Dalam Piagam Jakarta itu terdapat kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya”, yang mana tujuh kata ini dipandang sebagai
kemenangan kaum nasionalis muslim, karena dengan kalimat ini memungkinkan mereka untuk menerapkan syariat bagi komunitasnya dalam negara Indonesia
Merdeka, meskipun mereka harus menerima Pancasila dan bukannya Islam sebagai dasar ideologi negara.
55
Akhirnya, dari perdebatan yang cukup panjang dan melelahkan, beberapa panitia perumus dasar negara tersebut memiliki satu komitmen bersama yang
diwujudkan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 -kemudian dinyatakan kembali pada UUD 1945, dan pada muaranya memunculkan suatu simpulan secara nasional bahwa
perumusan Pancasila dalam UUD 1945 itulah yang berlaku secara sah dan resmi hingga saat ini.
56
E. Kandungan Pancasila
Seperti telah penulis paparkan sebelumnya bahwa Bung Karno menawarkan lima rumusan dasar bagi terbentuknya suatu negara dalam sidang BPUPKI, yang kita
kenal sebagai hari kelahiran Pancasila, dengan urutan rumusan sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, Mufakat atau
Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Akan
tetapi rumusan tersebut berubah seiring tekanan dari beberapa pihak yang ikut berjuangan mengatasnamanakan agama baca: Islam, yang pada akhirnya terbentuk
rumusan alternatif. Berikut rumusan Soekrano sebagaimana uraian Aryoso:
55
Beberapa dugaan yang melatarbelakangi penerimaan kaum nasionalis muslim sebagai sebuah modus vivendi
konstituante mereka, dapat dilihat dalam Effendy, Islam dan Negara…., hal. 90-92.
56
Madjid, Indonesia Kita…, hal. 88, 167-168.
Dasar pertama adalah pandangan tentang paham kebangsaan yang diharapkan dapat terwujud sebuah negara kebangsaan Indonesia. Pandangan ini dikatakan oleh
soekarno sebagai inti yang melandasi penerjemahan beberapa pandangan berikutnya.
57
Sebagai dasar kedua disebutkan internasionalisme. Pandangan ini ditawarkan Soekarno melihat dan menilai bahaya-bahaya yang dapat timbul dari merebaknya
paham nasionalisme. Ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Mahatma Gandhi “...Saja seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saja adalah kemanusiaan my
nationalism is humanity .
58
Hal ini terlihat dalam pidatonya Soekarno yang “Kita bukan sadja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menudju pula kepada
kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saja yang kedua. Inilah filosofisch principe jang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, jang
boleh saja namakan internasionalisme.
59
Dasar ketiga yang di kemukakan oleh Soekarno adalah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Sebagaimana sesuai degan teks pidato Soekarno
yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku dengan judul Lahirnya Pancasila: “Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar
perwakilan, dasar permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaja.
Tetapi kita mendirikan negara ‘semua buat semua’, satu buat semua, semua buat satu. Saja jakin, bahwa sjarat jang mutlak untuk kuatnja negara Indonesia ialah
permusjawaratan, perwakilan.”
60
Dasar yang keempat adalah kesejahteraan, Soekarno berkata: “Prinsip No. 4 sekarang saja usulkan. Saja didalam 3 hari ini belum
mendengarkan prinsip itu, jaitu prinsip kesedjahteraan, prinsip: tidak ada kemiskinan didalam Indonesia Merdeka....... Maka oleh karena itu, djikalau kita
memang betul-betul, mengerti, mengingat, mentjinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, jaitu bukan sadja persamaan
politiek, saudara-saudara, tetapi pun diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinja kesedjahtraan bersama jang sebaik-baiknya.”
61
57
Aryoso, Pantja-Sila Dasar…, hal. 19.
58
Aryoso, Pantja Sila Dasar…, hal. 24. Bandingkan Frederick, dkk ed, Pemahaman Sejarah Indonesia…
, hal. 400.
59
Aryoso, Pantja Sila Dasar…, hal. 24.
60
Aryoso, Pantja Sila Dasar…, hal. 25.
61
Aryoso, Pantja Sila Dasar…, hal. 27-78.
Terakhir, prisip yang kelima yaitu prinsip Ketuhanan, sebagaimana yang di utarakan oleh Soekarno sebagai berikut:
“Saudara-saudara, apakah prisip ke-5? Saja telah kemukakan 4 prinsip: 1 Kebangsaan Indonesia; 2 Internasionalisme atau peri-kemanusiaan; 3 Mufakat
atau demokrasi; 4 Kesedjahtraan sosial. Prinsip yanmg kelima hendaknja: Menjusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Jang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan Bukan sadja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing- masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhannja sendiri.”
62
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara yang harus hidup dalam jiwa manusia Indonesia belakangan ini kembali menjadi perbincangan banyak kalangan.
Salah satu isu yang mencuat ke permukaan adalah tentang kegelisahan dan kerisauan terhadap fenomena melemahnya penghayatan dan pengamalan para elit negeri ini
khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
63
Hal ini dapat kita lihat bersama dari beberapa kebijakan negara yang sangat jauh, bahkan cenderung berlawanan dari semangat Pancasila. Sebut
saja kebijakan tarik-ulur dari RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi RUU APP yang dapat mengancam keutuhan semangat berbangsa di Indonesia yang bermasyarakat
majemuk. Selain itu juga, kita dapat melihat ada beberapa kebijakan pemerintah yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, akan tetapi pemahaman tersebut belum bahkan tidak mencerminkan keberpihakan terhadap rakyat. Belum lagi kebijakan pemerintah
yang dinilai menciderai rasa keadilan masyarakat dengan memberikan kesempatan terhadap pihak asing dalam pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam negeri ini.
62
Aryoso, Pantja Sila Dasar…, hal. 29.
63
Kekhawatiran ini pernah disinggung sebelumnya oleh Cak Noer melihat perkembangan bangsa dan negara yang semakin ‘mengerti’ tentang dasar negara, ironinya pemahaman dan
penghayatannya semakin melemah seiring perjalanan negara yang bercita-cita menjadi negara maju. Lih. Madjid, Indonesia Kita…, hal. 88.
Satu misal, pengelolaan sumber daya alam di Blok Cepu yang diserahkan pengelolahannya pada dan PT Freefort, Newmont di Irian Jaya.
Melihat apa yang terjadi belakangan ini perlunya kembali memahami apa yang terkandung dalam Pancasila, agar di mana kita hidup sebagai satu dalam kebangsaan,
satu dalam kenegaraan, satu dalam tanah air, satu dalam ideologi untuk satunya membangun masyarakat adil dan makmur yang sejahtera dan merata karena di dalam
pancasila itu antara sila saling berkaitan.
64
Berikut ini ulasan apa yang terkandung dalam Pancasila: 1.
Ketuhanan Yang Maha Esa; Perubahan urutan sila, dari apa yang di utarakan oleh Soekarno, ini tidak
merubah esensi dari dasar negara Indonesia berdiri, di mana bangsa Indonesia di bangun dengan moral, dengan begitu sila ini dapat menjadi pemimpin cita-cita
kenegaraan untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi rakyat dan masyarakat. Karena berjalankan di atas kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Dengan begitu ini
mengindikasikan sebuah perspektif religius - menjadi unsur penting yang berfungsi sebagai landasan sosial-politis.
65
Dijadikannya Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama ini, bukti dari pengakuan pernyataan manusia baca: bangsa Indonesia terhadap alam baca:
Pencipta sekaligus menjadi pemimpin sila-sila selanjutnya. Karena, dengan begitu manusia diharapkan mampu menjalan sesuatu yang bersifat baik dan benar dalam
pengertian universal, terutama dengan jalan memupuk persahabatan dan persaudaraan antara manusia dan bangsa.
64
Sebagaimana pernyataan Soekarno bahwa ‘satu cita-cita terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila merupakan aspirasi pokok atau inti yang telah mendorong dan
mendasari Revolusi 1945’. Lih. Frederick, dkk ed, Pemahaman Sejarah Indonesia…, hal. 85.
65
Effendy, Islam dan Negara…, hal. 27.
Lebih dari itu sila ini juga mengandung pemahaman yang sangat luas terhadap keberagaman paham keagamaan yang ada di Indonesia dalam pengertian
toleransi, dengan begitu bangsa ini akan terhindar dari eklusifitas dan tindakan diskriminatif. Dalam pasal 29 ayat 1 menegaskan “Negara berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Hal ini berarti bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya itu. Ini juga menunjukkan bahwa negara tidak memaksa agama, sebab agama itu sendiri berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan; dan
agama sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluknya. Soekarno meletakan prinsip Ketuhanan pada urutan kelima dan terakir,
karena ketuhanan diyakini akan memberi landasan spiritual dan moral bagi bangsa. Ketuhanan. Diformulasikan oleh Soekarno karena pengakuannya terhadap realitas
rakyat Indonesia yang religius, tidak peduli agama apa yang mereka anut. Prinsip ini adalah sebagai pengakuan terhadap semua agama yang ada, toleransi dapat
dicapai, sehingga kesatuan dan integritas nasional akan tumbuh subur dalam atmosfer kemerdekaan Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
Sila ini masih berhubungan dengan sila pertama di mana manusia mendapat hak-hak seperti, hak hidup keselamatan jiwa, hak atas keselamatan badan dan hak
atas kebebasan diri, dimana ketiga hak ini merupakan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dilindungi oleh negara yang tertuang dalam
UUD 1945 sebagai berikut: a.
Pasal 27 : Persamaan dalam Hukum dan Pemerintahan, serta hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;
b. Pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan mengelurarkan pikiran
dan tulisan; c.
Pasal 29 : Kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing;
d. Pasal 30 : Hak dan kewajiban ikut serta dalam usaha pembelaan negara;
e. Pasal 31 : Hak mendapat pengajaran;
f. Pasal 34 : Hak fakir miskin dan anak-anak terlantar untuk dipelihara oleh
negara;
66
Singkatnya dalam sila ini ingin menempatkan manusia sesuai dengan harkatnya sebagai makhluk Tuhan. Dengan begitu diharapkan tidak adanya
penindasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lain; baik secara lahir maupun bathin, baik itu bangsa sendiri maupun bangsa lain. Berdasarkan pada
prinsip kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
3. Persatuan Indonesia Bhineka Tunggal Ika
Dalam sila ini terkandung prinsip nasionalisme bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tidak dapat di pecah-pecah. Sehingga persatuan Indonesia menjadi
syarat hidup bagi bangsa Indonesia. Ini terlihat oleh lambang negara kita Bhineka
Tunggal Ika bersatu dalam berbagai ragam. Nasionalisme Pancasila meng-
haruskan kita menghilangkan sikap ego sekterianisme dan chauvinisme dengan begitu kita akan dapat merasakan senasib-sepenanggungan, sehingga timbul
perasaan kebangsaan, kesatuan dalam bangsa Indonesia. Indonesia yang besar dan
66
UUD 1945 dan Amandemennya, Yogyakarta: Eka Lestari Press, 2005, Cet. ke-2, hal. 62- 64.
luas ini terletak antara dua laut, laut Indonesia dan laut Pasifik, dan di apit oleh dua benua, benua Asia dan benua Australia.
Lebih dari itu, dalam sila ini juga terdapat cita-cita persahabatan dan persaudaraan segala bangsa. Menurut Soekarno prinsip nasionalisme dalam
konteks hubungan persahabatan dan persaudaraan dengan semua bangsa di dunia. Hal inilah yang diistilahkan dengan internasionalisme. Dia menekankan bahwa
posisi ini atas dasar kenyataan bahwa Indonesia hanyalah salah satu bagian dari bangsa-bangsa di dunia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat-an
perwakilan; Jelas dalam sila ini tidak lain dan tidak bukan terkandung nilai prinsip
demokrasi, sebagaimana yang di utarakan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI bahwa demokrasi dengan tujuan ingin memperlihatkan bahwa kemerdekaan
Indonesia sebagai bagian dari seluruh rakyat Indonesia. Dia menegaskan bahwa “kita akan membangun sebuah negara bagi semua, tidak hanya untuk golongan
tertentu, tidak juga untuk para aristokrat atau orang-orang kaya”. Dalam kata demokrasi ini juga mempunyai arti persamaan antara lain: hak-hak politik,
kewarganegaraan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
67
Singkatnya, dalam sila ini menolak segala bentuk kediktatoran baik itu perorangan, golongan, kelas, maupun meliter. Lebih dari itu, ini menunjukkan
penolakan terhadap liberalisme. Artinya, mendahulukan kepentingan umum atau bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
Sila ke lima ini bukan saja sebagai dasar pokok saja, tetapi merupakan tujuan dari dibentuknya negara ini berdasarkan pada pasal 27 ayat 2, yaitu “tiap-
67
Abdulgani, Resapkan…, hal. 136-137.
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, yang menghendaki adanya kemakmuran yang merata di antara
seluruh rakyat. Dalam arti bukan merata yang statis, melainkan merata yang dinamis dan meningkat.
Menyinggung makna Kesejahteraan rakyat, Soekarno memberikan alasan dengan mengatakan “harus tidak ada kemiskinan dalam kemerdekaan Indonesia”.
68
Pernyataan ini menunjukkan perhatian mendalam terhadap kesejahtraan sosial bagi seluruh rakyat. Karena kondisi sosial ekonomi dan pendidikan mereka sangat
buruk dibawah ketidakadilan dan kebiadaban kolonialisme Belanda dan Jepang. Soekarno menyatakan Pancasila itu terdiri dari dua landasan fundamental:
Pertama, landasan politik, dan kedua landasan etika atau moral.
69
Prinsip nasionalisme berfungsi sebagai basis politik dari Pancasila, sementara prinsip
ketuhanan sebagai basis etikanya. Bagi Soekarno, fondasi politik sebuah negara harus ditempatkan terlebih dahulu, baru kemudian fondasi etikanya. Dalam
pernyataan bahwa meletakan prinsip nasionalisme pada urutan pertama Pancasila atas dasar keyakinan bahwa nasionalisme harus menjadi fondasi negara yang
meliputi seluruh kepulauan Indonesia. Dari apa yang terkandung dalam Pancasila ini semoga menjadi bagian dari
sikap dan pola hidup bangsa Indonesia. Karena, Pancasila itu sendiri memang merupakan pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang digali dari nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang sudah berurat akar di bumi pertiwi. Oleh sebab itu Pancasila tidak boleh dijadikan amal di bibir saja, itu berarti pengkhianatan pada
68
Frederick memberi ulasan yang sama tentang ungkapan tersebut dengan redaksi yang berbeda. Lih. Frederick, dkk ed, Pemahaman Sejarah Indonesia…, hal. 85.
69
Alfian, Politik: Kebudayaan dan Manusia Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1980, h. 80-
diri sendiri. Pancasila harus tertanam dalam hati yang suci dan diamalkan dengan perbuatan.
70
F. Perjalanan Pancasila sebagai Dasar Negara