seperti teks book, dan artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini guna mendapatkan landasan teori.
”
4
E. Teknik Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong, “Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain. ”
5
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Analisis Isi Content Analysis, yaitu menggunakan deskriptif analisis. Dalam catatan deskriptif ini
peneliti memberikan informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai
dimensi yang terkait dengan semua aspek penelitian, yaitu mengenai konsep manusia dan hubungannya dengan konsep pendidikan Islam menurut Hamka.
Kemudian setelah itu, dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, kemudian peneliti menganalisis data tersebut,
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
F. Teknik Penulisan
Teknik atau metode penulisan ini berpedoman pada Pedoman Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Teknik penulisan juga mengacu kepada buku Metode Penelitian Pendidikan karya Prof. Dr. Sugiyono dan juga mengacu
kepada buku Metodologi Penelitian Kualitatif karya Prof. Dr. Lexy J Moelong, M.A.
4
Ibid., h. 309
5
Lexy J. Moleong, op. cit., h. 248
32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Hamka
1. Riwayat Hidup Hamka
Menurut Samsul Nizar, Haji Abdul Malik Karim Amrullah Hamka, lahir di sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Minggu, tanggal
16 Februari 1908 M13 Muharram 1326 H dari kalangan keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Haji Abdul Karim Amrullah atau dikenal
dengan sebutan Haji Rasul bin Syeikh Muhammad Amrullah gelar Tuanku Kisai bin Tuanku Abdul Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama
yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan Kaum Mudo, dan tokoh Muhammadiyah di Minangkabau. Sementara ibunya bernama Siti
Shafiyah binti Haji Zakakaria w. 1934. Dari genelogis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan
dengan generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem matrilinear. Oleh karena itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya.
1
Menurut Herry Mohammad, dkk, nama Hamka melekat setelah ia untuk pertama kalinya menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1927.
2
Menurut Abdul Rouf, nama asli Hamka adalah Abdul Malik. Lalu diberi gelar buya oleh para penganut faham Muhammadiyah di Minangkabau, yang
menunjukkan bahwa orang itu memiliki kedalaman ilmu dalam pengetahuan agama. Panggilan tersebut setara dengan panggilan kyai di Pulau Jawa. Nama
1
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. I, h. 15-18
2
Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani, 2006, h. 60
Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang juga merujuk kepada nama ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah.
3
Menurut Floriberta Aning S,
dalam bukunya yang berjudul 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, pada tahun 1929 Hamka menikah dengan Siti Raham binti Endah
Sutan dan kemudian dari hasil perkawinan tersebut mereka dikaruniai 12 orang anak, 2 diantaranya meninggal dunia. Dan pada tahun 1973 ia menikah
untuk yang kedua kalinya dengan seorang perempuan asal Cirebon, yaitu Hj. Siti Chadijah setelah ditinggal wafat istri pertamanya satu setengah tahun
sebelumnya. Hamka dikenal sebagai salah satu tokoh organisasi Islam modern Muhammadiyah. Bahkan Hamka bisa disebut sebagai tokoh utama
berdirinya organisasi itu di wilayah Sumatera Barat.
4
2. Pendidikan Hamka
Menurut Samsul Nizar, sejak kecil Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-
Qur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun, ia dibawa ayahnya ke Padangpanjang. Pada usia 7 tahun, ia kemudian
dimasukkan ke sekolah desa dan mengenyam pendidikan di sana selama 3 tahun lamanya. Ia juga memiliki hobi menonton film yang kemudian banyak
memberinya inspirasi untuk mengarang.
5
Pendidikan formal yang dilaluinya sangat sederhana. Mulai tahun 1916 sampai 1923, ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniyah School di
Padangpanjang, serta Sumatera Thawalib di Padangpanjang dan di Parabek. Walaupun pernah duduk di kelas VII, akan tetapi ia tidak memiliki ijazah.
Guru-gurunya pada waktu itu antara lain; Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid Hakim, Sutan Marajo, dan Syeikh Zainuddin
Labay el-Yunusiy.
3
Abdul Rouf, Tafsir Al Azhar: Dimensi Tasawuf HAMKA, Selangor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013, Cet. I, h. 19
4
Floriberta Aning S, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20, Jakarta: Pt. Buku Kita, Cet. III,
2007, h. 81
5
Samsul Nizar, op. cit., h. 25-26