PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PERAN APOTEK SEBAGAI TEMPAT PELAYANAN INFORMASI OBAT DI KECAMATAN KETAPANG MADURA

(1)

Disusun oleh

MAUFIROH ARDILLAH M 20120350045

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KETAPANG MADURA

Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Disusun oleh

MAUFIROH ARDILLAH M 20120350045

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii NIM : 20120350045 Progam Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada keperguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 18 Agustus2016 Yang membuat pernyataan,


(4)

iii

ًف ِر ع ْنكت ْظ ِحا و ْ ِ رج

”Cobalah ! maka kamu akan mengetahui.

Tak ada yang tak mungkin di dunia. Semua yang dilakukan di dunia,

semata-mata hanya untuk beribadah kepada ALLAH SWT. Harus berani mencoba. Berani berbuat !!

USAHA TANPA DOA, SOMBONG. DOA TANPA USAHA, BOHONG.

Tersenyumlah, karna dengan tersenyum bisa membuat hidup lebih menyenangkan.


(5)

iv mempersembahkan karya ini kepada:

1. ALLAH SWT, Tuhan Pencipta Alam, terimakasih atas kemudahan yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat waktu, dan lancar tanpa halangan yang berarti.

2. Orang tua tersayang yaitu Alm. Abi H. Musthofa dan Umi Huzaimah

yang selalu memberikan dukungan, do’a, dan kasih sayang kepada saya.

3. Kakak dan Adik tersayang saya Ummu lulu M dan Ahmad Erik M yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada saya.

4. Marjan Chotib yang selama ini menemani, memberikan semangat dan

do’a kepada saya.

5. Sahabat-sahabat terdekat dan seperjuangan saya Rifa, Sucianna, Lupita, Anis, Desi, dan Avisa yang telah memberikan banyak dukungan kepada saya.

6. Teman-teman terbaik saya Zara, Ecca, Zulvi, dan Yana yang selalu ada disaat suka maupun duka.


(6)

v

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Persepsi Konsumen terhadap Peran Apotek Sebagai Tempat Pelayanan Informasi Obat di Kecamatan Ketapang Madura”. Semoga sholawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Dan kepada sahabat yang telah berjuang dan membawa agama Allah.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. H. Ardi Pramono, Sp.An. M.kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt selaku Ketua program Studi Farmasi, dan Dra.Sri Kadarinah., Apt selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan nasehat, saran, kritik selama penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan KTI.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penulisannya, oleh karena itu penulis mohon maaf dan demi kebaikan kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikumWarohmatullahiWabarokatuh.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016


(7)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ……….. iii

MOTTO ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR TABEL ……… xi DAFTAR LAMPIRAN ……… xv INTISARI ………. xvi ABSTRACT ………. xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

A. Rumusan Masalah………... 3

B. KeaslianPenelitian………... 4

C. Tujuan Penelitian ……… 4


(8)

vii

2. Pelayanan Informasi Obat……….

3. Pengelolaan Apotek………..

4. Persepsi ………

5. Konsumen ……….………...

B. Kerangka Konsep ………....

C. Keterangan Empiris ………...

10 13 15 17 21 22 BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ……… 23

B. Tempat dan wakt..………... 23

C. Populasi dan Sampel ……….. 23

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ……….... 26

E. Identifkasi variabel penelitian dan Definisi Operasional ……... 26

F. Instrumen Penelitian ………... 28

G. Cara Kerja ………... H. Skema Langkah Kerja ………... I. Analisis Data ………...……… 31 31 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan ……….. 38


(9)

viii

DAFTAR PUSTAKA ………... 75


(10)

ix

Gambar 2. Skema Langkah Kerja ... 32

Gambar 3. Diagram Kartesius ... 36


(11)

x

Tabel II. Penilaian Materi Kepentingan Konsumen………. 30

Tabel III. Penilaian Performasi (Kinerja) Apotek... 30

Tabel IV. Karakteristik Responden………... 38

Tabel V. Persentase Penilaian terhadap Tingkat Pengetahuan Konsumen

Mengenai Keamanan Penggunaan obat……… 42

Tabel VI. Persentase Penilaian terhadap Tingkat Kesadaran Konsumen akan

Haknya Memperoleh Informasi Obat ……….. 44

Tabel VII. Persentase Penilaian terhadap Peran Apoteker dalam Pelayanan

Informasi Obat ………... 46

Tabel VIII. Persentase Penilaian terhadap Media Pelayanan Informasi

Obat………. 47

Tabel IX. Persentase Penilaian Mengenai Macam Informasi Obat yang

Dibutuhkan ………. 48

Tabel X. Persentase Penilaian mengenai Penghargaan Konsumen terhadap

Informasi Obat ……… 49

Tabel XI. Analisis Variabel terhadap Pengetahuan Konsumen mengenai


(12)

xi

Tabel XIII. Analisis Variabel terhadap Peran Apotek dalam

Pelayanan Informasi Obat……… 52

Tabel XIV. Analisis Variabel terhadap Media

Pelayanan Informasi Obat……… 53

Tabel XV. Analisis Variabel terhadap Macam

Informasi Obat yang Dibutuhkan……… 53

Tabel XVI. Analisis Variabel Penghargaan Konsumen

terhadap Pelayanan Informasi Obat……… 54

Tabel XVII. Penilaian Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Kinerja Apoteker dalam memberikan Informasi Obat

secara Lisan yang Jelas dan Mudah Dipahami………... 56

Tabel XVIII. Penilaian Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Kinerja Inormasi Obat secara Tertulis yang Jelas

dan Mudah Dipahami……… 57

Tabel XIX. Penilaian Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap


(13)

xii

Tabel XXI. Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Perhatian Khusus terhadap setiap Konsumen…….. 59

Tabel XXII. Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Kinerja Kemampuan Petugas Apotek

untuk Proaktif dalam Memberi Informasi Obat….. 60

Tabel XXIII. Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Kinerja Kemampuan Petugas Apotek untuk Cepat Tanggap

dalam Menyelesaikan Keluhan Konsumen……… 61

Tabel XXIV. Tingkat Kepentingan Responden terhadap Kinerja Pengetahuan

dan Kemampuan Petugas Apotek Memberi Informasi

yang Benar dan Lengkap……….. 62

Tabel XXV. Tingkat Kepentigan Konsumen terhadap Kinerja

Jaminan Kebenaran dan Kepercayaan terhadap

Informasi Obat yang Diberikan……….. 63

Tabel XXVI.Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap


(14)

xiii

Tabel XXVIII.Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap

Kinerja Kebersihan, Kerapian dan Kenyamanan Ruangan

Pelayanan Informasi Obat………. 66

Tabel XXXIX. Penilaian Tingkat Kepentingan Konsumen terhadap


(15)

xiv

Lampiran 2. Data karakterisik responden………. 81

Lampiran 3. Data induk ……… 84


(16)

(17)

xv

dalam pemberian informasi obat di apotek, untuk mengurangi penggunaan obat yang tidak rasional dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap peran apotek sebagai tempat pelayanan informasi obat, macam informasi obat yang sangat dibutuhkan serta tingkat kesesuaian antara kepenentingan dan kepuasan konsumen dalam menerima pelayanan informasi obat di apotek Kecamatan Ketapang Madura.

Penelitian dilakukan dengan metode penelitian langsung menggunakan kuesioner disertai penjelasan kepada konsumen apotek. Penentuan sampel apotek menggunakan metode purposive sampling dan sampel konsumen ditentukan dengan metode accidental sampling. Analisis data yang dilakukan meliputi distribusi frekuensi, analisis kesesuaian dengan skala linkert dan Diagram Kartesius untuk menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS 10.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi konsumen dalam hal tingkat pengetahuan mengenai keamanan penggunaan obat sudah cukup tinggi degan skor rata-rata sebesar 3.01, peran apoteker dan pemanfaatan media informasi obat sudah cukup tinggi dengan skor rata-rata sebesar 3.21, sedangkan penghargaan terhadap informasi obat sedang dengan skor 2.30. Macam informasi obat yang sangat dibutuhkan konsumen meliputi khasiat, dosis, cara penggunaan, frekuensi pengunaan, waktu penggunaan, lama penggunaan, efek samping, penggunaan obat lain yang harus dibatasi dan dihindari, makanan atau minuman yang harus dibatasi dan dihindari, aktifitas yang harus dibatasi dan dihindari,cara penyimpanan, cara pembuangan obat sisa, cara penggunaan obat saat hamil atau menyusui. Presentase kesesuaian antara harapan dan kepuasan konsumen berkisar antara 80.05 % - 99.02%.


(18)

xvi

provision of drug information in the drugstores, to reduce irrational use of drug in society. This study aims to determine consumers perception of the role of pharmacies as a drug information service, the type of drug information that is needed as well as the degree of correspondence between consumers need and satisfaction in receiving drugs information service in Ketapang District of Madura. The study was conducted by the method of direct research using a

questionnaire along with explanation to the drugstore’s consumers. The sampels for

drugstores are determined by using purposive sampling method and sample for consumers were determined by accidental sampling method. The data analysis was conducted on the frequency distribution, correspondence analysis with the linkert scale and Cartesian diagram to determine the order of priority of the improving factors that affect customer satisfaction. Data analysis was performed using SPSS 10.00

The results shows that the perception of the customer in terms of level of knowledge about the safe use of the drug was fairly high with an average score of 3.01. The role of phramacists and media utilization for drug information is fairly high with an average score of 3.21. While the appreciation of drug information is fair with the score of 2.30. The types of drug information that is needed by the consumers include efficacy, dose, method of use, frequency of use, time of use, duration of use, side effects, the use of other drugs that should be limited and avoided, storage, disposal of medicinal waste, and how to use drugs while pregnant or breastfeeding. The percentage of correspondence between expectations and customer satisfaction ranged between 80.05% - 99.02%


(19)

1 Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat Indonesia semakin menyadari akan pentingnya kesehatan. Kondisi tersebut memicu perubahan perilaku pada masyarakat seperti perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk menjaga kesehatan sebelum terjangkit suatu penyakit, sehingga masyarakat cenderung lebih aktif untuk mencari informasi tentang kesehatan yang selama ini dianggap informasi tersebut hanya diketahui oleh praktisi kesehatan.

Pengetahuan dan informasi tentang obat-obatan menjadi salah satu informasi kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar pengobatan rasional dapat tercapai dengan baik. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat dimana pasien menerima terapi sesuai dengan kebutuhan klinis pasien, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individual selama periode waktu yang memadai, dan memberikan biaya terendah bagi mereka dan lingkungan sekitarnya. Penggunaan obat yang rasional yang meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat waktu, tepat dosis, tepat rute, dan waspada efek samping dapat dicapai jika terdapat interaksi yang komprehensif antara dokter, pasien dan apoteker. Interaksi antara pasien dan apoteker adalah dalam bentuk konseling tentang pelayanan informasi obat

Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 4, menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, dimana pada pasal 5 ayat 2 juga dinyatakan


(20)

bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh layanan kesehatan yang aman bermutu dan terjangkau (Depkes,2009). Pelayanan farmasi saat ini berubah dari drug oriented menjadi patient oriented dengan berdasarkan Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan farmasi yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi diubah menjadi pelayanan yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.Oleh karena itu perlu adanya kesesuaian antara apoteker dan pasien akan jenis informasi obat yang dibutuhkan, sehingga memperkecil terjadinya kesalahpahaman dalam pelayanan informasi obat yang mengakibatkan informasi yang diterima oleh pasien tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien, serta tidak dapat dimengerti oleh pasien. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui kesesuaian antara harapan dengan kepuasan yang dirasakan oleh konsumen terhadap informasi obat yang didapatkan. Selain itu juga penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam menerima informasi obat. Konsep islam mengajarkan bahwa dalam memberikan layanan dari usaha yang dijalan baik itu berupa barang atau jasa jangn memberikan yang buruk atau tidak berkualitas, melainkan yang berkualitas kepada orang lain. Hal ini tampak dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 267, yang menyatakan bahwa :

ت ا ض ْ اْا ن م ْمكل انْجرْخا ا م ْمتْ سك ام ت ي ْنم ا ْوقفْنا ْونما نْي لاا يا اي ْوقفْنت هْنم ثْي خلْا ا ْو ي

دْي ح ٌينغ َا ا ا ْو لْعا هْيف ا ْو ْغت ْ ا اا هْي خاب ْمتْسل )


(21)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuiji”(QS. Al- Baqarah 267.

Kecamatan Ketapang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sampang Madura yang telah memiliki fasilitas kesehatan, salah satunya adalah apotek yang terus bertambah setiap tahunnya. Dengan meningkatnya pengetahuan dan mudahnya teknologi serta arus informasi, menjadikan masyarakat Ketapang mulai menyadari akan pentingnya informasi obat. Oleh karena itu masyarakat membutuhkan informasi obat yang akurat dan terpercaya, sehingga perlu dilakukan analisis jenis informasi yang diharapkan oleh masyarakat Ketapang. Fenomena tersebut menjadi dasar untuk dilakukannya penelitian tentang persepsi konsumen terhadap peran apotek sebagai tempat pelayanan informasi obat di Kecamatan Ketapang.

2. Rumusan masalah penelitian

a. Bagaimana persepsi konsumen apotek terhadap pelaksanaan pelayanan informasi obat di apotek Kecamatan Ketapang?

b. Bagaimana tingkat kesesuaian antara harapan dengan kepuasan konsumen terhadap Pelayanan Informasi Obat di apotek Kecamatan Ketapang?


(22)

c. Macam- macam informasi obat apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen apotek Kecamatan Ketapang?

3. Keaslian penelitian

Penulis menemukan penelitian yang hampir mendekati dengan penelitian ini, baik topik maupun pembahasan, yaitu : Laporan penelitian tentang “ Analisa persepsi konsumen apotek tentang pelayanan informasi obat di wilayah kota Pontianak (Robianto, et al., 2011 ). Penelitian oleh Robianto et al lebih menekankan pada pembahasan apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dengan metode non probability tipe accidental sampling dan probability tipe stratified random sampling, sedangkan pada penelitian ini lebih menekan kan pada macam-macam informasi apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga konsumen merasa sesuai dengan harapan yang diinginkan. Tempat penelitian sebelumnya berbeda, penelitian ini dilakukan di kecamatan Ketapang sedangkan Robianto et al dilakukan di wilayah Pontianak

4. Tujuan penelitian.

a. Untuk mengetahui persepsi konsumen apotek terhadap pelayanan informasi obat di apotek Kecamatan Ketapang.

b. Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap peran apotek sebagai tempat pelayanan informasi obat dengan membandingkan antara harapan dengan kepuasan konsumen apotek.

c. Untuk mengetahui macam-macam informasi apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen apotek.


(23)

5. Manfaat penelitian.

a. Bagi organisasi IAI, untuk memberikan masukan kepada apotek di Indonesia agar lebih meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pelayanan kefarmasian sesuai dengan standart yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

b. Bagi peneliti selanjutnya, untuk lebih memperluas area geografis penelitian agar hasilnya bisa lebih representatif

c. Bagi instansi , untuk mengevaluasi dan melaksanakan pelayanan informasi obat lebih baik. Selain itu dapat dijadikan dasar akan pentingnya peran apoteker dalam

pelaksanaan pelayanan informasi obat

d. Bagi masyarakat, agar masyarakat lebih aktif mencari informasi terkait obat. Sehingga dapat mewujudkan pengobatan yang rasional.


(24)

6 a. Pengertian Pharmaceutical Care

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan terapi) (Rover et al, 2003).

b. Peran apoteker di Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 15, peran apoteker di apotek meliputi : 1. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. 2. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis di


(25)

3. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep. Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

4. Apoteker wajib memberikan informasi :

a. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.

b. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat

c. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Berdasarkan KepMenkes No. 1027/Menkes/sk/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :

1. Pelayanan resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi : a. Persyaratan administratif :

1. Nama, SIP dan alamat dokter 2. Tanggal penulisan resep.

3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. 5. Nama obat, potensi, dosis, jumlah minta.

6. Cara pemakaian yang jelas. 7. Informasi lainnya.


(26)

b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

2. Penyiapan obat. a. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.Dalam melakukan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Etiket.

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c. Kemasan obat yang diserahkan.

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan obat.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai.


(27)

e. Informasi obat.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. f. Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

g. Monitoring penggunaan obat.

Setelah penyerahan obat pada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovaskuler, diabetes, TBC, ashma, dan penyakit kronis lainnya.

h. Promosi dan edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan eduksi. Apoteker ikut membantu memberikan informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.


(28)

i. Pelayanan residensial (Home Care).

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record)

2. Pelayanan Informasi Obat ( PIO ) a. Pengertian

Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai “ kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, terkini dan komprehensif oleh apoteker kepada pasien, masyarakat, rekan sejawat tenaga kesehatan dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya “ (Kurniawan, 2010)

Informasi obat yang dijadikan sumber acuan mencakup setiap data atau pengetahuan obyektif dari uraian ilmiyah yang terdokumentasi mencakup aspek farmakologi, farmakokinetika, toksikologi, dan penggunaan terapi obat. Secara detail, informasi obat yang dijadikan fokus perhatian terdiri dari nama kimia, struktur dan sifat-sifat fisik, indikasi diagnostik/terapi, ketersediaan hayati, data bioekivalensi, toksisitas, mekanisme kerja, onset dan durasi, dosis rekomendasi dan jadwal pemberian (waktu konsumsi), absorpsi, metabolisme, ekskresi, efek samping (reaksi merugikan),


(29)

kontraindikasi, interaksi obat, harga, keuntugan, pengatasan toksisitas, efikasi klinik, data uji klinik, data penggunaan obat, dan informasi lainnya.

Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban Apoteker yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 11 meliputi :

1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun masyarakat.

2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

b. Tujuan Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat bertujuan sebagai berikut : 1) Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional

berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.

2) Memberikan layanan informasi obat sesuai kebutuhan pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.

c. Ketersediaan Obat di Apotek

Apotek sebagai tempat Pelayanan Informasi Obat haruslah lengkap dan akurat dalam penyediaan obat dan sesuai dengan standar penyediaan obat di apotek yaitu meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA (Obat Wajib Apotek). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang memilki logo lingkaran berwarna hijau dan lingkaran biru yang meliputi


(30)

obat penurun panas, batuk, vitaman, sedangkan obat OWA meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neomuscular (analgesik), antiparasit dan obat kulit (BPOM, 2004).

Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek. Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis, tipe ukuran kemasan barang yang dijual, dan macam-macam dari suatu produk yang akan dibeli (Yuliana, 2009). d. Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek.

Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai waktu yang ditentukan. Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat disimpulkan kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan


(31)

pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut. Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik.,dkk, 2010).

3. Pengelolaan Apotek a. Manajemen Apotek

Apotek bukan menjadi hal yang asing di telinga masyarakat Indonesia, karena keberadaannya sudah sedemikian dekat dan ada di sekitar masyarakat. Jika dulu dalam suatu wilayah tertentu masyarakat baru menjumpai satu atau dua apotek, maka saat ini masyarakat bisa melihat banyak apotek. Hal ini dikarenakan apotek memiliki prospek yang bagus dan fungsi apotek sebagai pusat pelayanan obat di masyarakat semakin dibutuhkan.

Menurut PP No. 51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian atau tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Apotek sendiri membutuhkan profesi yang mampu mengelola atau menjalankan fungsi dan perannya secara maksimal, yaitu apoteker. Dengan begitu apotek menjadi sangat bergantung kepada apoteker yang bisa menjalankan fungsi dan perannya.

Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan seorang apoteker dalam melaksakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan apotek. Hal-hal yang termasuk pengelolaan apotek berdasarkan


(32)

Peraturan Menteri Kesehatan No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 10, pengelolaan apotek meliputi :

1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penjualan obat dan bahan obat.

2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi. b. Penampilan Apotek

Dalam hal pemilihan lokasi apotek hendaknya mempertimbangkan keadaan sekitarnya, misalnya adanya sarana kesehatan baik rumah sakit, praktek dokter, mantri (desa), bidan, klinik, dan puskesmas, selain itu hendaknya dipilih daerah yang dekat dengan pusat keramaian seperti pasar atau terminal dan juga pemukiman penduduk (Muslicnah, 2010). Penampilan apotek adalah keadaan secara fisik dari penampilan apotek menyangkut penataan ruang tunggu dan desain interior (etalase obat), kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu serta fasilitas penunjang lainnya seperti TV, AC, koran, toilet, telpon dan penampilan petugas, serta informasi secara umum berupa poster maupun papan pemberitahuan tentang prosedur pelayanan. Lingkungan fisik apotek harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi sehingga menjamin


(33)

terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan profesional (Ifmaily, 2006).

4. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Setiap orang mempunyai kecendrungan dalam benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkanny (Waidi, 2006).

Persepsi seseorang yang sudah terbetuk dari awal akan mempengaruhi perilakunya dikemudian hari. Banyak faktor yang membentuk perbedaan persepsi dalam suatu kelompok, sehingga berbeda antara orang satu dengan yang lainnya, diantaranya adalah perhatian, mental set, kebutuhan, sistem nilai, tipe kepribadian dan gangguan kejiwaan (Sarwono, 2009).

b. Syarat Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2004) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut :

1) Adanya objek yang dipersepsi.

2) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.


(34)

3) Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus.

4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

c. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Persepsi.

Menurut Miftah Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :

1) Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, ganguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. 2) Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,

pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbeda-bedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun


(35)

persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya

5. Konsumen

a. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consumen/konsument (Belanda). Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai “ orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang” (Cerlina, 2009).

Istilah konsumen juga terdapat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Secara yuridus formal pengertian konsumen dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan”.

b. Pengertian Perlindungan Konsumen

Menurut Az. Nasution (2001) bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.


(36)

Hukum perlindungan konsumen yang ada di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme.Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.Kepastian hukum unutk memberi perlindungan kepada konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalumerugikan hak-hak konsumen (Susanto, 2008).

c. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen adalah hal yang sangat penting agar masyarkat dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri sehingga ia dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya ketika ia menyadari hak-hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Hak-hak konsumen telah tercantum dalam UUPK Pasal 4 :

1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.


(37)

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7) Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai kewajiban. Ketentuan kewajiaban konsumen dapat dilihat dalam Pasal 5 UUPK, yaitu :

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.


(38)

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

d. Kepuasan konsumen

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan merasa puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut (Supranto, 2001).

Kepuasan konsumen sangat tergantung pada persepsi dan harapan konsumen. Harapan konsumen terhadap suatu layanan dapat dipengaruhi masa lalu, cerita dari mulut ke mulut dan iklan. Jika jasa yang diperleh memenuhi atau melebihi harapan, maka mereka cenderung akan menggunakan penyedia jasa tersebut (Kotler, 2007).

Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya


(39)

untuk sementara waktu. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya (Tjiptono, 2001).

B. Kerangka Konsep.

Gambar 1. Kerangka konsep

Sesuai harapan/tidak sesuai harapan

Persepsi konsumen

tentang pelayanan informasi obat A. Pelayanan Kefarmasian :

1. Pelayanan Informasi Obat 2. Kepentingan atau harapan

terhadap pelayanan informasi obat

3. Kinerja pelayanan apotek

B. Karakterisitik Responden 1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Penghasilan 5. Pekerjaan


(40)

C. Keterangan empiris

Penelitian dilakukan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap apotek sebagai tempat pelayanan informasi obat di Kecamatan Ketapang pada periode juni-juli 2015, meliputi :

1. Pelayanan informasi obat

2. Kepentingan atau harapan terhadap pelayanan informasi obat 3. Kinerja pelayanan apotek


(41)

23 Penelitian ini termasuk metode penelitian langsung, dimana terjadi interaksi langsung antara peneliti dengan responden disertai dengan penjelasan cara pengisian. Sampel apotek ditentukan berdasarkan metode purposive sampling, yakni suatu metode non probability sampling yang sasaran atau sampel telah ditentukan dengan syarat tertentu. Sampel konsumen apotek ditentukan dengan metode accidental sampling yakni jumlah sampel konsumen tiap apotek ditentukan dari banyaknya konsumen yang datang membeli obat di apotek

B. Tempat dan Waktu.

Penelitian dilakukan di empat apotek yang ada daerah di Kecamatan Ketapang pada bulan Juni-Juli 2015. Dan penentuan pengambilan sampel apotek telah di hitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Nazir, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada sub bab sampel.

C. Populasi dan Sampel. 1. Populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen apotek di Kecamatan Ketapang

2. Sampel.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan yang sama kepada semua


(42)

anggota populasi untuk menjadi sampel. Penentuan sampel apotek dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, yakni suatu metode non probability sampling yang sasaran atau sampel telah ditentukan dengan syarat tertentu.Sampel konsumen apotek ditentukan dengan menggunakan teknik accidental sampling yakni jumlah sampel konsumen tiap apotek ditentukan dari banyaknya konsumen yang datang membeli obat di apotek.

Jumlah apotek yang beroprasi di daerah Kecamatan Ketapang sebanyak sepupul apotek, sedangkan yang termasuk kriteria apotek sampel berjumlah empat apotek. Penentuan jumlah apotek sampel ini menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Nazir (1988) sebagai berikut :

n= Dimana :

n : Besar sampel N : Besar populasi

p : Proporsi populasi 50%

D : Estimasi terhadap mean besarnya B ⁄ dimana B adalah bound of error yaitu 0.25.

n= . , .

. . .

. − . 9. . + . − .


(43)

. . . + .

.

. = 1

Berdasarkan perhitungan dengan persamaan di atas diperoleh jumlah minimal apotek sampel sebanyak satu apotek sampel. Pada penelitian digunakan apotek sampel sebanyak empat apotek sampel.

Jumlah atau ukuran sampel (n) untuk konsumen apotek ditentukan menurut rumus seperti yang dikemukakan oleh Nawawi (1995) sebagai berikut :

n ≥ pq ⁄

Keterangan :

n : jumlah sampel

p : proporsi populasi presentase kelompok 1 yaitu 0.5 q : proporsi sisa di dalam populasi (1,00 - p) = 0.5 z ⁄ : derajat koefisien taraf kepercayaan 95%  1.96

b : presentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan 10%  0.1

0.5.0.5 .

. = 9. 0.25 [384.6] = 96.04

Hasil perhitungan menunjukan bahwa jumlah minimal sampel konsumen yang dibutuhkan adalah 96 orang. Pada penelitian ini digunakan sampel konsumen sebanyak 96 orang.


(44)

D. Kriteria inklusi dan eksklusi. 1. Kriteria inklusi

a. Pasien yang membeli obat di apotek.

b. Pasien yang membeli obat dengan resep ataupun non resep. c. Pasien berumur 18-60 tahun.

d. Pasien bisa berkomunikasi membaca, dan menulis dengan baik. e. Pasien bersedia mengisi kuesioner.

2. Kriteria eksklusi.

a. Pasien yang berasal dari pegawai apotek tersebut. E. Identifikasi variabel penelitian dan definisi Operasional.

1. Variabel penelitian

Variabel pada penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel tergantung dan variabel kontrol, sebagai berikut :

a. Variabel bebas :

1) Pelayanan informasi obat di apotek

2) Umur, jenis kelamin, penghasilan, pendidikan, pekerjaan. b. Variabel tergantung : Persepsi konsumen terhadap apotek. 2. Definisi opersional

a. Apotek

Tempat dimana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi oleh Apoteker yang dibantu oleh Asisten Apoteker atau TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian) di Kecamatan Ketapang.


(45)

b. Apotek sampel

Apotek yang apotekernya selalu hadir setiap hari. Terdapat empat apotek. c. Apoteker

Tenaga ahli yang melayani Pelayanan Informasi Obat di empat apotek sampel.

d. Konsumen apotek.

Orang yang membeli obat dengan resep ataupun obat non resep di apotek sampel.

e. Informasi obat.

Keterangan tentang obat yang dapat mendukung tercapainya tujuan pengobatan atau terapi, meliputi khasiat obat, dosis, cara pengguaan, frekuensi pemberian, waktu penggunaan, lama penggunaan, efek samping, penggunaan obat lain yang harus dihindari, makanan atau minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dibatasi atau dihindari, cara penyimpanan, cara pembuangan obat sisa, dan cara penggunaan saat hamil atau menyusui.

f. Kinerja (performance)

Kesuksesan petugas apotek didalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang dapat dilihat dari tercapainya pengobat yang rasional terhadap konsumen.


(46)

g. Kepuasan

Kesenangan atau keinginan yang tercapai oleh konsumen dalam Pelayanan Informasi Obat di apotek sampel dan dapat dilihat bila ada tanggapan pelanggan untk datang kembali ke apotek sampel.

h. Kepentingan.

Suatu harapan yang ingin dipenuhi oleh konsumen dalam Pelayanan Informasi Obat.

i. Persepsi

Penilaian konsumen berupa pendapat atau pandangan terhadap Pealayanan Informasi Obat di apotek sampel berdasarkan pengalaman yang dirasakan, didengar maupun dilihat.

j. Pelayanan informasi obat

Pemberian informasi obat oleh petugas apotek kepada pasien atau konsumen apotek meliputi Obat bebas terbatas, Obat bebas, Obat Wajib Apotek serta Obat resep.

k. Data primer

Data yang diperoleh dari responden setelah mengisi kuesioner yang diberikan.

F. Instrumen penelitian.

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang memuat sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan ditujukan kepada konsumen atau pasien yang membeli obat di apotek. Kuesioner diadopsi dari kuesioner penelitian


(47)

sebelumnya, yaitu kuesioner yang dilakukan oleh Machali pada tahun 2004 dengan judul penelitian ‘Penilaian Konsumen Terhadap Peran Apotek sebagai Tempat Pelayanan Informasi Obat di Kabupaten Sleman”.

Kuesioner yang diberikan kepada konsumen memuat 42 pertanyaan yang terbagi kedalam 4 kategori, yaitu :

1. Data identitas responden memuat 5 pertanyaan meliputi umur, jenis kelamin, pedidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan perbulan (Lampiran hal.76)

2. Persepsi konsumen terhadap pelayanan informasi obat di apotek memuat 14 (Lampiran hal.76) pertanyaan mengenai penilaian konsumen terhadap pelayanan informasi obat yang diterima pada saat membeli obat di apotek. Jawaban diberi bobot sebagai berikut :

Tabel I. Penilaian Materi Persepsi Konsumen

No Jawaban Skor

1 STS (Sangat Tidak Setuju) 1

2 TS (Tidak Setuju) 2

3 S (Setuju) 3

4 SS (Sangat Setuju) 4

3. Penilaian kepentingan atau harapan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam pelayanan informasi obat yang memuat 12


(48)

pertanyaan (Lampiran hal. 78). Jawaban pertanyaan diberi bobot sebagai berikut :

Tabel II. Penilaian Materi Kepentingan Konsumen

No Jawaban Skor

1 STPg (Sangat Tidak penting) 1

2 TPg (Tidak Penting) 2

3 Pg (Penting) 3

4 SPg (Sangat Penting) 4

4. Penilaian kinerja pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepuaan konsumen dalam pelayanan informasi obat yang memuat 12 pertanyaan (Lampiran hal. 79). Jawaban pertanyaan diberi bobot sebgai berikut :

Tabel III. Penilaian Materi kinerja apotek.

No Jawaban Skor

1 STPs (Sangat Tidak Puas) 1

2 TPs (Tidak Puas) 2

3 Ps (Puas) 3


(49)

G. Cara Kerja 1. Tahap persiapan

Meliputi pembuatan proposal dan perizinan penelitian. 2. Tahap pelaksanaan.

Meliputi penyebaran kuesioner, pengelolahan dan analisis data. 3. Pembuatan laporan hasil penelitian.

H. Skema langkah kerja

Gambar 2. Skema Langkah Kerja Tahap persiapan

Tahap pelaksanaan

Pembuatan proposal

Perizinan penelitian

Penyebaran kuesioner

Pengolahan dan analisis data

Pembuatan laporan hasil dan penelitian


(50)

I. Analisis data.

Data yang didapat selanjutnya diolah sebagai data primer. Analisis data dilakukan dengan metode statistik frekuensi untuk mengetahui distribusi frekuensi performasi (kinerja) apotek yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam pelayanan informasi obat. Disamping itu, dibuat juga suatu diagram Kartesius (Gambar 3) yang menunjukkan tingkat kesesuaian ini yang menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsmen. Semua analisi data dengan bantuan program data tentang karakteristik pribadi responden, persepsi konsumen terhadap pelayanan info obat di apotek, dan penilaian konsumen terhadap kepentingan (harapan) dan statistik SPSS 10.00.

Dalam melakukan analisis data, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Langkah-langkah yang harus ditempuh diantaranya:

a. Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau data yang dikumpulkan. Mengedit kuesioner yang telah diisi meliputi mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi, mengecek kelengkapan data dan mengecek macam isisan data.

b. Coding merupakan kegiatan pemberian kode angka terhadap data yang terdiri dari beberapa katagori.

c. Entri data adalah kegiatan memasukkan data ke dalam data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontingensi.


(51)

d. Melakukan teknik analisis khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statisktik terapan yang disesuaikan dengan data yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif. Analiting data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data ordinal sehingga teknik analisis statistik yang digunakan adalah teknik non parametrik.

1. Pengukuran skala Likert

Pengukuran dilakukan terhadap variabel-variabel persepsi dan penilaian kepentingan komnsumen terhadap kinerja apotek yang dilanjutkan dengan analisis kuantitatif yang dilakukan dengan membandingkan data purata hasil perhitungan dengan sebuah standar penilaian. Standar penilaian itu merupakan tentang nilai yang didapatkan dengan membagi lima bagian yang sama dari total nilai yang ditentukan dengan menggunakan skala Linkert. Rentang nilai yang digunakan dalam penelian ini adalah :

1.0 ≤ x < 1.6 = sangat rendah 1.6 ≤ x < 2.2 = cukup rendah 2.2 ≤ x < 2.8 = sedang

2.8 ≤ x < 3.4 = cukup tinggi 3.4 ≤ x < 4.0 = sangat tinggi.

Adapun untuk rentang jawaban mengenai macam informasi obat yang sangat dibutuhkan oleh konsumen, penilaian dengan skala likert dibedakan sebagai berikut :


(52)

1.0 ≤ x < 1.6 = sangat tidak dibutuhkan 1.6 ≤ x < 2.2 = tidak dibutuhkan

2.2 ≤ x < 2.8 = netral

2.8 ≤ x < 3.4 = cukup dibutuhkan 3.4 ≤ x < 4.0 = sangat dibutuhkan 2. Analisis tingkat kesesuain

Tingkat kesesuain adalah hasil perbandingan skor kinerja/ pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini ada dua buah variable yang diwakili oleh huruf X yang mewakili tingkat kinerja apotek yang dapat memberikan kepuasan pada konsumen dan huruf Y yang menunjukkan tingkat kepentingan konsumen. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

Tki =

x 100 % Keterangan :

Tki = tingkat kesesuaian responden Xi = skor penilaian kinerja apotek

Yi = skor penilaian kepentingan konsumen

Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat kepuasan, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan. Rumus


(53)

untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan dapat disederhanakan menjadi :

X = ∑ atau Y = ∑

Di mana

X = skor rata-rata tingkat kepuasaan Y = skor rata-rata tingkat kepentingan n = jumlah responden

Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X dan Y) dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skot tingkat kepuasan konsumen pada seluruh faktor atau atribut dan Y adalah rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Rumus yang digunakan :


(54)

Gambar 3. Diagram Kartesius

Keterangan :

1. Menunjukan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen apotek belum melaksanakannya sesuai keinginan konsumen, sehingga masih mengecewakan/tidak puas

2. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilakukan oleh apotek dan wajib untuk dipertahankan. Konsumen menganggap unsur jasa tersebut sangat penting dan pelaksanaannya sangat memuaskan.


(55)

3. Menunjukkan unsur-unsur jasa yang dianggap kurang penting pengaruhnya bagi konsumen, sedangkan pelaksanaannya oleh apotek kurang memuaskan sehingga dianggap biasa-biasa saja.

4. Menunjukkan unsur-unsur jasa yang dianggap konsumen kurang penting, tapi pelaksanaannya sangat memuaskan sehingga dianggap berlebihan.


(56)

38 Adapun responden pada penelitian ini sebanyak 96 orang yang didapat dari pengunjung 4 apotek yang berada di Kecamatan Ketapang. Jumlah tersebut berdasarkan rumus penentuan besar sampel yang disesuaikan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Ketapang. Karakteristik responden penting untuk diketahui dalam suatu penelitian survei, karena untuk mengetahui pola distribusi faktor sosial, demografi dari suatu sampel. Karakteristik pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, pendapatan per bulan dan pendidikan terakhir. Adapun distribusi karakterisitik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel IV. Karakteristik responden Karakteristik Jumlah (N = 96) Presentasi (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 42 54 43.75 % 56.25 % Umur 18-24 tahun 25-39 tahun 40-55 tahun >55 tahun 19 58 15 4 19.79 % 60.41 % 14.62 % 4.16 % Pendidikan terakhir SD SLTP SLTA Diploma S1 16 13 37 6 24 16.66 % 13.54 % 38.54 % 6.25 % 25 %


(57)

1. Jenis kelamin

Data distribusi jenis kelamin konsumen menunjukkan bahwa konsumen dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki hampir berimbang sehingga tidak ada suatu dominasi jenis kelamin tertentu dan diharapkan mampu mewakili keadaan keduanya. Tabel IV menunjukkan bahwa jumlah konsumen laki-laki yang terlibat sebesar 42 orang dengan presentase 43.75 % dan jumlah konsumen perempuan sebesar 54 orang dengan presentase 56.25% dari total responden dan dinilai cukup merata penyebarannya. Jenis kelamin dapat mempengaruhi persepsi konsumen. Wanita lebih cenderung berfikir menggunakan perasaan dan laki-laki menggunakan logika.

Karakteristik Jumlah (N = 96) Presentase (%) Pekerjaan PNS/Guru Wiraswasta Pedagang Nelayan Pelajar 17 25 16 20 18 17.7 % 26.04 % 16.66 % 20.83 % 18.75 % Pendapatan per

bulan >150.000 150.000-300.000 300.000-500.000 500.000-1.000.000 >1.000.000 - 8 29 21 28 - 8.33 % 30.2 % 21.87 % 29.16 %


(58)

2. Usia konsumen

Usia konsumen dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam pengisian kuesioner karena usia akan berpengaruh terhadap cara pandang, pemikiran dan penilaian terhadap materi kuesioner yang dihubungkan dengan pengalaman yang pernah dialami.

Berdasarkan tabel IV terlihat bahwa konsumen yang berusia 25-39 tahun paling banyak yakni sebesar 58 orang dengan presentase 60.41 % dari total konsumen.

3. Pendidikan terakhir

Distribusi pendidikan terakhir konsumen menunjukkan bahwa jumlah konsumen yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA menempati presentase paling besar yakni 38.54 % dan posisi kedua yakni sarjana dengan presentase 25 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumen didominasi dengan latar belakang pendidikan yang cukup baik, sehingga memiliki pengetahuan yang baik terkait dengan pelayanan informasi obat. Hal ini tentunya akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap pelayanan informasi obat. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.

4. Pekerjaan

Distribusi pekerjaan konsumen berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pekerjaan yang paling ditekuni adalah wiraswasta dengan persentase


(59)

sebanyak 26.04%. Pola konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh pekerjaannya. Profesi dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya.

5. Pendapatan per bulan

Distribusi konsumen berdasarkan jumlah pendapatan per bulan dinilai perlu dilakukan karena variasi pendapatan dapat juga mempengaruhi penilaian seseorang. Berdasarkan tabel IV terlihat bahwa distribusi pendapatan perbulan cukup merata. Konsumen dengan pendapatan 150 ribu – 300 ribu ada pada urutan terkecil yakni 8.33 %. Keadaan ekonomi seseorang akan besar pengaruhnya terhadap pilihan produk. Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan milik kekayaan. Pendapatan juga akan mempengaruhi proses keputusan pembelian dan pola konsumsi. B. Distribusi Jawaban Materi Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan

Informasi obat

Distribusi penelitian materi persepsi konsumen terhadap pelayanan informasi obat dapat dikelompokkan menjadi enam faktor pertanyaan yang masing-masing faktor terdiri dari beberapa pertanyaan.

1. Pengetahuan Konsumen Mengenai Tingkat Keamanan Penggunaan Obat Penilaian konsumen terhadap pengetahuannya mengenai tingkat keamanan penggunaan obat meliputi: mengetahui tingkat keamanan penggunaan obat berbeda-beda, mengetahui bahwa penggunaan obat yang tidak benar dapat membahayakan, mengetahui perbedaan penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek,


(60)

dan obat keras, mengetahui bahwa hal-hal yang menyebabkan penggunaan obat tidak benar. Distribusi penilaian tingkat pengetahuan konsumen mengenai informasi obat tertera pada tabel V

Tabel V Presentase penilaian terhadap tingkat pengetahuan konsumen mengenai keamanan pengunaan obat

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Mengetahui bahwa tingkat

keamanan penggunaan obat berbeda-beda

- - 98.95 % 1.04 %

2. Mengetahui bahwa penggunaan obat yang tidak benar dapat

membahayakan

- 2.08 % 81.25% 16.66 % 3. Mengetahui perbedaan obat

penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan obat dengan resep.

- 7.29 % 66.66 % 26.04 %

4. Hal yang dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak benar adalah

a. Pemeberian informasi yang tidak benar

b. Lupa terhadap informasi yang diberikan.

c. Tidak mendapatkan infromasi obat yang digunakan. - - - - - - 90.62 % 72.29 % 16.66 % 14.58 % 27.08 % 83.33 %

Sumber data primer yang diolah Keterangan tabel :

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Berdasarkan tabel V terlihat bahwa pengetahuan konsumen mengenai tingkat keamanan penggunaan obat yang berbeda-beda cukup tinggi terlihat dari besarnya


(61)

presentase konsumen yang menjawab setuju 98.95%, sangat setuju 1.04 % dan yang menajawab tidak setuju dan sangat tidak setuju 0 %. Persentase ini diperoleh dari banyaknya informasi yang berkembang dewasa ini lewat buku, brosur, internet atau lewat media informasi yang ada.

Penilaian konsumen bahwa penggunaan obat yang tidak benar dapat membahayakan sangat tinggi terlihat dengan tingginya persentase konsumen yang menjawab setuju 81.25%, sangat setuju 16.66 %, tidak setuju 2.08 % dan sangat tidak setuju 0 %. Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang pernah dialami oleh konsumen atau orang lain.

Pengetahuan konsumen tentang perbedaan berbagai obat yang berkembang di pasaran saat ini meliputi obat bebas,obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek dan obat keras serta penggunaannya yang menjawab setuju 66.66%, sangat setuju 26.04 %, dan tidak setuju 7.29 % terlihat dari persentase jawaban.

Penggunaan obat yang tidak benar bisa disebabkan karena informasi obat yang tidak benar dimana konsumen menjawab setuju 90.62 %, sangat setuju 14.58 %. Sedangkan penyebab lainnya adalah pasien lupa terhadap informasi obat yang diberikan dimana yang menjawab setuju 72 % dan sangat setuju 27.08 %. Penyebab lainnya adalah pasien tidak mendapat informasi obat yang digunakan dimana sekitar 16.66 % konsumen menjawab setuju dan sekitar 83.33 % konsumen menjawab sangat setuju.

Secara umum pengetahuan konsumen mengenai tingkat keamanan penggunaan obat sudah cukup tinggi, terlihat dari banyaknya konsumen yang menjawab setuju dan


(62)

sangat setuju, sedangkan menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju sedikit. Konsumen yang menjawab sangat setuju lebih didominasi oleh konsumen dengan latar belakang pendidikan SLTA dan sarjana, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang baik sehingga mempengaruhi cara berfikir serta persepsinya. Hasil ini dapat dijadikan faktor yang perlu ditingkatkan dalam pemberian informasi obat di apotek. 2. Tingkat Kesadaran Konsumen akan Haknya Memperoleh Informasi Obat

Pertanyaan yang menyangkut tingkat kesadaran konsumen akan haknya memperoleh informasi obat yang memadai meliputi dua pertanyaan yaitu pentingnya informasi obat bagi konsumen, dan meminta informasi hanya ketika membeli obat. Hasil analisi distribusi penilaiannya tertera pada tabel V.

Tabel VI. Persentase penilaian terhadap tingkat kesadaran konsumen akan haknya memperoleh informasi obat

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Informasi tentang obat sangat penting bagi pasien

- - 18.75% 81.25 %

2. Meminta informasi tentang obat hanya saat membeli obat

20.23 % 18.72 % 40.25% 20.83 % Sumber data primer yang diolah

Keterangan tabel : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Anggapan konsumen bahwa informasi obat sangat penting untuk diperoleh sangat tinggi dilihat dari persentase jawaban sangat setuju 81.25 %, setuju 18.75%. Hal ini menunjukkan makin tingginya kesadaran konsumen demi tujuan kesembuhan


(63)

penyakitnya. Perbedaan jawaban antara sangat setuju dan setuju disebabkan oleh perbedaan usia.

Mengenai waktu untuk memperoleh informasi obat hanya saat membeli saja terlihat bahwa sekitar 20.23 % responden menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju 18.72 %. Hal ini menunjukkan adanya keinginan konsumen untuk aktif mendapatkan informasi obat yang lebih banyak selain waktu membeli obat. Namun persentase yang menjawab setuju sebesar 40.25 % dan sangat setuju sebesar 20.83 %. Perbedaan persentase jawaban begitu jauh, ini dapat dipengaruhi oleh kebutuhan masing-masing konsumen. Menurut Kolter (2005), konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi obat yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dimnamkan penguatan perhatian. Pada level itu orang hanya sekadar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang akan masuk ke pencarian informasi secara aktif: Mencari bahan bacaan, menelpon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu.

3. Peran Apoteker dalam Pelayanan Informasi Obat.

Distribusi penilaian terhadap peran apoteker dalam pelayanan informasi obat terdiri dari dua pertanyaan, yakni ada perbedaan antara apotek dengan toko obat dalam memberikan informasi obat, dan apoteker membantu pasien memilihkan obat yang tepat. Penilaian ini dirasa perlu dicantumkan dalam kuesioner karena seringkali konsumen masih belum merasakan peran apoteker di apotek-apotek. Hasil analisis distribusi penilaiannya dapat dilihat pada tabel VI.


(64)

Tabel VII. Persentase penilaian terhadap peran apoteker dalam pelayanan informasi obat.

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Ada perbedaan antara apotek dan toko obat dalam memberikan informasi tentang obat

- - 79.16% 20.83 %

2. Apoteker membantu pasien memlilihkan obat yang tepat

- - 73.95 % 26.04 %

Sumber data primer yang diolah Keterangan tabel :

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Hasil distribusi penilaian di atas terlihat bahwa konsumen telah merasakan adanya perbedaan antara apotek dan toko obat dalam memberikan informasi obat dengan melihat persentase konsumen yang menjawab setuju 79.16 %, sangat setuju 20.83 %. Sementara itu apoteker juga dinilai telah menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan informasi obat terlihat dari jawaban setuju 73.95 %, sangat setuju 26.04 % . Secara umum dapat dinilai bahwa peran apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat sudah cukup tinggi.

4. Media Pelayanan Informasi Obat

Pertanyaan mengenai media pelayanan informasi obat yang disediakan di apotek ada dua pertanyaan, yaitu apotek memberikan layanan informasi obat melalui computer/video/televise dan leaflet/poster. Hasil analisis distribusi penilaiannya tertera pada tabel VII di bawah ini.


(65)

Tabel VIII. Persentase penilaian terhadap media pelayanan informasi obat

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Apotek memberikan layanan informasi obat melalui computer/video

- 47.74% 50.25% -

2. Apotek memberikan layanan informasi obat melalui leaflet/poster

- - 56.25 % 43.75 %

Sumber data primer yang diolah Keterangan tabel :

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Apotek dinilai telah menggunakan media elektronik seperti computer/video/televise dari jawaban setuju 52.25 %.tidak setuju sebesar 47.74%. Perbedaan antara persentase jawaban setuju dan tidak setuju yang sangat kecil menunjukkan bahwa sebagian konsumen tidak memerlukan informasi lewat media elektronik karena dinilai sudah cukup banyak infromasi obat yang telah ada lewat iklan-iklan obat di televisi. Sedangkan untuk media cetak konsumen merasa setuju 56.25 %, sangat setuju 43.75 % jika apotek memberikan informasi obat melalui leaflet/poster. Hal ini dikarenakan leaflet/poster dinilai lebih mudah memperolehnya dan lebih enak membacanya.


(66)

5. Macam Informasi Obat yang Dibutuhkan

Tabel IX. Persentase penilaian mengenai macam informasi obat yang dibutuhkan.

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Khasiat obat - - 47.91% 52.08 %

2. Dosis obat 47.91% 52.08 %

3. Cara penggunaan obat 31.25% 68.75 %

4. Frekuensi pemberian obat 27.08 % 72.91 %

5. Waktu penggunaan obat 40.62 % 59.37 %

6. Lama penggunaan obat 35.41 % 64.58 %

7. Efek samping obat 34.37 % 65.62 %

8. Penggunaan obat lain yang harus dihindari

37.5 % 62.5% 9. Makanan/minuman yang

harus dibatasi/dihindari

44.79 % 55.20 % 10. Aktifitas yang harus

dibatasi/dihindari

52.08 % 47.91 %

11. Cara penyimpanan obat 42.70 % 57.29 %

12. Cara pembuangan obat sisa 37.5 % 62.5%

13. Cara penggunaan obat saat hamil/menyusui

43.75 % 56.25 % Sumber data primer yang diolah

Keterangan tabel : STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Distribusi penilaian konsumen mengenai macam informasi obat yang dibutuhkan hanya terdiri dari satu pertanyaan yang memuat informasi-informasi obat apa saja yang dibutuhkan oleh pasien. Hasil analisisnya dapat dilihat pda Tabel IX.

Lebih dari sebagian besar konsumen menyatakan bahwa semua informasi obat yang tertera pada tabel IX sangat dibutuhkan terlihat dari besarnya jawaban setuju dan


(67)

sangat setuju berkisar 50-65 %. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi apotek-apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan infromasi obat agar tujuan terapi untuk menyembuhkan penyakit konsumen dapat tercapai.

6. Penghargaan Konsumen terhadap Informasi Obat.

Analisis distribusi penilaian terkahir dilakukan untuk mengetahui sejauh mana konsumen apotek mampu memberikan balasan/penghargaan yang setara terhadap informasi obat yang diberikan oleh apotek. Hasil analisisnya dapat diketahui pada tabel X.

Tabel X. Persentase penilaian mengenai penghargaan konsumen terhadap informasi obat

No Pertanyaan Frekuensi

STS TS S SS

1. Bersedia memberikan uang jasa bagi layanan informasi obat yang diberikan

- 70.83 % 29.1 % -

Sumber data primer yang diolah Keterangan tabel :

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

S: Setuju

SS : Sangat Setuju

Pertanyaan faktor ini jawabnnya cendrung negative. Umumnya konsumen menilai bahwa mereka 70.83 % tidak setuju untuk memberikan uang jasa sebagai penghargaan dari informasi obat yang diperolehnya. Konsumen menganggap bahwa uang jasa ini belum perlu diberikan saat ini karena belum optimalnya pemberian informasi obat oleh apotek. Apalagi masih tingginya harga obat membuat konsumen merasa berat untuk memberikan uang tambahan.


(68)

C. Analisis Variabel Penyusun Penilaian Konsumen

Pada analisis deskriptif ini akan dibahas hasil penelitian yang berhubungan dengan variable-variabel penyusun persepsi dan penilaian kepentingan konsumen terhadap kinerja apotek.

1. Analisi Variabel Penyusun Persepsi Konsumen

Variable ini menunjukkan pandangan atau pengetahuan konsumen terhadap sesuatu berdasarkan informasi dari luar, pengamatan empiris maupun anggapan-anggapan dirinya sendiri. Variabel penyusun persepsi ini dibagi dalam enam faktor. a. Pengetahuan konsumen mengenai tingkat keamanan penggunaan obat.

Penialaian terhadap pengetahuan konsumen mengenai tingkat keamanan penggunaan obat meliputi enam atribut. Tabel XI memperlihatkan adanya satu atribut yang termasuk kategori sangat tinggi dan lima atribut termasuk dalam kategori cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya pengetahuan konsumen mengenai kemanan penggunaan obat baik masalah keamanan, bahaya dan penyebab penggunaan obat yang tidak benar serta perbedaan antara obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan obat dengan resep sudah cukup tinggi. Kesemuanya ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan obat yang tidak rasional.


(69)

Tabel XI. Analisis Variabel terhadap pengetahuan konsumen mengenai tingkat keamanan penggunaan obat

No Variable persepsi Rata-rata Kategori

1. Mengetahui bahwa tingkat keamanan penggunaan obat berbeda-beda

3.01 Cukup tinggi

2. Mengetahui bahwa penggunaan obat yang tidak benar dapat membahayakan

3.15 Cukup tinggi

3. Mengetahui perbedaan obat penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan obat dengan resep.

3.13 Cukup tinggi

4. Hal yang dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak benar adalah

a. Pemeberian informasi yang tidak benar

b. Lupa terhadap informasi yang diberikan.

c. Tidak mendapatkan infromasi obat yang digunakan. 3.10 3.27 3.18 Cukup tinggi Cukup tinggi Cukup tinggi

Sumber data primer yang diolah

b. Tingkat kesadaran konsumen akan haknya memperoleh informasi obat.

Tabel XII. Analisi variable terhadap tingkat kesadaran konsumen akan haknya memperoleh informasi obat

No Variable persepsi Rata-rata Kategori

1. Informasi tentang obat sangat penting bagi pasien

3.19 Cukup tinggi 2. Meminta informasi tentang obat

hanya saat membeli obat

2.33 Sedang

Sumber data primer yang diolah.

Analisis terhadap tingkat kesadaran konsumen tentang haknya menerima informasi obat meliputi dua atribut, dimana satu atribut cukup tinggi dan atribut satunya sedang. Tabel XII menggambarkan bahwa konsumen telah


(70)

menyadari bahwa informai tentang obat sangat penting dan sangat dibutuhkan. Namun tidak semua konsumen mau, berani dan aktif untuk meminta informasi obat kepada petugas apotek diluar waktu membeli obat. Hal ini dikaitkan dengan pekerjaan konsumen dimana hasil tersebut dikarenakan jenis pekerjaan wiraswasta lebih mendominasi. Sehingga konsumen tersebut tidak ada waktu untuk meminta informasi tentang obat.

Respon konsumen cukup tinggi terhadap dua atribut mengenai peran apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat. Artinya konsumen telah merasakan adanya peran apoteker dalam membantu memilihkan obat yang tepat. Selain itu konsumen telah merasakan adanya perbedaan antara toko obat dengan apotek dalam hal pemberian informasi obat. Analisis variable terhadap peran apoteker dalam pelayanan informasi obat dapat dilihat pada tabel. Tabel XIII. Analisi variable terhadap peran apotek dalam pelayanan

informasi obat.

No Variable persepsi Rata-rata Kategori

1. Ada perbedaan antara apotek dan toko obat dalam memberikan informasi tentang obat

3.18 Cukup tinggi

2. Apoteker membantu pasien memlilihkan obat yang tepat

3.26 Cukup tinggi

c. Media pelayanan informasi obat

Kedua atribut yang terdapat dalam variable ini satu diantaranya bernilai sedang atau dengan kata lain konsumen masih merasa ragu pada pemberian informasi obat lewat media elektronik, computer dan video yang dilakukan oleh


(71)

pihak apotek. Konsumen merasa sudah cukup dengan informasi obat yang ada di televisi misalnya melalui iklan-iklan obat. Sebaliknya konsumen telah merasa cukup baik menerima informasi obat leaflet media cetak/leaflet poster yang dinilai selalu tersedia di apotek.

Tabel XIV. Analisis variable terhadap media pelayanan informasi obat.

No Variable persepsi Rata-rata Kategori

1. Apotek memberikan layanan informasi obat melalui computer/video

2.23 Sedang

2. Apotek memberikan layanan informasi obat melalui leaflet/poster

3.34 Cukup tinggi

d. Macam informasi obat yg dibutuhkan

Tabel XV. Analsis variabel terhadap macam informasi obat yang dibutuhkan

No Variable persepsi Rata-rata Kategori

1. Khasiat obat 3.52 Sangat dibutuhkan

2. Dosis obat 3.44 Sangat dibutuhkan

3. Cara penggunaan obat 3.44 Sangat dibutuhkan

4. Frekuensi penggunaan 3.50 Sangat dibutuhkan

5. Waktu penggunaan 3.50 Sangat dibutuhkan

6. Lama penggunaan 3.43 Sangat dibutuhkan

7. Efek samping 3.52 Sangat dibutuhkan

8. Penggunaan obat lain yang harus dihindari

3.45 Sangat dibutuhkan 9. Makanan/minuman yang harus

dibatasi/dihindari

3.48 Sangat dibutuhkan 10. Aktifitas yang harus

dibatasi/dihindari

3.43 Sangat dibutuhkan

11. Carapenyimpanan 3.48 Sangat dibutuhkan

12. Cara pembuangan obat sisa 3.41 Sangat dibutuhkan 13. Cara penggunaan obat saat

hamil/menyusui


(1)

c. Faktor sarana dan prasarana fisik pelayanan informasi obat 1) Ruangan khusus dalam melayani informasi obat.

Pemberian informasi obat pada konsumen dengan penyakit tertentu yang menimbulkan rasa malu sebaiknya dilakukan di ruang khusus. Tabel XXVII memuat penilaian tingkat kepentingan terhadap kinerja ruang khusus dalam melayani informasi obat di apotek. Tingkat kesesuaiannya sebesar

x 100% = 82.17 %.

Tabel XXVII. Tingkat kepentingan konsumen terhadap kinerja adanya ruang khusus dalam melayani informasi obat.

Kepentingan Sangat tidak penting

Tidak Penting

Penting Sangat penting

Bobot

- - 53 43 331

Kinerja Sangat tidak puas

Tidak Puas

puas Sangat puas bobot

23 66 7 272

Sumber : data primer yang diolah

2) Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan pelayanan inforasi obat.

Kebersihan merupakan salah satu faktor yang langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh konsumen saat membeli obat di apotek. Tabel XXVIII memuat penilaian tingkat kepentingan terhadap kinerja kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruang pelayanan informasi obat. Tingkat kesesuaiannya sebesar

x 100% = 87 %.

Tabel XVIII. Tingkat kepentingan konsumen terhadap kinerja kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan pelayanan informasi obat. Kepentingan Sangat

tidak penting

Tidak Penting

Penting Sangat penting

Bobot

- - 30 66 354

Kinerja Sangat tidak puas

Tidak Puas

Puas Sangat puas bobot

76 20 308


(2)

4. Diagram Kartesius Penilaian Kepentingan Konsumen terhadap Kinerja Apotek.

Gambar 4. Diagram Kartesius

a. Kuadran I menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen apotek dimana keberadaannya dinilai sangat penting sedangkan tingkat pelaksanaannya belum memuaskan. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran I ini adalah :

1) Petugas apotek memberikan cukup waktu dalam melayani informasi obat (5) 2) Jaminan kebenaran dan kepercayaan terhadap informasi obat yang diberikan (6) b. Kuadran II menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan

apotek yang keberadaannya perlu dipertahankan karena dinilai sangat penting dan pelaksanaannya telah memuaskan konsumen. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran II ini adalah :

1) Pengetahuan dan kemampuan petugas apotek memberikan informasi dengan benar dan lengkap (4)


(3)

3) Memberikan perhatian yang khusus kepada setiap konsumen dalam melayani informasi obat (8)

4) Petugas apotek memberikan informasi obat secara proaktif (tanpa diminta terlebih dahulu (12)

c. Kuadran III menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dinilai masih dianggap kurang penting bagi pelanggan sedangkan kualitasnya biasa atau cukup saja. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran III ini adalah:

1) Petugas apotek memberikan informasi tentang obat secara tertulis dengan jelas dan mudah dimengerti (3)

2) Adanya ruang khusus dalam melayani informasi obat (9)

d. Kuadran IV menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dinilai berlebihan karena dianggap tidak terlalu penting namun pelaksaannya dilakukan dengan baik sekali sehingga konsumen merasa puas.

1) Kemampuan petugas apotek untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan konsumen (1)

2) Petugas apotek memberikan informasi tentang obat secara lisan dengan jelas dan mudah dimengerti (2)

3) Kebersihan kerapian dan kenyamanan ruangan pelayanan informasi obat (10) 4) Kerapian dan kebersihan penampilan petugas apotek yang melayani informasi


(4)

H. Penutup

1. Kesimpulan

a. Persepsi konsumen terhadap Pelayanan Informasi Obat di Apotek mengenai pengetahuan tingkat keamanan penggunaan obat memperoleh rata-rata 3.01 dengan kategori cukup tinggi , peran apoteker dan media pelayanan memperoleh rata-rata sebesar 3.21 dengan kategori cukup tinggi, sedangkan penghargaan konsumen terhadap Pelayanan Informasi Obat masih sedang yaitu 2.30.

b. Presentase kesesuaian antara harapan dan kepuasan konsumen berkisar antara 80.05 % - 99.02 %.

c. Macam informasi obat sangat dibutuhkan oleh konsumen seperti khasiat, dosis, cara penggunaan, frekuensi pengunaan, waktu penggunaan, lama penggunaan, efek samping, penggunaan obat lain yang harus dibatasi dan dihindari, makanan atau minuman yang harus dibatasi dan dihindari, aktifitas yang harus dibatasi dan dihindari,cara penyimpanan, cara pembuangan obat sisa, cara penggunaan obat saat hamil atau menyusui.

2. Saran

Berdasarkan proses yang telah berlangsung dalam penyelesaian penelitian ini beserta hasil yang dicapai, maka ada beberapa saran yaitu :

a. Pemberian informasi obat terkait macam-macam informasi obat yang dibutuhkan, acara rutin di apotek seperti, cek gula darah, dan lain-lain. Meningkatkan pemberian informasi melalui media cetak seperti, leaflet.

b. Penelitian dapat diperluas wilayah geografisnya ataupun di daerah lain agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat dijadikan perbandingan


(5)

c. Penelitian ini dapat dilakukan kembali dengan metode berbeda dengan jumlah apotek sampel dan jumlah konsumen yang diperbanyak sehingga hasilnya lebih representatif dan dapat dibandingkan satu dengan yang lain.

d. Berdasarkan diagram kartesius. Untuk atribut pada kuadran III dan IV. Sebaiknya pihak apotek tetap mempertahankan pelayanannya. Karena atribut-atribut tersebut juga penting.

DAFTAR PUSTAKA

Az. Nasution. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Diadit Media. Jakarta.

BPOM 2004.Pengobatan sendiri. Jakarta. Available From : URLhttp//perpustakaan.pom.go.id/koleksilainnya/Buletin%20Info%<0PO M/0604.pdf

Departement Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 922 Tahun 1993 tentang Pelayanan Informasi Obat.Depkes RI. Jakarta

Departement Kesehatan Republik Indonesia.2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.1027 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.Depkes RI. Jakarta

Deprtemen kesehatan Republik Indonesia . 2004. Peraturan pemerintah republik indonesia no. 51 tahun 2004 tentang apotek. Departemen RI. Jakarta

Departement Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 922 Tahun 1993 tentang Pengelolaan Apotek.Depkes RI. Jakarta

Fandi Thijtono. 2001. Kualitas Jasa : Pengukuran, Keterbatasan dan Implikasi Manajerial, Majalah Manajemen Usahawan Indonesia. Jakarta.

Ifmaily. 2006. Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi Farmasi RSI Ibnu Sina- Yarsi Padang Tahun 2006 . (tesis). Universitas Diponegoro. Semarang Kolter, P. 2007 .Manajemen Pemasaran, Edisi 12 Jilid 1. Penerbit PT Indeks : Jakarta.


(6)

Naik.Pirabhagasar, G dan Santasala, SB. 2010.Service Quality (servqual) dan Effort on Customer Satisfaction in Retaily. European Jurnal of Social Science Vol 16

Octavia, A. Suswitarosa dan Anwar ,A. 2012. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Bangsal Jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal Manajemen Universitas Jambi. Jambi

Rovers, J.P., Currie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L. Eds., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care,2nd Ed., American Pharmaceutical Association, Washington, D.C.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka . 2009

Sunaryo.Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. 2004

Cerlina Trisiwi Kristiyani. 2009. Hukum Perlindungan Kosumen, Sinar Grafika. Jakarta. Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa

Pasar,Rinele Cipta, Jakarta.

Susanto, happy. 2008. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Vismedia. Jakarta.

Trimurthy.IGA. 2009. Analisis Hubugan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat Jalan Puslesmas Pandanaran Kota Semarang. (tesis). Universitas Diponegoro. Semarang . Undang-undang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia.Tentang Perlindungan

Konsumen.

Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Waidi . 2006. The Art of Re-enginering Your Mind For Success. Jakarta: Gramedia Yuliana 2009.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan Pasar

Swalayan Dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening.Excellent. Surakarta.