Modalitas Calon Bupati Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 (Studi Kasus : Indah Putri Indriani Sebagai Bupati Terpilih di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan)

(1)

vii

Terpelajar itu harusnya setia dalam mendidik (Tawakkal Baharuddin)

Untuk:


(2)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Modalitas Calon Bupati Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 (Studi Kasus : Indah Putri Indriani Sebagai Bupati Terpilih di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan)” ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan (M.IP). Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Ibu Dr. Titin Purwaningsih, M.Si atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc, Bapak Dr. Zuly Qodir, Bapak Dr. Suranto, M.Pol, Bapak Drs. Suswanta, M.Si yang telah memberikan masukan dan saran pada saat seminar proposal, seminar hasil tesis dan ujian tesis.

3. Ketua Program Studi Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan, Ibu DR. Dyah Mutiarin, M.Si.

4. Ibu Indah Putri Indriani, S.Ip, M.Si, Selaku Bupati Luwu Utara, atas waktu yang telah diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi terkait modalitas dalam pemilukada.

5. kepada semua informan atas kesediaan waktu untuk memberikan pendapatnya.

6. Ayahanda Baharuddin, S.Pd, Ibunda Darmawati Bustam dan saudara-saudara saya, Hardianti Baharuddin, Muh. Ayub Baharuddin, Raodhatul Jannah Baharuddin, Nurul Ain Baharuddin, Syakhsia Albaiza Baharuddin, atas segala dukungan dan doanya.


(3)

ix

7. Rekan - rekan Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan UMY Angkatan 09, atas segala dukungan dan doanya.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 06 Januari 2017 Penulis


(4)

x

Abstrak

Dalam sejarah kontestasi politik di Sulawesi Selatan seperti pemilukada, belum pernah ada seorang perempuan yang berhasil memenangkan sebuah pemilukada. Terlebih calon perempuan tersebut adalah seorang pendatang di daerah pemilihan tersebut, sedangkan lawan politiknya dalam pemilukada adalah seorang petahana. seorang petahana dianggap memiliki peluang yang lebih besar dari pada para kandidat lainnya, karena dianggap telah memiliki modal lebih seperti tingkat popularitas dan figuritas. Perempuan dalam kontestasi politik tentu juga memiliki peluang yang sama dengan kandidat lainnya, meskipun partisipasi perempuan dalam sebuah kontestasi politik masih saja menjadi isu – isu yang menyudutkan kaum perempuan. Tetapi hal tersebut masih bisa diminimalisir tergantung bagaimana kekuatan modal yang dimiliki oleh para kandidat. Seorang kandidat haruslah memiliki akumalasi modal yang lebih sehingga mampu memenangkan sebuah kontestasi (pierre bourdieu). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mempelajari bagaimana modalitas yang dimiliki oleh para kandidat dalam penyelenggaraan pemilukada. Studi pada Indah Putri Indriani sebagai bupati terpilih di kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan 4 modalitas dominan yang dimiliki oleh Indah Putri Indriani dibandingkan dengan kandidat petahana, modalitas tersebut adalah modal sosial, budaya, politik dan ekonomi. Dari keempat modalitas yang dimiliki oleh Indah Putri Indriani tersebut, modal politik merupakan modal yang paling dominan. Hal ini membuktikan bahwa Indah Putri Indriani sebagai seorang perempuan dan juga pendatang mampu mengakumulasi modal yang dimilikinya, sehingga Indah Putri Indriani berhasil memenangkan sebuah kontestasi politik dan sekaligus berhasil menjadi bupati perempuan pertama di sulawesi selatan.


(5)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

LEMBAR REVISI ... . v

PENGESAHAN PROGRAM STUDI ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 9

1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN ... 10

1.3.1.Tujuan Penelitian ... 10

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 10

1.4.1. Manfaat Akademis... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.I. KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.2. KERANGKA TEORITIK ... 18

2.2.1. Kontestasi Dalam Politik ... 18

1. Pengertian Pemilu ... 19

2. Tujuan Pemilu ... 20

3. Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah ... 22

2.2.2. Modalitas Dalam Kontestasi Politik ... 23

2.2.2.1. Modal Sosial ... 26

2.2.2.2. Modal Budaya ... 30

2.2.2.2. Modal Politik ... 32

2.2.2.3. Modal Ekonomi... 36

2.3. KERANGKA PIKIR TEORITIK ... 40

2.4. DEFINISI KONSEPTUAL ... 43

2.5. DEFINISI OPERASIONAL ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45


(6)

xii

3.2. LOKASI PENELITIAN ... 45

3,3. SUBYEK PENELITIAN ... 45

3.4. JENIS DATA ... 46

3.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 47

3.5.1. Wawancara ... 47

3.5.2. Dokumentasi ... 49

3.6. UNIT ANALISIS DATA ... 50

3.7. TEKNIK ANALISA DATA ... 50

3.8. KEABSAHAN DATA ... 51

BAB 1V DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ... 53

4.I. DESKRIPSI KABUPATEN LUWU UTARA ... 53

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Luwu Utara ... 53

4.1.2 Jarak antara Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan ... 55

4.1.3 Penduduk ... 55

4.2. PEMERINTAHAN LUWU UTARA ... 57

4.2.1 Bupati dan Wakil Bupati ... 57

4.2.2 DPRD Kabupaten Luwu Utara ... 57

4.3 DESKRIPSI PELAKSANAAN PEMILUKADA KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2015 ... 58

4.3.1 Profil Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati ... 58

4.3.2 Pelaksanaan Pemilukada kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 ... 60

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

5.1 MODALITAS SOSIAL INDAH PUTRI INDRIANI ... 64

5.1.1 Interaksi Sosial Indah Putri Indriani ... 64

5.1.2 Kepercayaan Masyarakat terhadap Indah Putri Indriani ... 67

5.1.3 Jaringan Relasi Indah Putri Indriani ... 77

5.2 MODALITAS BUDAYA INDAH PUTRI INDRIANI ... 83

5.2.1 Latar Belakang Keluarga ... 83

5.2.2 Kualifikasi Pendidikan Indah Putri Indriani ... 85

5.2.2.1 Pendidikan Formal ... 85

5.2.2.2 Pendidikan Non Formal ... 86

5.2.3 Penghargaan yang diperoleh Indah Putri Indriani ... 88

5.3 MODAL POLITIK INDAH PUTRI INDRIANI ... 90

5.3.1 Pengalaman Politik ... 90

5.3.2 Dukungan Partai Politik ... 91

5.3.3 Dukungan Elit Politik (Luthfi A. Mutty) ... 95

5.3.4 Dukungan Tim Sukses ... 98

5.3.4.1 Survey pasangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum ... 99

5.3.4.2 Visi-Misi Pasangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum ... 101

5.3.4.3 Posko Pemenangan... 104

5.3.5. Marketing Politik Indah Putri Indriani ... 106

5.3.5.1 Pencitraan politik Indah Putri Indriani ... 107

5.3.5.2 Penggunaan media sosial ... 109

5.4 MODAL EKONOMI INDAH PUTRI INDRIANI ... 111

5.4.1 Harta Kekayaan ... 112

5.4.2 Dana Kampanye ... 114

5.4.2.1 Sumbangan Dana Kampanye ... 114

5.4.2.2 Aktivitas Pengeluaran Dana Kampanye ... 116

5.5 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEMENANGAN INDAH PUTRI INDRIANI ...118


(7)

xiii

BAB VI PENUTUP ... 64

6.1 KESIMPULAN ... 122

6.2 SARAN ... 123

DAFTAR PUSTAKA ...125 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Hasil Perolehan Suara pada Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara

tahun 2015 ... 4

Tabel 2.1. Tinjauan Pustaka ... 14

Tabel 3.1. Jenis Data Primer ... 46

Tabel 3.2. Jenis Data Sekunder ... 47

Tabel 3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 49

Tabel 4.1. Luas wilayah menurut kecamatan tahun 2015 ... 54

Tabel 4.2. Banyaknya Desa,Kelurahan Menurut Kecamatan ... 55

Tabel 4.3.Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 ... 56

Tabel 4.4.Jumlah Anggota Legislatif periode 2014-2019 di Kabupaten Luwu Utara ... 58

Tabel 4.5. Profil Dari Masing-Masing Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Luwu Utara Tahun 2015 ... 59

Tabel 4.6. Jadwal Pendaftaran Pasangan Calon Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.7. Jadwal Pemungutan Dan Penghitungan Suara Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 62

Tabel 4.8. Rincian Jumlah Perolehan Suara Pasangan Calon Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 63

Tabel 5.1. Riwayat Pekerjaan Indah Putri Indriani ... 68

Tabel 5.2. Riwayat Pekerjaan Arifin Junaidi ... 70

Tabel 5.3. Perbandingan Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Periode 2005/2010/2015 Kabupaten Luwu Utara ... 74

Tabel 5.4. Jumlah data pemilih tetap pada pemilukada Luwu Utara 2015 ... 75

Tabel 5.5. Jumlah Pengguna Hak Pilih Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 75

Tabel 5.6. Pengalaman Organisasi Indah Putri Indriani ... 78

Tabel 5.7. Pengalaman Organisasi Arifin Junaidi ... 78

Tabel 5.8. Sepuluh Lembaga Tergabung Dalam Simpul Peduli Luwu Utara yang Menyatakan Dukungannya ... 80


(9)

xv

Tabel 5.9. Perbandingan Modal Sosial Indah Putri Indriani dengan Arifin Junaidi

pada Pemilukada Luwu Utara 2015 ... 82

Tabel 5.10. Latar Belakang Keluarga Indah Putri Indriani ... 84

Tabel 5.11. Latar Belakang Keluarga Arifin Junaidi ... 84

Tabel 5.12. Pendidikan Formal Indah Putri Indriani... 86

Tabel 5.13. Pendidikan Formal Arifin Junaidi ... 86

Tabel 5.14. Pendidikan Non Formal Indah Putri Indriani ... 87

Tabel 5.15. Pendidikan Non Formal Arifin Junaidi ... 88

Tabel 5.16. Penghargaan Indah Putri Indriani ... 89

Tabel 5.17. Penghargaan yang diperoleh Arifin Junaidi ... 89

Tabel 5.18. Dukungan Partai Politik Indah Putri Indriani Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 93

Tabel 5.19. Dukungan Partai Politik Arifin Junaidi Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 94

Tabel 5.20. Perbandingan Dukungan Media Sosial untuk Indah Putri Indriani dan Arifin Junaidi... 110

Tabel 5.21. Laporan Harta Kekayaan Calon Bupati Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 ... 112

Tabel 5. 22. Laporan Harta Kekayaan Calon Wakil Bupati Kabupaten Luwu Utara Tahun ... 113

Tabel 5.23. Daftar Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Pasangan calon Indah Putri Indriani dan Thahar Rum Pada Pemilukada Luwu Utara 2015 ... 115

Tabel 5.24. Daftar Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Pasangan calon Arifin Junaidi dan A. Abdullah Rahim Pada Pemilukada Luwu Utara 2015 ... 116

Tabel5.25. Daftar Aktivitas Pengeluaran Dana Kampanye Indah Putri Indriani Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 ... 117

Tabel 5.26. Ringkasan Modalitas Indah Putri Indriani Pada Pemilukada Luwu Utara 2015 ... 118

Tabel 5.27. Riwayat pekerjaan Thahar Rum ... 119


(10)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar.2.1. Bagan Dana Kampanye ... 39

Gambar 2.2. Kerangka Pikir ... 42

Gambar 5.1. Indah Putri Indriani Menghadiri Undangan Lembaga Pengembangan Dharma Ghita ... 65

Gambar 5.2. Indah Putri Indriani Saat Makan Bersama dengan Masyarakat ... 67

Gambar 5.3. Indah Putri Indriani Bersama Majelis Taklim ... 81

Gambar 5.4. Indah Putri Indriani Bersama Masyarakat ... 83

Gambar 5.5. Foto Luthfi A. Mutty Ikut Serta Dalam Kampanye Indah Putri ... 96

Gambar 5.6. Hasil Survey Elektabilitas yang Berlangsung September 2015 ... 100

Gambar 5.7. Hasil Survey Popularitas yang Berlangsung September 2015 ... 100

Gambar 5.8. Posko Pemenangan Rumah Pintar ... 105

Gambar 5.9. Indah Putri Indriani Saat Meninjau Langsung Lokasi Banjir ... 108

Gambar 5.10. Peta Dukungan Indah Putri Indriani Pada Pemilukada Luwu Utara 2015 ... 121


(11)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

CRC : Celebes Research Center DPC : Dewan Pimpinan Cabang DPD : Dewan Pimpinan Daerah DPP : Dewan Pimpinan Pusat DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FISIP : Fakultas Ilmu sosial & Politik GOLKAR : Golongan Karya

HANURA : Hati Nurani Rakyat

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KPU : Komisi Pemilihan Umum

KPUD : Komisi Pemilihan Umum Daerah

LHKPN : Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

MC : Master Campaign

NASDEM : Nasional Demokrat PAN : Partai Amanat Nasional PARPOL : Partai Politik

PDIP : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PEMILU : Pemilihan Umum

PEMILUKADA : Pemilihan Umum Kepala Daerah

PINTAR : Pilih Indah Putri Indriani & Thahar Rum PKB : Partai Kebangkitan Bangsa

PKPU : Peraturan Komisi Pemilihan Umum PKS : Partai Kesejahteraan Sosial

UI : Universitas Indonesia

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar RI : Republik Indonesia


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin terbuka dan berpeluang. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik nasional tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kaum perempuan telah ikut serta dalam meramaikan dan mewarnai dinamika politik di Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia pada saat pemilukada berlangsung dapat dilihat beberapa nama dan gambar tokoh perempuan muncul terpampang di ruang-ruang publik.

Fenomena ini merupakan kecenderungan yang akan terus menguat. Sebagai hasil dari terus menguatnya gerakan dan tuntutan, serta meluasnya kesadaran tentang kesetaraan gender atau pentingnya partisipasi perempuan dalam politik. Ruang dan jabatan politik kian terbuka bagi siapa saja termasuk kaum perempuan itu sendiri, tidak lagi diperuntukkan secara eksklusif bagi laki-laki, dan tidak boleh ditabukan bagi perempuan. Hak politik merupakan hak seluruh masyarakat indonesia tanpa memandang itu laki-laki ataupun perempuan.

Perempuan berhak dan berpotensi memberikan kontribusi nyata di dalam politik. Namun demikian, tetap saja fenomena makin banyaknya sosok perempuan dalam kontestasi politik di daerah-daerah masih menjadi pro dan kontra sehingga keterlibatan perempuan masih saja mengundang diskusi, perdebatan, dan tak jarang masih menyisakan keraguan.


(13)

2

Pemilukada merupakan arena kontestasi politik dengan kompetisi yang melibatkan beberapa pasangan kandidat dan pemenangan dalam pemilukada ditentukan dengan suara terbanyak oleh pemilih. Kompetisi yang terjadi boleh jadi dipengaruhi oleh kapasitas figur masing-masing pasangan calon kandidat artinya meskipun aturan pencalonan minimal 15 % kursi atau suara hasil legislatif. Ketentuan tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 59 ayat 2 UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa “partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD”. Namun yang lebih dominan yaitu figur kandidat tersebut seperti ketokohan, popularitas dan moralitas, latar belakang pendidikan dan pekerjaan.

Hal ini dapat menjadi sangat penting dalam suatu kontestasi politik, dimana seseorang hanya dengan mengandalkan popularitas dan figuritasnya kemudian dianggap memiliki kemampuan untuk ikut bersaing dalam pemilukada. Modal ini merupakan dasar relasi dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh pasangan calon dari konstituen yang telah memilihnya. Modalitas dalam kontestasi politik selain peran figur atau modalitas kandidat, juga sangat ditentukan oleh beberapa modalitas lainnya seperti peran dukungan partai politik, elit politik, dan tim pemenangan, adapun modal lainnya yaitu kesanggupan dana politik.

Dalam kontestasi pemilukada, dana politik sendiri juga memiliki posisi yang sangat menentukan strategi pemenangan yang dijalankan oleh kandidat dan tim pemenangannya. Modalitas ini sangat diperlukan untuk membiayai semua


(14)

3

tahapan pada saat pemilukada berlangsung oleh kandidat dan tim pemenangan. Selain itu juga peran modal politik dapat dipastikan bahwa dari fungsi partai juga tidak terlepas sebagai gerbang masuk bagi para calon terutama bukan kader dari partai politik.

Sahdan dan Haboddin (2009), bahwa kandidat yang dicalonkan oleh partai (koalisi partai), dimana dalam melakukan rekrutmen kandidat, partai politik hendaknya mempertimbangkan beberapa aspek antara lain adalah sebagai berikut:

“kualitas kandidat, popularitas kandidat, kompetensi kandidat, kapabilitas kandidat, termasuk di dalamnya adalah moralitas kandidat yang diusung oleh partai politik .... dengan kata lain bahwa modalitas pun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena saling berkaitan satu sama lain” (Sahdan dan Haboddin, 2009).

Kabupaten Luwu Utara juga telah menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah. Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) oleh pemerintah daerah sebagai penyelenggara melalui komisi pemilihan umum daerah (KPUD) Kabupaten Luwu Utara, menetapkan pemungutan suara pada hari Rabu 9 Desember 2015. pemilihan umum ini diikuti 2 pasangan calon bupati dan wakil bupati yaitu Indah Putri Indriani berpasangan dengan Muh.Thahar Rum dan Arifin Junaidi berpasangan dengan Andi Abdullah Rahim.

Arena kontestasi pemilukada di Kabupaten Luwu Utara telah melahirkan pasangan bupati dan wakil bupati terpilih yang baru, yaitu pasangan Indah Putri Indriani dan Muh.Thahar Rum, yang menjadi perhatian adalah Indah Putri Indriani, selain terpilih sebagai Bupati Luwu Utara pada pemilukada 2015, Indah Putri Indriani juga merupakan bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan. Perempuan yang masih tergolong relatif muda pada saat keikutsertaannya dalam


(15)

4

sebuah kontestasi, Indah Putri Indriani yang masih berusia 39 tahun ini berhasil mengungguli bupati petahana Arifin Junaidi dalam pemilukada serentak 9 desember 2015 lalu, dengan selisih suara 12.210 suara. Adapun hasil perolehan suara pada Pemilukada Luwu Utara 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1. Hasil Perolehan Suara pada Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015

Nomor Urut

Nama pasangan calon Bupati Dan

Wakil Bupati Partai Pendukung Hasil perolehan Suara Keterangan 1

Indah Putri Indriani dan Muh.Thahar Rum 1. Gerindra 2. Demokrat 3. Nasdem 4. PDIP 90.824 Suara

(53,60%) selisih suara 12.210

suara 2

Arifin Junaidi dan Andi Abdullah Rahim 1. Golkar 2. Hanura, 3. PKB 4. PKS 5. PAN 78.614 Suara (46,40%)

Sumber: Diolah oleh Penulis dari data KPUD Kabupaten Luwu utara Tahun 2015 Perolehan suara yang sangat signifikan terlihat begitu jelas dalam Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara, dimana pasangan Indah Putri Indriani dan Muh.Thahar Rum berada di urutan pertama yang berhasil memperoleh suara terbanyak yaitu 90.824 Suara (53,60%), sedangkan Arifin Junaidi dan Andi Abdullah Rahim memperoleh 78.614 Suara (46,40%).

Alumni Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia yang sebelumnya menjabat Wakil Bupati Luwu Utara periode 2010-2015 ini dicalonkan sebagai bupati oleh empat partai pendukung, yakni Partai Gerindra, PDIP, Nasdem dan Demokrat. Indah Putri Indriani berkiprah di dunia politik dimulai sejak umur 33


(16)

5

tahun dengan pengalaman pernah menjadi Tenaga Ahli Komisi II DPR RI bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. (sumber: Detik news).

Kemenangan pasangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum dalam pemilukada ini tidak semata-mata diperoleh melalui jalan pintas. Tetapi untuk memperoleh capaian kemenangan ini Indah Putri Indriani juga memerlukan beberapa modal seperti, modal sosial yakni adanya pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat yang memilih. Hal ini menunjukan bahwa ketokohan atau popularitas Indah Putri Indriani sangat mempengaruhi dinamika tingkat dukungan dari masyarakat, terlebih jika kandidat tersebut merupakan figur yang dianggap terpandang atau bersahaja serta mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Menarik untuk mencermati figuritas seorang Indah Putri Indriani dalam memperoleh suara maksimal dalam Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara 2015. Dengan latar belakang sebagai seorang akademisi, pernah memiliki pengalaman menjadi staf pengajar program S1 & Ekstensi FISIP UI, dosen Pascasarjana Ilmu Politik UI, dosen FISIP Universitas Bung Karno dan dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Berbeda dengan kandidat lainnya yang memiliki latar belakang birokrat dan elit politik yang cukup terkenal di kabupaten Luwu Utara seperti calon bupati lainnya yang merupakan calon pertahana yaitu Arifin Junaidi, dimana penulis menggambarkan calon bupati lainnya tersebut sebagai politisi yang sementara membangun dinasti politiknya, melalui istrinya Rafika Said, berhasil menjadi anggota legislatif DPRD Kabupaten Luwu Utara melalui Partai Golkar. Sementara anaknya, Muhammad Rizha, berhasil terpilih menjadi Anggota DPRD Sulawesi


(17)

6

Selatan. Adiknya, Mustaming Makkasau, juga telah memastikan satu kursi di DPRD kabupaten Luwu Utara. (sumber: metronews.com).

Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal, yaitu modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial. Beberapa ahli lain (lihat tulisan Hick dan Misra: 1993, Jamaludin Ancok :2003, JS Mill dalam Bunga: 2008, Suharto: 2011) ada yang membagi modalitas dalam konteks pemilu ke dalam beberapa bagian. Modal itu dibagi menjadi tiga katagori utama, yaitu modal politik, modal ekonomi, dan modal sosial.

Modalitas politik yaitu dukungan terhadap bakal calon yang diperoleh dari partai politik atau gabungan beberapa partai politik yang akan mengusung dalam pemilihan umum kepala daerah. Modalitas ekonomi atau modal finansial, yaitu dukungan berupa uang atau harta benda yang akan menopangnya sebagai bakal calon atau calon untuk mendanai cost politic (biaya politiknya). Modal sosial yaitu kedekatan calon kepada masyarakat voters (pemilih), yang akan berpartisipasi untuk menentukan pilihannya dalam pemilihan umum kepala daerah.

Modalitas sosial memiliki makna yang sangat penting bahkan tidak kala pentingnya dibandingkan dengan modalitas yang lainnya. Memiliki modal sosial yang cukup tinggi, para kandidat tidak hanya dikenal oleh para pemilih saja. Akan tetapi, melalui pengenalan-pengenalan tersebut, lebih-lebih pengenalan secara fisik dan sosial secara dekat, para calon pemilih juga bisa melakukan penilaian apakah pasangan yang ada itu layak untuk dipilih atau tidak.

Seorang calon dianggap memiliki modal sosial yang tinggi, berarti calon tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat melainkan juga diberi kepercayaan


(18)

7

besar oleh masyarakatnya. Selain modal sosial, dalam kontestasi politik termasuk pemilihan umum kepala daerah secara langsung jelas membutuhkan biaya politik yang besar. Modal yang besar itu tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya dapat digunakan untuk membangun sebuah relasi dengan para calon pendukungnya, termasuk diantaranya adalah modal untuk memobilisasi dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya tahapan kampanye.

Modal ekonomi ini memiliki makna yang cukup penting menjadi sebuah penggerak atau mesin politik yang akan dipakai. Dalam musim kampanye tentu membutuhkan uang yang cukup besar untuk pembiayaan beberapa kebutuhan seperti mencetak beberapa poster dan spanduk, membayar iklan, konsumsi ataupun menyewa kendaraan untuk mengangkut pendukung, dan berbagai kebutuhan lainya, termasuk untuk pengamanan.

Indah Putri Indriani juga sangat mempengaruhi dinamika partai politik, diketahui beberapa bulan jelang pemilukada serentak, DPP Gerindra mencopot Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerindra Luwu Utara yaitu Arsyad Kasmar. DPP telah menunjuk pengganti Asyad Kasmar yaitu Wakil Bupati Luwu Utara yakni Indah Putri Indriani. Arsyad Kasmar diganti setelah hijrah ke Partai Golkar kubu Agung Laksono. Kepindahan Arsyad Kasmar dari Partai Gerindra ke Partai Golkar tersebut, karena rasa kecewa lantaran DPP Gerindra tidak mengakomodasinya sebagai kandidat calon bupati pada Pemilukada Luwu Utara 2015. Hal ini menunjukan bahwa kepopuleran dan ketokohan Indah Putri Indriani juga sangat mempengaruhi dinamika partai politik. (sumber: masamba news.com)


(19)

8

Mencermati keberhasilan Indah Putri Indriani dalam pemenangan Pemilukada Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 dengan perolehan suara yang signifikan, menarik dielaborasi adalah bagaimana peran modalitas dalam pemenangan pasangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum pada Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam kemenangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum, pengaruh modal sangat besar. Pada titik ini penulis memilih untuk menfokuskan arah pada modalitas yang dominan dimiliki oleh bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan tersebut yaitu Indah Putri Indriani.

Ada beberapa pertimbangan penting yang mendasar selain dari pada menjadi bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan diantaranya juga, pertama; Indah Putri Indriani menjadi sosok sentral yang telah lama dikenal oleh masyarakat di Kabupaten Luwu Utara, sebagai wakil bupati yang merakyat (modal sosial). Kedua: Indah Putri Indriani memiliki Latar Belakang Pendidikan (modal budaya). Ketiga; Indah Putri Indriani memiliki kekuatan financial (modal capital/ekonomi). Keempat; sebagai seorang ketua partai, Indah Putri Indriani juga didukung oleh sumber daya partai yang besar (modal politik).

Sebagai catatan penting bahwa penulis memilih untuk tidak menganalisis faktor wakil bupati (walaupun tidak bisa disangkal bahwa faktor tersebut juga berpengaruh) didasarkan pengalaman Pemilukada di kabupaten Luwu Utara pada Tahun 2010, Wakil bupati terpilih tahun 2015 yaitu Muhammad Thahar Rum pernah mengikuti Pemilukada tahun 2010 berpasangan dengan Ansar Akib, lalu kemudian gagal menjadi pasangan pemenang dalam Pemilukada tahun 2010 (sumber: KPU Luwu Utara).


(20)

9

Sedangkan pada saat itu, Indah Putri Indriani yang menjadi calon wakil bupati berpasangan dengan Arifin Junaidi berhasil memenangkan Pemilukada tahun 2010 yang lalu. Sehingga Thahar Rum dianggap memiliki pengaruh lebih kecil dari pada Indah Putri Indriani dalam pemenangan pemilukada di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, penulis menfokuskan analisis pada modalalitas yang dimiliki oleh Indah Putri Indriani. Modalitas tersebut dipilah menjadi empat bagian utama yaitu modal sosial, modal budaya, modal politik dan modal ekonomi.

Dari latar belakang diatas menjadi alasan bagi penulis mengambil judul “Modalitas Calon Bupati Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 (Studi Kasus : Indah Putri Indriani Sebagai Bupati Terpilih di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam sebuah pertanyaan besar yaitu bagaimana modalitas yang dimiliki oleh Indah Putri Indriani dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015. Pertanyaan tersebut dijabarkan dalam beberapa pertanyaan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana modalitas Indah Putri Indriani dalam pemilukada di Kabupaten Luwu Utara tahun 2015?

2. Apa saja faktor-faktor pendukung dalam kemenangan Indah Putri Indriani dalam Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara tahun 2015?


(21)

10 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui modalitas Indah Putri Indriani dalam pemilukada di Kabupaten Luwu Utara tahun 2015?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung kemenangan Indah Putri Indriani pada Pemilukada di Kabupaten Luwu Utara.

3.2. Manfaat Penelitian 3.2.1. Manfaat Akademis

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu politik dan sumbangan pemikiran yang bisa bermanfaat bagi studi politik lokal, yang khusus kaitannya dengan modalitas calon bupati dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah.

2. Menjadi referensi bagi peneliti lain dalam mengambil tema yang sama terkait modalitas calon bupati dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. 3. Selain itu juga penelitian ini diharapkan memberikan khazanah bagi

perkembangan keilmuan utamanya tentang modalitas dalam Pemilihan Umum.

3.2.2. Manfaat Praktis

1. Diharapkan penelitian ini menjadi inspirasi sehingga memahami bahwa kemenangan yang diraih oleh kandidat dalam Pemilukada, tidak bisa diperoleh melalui ”jalan pintas” tapi untuk mencapai kemenangan, modalitas yang dimiliki oleh para calon menempati posisi yang sangat penting.


(22)

11

2. Sebagai referensi bagi pelaku politik untuk memahami modalitas yang diperlukan dalam kontestasi politik atau dalam Pemilihan Umum seperti modal sosial, modal politik ataupun modal ekonomi.


(23)

12 BAB II Tinjauan Pustaka 2.I. Kajian Pustaka

Dalam setiap melakukan penelitian, kajian pustaka mempunyai fungsi membantu penentuan tujuan dan alat penelitian dengan memilih konsep-konsep yang tepat. Kajian pustaka digunakan sebagai kerangka dasar dalam melakukan analisis terhadap objek yang diteliti. Sehingga pada dasarnya, kajian pustaka mempunyai fungsi untuk menjelaskan gejala dan permasalahan yang akan diteliti. Bagian ini memuat uraian secara sistematis tentang hasil penelitian terdahulu tentang persoalan yang akan dikaji dalam penelitian. Hasil-hasil penelitian terdahulu antara lain :

Susilo Utomo (2015), dengan judul penelitian tentang kegagalan calon perempuan dalam Pemilukada Kabupaten Merangin Tahun 2013. Hasil penelitian ini menujukan bahwa faktor finansial juga merupakan penyebab kekalahan pasangan Syukur-Fauziah dalam Pemilukada Merangin lalu. Tentu faktor finansial menjadi hal yang sangat penting, karena untuk maju di dalam pertarungan Pemilukada membutuhkan finansial yang tidak sedikit. Sedangkan Mimin Anwartinna (2014) meneliti tentang kemenangan Anton-Sutiaji dalam Pemilihan Walikota (pilwali) Kota Malang tahun 2013. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa selain modal ekonomi tentu dibutuhkan modal lainnya seperti modal sosial, modal politik, modal budaya dan juga modal simbolik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar Candra (2014) dengan judul kekuatan politik lokal dalam pemenangan Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Pemilihan Gubernur Tahun 2013 daerah pemilihan Kabupaten Gowa. Hasil


(24)

13

penelitian ini ditemukan faktor paling dominan yaitu yaitu modalitas politik seperti posisi Syahrul Yasin Limpo sebagai gubernur dan juga sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Taufiq Rohman et.al (2013) dengan judul strategi pemenangan petahana dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Ngawi 2010. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa modal politik sangat berpengaruh seperti Strategi koalisi 4 partai pengusung, kedudukan keempat partai tersebut sangat kuat dengan mengisi 24 kursi di parlemen.

Hasil lainnya yang sejenis dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Akbar Candra (2014) dan Taufiq Rohman et.al (2013) yang berkaitan tentang modal politik, yaitu Melky Jakhin Pangemanan (2013) dan Yovaldri Riki Putra (2010). Dari hasil penelitian keduanya dapat disimpulkan bahwa, partai pengusung yang bekerja begitu optimal dapat menjadi faktor penentu dan juga untuk mengoptimalisasikan modal politik lainnya tentu dipengaruhi oleh modal manusia dan modal moral yang dimiliki.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah, Hermini Susiatianingsih dan Supratiwi (2014) tentang kemenangan pasangan Yoyok Riyo Sudibyo dan H. Soetadi SH. MM sebagai Bupati dan Wakil Bupati Batang adalah merupakan hasil dari daya tarik figur. Hasil penelitian serupa oleh I Gede Parguna Wisesa (2014) tentang peranan modal sosial dalam kemenangan Satono dari jalur independen, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa modal sosial yang dimiliki seperti trust (kepercayaan masyarakat) yang berasal dari ketokohan Satono dan juga kelihaian strategi memasarkan diri untuk mendapat social networking (dukungan masyarakat).


(25)

14

Hasil penelitian terkait faktor figuritas atau ketokohan yang dilakukakan oleh Joni Firmansyah (2013) dengan judul analisis kemenangan Ahmad Heryawan dalam Pemilu Kepala Daerah Jawa Barat Tahun 2013. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kemenangan Ahmad Heryawan. Tetapi faktor yang paling dominan ialah faktor figuritas Ahmad Heryawan itu sendiri. Ahmad Heryawan dinilai pemimpin yang mampu memiliki karakteristik sesuai dengan kebudayaan masyarakat Jawa Barat yang Islami.

Tabel 2.1. Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul Hasil Penelitian

Susilo utomo (2015) Kegagalan Calon Perempuan dalam Pemilukada Kabupaten Merangin Tahun 2013 (Studi Kasus Fauziah, SE)

Hasil penelitian ini menujukan bahwa faktor finansial juga merupakan penyebab kekalahan pasangan Syukur-Fauziah dalam Pemilukada Merangin lalu. Tentu faktor finansial menjadi hal yang sangat penting, karena untuk maju di dalam pertarungan Pemilukada membutuhkan finansial yang tidak sedikit, dengan demikian ketokohan seorang figur kandidat akan sangat menentukan tingkat keterpilihannya. Akan tetapi, popularitas saja belum cukup untuk dapat memenangi pertarungan Pemilukada. Faktor modal finansial juga sangat menentukan dalam Pemilukada. Mimin Anwartinna (2014) Kemenangan Anton-Sutiaji (Aji) Dalam Pemilihan Walikota (Pilwali) Kota Malang Tahun 2013

Hasil penelitian ini menyimpulkan, Anton-Sutiaji memiliki lima modalitas, yaitu; a. Modal sosial berasal dari dukungan masyarakat; b. Modal politik merupakan dukungan dari PKB dan Partai Gerindra yang saling bekerjasama untuk memenangkan Anton-Sutiaji; c. Modal ekonomi selain berasal dari sumbangan para pengusaha, juga berasal dari dana pribadi. d. Modal budaya dimiliki Anton-Sutiaji dari basis massa NU yang jumlahnya cukup banyak, sehingga optimalisasi suara dilakukan dalam


(26)

15

internal NU untuk membantu pemenangan Anton-Sutiaji; e. Modal simbolik lebih menekankan pada figur Abah Anton yang memang sudah dikenal sebagai seorang yang dermawan di mata masyarakat, sehingga Anton-Sutiaji sudah memiliki citra positif di masyarakat.

Akbar Candra (2014) Kekuatan Politik Lokal Dalam Pemenangan Syahrul Yasin Limpo (Syl) Pada Pemilihan Gubernur 2013 Daerah Pemilihan Kabupaten Gowa

Hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut; a. Posisi sebagai Gubernur/Petahana b. Ketua DPD I Golkar Sulsel c. Cerdas, berpengalaman dan dianggap Representasi etnis lokal Makassar d. Ketokohan atau kharisma pribadi. Dari keempat faktor tersebut, yang paling dominan adalah posisi Syahrul Yasin Limpo sebagai gubernur. Syahrul Yasin Limpo bukan hanya menjabat sebagai gubernur, tetapi juga Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel. Fitriyah, Hermini Susiatianingsih dan Supratiwi (2014) Faktor Determinan Kemenangan Kandidat Pada Pemilukada Kabupaten Batang 2011

Hasil penelitian ini adalah, Kemenangan pasangan Yoyok Riyo Sudibyo dan H. Soetadi SH. MM sebagai Bupati dan Wakil Bupati Batang hasil dari daya tarik figur. Pasangan calon ini yang paling mendekati karakteristik bupati dan wakil bupati yang diinginkan pemilih, yakni, memiliki aspek sosiologis yang diharapkan pemilih, seperti putra daerah, beragama Islam, usia matang, di tambah latar belakang profesinya adalah pensiunan TNI AD, mewakili karakteristik pemimpin yang jujur dan bersih. Mereka mempunyai rekam jejak baik, khusus Soetadi dikenal sebagai birokrat yang jujur dan bersih dan dinilai paling banyak melakukan kunjungan/pertemuan langsung dengan warga masyarakat dan dianggap paling mampu mengatasi berbagai persoalan pembangunan di Kabupaten Batang. I Gede Parguna

Wisesa (2014) Peranan Modal Sosial Dalam Kemenangan Satono Dari Jalur Independen Pada Pemilihan

Hasil Penelitian ini dalam kasus Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Lampung Timur yang diadakan pada tahun 2010 lalu yaitu, mengukuhkan Satono-Erwin sebagai pemimpin daerah Kabupaten Lampung Timur untuk yang kedua kalinya. Pasangan ini kerja keras membangun kepercayaan


(27)

16 Umum Kepala Daerah Di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2010

masyarakat (trust), kerja keras membangun kedekatan dengan masyarakat (norm), dan kelihaian strategi memasarkan diri untuk mendapat dukungan masyarakat (social networking), Kemampuan Satono dalam memanfaatkan situasi serta memaksimalkan potensi yang beliau miliki melalui jabatan kepala daerah sebelumnya (incumbent).

Taufiq Rohman et.al (2013) Strategi Pemenangan Petahana Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Ngawi 2010

Hasil penelitian ini adalah, (1) Strategi koalisi 4 partai pengusung, kedudukan keempat partai tersebut sangat kuat dengan mengisi 24 kursi diparlemen. (2) Tim Pemenangan yang Solid, tim pemenangan diisi kalangan lintas sektoral, oleh orang-orang yang sangat berpengaruh diwilayahnya. (3) Strategi jaringan politik, pasangan Kanang-Ony mampu menggandeng organisasi-organisasi berpengaruh yang berbasis massa.

Melky Jakhin Pangemanan (2013) Pemasaran Politik Pada Pemilukada (Suatu Studi Pemasaran Politik Pasangan Hanny Sondakh & Maximilian Jonas Lomban, Se, M.Si Pada Pemilukada Di Kota Bitung Tahun 2010

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, figur pasangan ini dikenal sangat dekat dengan masyarakat dengan banyak melakukan kunjungan-kunjungan. Pull marketing dari pasangan calon Hanny Sondakh dan Maximilian Jonas Lomban, S.E., M.Si, terlihat dari strategi penggunaan media dalam memasarkan kinerja dan prestasi dari keduanya yang dibungkus melalui media masa, selain itu juga, mesin partai pengusung yang bekerja begitu optimal. Tim sukses pasangan ini juga menarik organisasi-organisasi keagamaan, adat, budaya dan figur-figur yang dianggap berpengaruh dalam organisasi-organisasi tersebut. Joni Firmansyah (2013) Analisis Kemenangan Ahmad Heryawan Dalam Pemilu Kepala Daerah Jawa Barat Tahun 2013

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi kemenangan Ahmad Heryawan. Adapun kelima faktor tersebut adalah: a. Figuritas Ahmad Heryawan b. Deddy Mizwar sebagai Mass Getter c. Prestasi Ahmad Heryawan dan Posisi Incumbent d. Kekuatan Mesin Partai Politik e. Kekuatan Tim Pemenangan Ahmad Heryawan-


(28)

17

Deddi Mizwar. Dari kelima faktor kemenangan Ahmad Heryawan diatas, faktor yang paling dominan ialah faktor figuritas Ahmad Heryawan itu sendiri. Ahmad Heryawan dinilai pemimpin yang mampu memiliki karakteristik sesuai dengan kebudayaan masyarakat Jawa Barat yang Islami. Sosok dirinya yang fleksibel dapat menciptakan harmoni koalisi partai politik dalam pemenangan dirinya pada pemilukada tersebut.

Yovaldri Riki Putra (2010) Optimalisasi Modal Politik Pasangan Ismet Amzis-Harma Zaldi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Bukittinggi Tahun 2010

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Optimalisasi modal politik pasangan Ismet amzis-Harma zaldi didasarkan pada modal manusia dan modal moral yang dimiliki oleh Ismet Amzis. Kedua modal ini memberikan dampak langsung kepada modal sosial pasangan ini, namun secara khsusus modal manusia memberikan optimalisasi terlebih dahulu terhadap modal simbolik dan modal budaya dari pasangan Ismet Amzis-Harma Zaldi pada pemilukada kota Bukittinggi tahun 2010. Modal sosial yang seperti ini memberikan efek pula kepada modal lembaga dan modal ekonomi pasangan Ismet Amzis-Harma Zaldi pada pemilukada Kota Bukittinggi tahun 2010.

Bila melihat kajian sebelumnya di atas, maka posisi penelitian ini merupakan penelitian yang secara spesifik memfokuskan analisis pada empat modalitas sekaligus yaitu modal sosial, modal budaya, modal politik dan modal ekonomi. Dimana penelitian ini ingin menjelaskan bahwa ketokohan dan popularitas tidak menjadi tolak ukur dalam mengarungi kontestasi politik, maka dari itu peneliti tidak hanya ingin menjelaskan dari satu sisi saja terkait modalitas dalam kontestasi politik, tetapi penulis ingin mengkombinasikan empat modal sekaligus untuk menjawab dinamika yang ada.


(29)

18

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan terutama kaitannya dengan tema modalitas dalam kontestasi politik lokal, maka posisi penelitian ini adalah mengkaji secara komperhensif tentang analisis modalitas calon bupati dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 yaitu Indah Putri Indriani.

2.2Kerangka Teoritik

2.2.1. Kontestasi dalam Politik

Menurut Gustaf Kusno (2013), secara sepintas istilah “kontestasi” itu nampak sahih sebagai pengindonesiaan dari kata Inggris contestation. Namun demikian, hal tersebut sudah menyerap kata contestant menjadi “kontestan” yang menurut KBBI bermakna peserta kontes (perlombaan, pemilihan dsb). Pengertian kontestasi menurut Oxford Dictionaries. Misalnya dalam kamus tersebut dikatakan bahwa kontestasi adalah tindakan atau proses yang berselisih atau berdebat, misalnya kontestasi ideologis atas kebijakan sosial dan bahkan juga di dalam pemilihan umum.

Pemilu merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu dapat diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai (Surbakti, 1992: 181). Orang atau partai yang dipercayai, kemudian menguasai pemerintahan sehingga melalui pemilu diharapkan dapat diciptakan pemerintahan yang representatif (representatif government) (Cholisin, dkk, 2006: 126).

Para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang


(30)

19

hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan kepada pemilih.

1. Pengertian Pemilihan Umum (PEMILU)

Pengertian Pemilu menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD. Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.

a. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.

b. Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara”.

c. Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara


(31)

20

Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II)”.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang menganut azas demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.

2. Tujuan pemilu

Pemilu diselengarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Menurut Prihatmoko (2003:19) pemilu dalam pelaksanaanya memiliki tiga tujuan yakni:

a. sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy).

b. pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan badan perwakilan rakyat melalui wakil wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.


(32)

21

c. pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Menurut Humtingthon (2001:18) pemilu dalam pelaksanaanya memiliki lima tujuan yakni:

a. Pemilu sebagai implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.

b. Pemilu sebagai sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas 11 pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat. c. Pemilu sebagai sarana untuk melakukan penggantian pemimpin

secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.


(33)

22

d. Pemilu sebagai sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.

e. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan.

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai tujuan pemilu diatas dapat diketahui bahwa tujuan dari pemilu adalah untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik di eksekutif (pemerintah) maupun legislatif, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagai mana diamanatkan dalam UUD 1945.

3. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah adalah pemilu untuk memilih pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh parpol (Partai Politik) atau gabungan parpol dan perseorangan. Sejak tahun 2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi


(34)

23

maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

Pilkada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008, tepatnya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2.2.2. Modalitas dalam Kontestasi Politik

Pemilukada merupakan proses demokrasi secara procedural dan substansial dengan cara memilih orang/figur dan kemenangan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak. Dalam demokrasi semua warga negara memiliki kesempatan yang sama dalam mencalonkan sebagai kepala daerah dengan diberi kebebasan yang cukup besar untuk membentuk organisasi-organisasi politik, menyalurkan aspirasi politiknya, dan ikut kompetisi didalam penempatan jabatan-jabatan publik yang dipilih, tetapi di dalam tataran empiris, kesempatan itu sebenarnya berbeda antara satu dengan orang lain karena modal yang dimiliki setiap orang dalam kontestasi pemilukada secara langsung pada kenyataannya berbeda-beda.

Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Menurut Bourdieu (1986), definisi modal sangat luas dan mencakup hal-hal material (yang


(35)

24

dapat memiliki nilai simbolik), serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi). modal budaya dapat mencakup rentangan luas properti, seperti seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa.

Bagi Bourdieu, modal berperan sebagai relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini diperluas pada segala bentuk barang baik materil maupun simbol, tanpa perbedaan yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu. Modal harus ada dalam sebuah ranah, agar ranah tersebut dapat memiliki arti. Namun, hal itu juga dapat dijelaskan pada tingkat yang lain dengan menggunakan rumusan generatif. Penjelasan seperti ini sedikit bersifat artifisial namun bermanfaat. Keterkaitan antara ranah, habitus, modal bersifat langsung. Nilai yang diberikan modal dihubungkan dengan berbagai karakteristik sosial dan kultural habitus.

Jenis-jenis modal yang dikenali dalam ranah-ranah tertentu dan yang digabungkan kedalam habitus, sebagian juga dihasilkan oleh basis material tersebut. Modal juga dipandang Bourdieu sebagai basis dominasi. Beragam jenis modal dapat ditukar dengan jenis-jenis modal lainnya. Yang artinya modal bersifat dapat ditukar. Penukaran paling hebat yang telah dibuat adalah penukaran pada modal simbolik, sebab dalam bentuk inilah modal yang berbeda dipersepsi dan dikenali sebagai sesuatu yang legitimate.

Agar dipandang sebagai seseorang atau kelas yang berstatus dan mempunyai prestise, berarti ia harus diterima sebagai sesuatu yang legitimate. Posisi semacam itu membawa kekuasaan untuk memberi nama (aktivitas, kelompok) kekuasaan mewakili pendapat umum dan utamanya, kekuasaan


(36)

25

menciptakan versi dunia sosial yang resmi. Pada abad ke-16 dan 17 istilah “capital” digunakan untuk menunjuk kepada, atau (a) stok uang yang akan dipakai untuk membeli komoditi fisik yang kemudian dijual guna memperoleh keuntungan, atau (b) stok komoditi itu sendiri. Pada waktu itu istilah “stock” dan istilah “capital” sering dipakai secara sinonim. Perusahaan dagang Inggris yang didirikan dalam masa itu atas dasar saham misalnya, dikenal sebagai join stock companies atau capital stock companies.

Adam Smith dalam the wealth of nation (1776) dikutip Agusto Bunga (2008), Pembedaan ini didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu dalam jangka waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian hanya sebagian kecil nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut “fixed capital” (misal mesin, bangunan, dan sebagainya). Tetapi jika unsur modal terkonsumsi secara total, maka ia disebut “circulating capital” (misal tenaga kerja, bahan mentah dan sarana produksi). Di dalam proses pikada sebagai arena kontestasi politik dengan memilih orang dan kompetisi antar kandidat, maka kandidat yang kemungkinan memenangkan pemilukada manakala memiliki modalitas terbangun.

Modal utama yang harus dimiliki para kandidat yang hendak mengikuti kontestasi di dalam pemilukada langsung, yaitu modal sosial, modal budaya, modal politik dan modal ekonomi. Pasangan calon kepala daerah itu memiliki peluang besar terpilih manakala memiliki akumulasi lebih dari satu modal, semakin besar pasangan calon yang mampu mengakumulasi empat modal itu, maka semakin berpeluang terpilih sebagai kepala daerah. Peluang terpilihnya pasangan kandidat merupakan bagian dari proses yang kompleks, maka tidak bisa dikatakan sebagai hasil hanya dari salah satu faktor saja atau modalitas tertentu.


(37)

26

Dalam penelitian ini memfokuskan pada teori modal sosial, modal budaya, modal politik, dan modal ekonomi, sehingga memiliki porsi uraian teoritik yang lebih kuat dan mendalam. Modalitas dalam kontestasi politik adalah modalitas selain peran figur, juga sangat ditentukan oleh peran dukungan politik dan ekonomi, aktor-aktor sosial politik dan ekonomi untuk pemenangan pemilukada. Berikut 4 (empat) modalitas yang harus dimiliki kandidat yang hendak mengikuti kontestasi pada Pemilukada langsung, sebagai berikut :

2.2.2.1. Modal Sosial

Latar belakang sosial yang dimiliki calon bisa dicermati seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan awal, ketokohannya di dalam masyarakat (tokoh agama, adat, organisasi kepemudaan, profesi dan lain sebagainya) merupakan Modal sosial yang harus dimiliki kandidat berkaitan dengan membangun relasi dan kepercayaan dari masyarakat bahwa kekuasaan juga diperoleh karena kepercayaan.

Kepercayaan digunakan untuk memperoleh kedudukan merupakan seseorang atau sekelompok orang yang memang dapat dipercaya atas dasar kepercayaan masyarakat. Jika kekuasaan dilanggar, maka masyarakat dengan mudah tidak percaya lagi kepada pemegang kekuasaan. Pengaruh ketokohan dan popularitas, latar belakang pendidikan dan pekerjaan kandidat menentukan pemenangan pemilukada, karena untuk membangun relasi dan kepercayaan dari masyarakat kandidat harus memiliki pengaruh tersebut. Pandangan para pakar dalam mendefinisikan modal sosial di bagi dalam dua kelompok. Pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial (sosial network), sedangakan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik yang melekat (embedded) pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.


(38)

27

Sejumlah ahli menyampaikan pandangan berbeda tentang modal sosial tetapi memiliki korelasi seperti diolah Mefi Hermawati yang dapat dicermati sebagai berikut :

a. Robert Putnam (1993) : modal sosial adalah suatu mutual trust antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong kepada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Pendapat ini mengandung pengertian diperlukan ikatan/jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dan norma yang mendorong produktivitas. Putman juga melonggarkan makna asosiasi horisontal, tidak hanya yang memberi desireable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable outcome (hasil tambahan). b. Pierre Bourdieu (1970), mendefinisikan modal sosial sebagai

“sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain : keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”. Bourdieu juga menegaskan modal sosial sebagai sesuatu yang berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bentuk bentuk social capital (modal sosial) berupa insitusi lokal atau kekayaan sumber daya alam. Pendapatnya menegaskan


(39)

28

tentang modal sosial mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi tertentu).

c. James Coleman (1999) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut. Dalam pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan melahirkan kontrak sosial. Coleman membagi dua kubu, yaitu sosiologis dan ekonom yang masing-masing berbeda ketika melihat modal sosial sebagai entitas dalam ruang partisipasi publik.

d. Dari sudut pandang lain, North (1990) dan Olson (1982) menekankan lingkungan sosial politik sebagai modal sosial. Faktor lingkungan berpengaruh pada peluang bagi norma untuk mengembangkan dan membentuk struktur sosial. Jika pandangan Putnam dan Coleman hanya menekankan pada asosiasi horisontal dan vertikal, North dan Olson menambahkan peran struktur dan hubungan institusional yang lebih formal, seperti pemerintah, rezim politik, hukum, sistem peradilan, serta kebebasan sipil dan politik.


(40)

29

Bahasan mengenai trust jadi unsur penting dalam kajian Francis Fukuyama yang terkait dengan kebajikan sosial dan modal sosial. Fukuyama mendefinisikan modal sosial (social capital) sebagai serangkaian nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.

Fukuyama mengeksplorasi modal sosial guna mendeskripsikan bahwa masyarakat dengan kepercayaan tinggi, dijamin sukses menjalankan visi dan misinya (high trustsociety). Sebaliknya, sikap saling curiga, suka menaruh kecewa kepada unit masyarakat yang lain, selalu menabung cemburu satu sama lain, adalah indikasi rendahnya kepercayaan (low trust society) di masyarakat. Atau diistilahkan dengan ketiadaan kepercayaan (zero trust society). Analoginya adalah ketika seorang calon anggota legislatif terpilih tidak berdasarkan modal sosial berupa kepercayaan yang tinggi, akan kesulitan menjalankan misi politik sehari-harinya.

Modal sosial bagi Fukuyama adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau dibagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar, modal sosial berbeda dengan modal manusia (human capital) sejauh ia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui mekanisme kultural seperti agama, tradisi atau sejarah. Modal sosial yaitu dukungan figur kandidat karena ketokohan sehingga adanya kepercayaan dari masyarakat menciptakan interaksi sosial dan adanya jaringan-jaringan yang mendukung.

Fukuyama (1999) menyatakan bahwa modal sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan


(41)

30

manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

Teori modal sosial merupakan teori yang paling tegas, dapat diringkas dalam dua kata: soal hubungan. Dengan membangun hubungan dengan sesama, dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sendiri, atau dapat dicapai tetapi dengan susah payah. Orang berhubungan melalui jaringan dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan tersebut, sejauh jejaring menjadi sumber daya, dapat dipandang sebagai modal (Field,2010:1).

2.2.2.2. Modal Budaya

Modal budaya adalah satu konsep sosiologi yang telah mendapat popularitas yang meluas sejak ia mulai disuarakan oleh Pierre Bourdieu. Bourdieu dan Jean-Claude Passeron pertama kali menggunakan istilah dalam "Cultural Reproduction dan Social Reproduction" (1973).

modal budaya bertindak sebagai hubungan sosial dalam sistem pertukaran yang termasuk pengetahuan budaya terkumpul yang memberikan kuasa dan status. Bourdieu menyatakan modal budaya merujuk kepada aset bukan fiskal yang melibatkan ilmu pendidikan, sosial dan intelektual.

Modal budaya merupakan pengetahuan atau selera yang bernilai secara budaya dan pola-pola konsumsi. Modal budaya menjadi penentu kedudukan sosial


(42)

31

seseorang karena seperti yang kita tahu, cita rasa ditentukan secara sosial. Modal budaya sendiri merupakan dimensi yang lebih luas dari habitus.

Modal budaya diperoleh individu dengan cara yang terbentuk dan terinternalisasi padanya sejak ia kecil, terutama melalui ajaran orang tuanya dan pengaruh lingkungan keluarganya. Maka, dapat dikatakan bahwa modal budaya dibentuk oleh lingkungan sosial yang multidimensional serta pendidikan yang diperoleh oleh individu tersebut, baik pendidikan formal maupun warisan keluarga. Dan individu hanya dapat memahami tentang modal dan budaya secara tak sadar, karena dengan cara itulah hal tersebut baru akan berfungsi secara efektif. Modal budaya memiliki beberapa dimensi, antara lain:

a. Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya b. Cita rasa budaya (cultural taste) dan preferensi

c. Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelar-gelar universitas) d. Kemampuan-kemampuan budayawi dan pengetahuan praktis.

e. Kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat perbedaan antara yang baik dan buruk.

Modal budaya, memungkinkan kita untuk memperoleh kesempatan kesempatan dalam hidup, karena modal budaya menghasilkan kesetaraan maupun ketidaksetaraan yang akan selalu termotivasi manusia untuk memenuhi kebutuhannya untuk mencapai suatu kelas sosial tertentu. Modal sendiri dapat diperoleh jika individu memiliki habitus yang tepat dalam hidupnya.

Bagi kebudayaan Indonesia, pemikiran Bourdieu memberikan manfaat signifikan dalam upaya memahami dan menganalisis kesenjangan sosial-budaya,


(43)

32

ekonomi, dan politik yang ada di masyarakat, karena modal budaya dan habitus memberi pencerahan terhadap bentuk dan struktur budaya. Hal ini relevan dengan masyarakat Indonesia yang mengenal yang namanya kelas sosial, dimana individu yang memiliki status sosial tinggi lebih dihormati dan dikenal daripada individu yang memiliki status sosial rendah.

Menurut Haryatmoko (2003), para pelaku menempati posisi-posisi masing-masing yang ditentukan oleh dua dimensi: pertama, menurut besarnya modal yang dimiliki; dan kedua,sesuai dengan bobot komposisi keseluruhan modal mereka. 2.2.2.3. Modal Politik

Kandidat dalam pemilukada memerlukan dukungan politik diusung dari partai politik (koalisi partai). Partai politik adalah organisasi politik yang mengajukan kandidat dalam pemilukada untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan dan kemudian dipilih oleh rakyat. Sedangkan Pemilu adalah merupakan suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan. Kandidat akan berusaha sebanyak mungkin menggalang koalisi partai politik yang mendapatkan kursi dan suara di DPRD hasil pemilu legislatif, namun dukungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD juga tetap digalang.

Pemilukada sebagai arena kompetisi antar kandidat. Fungsi partai politik sebagai alat untuk memobilisasi dukungan relatif kecil sehingga kandidat yang ingin memenangkan pilkada harus sebanyak mungkin memanfaatkan jaringan organisasi-organisasi politik untuk memperoleh dukungan politik karena kompetisi lebih menonjol terhadap pengaruh figur kandidat. Pengertian modal politik dalam ilmu sosial memang masih terus dipertajam dan publikasi mengenai modal politik


(44)

33

ini jauh lebih sedikit dibanding publikasi mengenai modal simbolik (symbolic capital), modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital) maupun modal ekonomi (economiccapital).

Sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu (1930-2002), adalah sosok pelopor dalam mengkaji berbagai bentuk modal itu (multiple forms of capital). Namun Bourdieu sering dikritik karena cenderung deterministik dan kurang berpijak pada hal-hal empirik dalam membangun teorinya. Kecenderungan kurang berpijaknya Bourdieu pada kenyataan empirik yang kemungkinan membuatnya tidak sempat menajamkan uraiannya mengenai modal politik padahal dinamika akumulasi dan penggunaan modal politik memiliki lingkar pengaruh sangat besar bagi kehidupan sehari-hari.

Casey sebagaimana dikutip Sudirman Nasir (2009), mendefinisikan modal politik sebagai pendayagunaan keseluruhan jenis modal yang dimiliki seorang pelaku politik atau sebuah lembaga politik untuk menghasilkan tindakan politik. Casey lebih lanjut memerinci adanya empat pasar politik yang berpengaruh pada besaran modal politik yang dimiliki oleh seorang pelaku politik atau sebauh lembaga politik.

Pasar politik pertama adalah pemilu karena pemilu adalah instumen dasar untuk pemilihan pemimpin dalam sistem demokrasi, pasar politik kedua adalah perumusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik. Pasar politik ketiga adalah dinamika hubungan dan konflik antara pelaku politik dan lembaga politik dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik. Pasar politik keempat adalah pendapat atau pandangan umum (public opinion) mengenai pelaku politik atau lembaga politik itu.


(45)

34

Modal simbolik atau dalam hubungannya dengan dinamika politik bisa dipahami sebagai besaran legitimasi, reputasi, dan tingkat penghormatan (respect) yang diperoleh oleh pelaku-pelaku politik ataupun lembaga-lembaga politik akibat tindakan-tindakan politik yang dilakukan atau tidak dilakukannya. A.Hick dan J.Misra (1993) mengatakan modal politik adalah berbagai fokus pemberian kekuasaan/sumber daya untuk merealisasikan hal-hal yang dapat mewujudkan kepentingan meraih kekuasaan. Intinya, modal politik adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang, yang kemudian bisa dioperasikan atau berkontribusi terhadap keberhasilan kontestasinya dalam proses politik seperti pemilihan umum.

Dalam pandangan Foucault (1982), kekuasaan terutama berarti kapasitas untuk melakukan atau menjadi hal-hal tertentu secara paripurna. Kekuasaan dipraktikkan oleh individu atau sekelompok manusia ketika mereka saling berinterkasi. Penggunaan kekuasaan terdapat dalam penetapan aturan apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan dalam mengatur hasil yang mungkin muncul. Dalam sistem otoriter, relasi kekuasaan secara progresif tergovernmentalisasi dalam arti semakin delaborasikan, dirasionalisasikan dan dipusatkan dalam bentuk atau dibawah naungan institusi-institusi negara.

Pemilu merupakan arena untuk melakukan mekanisme sirkulasi elit dalam mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan. Elit di dalam politik harus memiliki keunggulan-keunggulan. Jika melihat prosentase kandidat yang diusung dan didukung oleh parpol (koalisi partai) baik dari hasil kursi atau hasil suara dari pemilu legislatif masing-masing pasangan kandidat berbeda bahkan ada pasangan kandidat tertentu mendapatkan dukungan suara parpol sangat besar atau lebih dominan. Namun meskipun kandidat yang diusung oleh suara partai lebih besar


(46)

35

belum tentu otomatis dapat memenangkan pilkada secara langsung, karena itu dalam pilkada pengaruh figur lebih besar dan kompetisi antar partai (koalisi parpol) tidak terlalu menonjol.

Peran figur kandidat dipandang sangat menentukan karena Pemilukada sebagai arena kontestasi tidak terdapat kontestasi yang kuat antar partai melainkan antar kandidat. Selain dukungan kandidat dari parpol, kandidat juga harus berusaha sebanyak mungkin memperoleh dukungan dari kekuatan-kekuatan non-politik seperti organisasi keagamaan, pemuda, profesi dan lainnya. Dalam konteks lokal (daerah) banyak terdapat elit-elit yang menduduki jabatan politik dan jabatan-jabatan strategis yang mempunyai peran penting dan pengaruh terhadap kelompok dan masyarakat di daerah tersebut. Menurut. Nurhasim,dkk, Elit politik dalam konteks lokal yaitu :

“Elit Politik Lokal adalah mereka yang memiliki jabatan politik tinggi di tingkat lokal yang membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elit politiknya seperti Gubernur, Bupati, Walikota, Ketua DPRD, Anggota DPRD, maupun pemimpin-pemimpin partai yang ada di tingkat daerah. Elit Non-Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non politik ini seperti elit keagamaan, elit organisasi masyarakat, kepemudaan, profesi dan lain sebagainya”.

Kandidat memerlukan selain dukungan partai politik,juga dukungan elit-elit politik lokal dan elit politik tersebut memiliki peran yang menonjol dalam politik dan bidang lain serta memiliki pengaruh yang besar dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki calon kepala daerah, dan kandidat juga harus memiliki kapasitas pribadi yang berkualitas, seperti kedudukan di partai politik dengan melihat posisi strategis dalam struktur jabatan di partai politik dan pemerintahan. Modal politik yaitu dukungan politik berupa dukungan Partai Politik (koalisi partai)


(47)

36

dan dukungan elit-elit politik lokal dari organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan untuk pemenangan pilkada.

2.2.2.4. Modal Ekonomi

Saat pemilukada tentu setiap kandidat dalam mempersiapkan dan menghadapi kontestasi perlu modalitas ekonomi atau dana politik yang tidak sedikit, karena berkaitan dengan pembiayaan yang besar atau berdasarkan penggunaan dana politik itu sendiri. Pengertian modal ekonomi berangkat dari pemahaman terhadap benda yang memiliki nilai ekonomis yang disimbolkan dengan uang/mata uang.

Dalam perspektif ekonomi, modal bisa pula berupa investasi yang diberikan seseorang pada pihak lain, kemudian dipertukarkan dengan keuntungan berupa barang atau uang/jasa politik. Modal ekonomi memiliki makna penting sebagai “penggerak” dan “pelumas” mesin politik yang dipakai. Didalam musim kampanye misalnya membutuhkan uang yang besar untuk membiayai berbagai kebutuhan seperti mencetak poster, spanduk, membayar iklan, dan berbagai kebutuhan yang lainnya.

Bahkan modal ekonomi dapat menjadi prasyarat utama ketika calon itu bukan berasal dari partai yang dicalonkannya. Para ekonom telah lama berbicara mengenai modal (capital) ini, khususnya modal ekonomi atau finansial (financial capital). Modal financial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan unttuk membeli fasiitas dan alat-alat produksi perusahaan (misalnya pabrik, mesin, alat kantor, kendaraan) atau sejumlah uang yang dapat dikumpul atau ditabung untuk investasi di masa depan. Konsep modal seperti ini relatif mudah dipahami oleh orang awam sekalipun, karena membelanjakan atau menginvestasikan uang


(48)

37

merupakan bagian kehidupan sehari-hari manusia dan melibatkan pemikiran yang jelas. Modal financial juga mudah untuk diukur. Uang dapat dihitung, karena jumlah uang yang dibelanjakan dapat diidentifikasi dengan barang yang dibeli.

Ahli ekonomi John Stuart Mill dalam Principle of Political Economy (1848) seperti dikutip Agusto Bunga (2008), menggunakan istilah “capital” dengan arti : (1) barang fisik yang dipergunakan untuk menghasilkan barang lain, dan (2) suatu dana yang tersedia untuk mengupah buruh. Pada akhir bad ke-19, modalitas dalam artian barang fisik yang dipergunakan untuk menghasilkan barang lain, dipandang sebagai salah satu di antara empat faktor utama produksi (tiga lainnya adalah tanah, tenaga kerja dan organisasi atau managemen).

Para ahli ekonomi neo-klasik menggunakan pandangan ini (misalnya Alfred Marshall dalam Principles of Political Economies 1890). Modal dalam konteks ekonomi seringkali dipadankan dengan pemikiran tentang kapitalisme dengan segala kontroversinya. Modal politik dan ekonomi saling berkaitan dalam iklim politik yang menekankan kepada interaksi spontan (jarak waktu komunikasi yang pendek) antara pemilih dan calon politik. Waktu yang pendek dalam sosialisasi diri selaku calon politisi mendorong penggunaan modal ekonomi sebagai jalur pintas. Kondisi ini banyak terjadi di negara-negara berkembang yang masih dalam proses transisi menuju Pemilu rasional dan penciptaan pemilih rasional.

Kandidat memerlukan dukungan ekonomi selain dari kandidat juga berasal dari aktor-aktor ekonomi untuk pemenangan pilkada dalam pembiayaan semua kegiatan politik kandidat. Menurut Sahdan dan Haboddin bahwa Proses politik pilkada membutuhkan biaya/ongkos yang sangat mahal. Hal ini menyebabkan tantangan bagi proses perkembangan demokrasi lokal, karena kandidat yang


(49)

38

bertarung adalah para pemilik uang/modal yang besar. Mahalnya ongkos pilkada dapat disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Pasangan calon kepala daerah yang akan bertarung diharuskan membeli partai politik sebagai kendaraan politik. Partai politik yang akan dijadikan kendaraan dalam pilkada mengharuskan pasangan calon untuk menyetor danaa sumbangan hingga miliaran rupiah.

2. Model kampanye politik yang dilakukan oleh pasangan calon membutuhkan banyak biaya. Misalnya, buat poster, pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik.

3. Untuk membujuk pemilih biasanya menggunakan praktek politik uang. Model pemberian uang kepada pemilih biasanya dilakukan hampir pada setiap proses pentahapan pilkada. Peredaran uang yang paling menonjol pada saat kampanye pasangan kandidat dan menjelang pemungutan suara.

Sahdan dan Haboddin (2009), bahwa setiap penyelenggaraan pilkada membutuhkan “dana politik” untuk biaya kegiatan pilkada. Istilah dana politik dapat dibedakan dengan melihat sumber dan penggunaan, yaitu :

1. Dilihat dari sumbernya, dana politik berasal dari sumbangan pasangan calon dan sumbangan dari para simpatisan (donatur) baik secara perseorangan maupun perusahaan. Dana politik juga bisa diartiikan sebagai wujud konkrit dari partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap pasangan calon kepala daerah.

2. Dari sisi pengguna, dana politik dibedakan berdasarkan bentuk peruntukan pengeluarannya menjadi pengeluaran untuk membiayai


(50)

39

aktivitas rutin partai politik dan pengeluaran kampanye. Dalam konteks pilkada penggunaan dana politik dilakukan oleh calon pasangan tidak hanya untuk pengeluaran kampanye dalam bentuk mencetak brosur, konvoi, biaya transportasi, biaya konsumsi, cetak kaos, poster dan iklan. Tetapi juga mengenai pengeluaran pasangan calon untuk bayar partai politik yang akan dijadikan kendaraan politik, dan membeli suara masyarakat.

Berikut adalah alur bagaimana Dana politik (kampanye) dan siapa saja pihak yang terlibat di dalamnya :

Gambar.2.1. Bagan Dana Kampanye

Sumber: Diolah oleh Penulis dari Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2015

Bagan di atas menunjukkaan bahwa dana politik kandidat bersumber dari dana pribadi dan Penyumbang dari simpatisan (donatur) baik secara perseorangan maupun perusahaan dan dana politik berdasarkan penggunaannya dipergunakan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arifin, Anwar. 2006. Pencitraan dalam politik, Jakarta: pustaka Indonesia, hal.39

Bourdieu, p. 1986. “The Form Of Capital” dalam J.G. Richarson (ed.) Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education. New York: Greewood Press, hlm. 241-258.

Bourdieu, Pierre. 1996. Distinction : a social critique of the judgement of taste. Cetakan ke-8, translated by Richard Nice. Cambridge. Harvard University Press.

Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

Casey, Kimberly. 2006, (Defining Political Capital; a Reconsideration of Bourdieuâs Interconvertibility Theory) seperti dikutip Sudirman Nasir (2009).

Fashri, Fauzi. Penyingkapan Kuasa Simbol. Ibid, 98-100; Ritzer, 2009. Ibid, 583-584; dan Haryatmoko, 2003. Ibid, 11-13

Fukuyama, Francis. 1999. The End of History and The Last Man: Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal. Yogyakarta: Penerbit Qalam Fukuyama, Francis. (terj.Ruslani), 2002, Trust, Kebajikan Sosial dan Penciptaan

Kemakmuran, Penerbit Qalam : Yogyakarta.

Hermawanti, Mefi. 2002. “Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat”, Laporan Need Assesment Pemberdayaan Masyarakat Adat di Nusa Tenggara timur, IRE Yogyakarta.

Maleong j. Lexy. 2004. metode penelitian kualitatif, -cet.1, bandung: Remaja Rosda Karya.

Mill, John Stuart. (1871). Principles of Political Economy, D. Appleton and Company, Harvard University.

Nurhasim, Moch, dkk. 2003. Konflik antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah, Pusat Penelitian Politik-LIPI, Jakarta.

Rachbini. 2002. Ekonomi politik: paradigma dan teori pilihan publik, Ghalia Indonesia.

Sahdan, Gregorius dan Muhtar Haboddin (editor). 2009. Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pilkada Di Indonesia, IPD, Yogyakarta.

Smith, Adam. 2007. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Edited by Sálvio M. Soares. MetaLibri, , v.1.0p.


(2)

Sugiyono. 1998. metode penelitian administrasi, Bandung, Alfabeta. Sugiyono. 2010. metode penelitian kualitatif, R&D, Bandung, Alfabeta.

JURNAL

Anwartinna, M. (2014). Kemenangan Anton-Sutiaji (Aji) Dalam Pemilihan Walikota (Pilwali) Kota Malang Tahun 2013. Jurnal Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, 1(1).

Astuti, T. R. D. P. (2013). Strategi Pemenangan Petahana Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Ngawi 2010. Journal of Politic and Government Studies, 446-461.

CANDRA, A. (2014). Kekuatan Politik Lokal Dalam Pemenangan Syahrul Yasin Limpo (Syl) Pada Pemilihan Gubernur 2013 Daerah Pemilihan Kabupaten Gowa. (Doctoral dissertation).

DKK, F. D. F. (2014). Faktor Determinan Kemenangan Kandidat Pada Pemilukada Kabupaten Batang 2011. POLITIKA: Jurnal Ilmu Politik, 4(1), 19-29.

Firmansyah, J., & Susiatiningsih, H. (2014). Analisis Kemenangan Ahmad Heryawan Dalam Pemilu Kepala Daerah Jawa Barat Tahun 2013. Journal of Politic and Government Studies, 3(3), 46-60.

Fitriyah. (2011). Meninjau Ulang Sistem Pilkada Langsung: Masukan Untuk Pilkada Langsung Berkualitas. Politika Jurnal Ilmu Politik. Vol. 2 Nomor 1.Halaman 46.

Pangemanan, M. J. (2013). PEMASARAN POLITIK PADA PEMILUKADA (Suatu Studi Pemasaran Politik Pasangan Hanny Sondakh & Maximilian Jonas Lomban, SE, M. Si Pada Pemilukada di Kota Bitung Tahun 2010). JURNAL POLITICO, 1(3).

Utomo, S. (2015). Kegagalan Calon Perempuan dalam Pemilukada Kabupaten Merangin Tahun 2013 (Studi Kasus Fauziah, SE). Journal of Politic and Government Studies, 4(3), 251-260.

Wisesa, I. G. P., Setiyono, B., & Utomo, S. (2014). Peranan Modal Sosial Dalam Kemenangan Satono Dari Jalur Independen Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2010. Journal of Politic and Government Studies, 3(3), 366-375.

Zaldi, P. I. A. H. Optimalisasi Modal Politik Pasangan Ismet Amzis-Harma Zaldi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Bukittinggi Tahun 2010.


(3)

INTERNET

https://lskp.wordpress.com/2007/04/19/kepercayaan-sosial-dan-penyelenggaraan-negara/ (diakses, tgl 13 mei 2016, pukul 04.44 wib)

http://news.detik.com/berita/3144812/indah-putri-indriani-bupati-perempuan-pertama-di-sulsel (diakses, tgl 17 april 2016, pukul 20.03 wib)

http://pemilu.metrotvnews.com/read/2014/04/24/234506/anak-kakak-menantu-ipar-keponakan-kepala-daerah-di-sulsel-raih-kursi-legislatif (diakses, tgl 17 april 2016, pukul 20.15 wib)

http://www.masambanews.com/2015/07/indah-putri-jadi-ketua-baru-gerindra-lutra/ (diakses, tgl 17 april 2016, pukul 20.48 wib)

https://teraskita.files.wordpress.com/2015/07/konversi-modal-sosial-menuju-modal-politik.pdf (diakses, tgl 13 mei 2016, pukul 03.56 wib)

http://www.kompasiana.com/gustaafkusno/istilah-kontestasi-yang-ngawur_552a6c596ea8343061552d25 (diakses, tgl 16 april 2016, pukul 23.00 wib)

http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/contestation (diakses, tgl 16 april 2016, pukul 23.15 wib)

Bunga, Agusto, Sekilas tentang pengertian modal, dalam http ://rumahdesainrevolusi.blogspot.com. (diakses, tgl 13 mei 2016, pukul 04.00 wib)

Sudirman Nasir, SBY antara modal politik dan modal simbolik, dalam http://pemilu.liputan6.com/kolom (diakses 13 mei 2016, pukul 04.03 wib)

Data

Data Aktivitas Pengeluaran Dana Kampanye Indah Putri Indriani pada Pemilukada Luwu Utara 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Deskripsi Wilayah Penelitian (Kabupaten Luwu Utara).

Data Latar Belakang Pekerjaan Keluarga Indah Putri Indriani (KPUD Luwu Utara).

Data Lembaga pendukung yang Tergabung Dalam Simpul Peduli Luwu Utara Tahun 2015 (Hasil Wawancara).

Data Dukungan Partai Politik Arifin Junaidi Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).


(4)

Data Hasil Survei Elektabilitas yang Berlangsung September 2015 (Celebes Research Center).

Data Hasil Survei Popularitas yang Berlangsung September 2015 (Celebes Research Center).

Data Jumlah Anggota Legislatif periode 2014-2019 di Kabupaten Luwu Utara (KPUD Luwu Utara).

Data Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 (BPS Luwu Utara).

Data Kegiatan Pendaftaran Pasangan Calon Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Rincian Jumlah Perolehan Suara Pasangan Calon Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Riwayat Pekerjaan Arifin Junaidi Tahun 2015 (KPUD Kabupaten Luwu Utara).

Data Riwayat Pekerjaan Indah Putri Indriani Tahun 2015 (KPUD Kabupaten Luwu Utara).

Data pemilih tetap pada pemilukada Luwu Utara 2015 (KPUD Luwu Utara). Data Pendidikan Formal Indah Putri Indriani Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara). Data Pendidikan Non Formal Indah Putri Indriani Tahun 2015 (KPUD Luwu

Utara).

Data Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Pasangan calon Indah Putri Indriani dan Thahar Rum Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Pengalaman Organisasi Indah Putri Indriani Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Pengguna Hak Pilih Pada Pemilukada Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Penghargaan Indah Putri Indriani Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Data Perbandingan Dukungan Media Sosial untuk Indah Putri Indriani dan Arifin Junaidi.

Data Perbandingan Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Bupati & Wakil Bupati Periode 2005/2010/2015 Kabupaten Luwu Utara (KPUD Luwu Utara).


(5)

Data Visi-Misi Pasangan Indah Putri Indriani dan Thahar Rum Pada Pemilukada Luwu Utara 2015 (Tim Sukses).

Laporan Harta Kekayaan Calon Bupati Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Laporan Harta Kekayaan Calon Wakil Bupati Kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).

Laporan Pelaksanaan Pemilukada kabupaten Luwu Utara Tahun 2015 (KPUD Luwu Utara).


(6)

Modalitas Calon Bupati Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah

Tahun 2015

(Studi Kasus : Indah Putri Indriani Sebagai Bupati Terpilih di

Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan)

Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

dalam Magister Ilmu Pemerintahan

TESIS

Oleh :

TAWAKKAL BAHARUDDIN

20141040036

PROGRAM STUDI

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

1 59 98

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Analisis Ikatan Primordialisme Etnik keturunan Arab Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2005 (Studi Kasus : Pemilihan Walikota Medan tahun 2005)

2 47 70

Pengaruh Isu Politik yang Berkembang Saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Terhadap Preferensi Politik Pemilih (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan Universitas HKBP Nomennsen)

0 40 170

PERANAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MALUKU TENGAH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BUPATI DAN WAKIL BUPATI SECARA LANGSUNG TAHUN 2012

0 2 162

Modalitas Calon Bupati Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 | Baharuddin | Journal of Governance and Public Policy 2646 7208 1 PB

0 1 33

PENETAPAN PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KAB BULUKUMBA TAHUN 2015 (1)

0 0 1

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MINAHASA PENGUMUMAN Nomor : 288KPU-Kab-023.436239X2017 TENTANG: CALON ANGGOTA PPK TERPILIH DALAM PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2018

0 1 8

PEREMPUAN DAN KEPEMIMPINAN POLITIK (Studi Terhadap Terpilihnya Indah Putri Indriani sebagai Bupati di Kabupaten Luwu Utara)

0 0 96