28)

f. Teori Usaha Minimum Kritis dan Perangkap Keseimbangan

Dua teori yang dikemukakan oleh dua orang tokoh yaitu Prof

Harvey Leibenstein dengan teori Usaha Minimum Kritis dan teori

Perangkap Keseimbangan oleh R. Nelson menyatakan bahwa

pertumbuhan output nasional akan diikuti dengan laju

pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.

3. Teori – Teori Petumbuhan Wilayah

Adanya wilayah dalam suatu negara menjadi hal yang sangat

penting untuk tercapainya suatu kemakmuran. Dalam peranannya dalam

perencanaan pembangunan terutama setelah kegagalan pasar mashab

klasik di tahun 1930, ilmu yang mempelajari mengenai pengembangan

suatu daerah mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun

1950an. Terutama ditingkat perguruan tinggi.

Adanya perbedaan karakteristik tiap daerah menimbulkan adanya

perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi antara daerah perkotaan yang

sebagian besar di topang oleh sektor industri dan jasa serta daerah

perdesaan yang lebih banyak ditopang oleh sektor pertanian dan

pertambangan.


(29)

a. Teori pertumbuhan wilayah berbasis sumber daya alam (Resource Endowment Theory)

Teori ini hampir sama dengan pandangan para tokoh physiokrat

dimana negara yang maju dan makmur adalah negara yang

memiliki sumber daya yang melimpah. Pertumbuhan ekonomi

suatu daerah akan dipengaruhi dan ditentukan oleh seberapa besar

kekayaan alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Daerah yang

memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah cenderung

memiliki tingkat kemakmuran dan lebih maju dibandingkan

dengan daerah yang miskin sumber daya alam. Sumber daya alam

yang dimaksudkan disini adalah tanah dan segala kekayaan yang

terkandung didalamnya.

b. Teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah

Teori klasik dan neo klasik mengenai keseimbangan pertumbuhan

wilayah yang menyatakan bahwa kekuatan pasar akan mengarah

pada kestabilan dan keseimbangannya sendiri. Seperti yang sering

dikatakan laissez faire laisser passer yang berarti bahwa tidak boleh adanya campur tangan pemerintah dalam kegiatan


(30)

Namun hal ini justru mengakibatkan adanya ketidakstabilan dalam

perekonomian dan disparitas antar wilayah.

Dari teori diatas muncullah kitrik yang dikemukakan oleh

(Williamson dalam Adisasmito, 2013) yaitu konsep mengenai

disparitas wilayah yang menekankan pada jumlah penduduk dan

PDRB. Adanya perbedaan potensi, kondisi geografis, serta

kependudukan pada setiap wilayah inilah yang akan memunculkan

adanya pertumbuhan yang berbeda dan mengakibatkan disparitas

antar wilayah.

c. Teori transformasi sektoral

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Kuznet dalam Adisasmito,

2013) mengenai adanya perubahan persentase penduduk yang

bekerja di beberapa sektor dan sub sektor dalam pembangunan

ekonomi serta adanya perubahan kontribusi terhadapat nilai

produk nasional. Teori sektor (Sektor Theory Approach) menyatakan bahwa pada negara yang maju terdapat

kecenderungan pergeseran sektor primer (pertanian dan

pertambangan) menurun terhadap sumbangan nilai PDRB yang

digantikan oleh sektor sekunder (industri manufaktur) dan sektor


(31)

mengetahui adanya pergeseran peranan beberapa sektor terhadap

nilai PDB/PDRB.

d. Teori pertumbuhan dan distribusi pendapatan

Teori ini menggambarkan bagaimana hubungan antara teori

pertumbuhan dan distribusi pendapatan yang begitu erat. Suatu

daerah akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi ketika

daerah tersebut memiliki produktifitas yang tinggi, hal ini dapat

terwujud ketika adanya modal yang besar. Salah satu sumber

modal guna pembangunan suatu wilayah yaitu investasi yang

berasal dari penduduk yang berpenghasilan tinggi. Penduduk

berpenghasilan tinggi inilah yang kemudian disebut sebagai

bagian dari distribusi pendapatan.

e. Teori disparitas pendapatan antar wilayah

Teori ini dikemukakan oleh (Williamson dalam Adisasmito, 2013)

yang melakukan penelitian pada distribusi pendapatan dan

pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional suatu negara.

Terdapat wilayah dengan pendapatan per kapita tinggi dan diikuti

dengan wilayah dengan pendapatan perkapita yang sedang dan

rendah. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai disparitas


(32)

suatu wilayah terlihat merata namun seiring perjalanannya akan

terlihat perbedaan yang semakin besar yang berarti tingkat

disparitasnya semakin besar.

Williamson mengemukakan empat faktor yang menyebabkan

terjadinya disparitas antar wilayah, yaitu (a) sumber daya alam

yang dimiliki antara satu daerah dengan daerah lain pastilah

berbeda, (b) adanya perpindahan tenaga kerja dari daerah yang

belum berkembang ke daerah yang lebih berkembang, (c)

perpindahan modal ke daerah yang dianggap lebih produktif, (d)

kebijakan pemerintah.

4. Faktor-faktor pertumbuhan ekonomi wilayah

Pertumbuhan perekonomian suatu wilayah tidak akan lepas dari

faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi tersebut antara

lain adanya sumber daya alam pada suatu wilayah, sumber daya manusia

sebagai penggerak perekonomian, modal, teknologi dan sebagainya.

Diantara faktor tersebut terdapat faktor non ekonomi misalnya lembaga

sosial, kelembagaan politik, sikap masyarakat dan lainnya.

a. Faktor – faktor ekonomi 1) Sumber daya alam


(33)

Sumber daya alam merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perekonomian suatu wilayah. Sumber daya

alam yang dimaksud terutama tanah yang meliputi beberapa

aspek, misalnya kesuburan tanah, letak geografis, iklim,

sumber air, kekayaan hutan, kandungan mineral dan lainnya.

Hasil pengolahan sumber daya alam tersebut dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya dan

selanjutnya akan di pasarkan ke luar wilayah. Hal ini akan

berdampak pada semakin luasnya pasar suatu komoditas

sehingga keuntungan yang diperoleh akan naik. Untuk

menunjang kegiatan ini diperlukan sarana dan prasarana

transportasi yang memadai.

2) Akumulasi modal

Menurut Kuznets rasio modal marginal memiliki peranan

yang penting dalam pertumbuhan ekonomi yang

menggambarkan produktivitas modal. Pada negara-negara

berkembang tingkat rasio modal marginal memang masih

rendah karena masih rendahnya produktivitas modal. Namun

hal ini dapat dipercepat dengan mendorong pertumbuhan

tabungan yang kemudian disalurkan untuk investasi. Hal ini


(34)

ekonomi untuk memnuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi

yang mendesak namun juga melakukan investasi untuk

meningkatkan nilai output riil dalam bentuk barang modal.

3) Organisasi

Dalam proses pertumbuhan ekonomi, organisasi memiliki

peranan penting guna meningkatkan produktivitas. Saat ini

para pelaku ekonomi juga telah tampil menjadi organisator

untuk mencari suatu inovasi atau pembaharuan.

4) Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi dalam bidang ekonomi telah banyak

membawa dampak pada proses pertumbuhan ekonomi.

Kemajuan teknologi juga dapat mendorong pergeseran

struktur perekonomian dari pertanian ke industrialisasi. Meski

demikian hal ini membawa dampak positif pada produktivitas

tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain.

5) Pembagian kerja dan skala produksi

Adam smith menekankan adanya spesialisasi pada buruh guna


(35)

sehingga meningkatkan produktivitasnya. Sehingga akan

membawa skala produksi yang lebih besar.

b. Faktor non ekonomi

Pertumbuhan ekonomi tidak hanya berbicara mengenai modal dan

sumber dayanya, namun juga tentang peranan masyarakat,

pandangan masyarakat, kondisi politik suatu daerah, latar

belakang historis, faktor sosial dan budaya memiliki peranan yang

sama penting dengan faktor ekonomi.

5. Hambatan-hambatan pertumbuhan ekonomi

Salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi adalah adanya

kemiskinan pada suatu daerah. Hal ini mencerminkan rendahnya tingkat

pembangunan ekonomi yang disebabkan adanya lilitan lingkaran setan

kemiskinan.

a. Lingkaran setan dari sudut pemintaan terjadi karena rendahnya

tingkat pendapatan riil sehingga permintaan akan menjadi rendah

dan disusul dengan rendahnya tingkat investasi yang

menyebabkan kurangnya modal dan rendahnya produktifitas.

b. Lingkaran setan dari sudut penawaran disebabkan tabungan yang


(36)

tabungan yang rendah ini kemudian akan mempengaruhi investasi

yang rendah pula sehingga pembentukan modal yang kurang.

Tingkat pendapatan yang rendah yang mencermintaan rendahnya

investasi dan kurangnya modal merupakan ciri umum dari kedua

lingkaran kemiskinan tersebut (M.L. Jhingan, 1993).

Gambar 2.1.

Lingkaran Setan dari Sudut Permintaan dan Penawaran

c. Lingkaran setan keterbelakangan manusia dan sumber daya alam

Pengembangan sumber daya alam dapat suatu wilayah tergantung

dengan kemampuan sumber daya manusianya. Jika penduduknya

tidak memiliki pengetahuan mengenai ketrampilan teknik,

pengetahuan, dan aktivitas pengolahannya maka terjadi

keterbelakangan sumber daya manusia.

Produktivitas Rendah Pendapatan Rendah Tabungan Rendah Investasi Rendah Modal Kurang Produktivitas Rendah Pendapatan Rendah Permintaan Rendah Investasi Rendah Modal Kurang


(37)

Gambar 2.2.

Lingkaran Setan Keterbelakangan Manusia Dan Sumber Daya Alam

6. Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan

Secara umum adanya ketidakmerataan pendistribusian pendapatan

yang terjadi pada suatu daerah akan memicu adanya

ketimpangan/disparitas yang kemudian akan mengakibatkan adanya

penerima pendapatan yang besar dan penerima pendapatan yang kecil.

Hal ini juga yang dapat menyebabkan adanya pembangunan yang tidak

merata dalam suatu daerah. Adanya daerah yang maju dan adanya daerah

yang relatif masih tertinggal.

Pertumbuhan ekonomi juga memiliki peran terhadap adanya

ketimpangan distribusi pendapatan yang berdampak pada adanya

kemiskinan. Terdapat fakta bahwa di beberapa negara di Asia Timur dan

Amerika Latin terjadinya pertumbuhan ekonomi mengurangi tingkat Ketidaksempurnaa

Keterbelakangan Sumber


(38)

kemiskinan di wilayah tersebut, namun berbeda halnya dengan yang

terjadi pada negara Philipina, adanya pertumbuhan ekonomi hanya

meningkatkan pendapatan beberapa orang saja namun tingkat kemiskinan

tidak berkurang.(Kuncoro, 2000)

7. Trend dalam distribusi pendapatan

a. Kesenjangan antara kota dan desa

(Gibbons dalam Adisasmito, 2013) menyatakan adanya revolusi hijau

memperburuk kondisi petani kecil, meski secara pendapatan terjadi

kenaikan akibat adanya modernisasi dalam hal pertanian namun hal ini

membuat jurang pemisah yang lebih lebar dengan petani besar.

b. Kesenjangan regional

Menurut (Williamson dalam Adisasmito, 2013) menyimpulkan bahwa

kesenjangan akan terjadi pada tahap awal pembangunan suatu daerah,

namun pada tahap pembangunan yang telah maju akan mempersempit

kesenjangan. Di Indonesia, kesenjangan ekonomi setidaknya dapat

dilihat dalam 3 dimensi : (a) kesenjangan dari tingkat kemodernan, (2)

kesenjangan antara Katimin (Kawasan Timur Indonesia) dan Kabarin

(Kawasan Barat Indonesia), (3) kesenjangan menurut etnis antara


(39)

c. Kesenjangan Interpersonal

Kesenjangan interpersonal dapat diukur dengan koefisien Gini.

(Hughes dan Islam dalam Adisasmito, 2013) menyatakan adanya

peningkatan kesenjangan yang besar di daerah jawa jika dibandingkan

dengan daerah lain. Peningkatan ini diakibatkan karena adanya

perubahan pendistribusian pendapatan pada golongan yang

berpendapatan tinggi.

d. Kesenjangan antar kelompok sosial ekonomi

Di Indonesia pendidikan merupakan ukuran penting dalam penentuan

pendapatan. Hal ini karena akses untuk memperoleh pekerjaan yang

tinggi diperoleh dengan pendidikan yang tinggi pula.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

1. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ngakan Putu Mahesa Eka

Raswita dan Made Suyana Utama, 2009 yang berjudul “Analisis

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar

Kecamatan di Kabupaten Gianyar” dengan menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisis menggunakan Tipologi Klassen, Indeks


(40)

Tipologi klassen digunakan untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota

yang ada di kabupaten Gianyar berdasarkan pertumbuha ekonomi dan

PDRB perkabupaten menjadi empat kuadran. Dalam kurun waktu

1993-2009, terdapat empat kecamatan yang masuk dalam kuadran I sebagai

daerah maju dan cepat tumbuh yaitu kecamatan Ubud. Di kuadran II

sebagai daerah berkembang cepat tetapi tidak maju yaitu kecamatan

Tampaksirig. Sedang di kuadran III sebagai daerah maju tapi tertekan

yaitu kecamatan Payangan dan kecamatan Sukawati, Blahbatur, Gianyar

dan Tegallang berada di kuadran IV sebagai daerah yang relatif tertinggal.

Sedangkan ketimpangan yang terjadi di kabupaten Gianyar masih

tergolong rendah yaitu sebesar 0,3 atau masih dibawah 0,5. Namun dalam

kurun waktu antara 1993 hingga 2009 terjadi ketimpangan yang

cenderung meningkat. Dan di kabupaten Gianyar menunjukan adanya

hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan disparitas yang ditunjukan

oleh hipotesis Kuznets berbentuk U terbalik.

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muyanto Sudarmono, 2006 dengan

judul “Analisis Transformasi Struktural, Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan antar daerah di Wilayah Pembangunan I Jateng”

menggunakan alat analisis Indeks Williamson dan indeks Entropi Theil


(41)

serta analisis sumbangan sektor, Model Ratio Pertumbuhan, LQ (Location

Quotient), shift share serta hipotesis Kuznets.

Pada periode penelitian yaitu tahun 1983 hingga 2003 dapat dilihat

adanya perubahan transformasi sektoral hanya terjadi pada dua kabupaten

yaitu semarang dan kendal. Hal ini terlihat dari peran sektor-sektor yang

menyusun penerimaan total PDRB. Namun juga terdapat dualism

transformasi struktural pada wilayah pembangunan I Jateng yang

ditunjukan dengan tidak adanya pergeseran penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian ke sektor industri pada kedua kabupaten yang mengalami

perubahan struktural. Sedangkan untuk empat kabupaten/kota yang lain

yaitu kabupaten Grobogan, kabupaten Demak, kota Salatiga dan kota

Semarang tidak menunjukkan adanya perubahan transformasi struktural.

Dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan analisis Shift Share

Esteban Marquilas masing-masing memiliki tingkat spesialisasi pada

sektor tertentu dan adanya keunggulan komperatif. Namun terdapat dua

kabupaten yaitu kabupaten Semarang dan kabupaten Grobogan yang tidak

memiliki tingkat spesialisasi pada sektor tertentu dan keunggulan

komperatif pada komoditas tertentu. Kota Semarang dengan sektor

pengangkutan dan komunikasi, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor

keuangan. Kabupaten Demak dengan sektor jasa dan sektor


(42)

pertanian dan kota salatiga dengan sektor bangunan, jasa, serta

pengangkutan dan komunikasi.

Masih adanya ketimpangan yang terjadi ditunjukkan oleh kecenderungan

peningkatan angka pada Indeks Williamson dan Indeks Enthropi Theil.

Hal ini dikarenkan nilai PDRB dan pendapatan per kapita didominasi oleh

kota Semarang sedangkan kabupaten/kota lain cenderung lebih rendah.

Hipotesis Kuznets merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis

hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan suatu daerah

yang dibuktikan dengan adanya kurva U terbalik. Dimana ketika nilainya

semakin naik maka terjadi ketimpangan ekonomi yang disertai

pertumbuhan ekonomi. Menurut penelitian yang yang dilakukan hal ini

juga terjadi pada daerah pembangunan I jateng.

C. Model Penelitian

Proses pembangunan ekonomi akan mengakibatkan adanya perubahan

struktur ekonomi suatu daerah. Pada tahap awal pembangunan suatu daerah

akan didominasi oleh sektor primer (Pertanian, Pertambangan dan

Penggalian). Sejalan dengan perkembangan pembangunan pada suatu daerah

akan menggeser sektor primer menjadi sektor sekunder dan sektor tersier baik

dalam hal kuantitas produksi maupun tenaga kerja yang terserap. Adanya


(43)

pertumbuhan ekonomi lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Peningkatan

produksi daerah diharapkan mampu mengurangi tingkat ketimpangan

pendapatan yang ada.

Perubahan Struktur Ekonomi Ketimpangan Antar Daerah

Pertumbuhan Ekonomi LQ

Typologi Klassen

Indeks Williamson

Gambar 2.3. Model Penelitian Keterangan :

: Dengan adanya perubahan struktur ekonomi akan mengakibatkan

terjadinya ketimpangan antar daerah

: Dengan adanya perubahan struktur ekonomi menyebabkan

perubahan PDRB yang dapat diukur dengan pertumbuhan ekonomi

dan gambaran pola dan struktur pertumbuhan

: Pertumbuhan ekonomi dikorelasikan dengan adanya ketimpangan


(44)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek/Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai obyek penelitan adalah

sektor ekonomi di kabupaten Banjarnegara yang menyusun Pendapatan

Daerah Regional Bruto atas harga konstan 2000 menurut lapangan usaha

setiap kecamatan di kabupaten Banjarnegara dan Pendapatan Daerah Regional

Bruto atas harga konstan 2000 menurut lapangan usaha kabupaten

Banjarnegara. Sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah setiap kecamatan

yang ada di kabupaten Banjarnegara.

B. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel yang

terdiri dari data time series dan cross section selama lima tahun dimulai dari 2010 hingga 2014. Data yang digunakan yaitu data PDRB per kapita dua

puluh kecamatan di kabuaten Banjarnegara dan PDRB per kapita kabupaten


(45)

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara mendatangi BPS kabupaten Banjarnegara. Sumber data yang

digunakan yaitu kabupaten Banjarnegara dalam angka 2015(BAPPEDA),

PDRB kabupaten Banjarnegara 2014, Provinsi Jawa Tengah dalam angka

2016, dan tinjauan PDRB kabupaten kota Jawa Tengah 2014.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Produk Regional Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan

Produk Regional Domestik Bruto per kapita atas dasar harga konstan

merupakan ukuran dasar kegiatan ekonomi yang diperoleh atas harga yang

terjadi pada tahun dasar tertentu untuk melihat pertumbuhan riil dari tahun

ke tahun bagi setiap agregat ekonomi kemudian dibagi dengan jumlah

penduduk yang mendiami daerah tersebut dan dinilai berdasarkan harga

konstan, baik untuk menilai tingkat produksi, biaya pada komponen nilai

tambah serta komponen pengeluaran.

Instrumen penyusun PDRB yaitu Pertanian; Pertambangan dan

Penggalian; Industri; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan;


(46)

2. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan PDB suatu negara dan

PDRB untuk suatu wilayah/daerah yang disajikan dalam bentuk

presentase. Pertumbuhan ekonomi biasanya dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

Dimana :

PDBt = PDB tahun t

PDBt-1 = PDB tahun sebelumnya

3. Ketimpangan Regional

Ketimpangan regional merupakan perbedaan pembangunan yang terjadi

antara satu daerah dengan daerah lain sehingga terjadi pembangunan yang

tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur,

kegiatan perekonomian, tingkat kemiskinan serta kesejahteraan.

Ketidakmerataan ini akan mengakibatkan perbedaan kemampuan suatu

daerah untuk maju dan berkembang. Untuk mengukur ketimpangan yang

terjadi ditingkat regional biasanya menggunakan Indeks Williamson.

√∑


(47)

Keterangan :

Yi : PDRB per kapita kecamatan i

Yr : PDRB per kapita kabupaten

Pi : Jumlah penduduk kecamatan i

P : Jumlah penduduk kabupaten

E. Metode Analisis Data

1. Typology Klassen

Typology klassen merupakan suatu metode analisis data yang

digunakan untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan

pada setiap sektor ekonomi. Dalam metode ini klassen membagi daerah

menjadi 4 klasifikasi yaitu :

a. Daerah maju dan cepat tumbuh merupakan daerah yang mempunyai

tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih besar

dari pada rata-rata wilayahnya.

b. Daerah maju tapi tertekan merupakan daerah yang memiliki tingkat

pertumbuhan yang lebih rendah dari pada rata-rata wilayahnya namun


(48)

c. Daerah berkembang cepat merupakan daerah yang memilki

pendapatan per kapita yang lebih rendah dari rata-rata wilayahnya

namun tingkat pertumbuhannya tinggi.

d. Daerah relatif tertinggal merupakan daerah yang memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah

dari pada rata-rata wilayahnya.

Y

Yi > Y Yi < Y R

Ri > R

Kuadran I Daerah Maju dan Cepat

Tumbuh

Kuadran III Daerah Berkembang

Cepat

Ri < R

Kuadran II Daerah Maju tapi

Tertekan

Kuadran IV Daerah Relatif

Tertinggal

Keterangan :

R : Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ri : Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kecamatan Y : Rata-rata PDRB per kapita Kabupaten

Yi : Rata-rata PDRB per kapita Kecamatan


(49)

Analisis Location Quetient adalah suatu metode analisis untuk

mengukur tingkat kontribusi suatu kegiatan industri dalam perekonomian

suatu daerah dengan cara membandingkan jumlah proporsinya dalam

perekonomian daerah dengan proporsinya pada perekonomian nasional

dalam hal kegiatan industri yang sejenis (Lincolin Arsyad, 1999).

Keterangan :

Vi merupakan pendapatan sektor i secara regional/nasional

vi merupakan pendapatan pada sektor i di suatu daerah

Vt merupakan pendapatan regional/nasioanal

vt merupakan total pendapatan suatu daerah

Dari perhitungan maka dapat diintrepetasikan sebagai berikut :

LQ < 1 : daerah yang diteliti tidak memiliki spesialisasi pada sektor yang

bersangkutan. Keadaan ini berarti sektor yang bersangkutan bukan

merupakan sektor ungggulan dari daerah tersebut atau menjadi sektor non


(50)

LQ = 1 : peranan industri pada daerah yang diteliti adalah sama dengan

perekonomian nasional.

LQ > 1 : daerah yang diteliti memiliki spesialisasi pada sektor yang

bersangkutan dibandingkan tingkat wilayah tersebut. Keadaain ini berarti

sektor yang bersangkutan memiliki keunggulan komperatif dan menjadi

sektor basis pada daerah tersebut.

Dengan asumsi penduduk dari setiap daerah memilki

kecenderungan pola permintaan dan pola pengeluaran yang sama dengan

pola yang ada pada tingkat nasional, memiliki tingkat produktifitas yang

sama dan setiap industri menghasilkan barang dengan ciri homogen pada

setiap sektor.

3. Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu alat analisi untuk

mengetahui tingkat ketimpangan dalam lingkup regional. Indeks

Williamson biasanya digunakan untuk mendiskripsikan ketimpangan

suatu wilayah menggunakan PDRB per kapita dan jumlah penduduk.

Ketimpangan pembangunan menjadi salah satu masalah yang sering


(51)

√∑

Keterangan :

WI : Indeks Williamson

Yi : PDRB per kapita kecamatan i

Yr : PDRB per kapita kabupaten

Pi : Jumlah penduduk kecamatan i

P : Jumlah penduduk kabupaten

Jika Indeks Williamson yang diperoleh mendekati titik 0 maka

tingkat distribusi pendapatan antar daerah tersebut rendah, namun jika

hasil yang diperoleh mendekati titik 1 maka terjadi ketimpangan dalam


(52)

41

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Kondisi Geografis dan Administrasi

Kabupaten Banjarnegara mempunyai luas wilayah 106.970,997 Ha

terletak antara 7o12‘ sampai 7o31‘ Lintang Selatan dan 109o20‘ sampai 109o45‘ Bujur Timur. Pada umumnya memiliki ketinggian antara 40 – 2.300 meter diatas permukaan laut. Keadaan iklim kabupaten Banjarnegara yaitu

tropis dengan suhu rata – rata 20 – 26 derajat celcius. Berbatasan dengan kabupaten Wonosobo disebelah timur, kabupaten Kebumen di sebelah selatan,

kabupaten Banyumas dan kabupaten Purbalingga di sebelah barat serta

kabupaten Pekalongan dan kabupaten Batang disebelah utara.

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Banjarnegara Sumber : BPS Banjarnegara


(53)

Secara administratif kabupaten Banjarnegara terdiri dari 20 kecamatan

yang meliputi 266 desa dan 12 kelurahan, 970 dusun, 1.316 rukun warga dan

5.451 rukun tangga. Besarnya dana pembangunan desa/kelurahan di

kabupaten Banjarnegara pada tahun 2014 sebesar 16,39 milyar rupiah yang

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tk II dan Swadaya.

Tabel 4.1.

Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara Menurut Kecamatan

No Nama Kecamatan

Jumlah Desa /Kelurahan Luas (Ha) Prosentase Terhadap Luas Kabupaten

1 Susukan 15 5.266 4,92%

2 Purworejo Klampok 8 2.187 2,04%

3 Mandiraja 16 5.262 4,92%

4 Purwanegara 13 7.387 6,90%

5 Bawang 18 5.521 5,16%

6 Pagedongan 13 2.624 2,45%

7 Banjarnegara 9 8.055 7,53%

8 Sigaluh 15 3.956 3,70%

9 Madukara 20 4.820 4,51%

10 Banjarmangu 17 4.636 4,33%

11 Wanadadi 11 2.827 2,64%

12 Rakit 11 3.245 3,03%

13 Punggelan 17 10.284 9,61%

14 Karangkobar 13 3.907 3,65%

15 Pagentan 16 4.619 4,32%

16 Pejawaran 17 5.225 4,88%

17 Batur 8 4.717 4,41%

18 Wanayasa 17 8.201 7,67%

19 Kalibening 16 8.378 7,83%

20 Pandanarum 8 5.856 5,47%

Jumlah 278 106.971 100%


(54)

B. Kependudukan

Jumlah penduduk pada kabupaten Banjarnegara pada tahun 2014

sebesar 898.896 jiwa dengan proporsi sebanyak 450.374 jiwa adalah laki-laki

dan 448.522 jiwa adalah perempuan. Rata-rata kepadatan penduduknya

sebesar 840 jiwa per km2, artinya setiap 1 km2 dihuni sebanyak 840 jiwa

dengan pertumbuhan penduduk dari tahun 2013 ke tahun 2014 naik sebesar

0,7 persen.

Kecamatan Banjarnega, Purworejo Klampok dan Rakit adalah

kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, masing-masing

dengan jumlah kepadatan 2.204, 2.118 dan 1.523 jiwa per km2. Sedangkan

kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya rendah adalah kecamatan

Pandanarum dan Pagedongan yakni sebesar 360 dan 436 jiwa per km2.

C. Pendidikan dan Kesehatan

Pada tahun 2013, rasio guru terhadapat sekolah negeri masing-masing

sebesar 8, 6 dan 50 untuk guru SD, SMP dan SMA. Sedangkan rasio guru

terhadap sekolah swasta masing-masing 13, 14 dan 11 untuk guru SD, SMP

dan SMA. Rasio murid terhadap sekolah negeri masing-masing sebanyak 122,

338 dan 675 untuk murid SD, SMP dan SMA. Sedangkan rasio murid

terhadap sekolah swasta masing-masing sebesar 202, 142 dan 153 untuk


(55)

Banjarnegara tahun 2012 sejumlah 141 pesantren dengan total santri 17.811

orang.

Sarana kesehatan yang ada di kabupaten Banjarnegara tahun 2013

yaitu Rumah Sakit Pemerintah 1 unit, Rumah Sakit Swasta 2 unit, Klinik

Swasta 7 unit, Puskesmas 35 unit dengan 15 unit diantaranya memiliki

fasilitas rawat inap sedangkan 19 unit tidak memiliki fasilitas rawat inap.

Sedangkan Puskesmas pembantu sebanyaj 41 unit, Puskesmas Keliling 35

unit, toko obat 10 unit, Laboratorium pemerintah 1 unit dan Apotek 41 unit.

Posyandu yang ada di Kabupaten Banjarnegara sejumlah 1.578 unit, Pos Obat

Desa 121 unit dan Pondok bersalin 176 unit. Banyaknya tenaga medis tahun

2013 yang bertugas di kabupaten Banjarnegara yaitu Dokter sebanyak 81

orang, Bidan 512 orang dan Paramedis lain sebanyak 539 orang.

D. Kondisi Fisik Wilayah

Bila ditinjau dari tata alam dan penyebaran geografis, maka kabupaten

Banjarnegara dapat digolongkan dalam tiga wilayah yaitu :

a. Bagian Utara, terdiri dari daerah pegunungan Kendeng dengan relief

bergelombang dan curam, bagian ini meliputi wilayah Kecamatan

Kalibening, Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Madukara,


(56)

b. Bagian Tengah, terdiri dari wilayah dengan relief yang datar merupakan

lembah sungai Serayu yang subur mencakup wilayah Kecamatan

Banjarnegara, Madukara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo

Klampok, Susukan, Rakit, Wanadadi dan Banjarmangu.

Bagian Selatan, terdiri dari wilayah dengan relief yang curam

merupakan bagian dari pegunungan Serayu meliputi kecamatan

Banjarnegara, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Purworejo Klampok


(57)

46

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Struktur Perekonomian Daerah

Tabel 5. 1.

Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Terhadap PDRB Tahun 2010-2014 (dalam persen)

Sektor Ekonomi Nama Kecamatan Pert an ian Pert a m ban gan dan Penggal ian Indus tr i Pengolah an L ist ri k, G as d an A ir Ber si h B angu nan Perdagangan A ngk utan B ank & L em baga K euang an L ai nn y a Jasa -J asa

Susukan 2010 27,56 0,73 21,90 0,62 5,93 11,13 3,55 10,61 17,98

2014 23,56 0,69 22,62 0,67 6,25 11,31 3,85 11,74 19,31

Purworejo Klampok

2010 5,84 0,11 50,44 0,23 7,67 12,96 2,92 3,03 16,79

2014 5,28 0,10 47,29 0,25 8,17 13,87 3,13 3,49 18,42

Mandiraja 2010 23,71 0,63 32,80 0,39 4,88 14,02 3,07 8,24 12,27

2014 21,18 0,59 33,17 0,42 5,40 13,89 3,34 9,13 12,88

Purwanegara 2010 40,49 1,47 9,67 0,55 12,70 10,39 2,80 3,02 18,92

2014 36,02 1,39 10,65 0,59 13,64 10,68 3,03 3,30 20,71

Bawang 2010 31,62 0,22 10,95 0,74 9,89 9,19 2,71 4,37 30,31

2014 28,46 0,32 12,03 0,81 9,59 9,81 2,92 4,99 31,06

Banjarnegara 2010 7,51 0,44 4,53 0,42 9,14 14,98 5,21 11,85 45,92

2014 5,99 0,41 4,75 0,44 9,73 14,92 5,25 12,70 45,81

Pagedongan 2010 30,46 0,62 7,16 1,10 9,57 8,83 0,51 6,26 35,50

2014 27,85 0,58 7,50 1,17 8,88 9,06 0,55 7,01 37,40

Sigaluh 2010 29,99 0,47 22,27 0,84 8,19 11,78 3,12 11,03 12,32

2014 25,98 0,44 22,59 0,91 8,92 12,44 3,37 12,91 12,44

Madukara 2010 56,30 0,63 2,17 0,55 3,89 13,29 4,00 7,50 11,67

2014 53,42 0,66 2,38 0,60 3,93 14,04 4,26 8,57 12,15

Banjarmangu 2010 44,28 0,50 6,31 0,70 9,54 11,57 1,84 3,64 21,60

2014 39,36 0,52 6,77 0,76 10,50 12,07 2,10 4,22 23,69

Wanadadi 2010 26,58 1,57 2,84 0,60 6,83 7,53 18,24 12,49 23,32

2014 22,98 1,51 2,93 0,63 7,39 7,71 19,67 14,24 22,95

Rakit 2010 24,90 0,45 17,51 0,60 3,56 9,30 14,22 6,07 23,40


(58)

Punggelan 2010 52,64 1,37 3,93 0,66 3,76 12,41 3,59 2,14 19,50

2014 49,27 1,36 4,40 0,76 3,75 13,23 4,09 2,56 20,57

Karangkobar 2010 41,01 0,22 5,66 0,47 6,46 12,84 12,16 8,07 13,11

2014 36,21 0,22 6,13 0,51 7,11 13,49 13,32 9,28 13,73

Pagentan 2010 47,43 0,13 1,06 0,63 8,05 11,01 3,67 4,85 23,18

2014 43,85 0,14 1,17 0,66 8,71 11,69 4,21 5,28 24,30

Pejawaran 2010 71,46 0,39 2,66 0,17 2,44 15,54 1,78 1,78 3,79

2014 68,07 0,40 3,03 0,20 2,74 17,24 2,12 2,10 4,11

Batur 2010 66,22 0,06 0,64 0,26 4,36 14,11 3,02 4,43 6,90

2014 63,26 0,06 0,83 0,29 4,84 14,71 3,28 5,12 7,62

Wanayasa 2010 58,19 0,80 2,09 0,40 3,87 13,36 6,83 2,24 12,22

2014 54,26 0,83 2,34 0,44 3,74 14,31 7,74 2,68 13,66

Kalibening 2010 38,49 0,32 10,23 0,65 6,38 11,12 4,81 4,86 23,14

2014 34,77 0,33 10,71 0,68 6,94 11,47 5,15 5,67 24,28

Pandanarum 2010 56,31 0,07 1,36 0,83 5,58 12,67 0,67 2,65 19,88

2014 52,39 0,07 1,80 0,94 5,50 14,30 0,77 3,13 21,10 Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Perubahan struktur perekonomian suatu daerah biasanya diawali dengan

adanya perubahan dominasi sektor primer (pertanian dan pertambangan dan

penggalian) menuju perekonomian yang didominasi oleh sektor sekunder (industri

pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan) disamping adanya proses

pertumbuhan ekonomi dan peningaktan pendapatan perkapita yang disebabkan

karena adanya proses pembangunan.

Terjadi perubahan struktur ekonomi secara umum selama periode penelitian

di kabupaten Banjarnegara dimana sebagian besar kecamatan telah mengalami

penurunan dalam kontribusi sektor primer terutama pertanian. Sedangkan sektor lain

yaitu sektor sekunder dan tersier terus mengalami peningkatan selama periode

penelitian. Namun meskipun demikian sektor pertanian masih memberikan kontribusi


(59)

Tabel 5. 2.

Analisis LQ Untuk Penentuan Sektor Basis

KECAMATAN

Location Quotient (LQ)

Su sukan Pu rworej o K la m pok Mandi raj a Pu rwan egar a B aw ang B anjar neg ara Pagedon gan Sigal uh Maduk ara B anjar m angu Wanad adi R akit Pu nggel an K aran gkob ar Pagentan Pej aw aran B at ur

Wanayasa Kal

iben ing Pan dan arum SEKTOR

Pertanian 0,75 0,16 0,65 1,13 0,88 0,20 0,85 0,82 1,61 1,21 0,73 0,70 1,49 1,13 1,35 2,09 1,93 1,67 1,09 1,62

Pertambangan dan

Penggalian 1,36 0,21 1,16 2,74 0,48 0,81 1,15 0,88 1,21 0,97 2,91 0,83 2,61 0,42 0,26 0,75 0,12 1,54 0,61 0,14 Industri Pengolahan 1,68 3,75 2,52 0,75 0,86 0,35 0,55 1,71 0,17 0,49 0,22 1,33 0,31 0,44 0,09 0,21 0,05 0,17 0,79 0,11

Listrik, Gas dan Air

Bersih 1,30 0,49 0,81 1,14 1,56 0,87 2,26 1,78 1,16 1,48 0,05 1,23 1,43 0,99 1,27 0,37 0,55 0,83 1,31 1,74 Bangunan 0,89 1,15 0,75 1,90 1,41 1,37 1,33 1,25 0,56 1,47 1,04 0,54 0,55 0,99 1,22 0,37 0,66 0,55 0,96 0,79

Perdagangan 0,87 1,03 1,09 0,81 0,73 1,15 0,69 0,93 1,06 0,91 0,59 0,73 0,99 1,01 0,88 1,25 1,11 1,06 0,87 1,02

Angkutan 0,79 0,64 0,68 0,62 0,60 1,10 0,11 0,69 0,88 0,42 4,03 3,08 0,82 2,71 0,86 0,41 0,66 1,54 1,04 0,15

Bank & Lembaga

Keuangan Lainnya 1,71 0,50 1,34 0,49 0,72 1,88 1,02 1,85 1,23 0,60 2,05 0,96 0,36 1,33 0,76 0,29 0,72 0,37 0,77 0,43 Jasa-jasa 0,91 0,86 0,61 0,96 1,49 2,22 1,78 0,60 0,58 1,11 1,12 1,14 0,98 0,65 1,15 0,19 0,35 0,63 1,14 1,00


(60)

49

Tabel 5. 3.

Hasil Perhitungan LQ Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara

No Kecamatan Sektor Unggulan

1 Susukan ‗Pertambangan dan Penggalian‘, Industri Pengolahan, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘

2 Purworejo Klampok Industri Pengolahan, Bangunan, Perdagangan 3 Mandiraja ‗Pertambangan dan Penggalian‘, Industri

Pengolahan, Perdagangan, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘

4 Purwanegara Pertanian, ‗Pertambangan dan Penggalian‘, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Bangunan

5 Bawang ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Bangunan, Jasa -jasa

6 Banjarnegara Bangunan, Perdagangan, Angkutan, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘, Jasa-jasa 7 Pagedongan ‗Pertambangan dan Penggalian‘, ‗Listrik, Gas

dan Air Bersih‘, Bangunan, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘, Jasa-jasa 8 Sigaluh Industri Pengolahan, ‗Listrik, Gas dan Air

Bersih‘, Bangunan, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘

9 Madukara Pertanian, ‗Pertambangan dan Penggalian‘, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Perdagangan, ‗‘Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘

10 Banjarmangu Pertanian, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Bangunan, Jasa-jasa

11 Wanadadi ‗Pertambangan dan Penggalian‘, Bangunan, Angkutan, ‗Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘, Jasa-jasa

12 Rakit Industri Pengolahan, ‗‘Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Angkutan, Jasa-jasa

13 Punggelan Pertanian, ‗Pertambangan dan Penggalian‘, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘

14 Karangkobar Pertanian, Perdagangan, Angkutan, ‗‘Bank & Lembaga Keuangan Lainnya‘


(61)

15 Pagentan Pertanian, ‗‘Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Bangunan, Jasa-jasa

16 Pejawaran Pertanian, Perdagangan

17 Batur Pertanian, Perdagangan

18 Wanayasa Pertanian, ‗Pertambangan dan Penggalian‘, Perdagangan, Angkutan

19 Kalibening Pertanian, ‗Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Angkutan, Jasa-jasa

20 Pandanarum Pertanian, ‗‘Listrik, Gas dan Air Bersih‘, Perdangan, Jasa-jasa

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Metode Location Quotients (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor basis atau potensial suatu daerah. Metode ini menggambarkan perbandingan relatif antara

sektor unggulan pada suatu daerah dengan daerah yang lebih luas. Dalam hal ini

sektor yang dimaksud adalah kecamatan sedangkan sektor yang lebih luas adalah

kabupaten.

Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) yang ditunjukkan pada tabel mengindikasikan bahwa sektor basis yang memiliki potensi besar untuk di ekspor

adalah produk pertanian. Dengan kata lain sektor pertanian merupakan sektor

basis/sektor unggulan yang mampu memenuhi kebutuhan kabupaten Banjarnegara

sendiri dan berpeluang untuk di ekspor ke luar wilayah. Hampir sebagian besar

Kecamatan di Banjarnegara memiliki nilai LQ di sektor pertanian lebih besar dari 1

yang berarti terspesialisasi tinggi. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa

spesialisasi (basis) sektor pertanian yang tinggi pada daerah Banjarnegara


(62)

LQ tertinggi berada di Kecamatan Pejawaran dan Batur, sehingga peluang terbesar

pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan di Kecamatan tersebut yang telah

siap untuk memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri dan wilayah lain. Dari 20

kecamatan, 11 kecamatan diantaranya yang memiliki basis/unggulan di sektor

pertanian antara lain Purwanegara, Mandiraja, Banjarmangu, Punggelan,

Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Wanayasa, Kalibening dan Pandanarum.

Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih juga memiliki nilai LQ yang tinggi dimana

12 dari 20 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara memiliki sektor basis ini dan satu

kecamatan yaitu Karangkobar juga memiliki potensi besar untuk menjadikan sektor

ini sebagai sektor basis. Seperti yang diketahui bahwa di kecamatan Bawang terdapat

salah satu pembangkit listrik di bawah PT PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik

jawa-bali. Sedangkan 11 kecamatan lain yang memiliki sektor unggulan Listrik, Gas

dan Air Bersih yaitu Susukan, Purwanegara, Bawang, Pagedongan, Sigaluh,

Madukara, Banjarmangu, Rakit, Punggelan, Pagentan, Kalibening dan Pandanarum.

Dengan mengamati tabel diatas, maka besarnya kontribusi setiap sektor di

kecamatan yang ada di Banjarnegara pada tahun 2010-2014 dapat dikelompokkan

bahwa sektor yang memiliki kekuatan untuk menyokong perekonomian Kabupaten

Banjarnegara adalah sektor yang memiliki nilai LQ>1. Dari 9 sektor penyusun

PDRB hampir semua sektor menjadi sektor basis di masing-masing kecamatan

dengan nilai yang berbeda. Terdapat beberapa sektor hampir menjadi sektor


(63)

listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini terlihat

dari adanya perkembangan yang terjadi pada masing-masing kecamatan di

Kabupaten Banjarnegara. Adanya perbedaan keunggulan pada setiap sektor

tersebut akan memungkinkan adanya spesialisasi produk antar daerah sehingga

membuka peluang pertukaran hasil produksi sesuai kebutuhan masing-masing

daerah. Dampak yang timbul dari adanya spesialisasi ini adalah bahwa setiap

pertumbuhan suatu daerah akan memberikan pengaruh bagi daerah lain. Peran

pemerintah daerah untuk memberdayakan sektor unggulan sebagai penggerak

perekonomian daerah sangatlah diperlukan.

3. Analaisis Typologi Klassen

Typology klassen merupakan suatu metode analisis data yang digunakan

untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan pada setiap sektor

ekonomi. Dalam metode ini klassen membagi daerah menjadi 4 klasifikasi yaitu :

daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tetapi tertekan, daerah berkembang


(64)

Tabel 5. 4.

Analisis Typologi Klassen Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara

Y

Yi > Y

Yi < Y

R

Ri > R

Kuadran I

Daerah Maju dan Cepat Tumbuh Kecamatan Purworejo Klampok,

Banjarnegara, Madukara

Kuadran III

Daerah Berkembang Cepat Kecamatan Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Banjarmangu,

Wanadadi, Rakit, Karangkobar, Pagentan, Kalibening

Ri < R

Kuadran II

Daerah Maju tapi Tertekan Kecamatan Sigaluh, Pejawaran,

Batur

Kuadran IV

Daerah Relatif Tertinggal Kecamatan Pagedongan, Punggelan,

Wanayasa, Pandanarum

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Daerah pertama adalah daerah maju dan cepat tumbuh yang ditandai dengan

struktur perekonomian yang kuat. Dimana kecamatan yang masuk dalam klasifikasi

sebagai daerah maju dan cepat tumbuh memiliki pendapatan perkapita dan


(65)

kecamatan Banjarnegara terdapat kecamatan lain yang masuk dalam kategori ini yaitu

Purworejo Klampok dan Madukara.

Kecamatan Banjarnegara adalah kecamatan yang memiliki peran penting

sebagai pusat pertumbuhan karena perannya sebagai ibukota kabupaten sekaligus

sebagai pusat pemerintahan. Misalnya struktur perekonomian di Kecamatan

Banjarnegara menunjukkan kontribusi sektor Jasa-jasa, Perdagangan,

Bank&Lembaga Keuangan Lainnya, Bangunan dan Angkutan memberikan

sumbangan terbesar yang mampu mendorong pertumbuhan PDRB. Potensi

kecamatan Madukara berkembang cukup pesat dalam beberapa tahun belakangan.

Adanya tempat wisata yang cukup terkenal dapat menciptakan hubungan antar

sektor misalnya angkutan, perdagangan dan lain-lain. Berdirinya sebuah

politeknik yang masih tergolong baru juga dapat memberikan dampak yang sama,

keterkaitan sektor pendidikan, sektor usaha kecil, perdagangan dan lain -lain.

Keterkaitan ini dapat meningkatkan produksi dan mempengaruhi perkembangan

keadaan ekonomi di kecamatan Madukara. Terakhir yaitu kecamatan Purworejo

Klampok yang masuk dalam kategori daerah maju dan cepat tumbuh. Hal ini

terjadi karena banyaknya aktivitas ekonomi sepanjang ruas jalan raya. Adanya

Rumah Sakit Emanuel, fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, pusat oleh -oleh

makanan khas serta kerajinan keramik membuat kecamatan ini untuk melakukan


(66)

Daerah kedua adalah daerah maju tapi tertekan yaitu daerah yang memiliki

pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari pada rata-rata Kabupaten Banjarnegra

namun pertumbuhannya lebih rendah. Dengan ciri memiliki kinerja perekonomian

yang mengalami tekanan yang relatif besar sehingga menghambat laju pertumbuhan

atau mengalami penurunan. Kecamatan yang masuk dalam klasifikasi ini yaitu

Kecamatan Sigaluh, Pejawaran dan Batur.

Kecamatan Batur sebagai salah satu kecamatan yang memiliki obyek wisata

yang terkenal hingga ke mancanegara yaitu Dataran Tinggi Dieng yang berbatasan

dengan kabupaten Wonosobo hanya mampu memberikan dampak terhadap

perkembangan perdagangan di kecamatan ini. Sedangkan sebagai kecamatan yang

memiliki kesuburan tanah karena berada di daerah pegunungan maka lebih dari 60%

PDRB nya ditopang oleh sektor pertanian.

Daerah ketiga adalah daerah berkembang cepat yaitu daerah yang memiliki

tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari pada rata-rata Kabupaten

Banjarnegara namun pendapatan perkapita yang lebih rendah. Kecamatan-kecamatan

yang masuk dalam kategori ini merupakan kecamatan yang rata-rata memiliki sektor

basis yaitu pertanian sehingga pertubuhannya belum mampu mengangkat

pertumbuhan PDRB secara menyeluruh. Kecamatan yang masuk dalam kategori ini

adalah Kecamatan Susukan, Mandiraja, Purwanegara, Bawang, Banjarmangu,


(67)

Sebagai kecamatan yang memiliki potensi yang cukup menonjol di bidang industri kerajinan rakyat yaitu industri batik yaitu ―batik gumelem‖ meskipun belum begitu dikenal luas oleh daerah lain karena kurangnya promosi dari pihak pemerintah

kabupaten. Namun kualitas serta ciri khas dari batik gumelem sebagai warisan

budaya serta peluang ekonomi ini patut dipertimbangkan untuk menjadi potensi

unggulan apalagi batik ini merupakan buatan tangan masyarakat kecamatan Susukan.

Daerah keempat adalah daerah relatif tertinggal merupakan daerah yang

memiliki tingakat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih rendah

daripada rata-rata Kabupaten Banjarnegara. Kecamatan yang masuk dalam klasifikasi

ini adalah Kecamatan Pagedongan, Punggelan, Wanayasa, Pandanarum. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kecamatan-kecamatan tersebut masuk dalam klasifikasi daerah

relatif tertinggal salah satunya masih tingginya indikator makro ekonomi seperti


(68)

4. Analisis Indeks Williamson

Tabel 5. 5.

Nilai Indeks Williamson Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara

No Kecamatan Nilai Ketimpangan

1 Susukan 0,093

2 Purworejo Klampok 0,319

3 Mandiraja 0,040

4 Purwanegara 0,064

5 Bawang 0,074

6 Banjarnegara 0,299

7 Pagedongan 0,130

8 Sigaluh 0,029

9 Madukara 0,064

10 Banjarmangu 0,026

11 Wanadadi 0,016

12 Rakit 0,080

13 Punggelan 0,134

14 Karangkobar 0,021

15 Pagentan 0,095

16 Pejawaran 0,142

17 Batur 0,174

18 Wanayasa 0,032

19 Kalibening 0,078

20 Pandanarum 0,090

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Indeks Williamson merupakan salah satu alat analisi untuk mengetahui

tingkat ketimpangan dalam lingkup regional. Indeks Williamson biasanya digunakan

untuk mendiskripsikan ketimpangan suatu wilayah menggunakan PDRB per kapita

dan jumlah penduduk. Ketimpangan pembangunan menjadi salah satu masalah yang


(69)

Dalam perhitungan indeks Williamson nilai terbesar terdapat pada kecamatan

Purworejo Klampok dengan nilai 0,319 sedangkan terkecil ada pada kecamatan

Wanadadi dengan nilai 0,16. Rendahnya nilai indeks ketimpangan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) perkapita antar kecamatan di Kabupaten Banjarnegara

menunjukkan pendistribusian PDRB di masing—masing kecamatan di Kabupaten Banjarnegara relatif merata.

Rendahnya nilai indeks Williamson tidak berarti secara otomatis menerangkan

bahwa masyarakat di Kabupaten Banjarnegara telah memiliki tingkat kesejahteraan

yang tinggi. Misalnya kecamatan Pagedongan, Punggelan, Wanayasa dan

Pandanarum dimana memiliki nilai ketimpangan masing-masing ‗0,130‘, ‗0,134‘, ‗0,032‘ dan ‗0,090‘ memiliki nilai ketimpangan yang rendah namun jika dilihat dari analisis typology klassen, kecamatan tersebut masuk dalam kategori daerah yang

relatif tertinggal. Hal ini berarti bahwa kemerataan yang ada di kecamatan tersebut

adalah kemerataan dalam hal kemiskinan bukan kesejahteraan. Indeks Williamson

hanya menjelaskan distribusi PDRB perkapita yang didistribusikan antar kecamatan

di kabupaten Banjarnegara tanpa menjelaskaan seberapa besar PDRB perkapita yang


(1)

R. Kecamatan Wanayasa

Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Wanayasa Terhadap PDRB Tahun 2010-2014 (dalam persen)

No Sektor Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 Primer 58,99 57,41 56,74 55,71 55,08

1 Pertanian 58,19 56,61 55,93 54,91 54,26

2 Pertambangan dan Penggalian 0,80 0,80 0,80 0,80 0,83

Sekunder 6,36 6,57 6,17 6,32 6,52

3 Industri Pengolahan 2,09 2,10 2,08 2,18 2,34

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44

5 Bangunan 3,87 4,05 3,66 3,71 3,74

Tersier 34,66 36,02 37,10 37,97 38,39

6 Perdagangan 13,36 13,41 13,56 13,97 14,31

7 Angkutan 6,83 7,21 7,59 7,65 7,74

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 2,24 2,29 2,41 2,58 2,68

9 Jasa-jasa 12,22 13,11 13,54 13,78 13,66

100 100 100 100 100

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010-2014

No Sektor Tahun Rerata

2010 2011 2012 2013 2014

1 Pertanian 1,66 1,65 1,68 1,69 1,67 1,67

2 Pertambangan dan Penggalian 1,51 1,53 1,53 1,53 1,59 1,54

3 Industri Pengolahan 0,16 0,16 0,16 0,17 0,18 0,17

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,81 0,83 0,84 0,83 0,85 0,83

5 Bangunan 0,57 0,59 0,52 0,52 0,53 0,55

6 Perdagangan 1,06 1,06 1,05 1,06 1,08 1,06

7 Angkutan 1,48 1,51 1,58 1,56 1,58 1,54

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 0,36 0,36 0,36 0,37 0,39 0,37

9 Jasa-jasa 0,59 0,62 0,64 0,65 0,65 0,63


(2)

Analisis Typologi Klassen Kecamatan Wanayasa dengan Kabupaten Banjarnegara

Kecamatan Wanayasa

Tahun PDRB Perkapita Growth Keterangan PDRB

2010 125.131,25 2.925.952 4,63 Daerah Relatif Tertinggal

2011 128.851,26 2.972.005 2,97 Daerah Relatif Tertinggal

2012 134.971,31 3.075.428 4,75 Daerah Relatif Tertinggal

2013 141.137,78 3.183.367 4,57 Daerah Relatif Tertinggal

2014 147.462,74 3.302.045 4,48 Daerah Relatif Tertinggal

Kabupaten Banjarnegara

Tahun PDRB Perkapita Growth PDRB

2010 2.888.524,12 3.318.339 4,89

2011 3.030.542,03 3.454.763 4,92

2012 3.189.651,64 3.609.453 5,25

2013 3.358.069,70 3.773.447 5,28

2014 3.534.738,74 3.945.083 5,26

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Nilai Indeks Williamson Kecamatan Wanayasa Tahun 2010-2014

Tahun WI

2010 0,026

2011 0,031

2012 0,033

2013 0,035

2014 0,036

Rata-Rata 0,032


(3)

S. Kecamatan Kalibening

Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Kalibening Terhadap PDRB Tahun 2010-2014 (dalam persen)

No Sektor Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 Primer 38,82 37,32 36,89 35,98 35,10

1 Pertanian 38,49 37,00 36,58 35,67 34,77

2 Pertambangan dan Penggalian 0,32 0,32 0,31 0,31 0,33

Sekunder 17,25 17,58 17,56 17,88 18,33

3 Industri Pengolahan 10,23 10,37 10,13 10,35 10,71

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,65 0,66 0,66 0,67 0,68

5 Bangunan 6,38 6,55 6,77 6,85 6,94

Tersier 43,93 45,10 45,55 46,14 46,56

6 Perdagangan 11,12 11,09 11,07 11,23 11,47

7 Angkutan 4,81 4,95 5,07 5,06 5,15

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 4,86 4,84 4,92 5,31 5,67

9 Jasa-jasa 23,14 24,23 24,48 24,55 24,28

100 100 100 100 100

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Kalibening Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010-2014

No Sektor Tahun Rerata

2010 2011 2012 2013 2014

1 Pertanian 1,10 1,08 1,10 1,10 1,07 1,09

2 Pertambangan dan Penggalian 0,62 0,62 0,60 0,60 0,64 0,61

3 Industri Pengolahan 0,79 0,81 0,78 0,78 0,81 0,79

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,32 1,33 1,30 1,30 1,32 1,31

5 Bangunan 0,94 0,96 0,97 0,96 0,98 0,96

6 Perdagangan 0,88 0,87 0,86 0,85 0,87 0,87

7 Angkutan 1,04 1,04 1,06 1,03 1,05 1,04

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 0,79 0,76 0,74 0,77 0,82 0,77

9 Jasa-jasa 1,11 1,14 1,15 1,16 1,15 1,14


(4)

Analisis Typologi Klassen Kecamatan Kalibening dengan Kabupaten Banjarnegara

Kecamatan Kalibening

Tahun PDRB Perkapita Growth Keterangan PDRB

2010 90.426,47 2.124.532 3,34 Daerah Relatif Tertinggal

2011 95.039,64 2.225.909 5,10 Daerah Berkembang Cepat

2012 100.798,04 2.345.068 6,06 Daerah Berkembang Cepat

2013 106.139,98 2.460.133 5,30 Daerah Berkembang Cepat

2014 111.670,08 2.573.399 5,21 Daerah Relatif Tertinggal

Kabupaten Banjarnegara

Tahun PDRB Perkapita Growth PDRB

2010 2.888.524,12 3.318.339 4,89

2011 3.030.542,03 3.454.763 4,92

2012 3.189.651,64 3.609.453 5,25

2013 3.358.069,70 3.773.447 5,28

2014 3.534.738,74 3.945.083 5,26

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Nilai Indeks Williamson Kecamatan Kalibening Tahun 2010-2014

Tahun WI

2010 0,079

2011 0,079

2012 0,077

2013 0,077

2014 0,076

Rata-Rata 0,078


(5)

T. Kecamatan Pandanarum

Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Pandanarum Terhadap PDRB Tahun 2010-2014 (dalam persen)

No Sektor Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 Primer 56,38 54,59 54,18 53,95 52,46

1 Pertanian 56,31 54,51 54,11 53,88 52,39

2 Pertambangan dan Penggalian 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07

Sekunder 7,76 8,12 7,56 7,71 8,24

3 Industri Pengolahan 1,36 1,38 1,36 1,41 1,80

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,83 0,86 0,88 0,90 0,94

5 Bangunan 5,58 5,88 5,33 5,40 5,50

Tersier 35,86 37,29 38,25 38,34 39,30

6 Perdagangan 12,67 12,72 12,81 13,20 14,30

7 Angkutan 0,67 0,70 0,74 0,75 0,77

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 2,65 2,68 2,80 3,01 3,13

9 Jasa-jasa 19,88 21,18 21,91 21,38 21,10

100 100 100 100 100

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Pandanarum Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010-2014

No Sektor Tahun Rerata

2010 2011 2012 2013 2014

1 Pertanian 1,61 1,59 1,62 1,66 1,61 1,62

2 Pertambangan dan Penggalian 0,14 0,14 0,13 0,14 0,14 0,14

3 Industri Pengolahan 0,10 0,11 0,11 0,11 0,14 0,11

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,69 1,74 1,72 1,75 1,82 1,74

5 Bangunan 0,82 0,86 0,76 0,76 0,77 0,79

6 Perdagangan 1,00 1,00 0,99 1,00 1,08 1,02

7 Angkutan 0,14 0,15 0,15 0,15 0,16 0,15

8 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 0,43 0,42 0,42 0,43 0,45 0,43

9 Jasa-jasa 0,96 1,00 1,03 1,01 1,00 1,00


(6)

Analisis Typologi Klassen Kecamatan Pandanarum dengan Kabupaten Banjarnegara

Kecamatan Pandanarum

Tahun PDRB Perkapita Growth Keterangan PDRB

2010 29.068,25 1.409.301 1,41 Daerah Reatif Tertinggal

2011 30.014,06 1.439.869 3,25 Daerah Reatif Tertinggal

2012 31.488,89 1.500.328 4,91 Daerah Reatif Tertinggal

2013 32.955,08 1.564.744 4,66 Daerah Reatif Tertinggal

2014 34.445,30 1.626.927 4,52 Daerah Reatif Tertinggal

Kabupaten Banjarnegara

Tahun PDRB Perkapita Growth PDRB

2010 2.888.524,12 3.318.339 4,89

2011 3.030.542,03 3.454.763 4,92

2012 3.189.651,64 3.609.453 5,25

2013 3.358.069,70 3.773.447 5,28

2014 3.534.738,74 3.945.083 5,26

Sumber : BPS Kabupaten Banjarnegara 2010-2014 (hasil analisis)

Nilai Indeks Williamson Kecamatan Pandanarum Tahun 2010-2014

Tahun WI

2010 0,088

2011 0,090

2012 0,090

2013 0,090

2014 0,090

Rata-Rata 0,090