aAnalisis Kelayakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak dalam Menggambarkan Pemenuhan Kebutuhan Hidup Pkerja/Buruh di PT Aspex Kumbong

ANALISIS KELAYAKAN KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP
LAYAK DALAM MENGGAMBARKAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN HIDUP PEKERJA/BURUH DI PT ASPEX
KUMBONG

AI SA’ADAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ABSTRAK
AI SA’ADAH. Analisis Kelayakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak dalam
Menggambarkan Pemenuhan Kebutuhan Hidup Pekerja/Buruh di PT Aspex Kumbong.
Di bawah bimbingan ABDUL BASITH dan ERLIN TRISYULIANTI.
Industri pulp dan kertas memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan.
PT Aspex Kumbong merupakan salah satu perusahaan yang berada pada industri
ini. Dalam mendukung hal tersebut, PT Aspex Kumbong sedang mengkaji
berbagai permasalahan yang dikeluhkan, salah satunya mengenai kompensasi,

khususnya komponen kebutuhan hidup layak. Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
menganalisis sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong, (2) menganalisis
kelayakan upah yang diterima dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh di
PT Aspex Kumbong, dan (3) menganalisis kelayakan komponen pembentuk upah
minimum dalam menggambarkan standar kehidupan layak pekerja/buruh di PT
Aspek Kumbong. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang
disebar kepada 90 responden. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
dan tabulasi silang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan tabulasi silang,
sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong didasarkan pada jumlah jam kerja
pekerja, serta 52.2% responden yang mendapatkan upah lebih dari upah nominal
kabupaten Bogor telah tercukupi kebutuhannya. Namun jumlah enam puluh
komponen kebutuhan hidup layak hanya menggambarkan 85.71% dari jumlah
kebutuhan yang dikonsumsi oleh para pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong.
Kata kunci: upah, kebutuhan hidup layak, analisis deskriptif

ABSTRACT
AI SA’ADAH. Feasibility Analysis of Components in The Living Needs
Labour Describes Life Fulfillment Labour of PT Aspex Kumbong. Supervised by
ABDUL BASITH dan ERLIN TRISYULIANTI.
Pulp and paper industry have a good prospek. PT Aspex Kumbong is one of

that industry. supporting that, PT Aspex Kumbong is reviewing the complaint
issues, one about compensation, particularly components for decent living. The
purpose of this study is (1) analyze the wage system in PT Aspex Kumbong, (2) to
analyze the feasibility of wages earned in subsistence workers PT Aspex
Kumbong, and (3) to analyze the feasibility of forming part of the minimum wage
in describing the standard of living decent workers PT Aspex Kumbong. Methods
of data collection using questionnaires distributed to 90 respondents. The analysis
used is descriptive analysis and cross-tabulation. Based on the results of the
descriptive analysis and cross tabulation, wage systems in PT Aspex Kumbong
based on the number of working hours of workers, as well as 52.2 % of
respondents who earn more than the nominal wage Bogor district has fulfilled its
needs. But the number sixty predetermined components only describe 85.71% of
the amount consumed by the needs of the labourers in PT Aspex Kumbong.
Keyword: wages, decent living, descriptive analysis

ANALISIS KELAYAKAN KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP
LAYAK DALAM MENGGAMBARKAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN HIDUP PEKERJA/BURUH DI PT ASPEX
KUMBONG


AI SA’ADAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Analisis
Hubungan Upah Minimum Regional terhadap Pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak
Pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong.


Pertama, ucapan terima kasih penulis haturkan teruntuk Ibunda dan
Ayahanda tercinta Ibu Yoyoh Nurhayati dan Bapak Arom Mahrom atas jasa dan
kasih sayangnya yang tulus. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.
Abdul Basith MS dan Ibu Erlin Trisyulianti STP, M.Si selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Basoni,
Bapak Komarinda, Bapak Didin Cahyadi serta pekerja/buruh PT Aspex Kumbong
yang telah mengarahkan dan membantu selama proses pengambilan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mira,Opih, Anwar, Tasya,
Hasna, Eva, Yani, Yeni serta teman-teman yang selama ini menudukung dan
turut serta berperan dalam proses penyusunan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

Ai Sa’adah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

9


Kerangka Pemikiran

9

Metode Pengumpulan Data

10

Metode Pengolahan Data

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Profil Perusahaan

12


Sejarah dan Lokasi PT Aspex Kumbong
12
Struktur Organisasi
13
Fasilitas Pekerja/Buruh
13
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
13
Karakteristik Responden
14
Sistem Pengupahan di PT Aspex Kumbong
16
Analisis Hubungan Upah dengan Pemenuhan Kebutuhan Pekerja/Buruh di PT
Aspex Kumbong
17
Analisis Kelayakan Komponen Kebuthan Hidup Layak Pekerja/Buruh
18
Implikasi Manajerial
23

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26


RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

16.
17.
18.

Perbandingan komponen KHL pekerja/buruh 2006 dan 2012
Hasil uji reliabilitas
Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Persentase karakteristik responden berdasarkan usia
Persentase karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Persentase karakteristik responden berdasarkan lama bekerja
Persentase karakteristik responden berdasarkan status pernikahan
Upah di PT Aspex Kumbong
Crosstabulation upah dan lama bekerja
Crostabulation upah dan pemenuhan kebutuhan
Frekuensi pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman
Frekuensi pemenuhan kebutuhan sandang
Frekuensi pemenuhan kebutuhan kesehatan
Frekuensi pemenuhan kebutuhan rumah dan perlengkapannya
Frekuensi pemenuhan kebutuhan rekreasi dan tabungan
Frekuensi pemenuhan kebutuhan pendidikan
Frekuensi pemenuhan kebutuhan transportasi
Persepsi pekerja/buruh tentang kelayakan 60 komponen KHL

2
14
15
15
16
16
16
17
17
18
19
19
20
20
21
21
22
22

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran konseptual

11

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner
25
2. Komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenakertrans no. 13 tahun
2012
29
3.Komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenaker Per-17/
Men/2005
33
4. Hasil uji validitas
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pulp dan kertas memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan.
Artikel bisnis.com menyebutkan bahwa nilai ekspor produk pulp dan kertas
Indonesia sepanjang kuartal I/2013 mencapai US$561.97 juta. Nilai tersebut
mengalami kenaikan sebesar 2.02% dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
meskipun harga kertas dunia mengalami fluktuasi akibat krisis ekonomi di Eropa.
Selanjutnya, pada akhir tahun 20131 volume ekspor pulp mencapai 3.1 juta ton
dan kertas sebanyak 4,2 juta ton. Adanya peningkatan volume ekspor,
dikarenakan kebutuhan terhadap pulp dan kertas mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 2,1% pertahun dengan rincian 4,1% untuk kebutuhan negara berkembang
dan 0,5% kebutuhan negara maju. Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI)
menambahkan bahwa diperkirakan kebutuhan kertas pada tahun 2020 akan
mencapai 490 juta ton (naik 24,3%) dibandingkan kebutuhan pada tahun 2013
yakni sebesar 394 juta ton. Hal tersebut tentunya akan menguntungkan bagi para
pelaku yang bergerak di industri pulp dan kertas, terlebih saat ini hanya negara
Indonesia2 dan beberapa negara Amerika Latin yang mampu memproduksi pulp
dan kertas.
Selaras dengan data tersebut, terlebih dahulu Peraturan Presiden No. 28
tahun 2008 tentang kebijakan Industri Nasional menyebutkan bahwa industri pulp
dan kertas termasuk ke dalam industri andalan masa depan3 untuk visi “bangun
industri nasional” tahun 2025. Dalam mewujudkan visi dan peluang tersebut,
maka perlu ditunjang oleh kinerja yang baik dari para pekerja/buruhnya.
PT Aspex Kumbong sudah lebih dari 30 tahun berada dalam industri pulp
dan kertas. PT Aspex Kumbong memproduksi newsprint dengan bahan baku
berasal dari limbah kertas. PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan patungan
antara perusahaan korea dan PT aspex Paper Indonesia di bawah naungan grup
Korindo. Namun, dari sistem manajerial, PT Aspex Kumbong lebih mengacu
kepada perusahaan Korea, termasuk sistem kompensasi. Perusahaan Aspex
Kumbong sendiri lebih mengukur kinerja pekerja berdasarkan hasil, maksudnya
hasil yang memuaskan akan diberi imbalan gaji yang tinggi. Tetapi tim manajerial
kurang memperhatikan serta aturan yang dibuat tidak terlalu jelas dan terdapat
aturan tersendiri di lapangan. Kondisi tersebut menimbulkan banyak keluhan dari
para pekerja yang diadukan kepada serikat kerja bukan kepada tim manajerial. Hal
tersebut dilakukan oleh para pekerja karena perusahaan Aspex dalam
menyelesaikan persoalannya tidak sesuai dengan regulasi undang-undang.
Banyaknya keluhan yang diadukan menjadikan serikat kerja memiliki
bairgaining position yang kuat di PT Aspex Kumbong, sehingga timbullah
tindakan-tindakan pelanggaran sebagai aksi protes dari para pekerja karena
tuntutannya tidak terpenuhi. Namun saat ini, PT Aspex Kumbong sedang
melakukan perbaikan dari sistem manajerial salah satunya dalam penyampaian
kontan.co.id “Kapasitas Produksi Meningkat di Tahun 2017 edisi Kamis 23 Januari 2014
www.kemendagri.go.id/pojokmedia/19 april 2013
3 Industri pulp dan kertas termasuk ke dalam indutri agro yang dijadikan salah satu industri andalan masa
depan PerPres no. 28 tahun 2008 poin 3
1
2

2
kaluhan dari para pekerja. Tim manajerial mengharapkan penyampaian keluhan
langsung disampaikan kepada atasan atau sesuai mekanisme yang telah diatur
dalam undang-undang, sedangkan serikat kerja berfungsi sebagai mediator. Oleh
karena itu, manajerial PT Aspex Kumbong melakukan kajian terhadap
permasalahan-permasalahan yang dikeluhkan oleh para pekerja. Salah satunya
permasalahan terkait perubahan jumlah komponen kebutuhan hidup layak (KHL)
yang terdapat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 perbandingan komponen KHL 2006 dan 2012
Komponen Kebutuhan Hidup Layak
Pekerja/buruh Tahun 2006 (Permenaker
No. 17/Men/2005)
Makanan dan minuman ( 11)
Sandang (9)
Perumahan (19)
Pendidikan (1)
Kesehatan (3)
Transportasi (1)
Rekreasi dan tabungan (2)

Komponen Kebutuhan Hidup Layak
Pekerja/buruh Tahun 2012
(Permenakertrans No. 13 tahun 2012)
Makanan dan minuman (11)
Sandang (13)
Perumahan (26)
Pendidikan (2)
Kesehatan (5)
Transportasi (1)
Rekreasi dan tabungan (2)

Sumber: Permenaker no. 17/ Men/2005 dan Permenakertrans no. 13 tahun 2012
Pada Tabel 1.1 dapat terlihat bahwa perubahan dari tahun 2005 ke tahun 2012 ada
14 komponen yang ditambahkan. Perhitungan nilai dari komponen-komponen
tersebut dijadikan acuan untuk besarnya nilai upah minimum. Upah minimum itu
sendiri dijadikan acuan sebagai penentu besarnya upah yang akan diberikan oleh
PT Aspex Kumbong.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong?
2. Sejauh mana upah yang diterima dapat mencukupi kebutuhan hidup
pekerja/buruh PT Aspex Kumbong?
3. Sejauh mana komponen pembentuk upah minimum dapat menggambarkan
standar kehidupan layak pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong;
2. Menganalisis kelayakan upah yang diterima dalam memenuhi kebutuhan
hidup pekerja/buruh PT Aspex Kumbong;
3. Menganalisis kelayakan komponen pembentuk upah minimum dalam
menggambarkan standar kehidupan layak karywan di PT Aspex
Kumbong.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Memberikan tambahan wawasan bagi penulis di bidang sumber daya
manusia khususnya komponen kebutuhan hidup layak yang

3
menggambarkan terpenuhinya kesejahteraan pekerja/buruh di PT Aspex
Kumbong;
2. Menjadi bahan pertimbagan bagi perusahaan dan pemerintah dalam
menetapkan kebijakan upah minimum;
3. Memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan dan menjadi bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan terhadap analisis kelayakan komponen kebutuhan
hidup layak sebagai gambaran tingkat pemenuhan kebutuhan pekerja/buruh, serta
menganalisis kelayakan komponen tersebut yang dijadikan acuan dalam
menetapkan upah minimum. Penelitian dilakukan di PT Aspex Kumbong.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah besarnya upah yang
diberikan dan variabel tingkat kebutuhan pekerja/buruh yang tercermin dalam
komponen kebutuhan hidup layak.

TINJAUAN PUSTAKA
Upah Minimum
Pekerja/buruh yang bekerja di sebuah perusahaan tidak secara sukarela
ingin bekerja di suatu perusahaan. Tentunya mereka akan memiliki motivasi
mengapa mereka memilih bekerja di perusahaann tertentu. Namun, salah satu
motivasi utamanya adalah mendapatkan upah yang tinggi. Besarnya upah,
didasarkan pada besarnya upah di suatu wilayah atau sering disebut sebagai upah
minimum. Berikut ini dipaparkan mengenai upah minimum.
Regulasi pengupahan
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada para pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pengertian
tersebut sesuai pada pasal l ayat 30 UU no 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
Penetapan upah minimum di banyak negara tidak terlepas dari kebijakan
International Labour Organization (ILO) yang tercermin dalam sejumlah
konvensi dan rekomendasi ILO. Salah satu konvensi yang penting adalah
konvensi ILO no. 131 yang secara khusus mengatur upah minimum di negaranegara berkembang. Konvensi tersebut direfleksikan di Indonesia pada
Permenaker no. 17 tahun 2005 (direvisi dalam Permenakertrans no 13 tahun
2012). Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa dalam menetapkan upah minimum,
Gubernur perlu mempertimbangkan 5 faktor, diantaranya:

4
1. Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperoleh dan ditetapkan
berdasarkan hasil survei;
2. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode
yang sama;
3. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB);
4. Kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan
jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama;
5. Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marjinal) yang ditunjukkan oleh
perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada
periode tertentu.
Regulasi terkait mekanisme penetapan upah diatur dalam UU no 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan dengan sistematika sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Penetapan upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (pasal 88)
Penetapan upah melalui kesepakatan/ perundingan kolektif (pasal 91)
Penetapan struktur dan skala upah (pasal 92 ayat 1)
Peninjauan upah secara berkala (pasal 92 ayat 2)

Pembahasan lebih merincikan mekanisme penetapan upah pada poin pertama,
yaitu penetapan upah dengan sistematika penetapan upah minimum di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan pelaksanaan terkait upah minimum diatur
dalam Pemenaker no. 01 tahun 1999 tentang upah minimum, Kepmenaketrans
no. 226/ MEN/2000 tentang perubahan beberapa pasal dalam Permenaketrans no.
01 tahun 1999. Dalam peraturan ini, upah minimum adalah upah bulanan terendah
yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap, pada pasal 13 ayat 2
Kepmenaketrans no. 226/MEN/2000 menyebutkan bahwa hal tersebut berlaku
bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
Sekalipun sudah lama diterapkan, secara normatif kebijakan upah minimum
resmi berlaku sejak keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Per05/Men/1989 tentang upah minimum. Pasal 1 menyebutkan upah minimum
adalah upah pokok terendah belum termasuk tunjangan-tunjangan yang diberikan
kepada pekerja. Pasal 2 dan pasal 3 menjelaskan tentang peninjauan atas besaran
upah minimum yang harus diadakan paling lambat dalam waktu dua tahun.
Penetapan upah minimum didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kebutuhan fisik minimum
Indek harga konsumen
Perluasn kesempatan kerja
Upah pada umumny yag berlaku secara regional
Kelangsungan dan perkembangan perusahaan
Tingkat perkembangan dan perekonomian regional atau nasional.
Ketentuan upah minimum ini kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja no. Per-01/Men/1990. Peraturan tersebut menerangkan bahwa upah
minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap dengan ketentuan
upah pokok serendah-rendahnya 75% dari upah minimum.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, komponen KFM
dirasakan sudah tidak sesuai, sehingga ada kajian baru yag menghasilkan istilah

5
komponen Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang ditetapkan melalui Peraturan
Menteri Tenaga Kerja no. 81 tahun 1995. Berdasarkan Keputusan Menteri
tersebut, komponen KHM terdiri dari:
1.
2.
3.
4.

Makanan dan minimum
Perumahan dan fasilitas
Sandang
Aneka kebutuhan.
Perubahan komponen menjadi KHM diselaraskan dengan munculnya
ketentuan upah minimum Permenaker no. 03 tahun 1997 tentang upah minimum
regional yang hanya berlaku selama dua tahun dan diganti dengan Permenaker
no.01 tahun 1999 tentang upah minimum. Dalam peraturan ini, upah minimum
adalah upah bulanan terendah termasuk tunjangan tetap. Upah minimum terdiri
dari UMR tingkat I, UMR tingkat II, UMSR tingkat I, UMSR tingkat II. UMR
tingkat I dan UMR tingkat II ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan;
Indeks Harga Konsumen (IHK); kemampuan perkembangan dan kelangsungan
perusahaan; upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar
daerah; tingkat perkembagan perekonomian dan pendaatan per kapita. Sedangkan
UMSR tngkat I dan UMSR tingkat II ditetapkan berdasarkan faktor pertimbangan
sebelumnya ditambah dengan kemampuan perusahaan secara sektoral.
Peraturan menteri ini kemudian diperbaiki melalui Kepmakentrans no. Kep226/Men/2000 tentang perubahan pasal peraturan-peraturan Menteri Tenaga Kerja
Per-01/Men/1999 tentang upah minimum, diantaranya tentang perubahan
beberapa istilah, yaitu:

1. Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR tk. I) diubah menjadi Upah
Minimum Provinsi (UMP)
2. Upah Minimum Regional tingkat II (UMR tk. II) diubah menjadi Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
3. Upah Minimum Sektoral Regional tingkat I (UMR tk.I) diubah menjadi Upah
Minimum Sektoral Provinsi (UMP Provinsi)
4. Upah Minimum Sektoral Regional tingkat II (UMR tk.II) diubah menjadi Upah
Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota).
UMP dan UMK ditetepkan oleh Gubernur berdasarkan usulan dari Komisi
Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah
(Dewan Pengupahan Provinsi atau Kab/Kota) dengan mempertimbangkan
kebutuhan hidup pekerja, indeks harga konsumen, pertumbuhan ekonomi, kondisi
pasar kerja, serta usulan besaran upah yang disampaikan (hasil survey kebutuhan
hidup seorang pekerja lajang). Gubernur juga dapat menentukan besarnya Upah
Minimum Sektoral (UMS) yang didasarkan4 pada kesepakatan antara organisasi
perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh (pasal 8 ayat 1 dan pasal 4 ayat 3
Kepmenaketrans No. 226/MEN/2000).
Pengkajian kesesuaian peraturan dengan kebutuhan pekerja/buruh dan
perusahaan tetap dilakukan. Sejak tahun 2006 penetapan upah minimum
didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL) seorang pekerja lajang. Komponen
kebutuhan layak tersebut diatur dalam Permenaker no. Per-17/Men/2005 tentang
komponen dan tingkatan kebutuhan hidup layak. Komponen kebutuhan hidup
4

rincian komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenaker no. Per-17/Men/2005 terdapat pada lampiran

6
layak terdiri dari 7 kelompok kebutuhan, yaitu: makanan dan minuman (11 item);
sandang (9 item); perumahan (19 item); pendidikan (1 item); kesehatan (3 item);
transportasi (1 item); rekreasi dan tabungan (2 item).
Dinamisasi terus dilaksanakan untuk memperbaiki upah minimum, maka
dikeluarkan peraturan baru yaitu Permenaketrans no. 13 tahun 2012 tentang
komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak yang
menambahkan komponen kebutuhan hidup layak menjadi 60 item5.
Teori tentang Kebutuhan
Manusia sebagai individu perlu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya agar
dapat mempertahankan diri dan melakukan berbagai aktivitas. Berbagai jenis
kebutuhan perlu dipenuhi oleh manusia, banyak teori yang mengemukakan
tentang jenis-jenis kebutuhan, diantaranya teori yang dikemukan oleh Abraham
Malsow. Pada tahun 40an Maslow mengemukakan teori yang sekarang dikenal
sebagai “hierarki kebutuhan” yang terdiri dari:
1. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang paling dasar (pokok) berkaitan
dengan status manusia sebagai insan ekonomi. Siagian (2004) menyebutkan
bahwa meningkatnya kemampuan seseorang untuk memuaskan kebutuhan
cenderung menggeserkan pendekatan pemuasan yang sifatnya kuantitaif
menjadi kualitatif.
2. Kebutuhan keamanan yaitu kebutuhan merasa aman baik secara fisik maupun
piskologis seperti perlakuan adil dalam pekerjaaan.
3. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi manusia sebagai
makhluk sosial seperti pengakuan dan penghargaan dari kelompok masyarakat
atau lingkungannya.
4. Kebutuhan esteem yaitu kebutuhan untuk diakui atas status dan identitas yang
dimiliki oleh orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk dapat mengembangkan
potensi yang dimilki oleh individu.
Maslow menyusun kelima kebutuhan tersebut menjadi tingkatan kebutuhan
yang terurut. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai
kebutuhan tingkat bawah (lower-oredr needs); kebutuhan sosial, penghargaan,
dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs).
Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut sesuai dasar pemikiran bahwa
kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang),
sementara kebutuhan tingkat rendah secara eksternal (hal-hal seperti imbalan
kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan) (Nugroho, Hasanudin dan Nurdin
Brasit 2013). Siagian (2004) menyebutkan persentase pemenuhan kebutuhan
Maslow ialah sebagai berikut: fisiologis 85%; keamanan 70%; dicintai dan
mencitai 50%; self esteem 40%; aktualisasi Diri 10%.
Berbeda dengan teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow,
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012,
Pemerintah menetapkan standar kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh. Jenisjenis kebutuhan tersebut didasarkan pada beberapa komponen, yaitu:makanan dan
minuman (11 item); sandang (13 item); perumahan (26 item); pendidikan (2 item);
5

rincian komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenakertrans no. 13 tahun 2012 terdapat pada
lampiran

7
kesehatan (5 item); trasnportasi (1 item); rekreasi dan tabungan (2 item). Jika
dikaitkan dengan teori Malsow tersebut, komponen kebutuhan hidup layak
pekerja/buruh yang ditetapkan dalam PeraturanMenteri Tenaga Kerja no. 13 tahun
2012 hanya menenuhi kebutuhan yang bersifat fisiologis. Hal itu karena
komponen komponen tersebut menjadi dasar dalam menetapkan besaran upah
minimum.
Penelitian Terdahulu
Yuniarti (1999), dalam penelitiannya yang berjudul “hubungan kebijakan
upah minimum regional dengan tingkat kebutuhan dasar pekerja dan produktivitas
perusahaan: sebuah kasus perusahaan sepatu bata” mendeskripsikan dua asumsi
yang menyatakan bahwa dampak kebijakan UMR tersebut mengurangi margin
laba perusahaan Bata. Pihak perusahaan menanggapi kebijakan UMR secara
positif, dalam arti bahwa UMR dijadikan pedoman untuk menetapkan besarnya
upah yang diberikan juga disesuaikan dengan kebijakan perusahaan sehingga
dapat memicu produktivitas kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas perusahaan. Dampak kebijakan upah minimum regional terhadap
tingkat kebutuhan dasar ekerja dan produktivitas perusahaan mempunyai dampak
yang membangun (positif). Dalam arti bahwa implementasi kebijakan upah
minimum regional di perusahaan Sepatu Bata dapat memacu semangat kerja dari
para pekerjanya sehingga dapat mewujudkan sinergi kerja yang baik. Pernyataan
tersebut didukung berdasarkan data persepsi kebutuuhan pekerja akan sandang,
pangan ternyata cukup baik (57%). Kemudian dari situasi kerja banyak yang
menyatakan cukup menyenangkan (70%) dan dilihat dari kesejahteraan pekerja
ternyata cukup baik (80%).
Carpio et al (2014) dalam penelitiannya, minimum wage, does it improve
welfare in Thailand menyatakan bahwa upah minimum di negara-negara
berkembang sering dijadikan alat fundamental dalam menduga kenaikan pasar
kerja. Namun, hal tersebut tidak selalu efektif untuk beberapa alasan. Seperti yang
diketahui, upah minum memiliki efek yang berbeda terhadap para pekerja yang
kurang produktif, usia muda, lebih tua, dan kurang berpendidikan. Terlebih lagi,
efek-efek tersebut memperburuk keadaan di negara berkembang, sedangkan
sebagian besar buruh, bekerja di sektor informal yang tidak dilindungi oleh
peraturan upah minimum. Namun, diharapkan perusahaan formal yang terdaftar
dapat memberikan kekuatan yang besar terhadap peraturan upah minimum yang
dijadikan sebagai asosiasi hasil pertimbangan yang panjang. Oleh karena itu,
prinsip yang belum jelas mengenai Undang-Undang Upah Minimum belum dapat
dijadikan alat yang benar untuk mengurangi perbedaan pada tingkat kemiskinan.
Paper ini menjelaskan tentang upah minimum yang mempengaruhi terhadap
variabel pasar tenaga kerja dan tingkat konsumsi perkapita selama beberapa
dekade terkahir ini di Thailand. Nilai elastisitasnya diestimasikan rentang 0.25-0.5
yang bergantung pada beberapa analisis dan rata-rata elastisitas populasi
keseluruhan pekerja di sektor formal sebesar 0.36. Penelitian ini tidak menemukan
bukti bahwa kenaikan upah minimum terjadi pada para pekerja di sektor non
formal. Meskipun demikian, ada bebarapa efek negatif upah minimum yaitu
adanya kemungkinan kecil perusahaan mengurangi jumlaah pekerja/buruh,
khususnya wanita dan usia lebih tua. Pada level agregat, upah minimum yang
menggambarkan upah aktual melebihi besarnya kompensasi para pekerja. Penulis

8
menduga, selama evaluasi pekerja mencapai upah nol, maka upah minimum
aktual akan meningkat 10% yang dihasilkan pada keniakan 2.6% saat upah
dibayarkan. Bagaimanapun, keuntungan-keuntugan ini tidak terdistribusi secara
seragam terhadap populasi. Para pekerja yang berada pada level softskill
menengah ke atas merasakan paling banyak manfaat dari kenaikan upah
minuimum. Faktanya, kenaikan upah minimum tidak merata pada level distrbusi
menengah dan estimasi yang belum selesai pada cakupan upah minimum terhadap
penurunan tingkat kemiskinan di Thailand.
Muller dan Steiner (2013) dalam penelitiannya yang berjudul wage in a
walfare state the case of Germany telah melakukan analisis efek kebijakan upah
minimum terhadap distribusi pendapatan di Jerman yang didasarkan pada data
basis individu dan level rumah tangga dari Socio Economy Panel (SOEP) Jerman.
Perubahan estimasi upah ketenagakerjaan dan efek harga disimulasikan ke dalam
model simulasi mikro. Model ini memperhitungkan interaksi-interaksi kompleks
antara tingkat upah individu, sistem pajak dan pendapatan bersih rumah tangga,
ketenagakerjaan level kedua dan efek harga yang diakibatkan oleh upah
minimum. Beberapa simulasi digabungkan berdasarkan kebijakan tingkat upah
minimum. Hasil simulasi menunjukan bahwa upah minimum yang tidak terlalu
rendah mengalami kenaikan substansial di bawah distribusi upah perjam, namun
hal tersebut hanya berdampak kecil terhadap level pendapatan bersih rumah
tangga. Penelitian ini dapat dijelaskan pada rata-rata substitusi uji coba dan
pergerakan pajak pendapatan. Upah minimum menjadi kurang efektif saat terjadi
keberagaman penurunan pendapatan dan saat efek negatif ketenagakerjaan
diperhitungkan. Hal ini diilustrasikan berdasarkan rendahnya keberagaman
penggabungan pendapatan hasil simulasi bukan hasil perhitungan efek negatif
ketenagakerjaan dari upah minimum. Efek kecil redistribusi lambat laun akan
hilang ketika harga dilibatkan dalam perhitungan konsumsi. Pada kasus ini,
peningkatan keberagaman pendapatan tergantung pada indikasi upah minimum
dalam perbedaan tingkat pengukuran. Upah minimum juga menjadi target yang
baik pada tingkat pendapatan yang rendah dan hanya berdampak kecil terhadap
keberagaman pendapatan. Oleh karena itu, upah minimum tidak bisa dijadikan
sebagai instrumen kebijakan redistribusi pendapatan pada tingkat kesejahteraan
nasional di Jerman. Meskipun demikian, hasil simulasi telah didasarkan melalui
beberapa asumsi kritis tetapi tidak termasuk ke dalam perhitungan effect
equilibrium. Keterbatasan-keterbatasan tidak berakibat fatal terhadap kesimpulan
utama karena keragaman mekanisme telah dianalisis pada penelitian ini (sistem
transfer dan pajak, posisi upah minimum pada distribusi pendapatn efek harga dan
ketenagakerjaan), serta pengarahan yang sama dan mengurangi efisiensi
redistribusi upah minimum.

9

METODE

Kerangka Pemikiran
Upah minimum merupakan upah pokok terendah yang harus dibayarkan
oleh perusahaan kepada pekerja/buruhnya sesuai dengan kebutuhan hidup layak
(Pernaker Per-No. 17/MEN/2005). UU no. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, menetapakan kebutuhan hidup layak (KHL) dalam penentuan
besarnya Upah Minimum. Selanjutnya, lebih mendalam diatur dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan
Kebutuhan Hidup Layak pekerja/buruh. Setelah dianalisis melalui dua variabel
tersebut (upah minimum dan kebutuhan hidup layak), maka akan diketahui sejauh
mana komponen kebutuhan hidup layak dapat mendeskripsikan jenis kebutuhan
yang dikonsumsi dan layak diperhitungkan dalam menentukan besarnya upah
minimum (lihat pada gambar 1).
Kesejahteraan Pekerja/buruh PT
ASPEX KUMBONG
Kompensasi (Upah)

Kebutuhan Hidup Layak menurut
Permenaketrans no. 13 tahun 2012
1. Makanan dan Minuman
2. Sandang
3. Rumah dan perlengkapannya
4. Pendidikan
5. Kesehatan
6. Transportasi
7. Rekreasi dan Tabungan

Upah Minimum
Kabupaten Bogor

Analisis Deskriptif
( Frekuensi dan
Crosstabulation)

Rekomendasi dan upaya
antisipasi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual

10
Berdasarkan gambar 1, setelah mendapatkan hasil dari analisis deskriptif
komponen-komponen kebutuhan hidup layak, maka hasil tersebut akan menjadi
masukan untuk PT Aspex Kumbong agar perusahaan menjadi lebih baik.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Aspex Kumbong yang berlokasi di Jalan
Narogong km.26 Desa Dayeuh Kec. Cileungsi Kabupaten Bogor. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan 2011). Metode
pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini terbagi ke
dalam dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui penyebaran kuisioner (angket) kepada pekerja/buruh di PT Aspex
Kumbong. Angket6yang telah dibuat dan disusun dalam bentuk pertanyaan dan
pelaksanaan observasi. Angket yang digunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi angket terbuka, yaitu angket yang bertujuan untuk memberikan
kebebasan kepada responden untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, serta
angket tertutup, yaitu angket yang berisi pertanyaan yang telah disediakan pilihan
jawaban. Data sekunder yang digunakan berupa literatur-literatur ataupun sumber
informasi lain yang dapat menunjang seperti data perusahaan, data statistik yang
diperlukan dalam penelitian.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi yang terdapat dalam penelitian ini adalah populasi pekerja/buruh
yang memiliki jabatan di bawah mandor. Penentuan jumlah sampel yang akan
dijadikan sebagai responden dihitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut
............................................................................................ (1)
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e= Margin of error yaitu persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Pada penelitian ini tingkat error
yang digunakan adalah 10%.
Jumlah pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong 975 orang, dengan nilai alpha 10%,
maka didapat jumlah responden sebanyak 90 orang.
Metode Pengolahan Data
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada penelitian ini digunakan software SPSS 16 for Windows untuk melakukan
pengolahan dan analisis data secara keseluruhan.
6

Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang yang bersedia menjadi responden tanpa
mearas khawatir akan ketidaksesuaian jawaban yang diberikan.

11
Uji Validitas
Validitas suatu penelitian akan bergantung pada validitas dari instrumen alat
penelitiannya. Suatu instrumen dapat dinyatakan valid apabila instrumen mampu
mengukur yang seharusnya diukur. Pengertian valid pun dapat dilihat dari dua
sisi. Pertama, konten dari instrumen yang diajukan dapat mengukur yang
seharusnya diukur (logical validity). Kedua, validitas yang telah diukur dapat
dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain (empirical logical). Teknik
pengujian uji validitas yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi
Bivariate Pearson. Analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masingmasing skor item dengan skor total. Skor total yang dimaksud adalah penjumlahan
dari keseluruhan item. Rumus korelasi item total dengan Bivariate Pearson dapat
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

.................................... (2)
Keterangan :
rix = Koefisien korelasi item – total (bivariate pearson)
i = Skor item
x = Skor total
n = Banyaknya Subjek
Pertanyaan akan dinyatakan valid apabila r hitung r Tabel pada selang 95%
dengan nilai 0.361 dan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Jika r hitung ≥ r
Tabel (sig 0.05) maka instrumen atau item –item pertanyaan berkorelasi signifikan
terhadap skor total dinyatakan valid. Begitu pula sebaliknya jika r hitung ≤ r Tabel
(sig 0.05) maka instrumen atau item – item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan
terhadap skor total dinyatakan tidak valid (Suwarno 2009).
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan alat pengukur yang
digunakan dapat dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang kepada
responden yang berbeda. Metode yang digunakan adalah metode Alpha
(Cronbach’s). Uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha (Cronbach’s)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
............................................................................. (3)
Keterangan:
r11= Reliabilitas instrumen
k= Banyaknya butir pertanyaan
= Jumlah variasi butir
= Variasi total
Instrumen dapat dikatakan reliabel apabila nilai alpha lebih besar dari r kritis
product moment pada taraf signifikansi 0.05. Untuk hasil uji reliabilitas kurang
dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan hasil 0.7 dapat diterima dan hasil diatas
0.8 adalah kuat (Suwarno 2009).

12
Analisis Deskriptif
Menurut Santoso (2003), analisis deskriptif lebih berhubungan dengan
pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut.
Dalam analisis deskriptif, secara spesifik akan digunakan analisis frekuensi,
crostabulation, analisis chi-square. Software menggunakan SPSS for windows
versi 16.0.
1. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi membahas beberapa penjabaran ukuran statistik deskriptif
seperti, frekuensi, mean, median, quartil, persentil, standar deviasi dan lainnya.
Analisis frekuensi digunakan untuk mengkelompokan responden berdasarkan
beberapa karakteristik serta mengetahui secara mendetail persentase persepsi
responden.
2. Analisis Crosstab ( Chi-Square)
Santoso (2003) menyebutkan crosstab adalah sebuah Tabel silang yang terdiri
atas satu basris atau lebih dan satu kolom atau lebih. Fasilitas crosstab pada SPSS
hanya menampilkan kaitan antara dua atau lebih variabel, hingga menampilkan
hubungan antara kedua variabel tersebut. Penggunaan crosstab untuk
menganalisis data yang bersifat non-parametik (skala ordinal dan nominal). Alat
statistik yang digunakan dalam pada crosstab ialah chi-square yang digunakan
untuk menguji ada tidaknya hubungan antara baris dan kolom pada crosstab.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah dan Lokasi PT Aspex Kumbong
PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan patungan antara panwell
industrial Ltd. Perusahaan Korea yang beroperasi di Hongkong dengan PT Aspex
Paper Indonesia. PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan di bawah Holding
Company Korindo Group. PT Aspex Kumbong berdiri pada tahun 1983 dengan
izin akta notaris no. 299 tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 dan surat izin
tetap (SPT) BKPM No. 40/I/PMA/1983 tanggal 31 Desember 1983, diresmikan
oleh Presiden Soeharto di Leces pada tanggal 28 Desember 1983. Awal tahun
2000, berdasarkan persetujuan (marger) Kepala BKPM No. 1560/III/PMA/1999
tanggal 29 November 1999 dan Akta Notaris A. Partomuan Mohan, SH.,LLM No.
27 tanggal 25 Februari 2000, nama “PT Aspex Kumbong” telah disahkan oleh
Menteri Hukum dan Perundang-undangan No.C-7631HT.01.04.TH2000 pada
tanggal 31 Maret 2000.
PT Aspex Kumbong mengawali produksinya pada tahun 1995
menggunakan satu buah mesin kertas (Paper Machine-1) dengan kapistas
produksi mencapai 90.000/tahun. Paper Machine ini menggunakan panel kontrol
sistem semi digital dengan penambahan alat dan beberapa modifikasi. Tahun
1996, mulai memproduksi dengan penambahan mesin ketiga yang menggunakan
sistem difital DCS (Distributed Control System).

13
PT Aspex Kumbong berada di kawasan Cileungsi Industrial Park, tepatnya
berada di jalan Narogong km. 26 Desa Dayeuh, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. PT
Aspex Kumbong memiliki luas lahan 900000 m², digunakan 163176.84 m² untuk
luas bangunan. Letak geografis PT Aspex Kumbong dibatasi oleh sungai
Cileungsi di sebelah barat, sebelah timur berbatasan dengan pemukiman
penduduk serta terletak diantara ruas jalan Jonggol-Bekasi. Pemilihan Lokasi
perusahaan berdasarkan peraturan pemerintah pada lokalisasi industri di Bogor,
serta lokasi yang strategis memberikan kemudahan bagi PT Aspex Kumbong
untuk memperoleh sumberdaya yang mendukung kegiatan produksi.
Struktur Organisasi
Organisasi PT Aspex Kumbong terbagi menjadi beberapa sub-organisasi:
1. Presiden Direktur dan wakilnya membawahi 6 Direktur Pelaksana
2. Presiden Komisaris dan Komisaris Pelaksana sebagai pengawas kegiatan
organisasi
3. Sub organisasi lain, yaitu: Manajer (keuangan, logistik, HRD dan GA,
produksi, enginering, laboratorium), tenaga administrasi, keamanan, dan buruh
umum.
Posisi pada no 1 dan 2 diisi oleh orang Korea sementara posisi no. 3 diisi oleh
orang Indonesia.
Fasilitas Pekerja/buruh
PT Aspex Kumbong mengupayakan untuk dapat memenuhi kesejahteraan
para karyawannya. Fasilitas yang disediakan oleh PT Aspex diantaranya:
mushola; kantin; kamar mandi; tempat istirahat; lapangan olahraga; fasilitas
kesehatan (poliknik dan jamsostek); fasilitas keselamatan kerja (sepatu boot,
sarung tangan kulit, alat-alat yang safety, masker, helmet, mobil pemadam
kebakaran); organisasi SP-KEP (serikat pekerja yang mewakili semua anggotanya
yang bekera di PT Aspex Kumbong); koperasi yang melayani berbagai keperluan
pekerja/buruh, berdiri pada tahun 1990.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dengan instrumen kuesioner dinayatakan valid nilai korelasi r
hitung lebih besar dari nilai r tabel sebesar 0.361 pada taraf margin error 5%hasil
dari perhitungan uji validitas terhadap semua instrumen kuesioner menunjukkan
nilai r hitung > r tabel (0,361). Sehingga instrumen dapat menjalankan fungsi
ukurnya dengan memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran
tersebut (valid).
Uji reliabilitas dengan instrumen kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai
alpha cronbach lebih besar dari 0.60. Hasil akhir dari perhitungan uji reliabilitas
untuk semua instrumen kuesioner menunjukkan kuesioner reliabel, diperlihatkan
dengan nilai alpha cronbach di atas 0.60. Nilai alpha cronbach dapat dilihat pada
tebl 4.1

14
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel

Cronbach's Alpha

Upah minimum
Kebutuhan hidup layak

0.982
0.981

Sumber: data diolah (2014)
Pada tabel 4.1 dapat terlihat bahwa kedua variabel memiliki nilai alpha
cronbach lebih dari 0.60, sehingga kedua variabel bersifat reliabel artinya
pertanyaan tersebut dapat diandalkan ketika kuesioner kembali disebar kepada
responden yang berbeda, maka hasil yang didapat akan konsisten.
Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sample dalam penelitian ini berjumlah 90 orang,
berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin. Penjabaran
karakteristik responden dilakukan untuk mengetahui tipe responden yang menjadi
sample. Karakteristik responden penting untuk dikemukakan karena diasumsikan
bahwa perbedaan tanggapan setiap responden terhadap item-item pertanyaan yang
diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang masing-masing responden.
Jenis Kelamin
Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.2 berdasarkan jenis kelamin.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pekerja/buruh yang menjadi responden di
PT Aspex Kumbong didominasi oleh laki-laki dengan persentase sebanyak
76.67%, sementara pekerja perempuan yang menjadi responden di PT Aspex
Kumbong hanya 23.33% dari total responden.
Tabel 4.2 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Frekuensi
69
21
90

Persentase
76.67
23.33
100

Sumber: data diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 4.2, terdapat perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan
tersebut terjadi karena jenis pekerjaan di lapangan lebih banyak membutuhkan
pekerja laki-laki dibandingkan perempuan.
Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dikelompokan menjadi lulusan SMP, SMA,
Diploma dan lulusan S1. Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.4
berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 4.3 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Usia
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Diploma
S1
Total

Frekuensi
2
55
16
17
90

Persentase
2.22
61.11
17.78
18.89
100

Sumber: data diolah (2014)
Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik pendidikan responden di PT Aspex
Kumbong didominasi oleh lulusan SMA/sederajat sebanyak 61.11%. Hal tersebut

15
dikarenakan, PT Aspex Kumbong lebih banyak membutuhkan pekerja teknisi
khususnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan jurusan teknik.
Lama Bekerja
Berikut ini disajikan data responden pada Tabel 4.5 berdasarkan pada lama
bekerja di PT Aspex Kumbong. Data pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa
responden sebagian besar telah bekerja di PT Aspex kumbong lebih dari 15 tahun
dengan persentase sebesar 40%.
Tabel 4.4 Persentase Karakteristik Reponden berdasarkan Lama Bekerja
Usia
< 2 tahun
2-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
>15 tahun
Total

Frekuensi
7
7
17
23
36
90

Persentase
7.78
7.78
18.89
25.56
40
100

Sumber: data diolah (2014)
Masa kerja yang cukup lama (>15 tahun) dapat diasumsikan bahwa
pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong yang menjadi responden memiliki loyalitas
yang yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pekerja di PT Aspex
Kumbong telah diangkat sebagai pekerja tetap dan mereka merasa nyaman
bekerja di PT Aspex Kumbong.
Usia
Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.3 berdasarkan usia.
Berdasarkan hasil penelitian, usia pekerja/buruh yang menjadi responden di PT
Aspex Kumbong didominasi oleh responden yang memiliki usia rentang 31-40
tahun dengan persentase sebanyak 45.56%.
Tabel 4.5 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Usia
50 tahun
Total

Frekuensi
1
20
41
27
1
90

Persentase
1,11
22.22
45.56
30
1.11
100

Sumber: data diolah (2014)
Berdasarkan data pada Tabel 4.5, pekerja/buruh yang bekerja di PT Aspex
merupakan pekerja/buruh yang tergolong ke dalam usia produktif7 yaitu usia yang
masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Rentang usia yang mendominasi
dipengaruhi oleh loyalitas mereka yang sebagian besar telah bekerja lebih dari 15
tahun.

7

Usia produktif menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ialah rentang
usia 15-64 tahun.

16
Status Pernikahan
Berikut ini, disajikan data responden pada Tabel 4.6 berdasarkan pada
status pernikahan. Berdasarkan data yang diperoleh, pekerja di PT Aspex
Kumbong sebagaian besar berstatus menikah dengan presentase sebesar 86.67%.
Tabel 4.6 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Status Pernikahan
Usia
Menikah
Belum menikah
Total

Frekuensi
78
12
90

Persentase
86.67
13.33
100

Sumber: data diolah (2014)
Hasil yang terdapat pada tabel 4.6 menunjukan para pekerja PT Aspex Kumbong
sebagian besar telah berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah
tanggungan keluarga menjadi bertambah terlebih jika pekerja sudah memiliki
anak.
Sistem Pengupahan di PT Aspex Kumbong
Upah di PT Aspex Kumbong
Data pada Tabel 4.7 menunjukkan besaran upah yang diberikan di PT
Aspex Kumbong. Upah terkecil yang diberikan berkisar 500.000-1.000.000
sedangkan upah terbesar yang diberikan lebih dari 5.000.000.
Tabel 4.7 Upah di PT Apex Kumbong
Usia
500.000-1.000.00
>1.000.000-2.000.000
>2.000.000-3.000.000
>3.000.000-4.000.000
>4.000.000-5.000.000
>5.000.000
Total

Frekuensi
1
3
22
32
20
12
90

Persentase
1.11
3.33
24.44
35.56
22.22
13.33
100

Persentase Kumulatif
1.11
4.44
28.88
64.44
86.66
100

Sumber: data diolah (2014)
Pada Tabel, dapat terlihat bahwa sistem pengupahan PT Aspex Kumbong telah
sesuai peraturan pemerintah karena sebanyak 95.56% mendapatkan upah di atas
upah minimum kabupaten Bogor tahun 2013 (2.242.2408).
Hubungan Upah dan Lama Bekerja
Tabel 4.8 menunjukan hasil tabulasi silang antara upah dan lama bekerja
pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Dapat dilihat pada Tabel, bahwa tabulasi
silang antar baris dan kolom cukup beragam. Hasil tabulasi silang menunjukan
bahwa ada beberapa pekerja/buruh yang sudah bekerja dalam rentang waktu
yang sama tetapi upah yang diterima berbeda. Selain itu, ada beberapa
pekerja/buruh yang menerima upah yang lebih besar tetapi mereka bekerja tidak
cukup lama dibandingkan dengan yang lainnya.

8

Sumber: http://www.kotabogor.go.id

17
Tabel 4.8 Crosstabulation Lama Bekerja dan Upah
Lama
Bekerja
< 2tahun
2-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
>15 tahun
Total

5001000
0
0
0
0
1
1

Upah
>2000>30003000
4000
2
5
2
2
6
3
4
9
8
13
22
32

>10002000
1
0
0
1
1
3

>40005000
0
2
5
4
9
20

upah dalam ribuan
Total
>5000
0
1
3
5
3
12

8
7
17
23
35
90

Sumber: data diolah (2014)
Keberagaman hasil tabulasi islang tersebut menggambarkan bahwa sistem
pengupahan di PT Aspex Kumbong tidak didasarkan pada lamanya bekerja
seoarang pekerja/buruh, melainkan sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong
didasarkan pada jumlah jam kerja pekerja/buruh PT Aspex Kumbong.
Analisis Hubungan Upah dengan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan
Pekerja/Buruh di PT Aspex Kumbong
Analisis upah dengan pemenuhan kebutuhan hidup layak pekerja/buruh
menggunakan alat anslisis chi-square yang dapat diukur dengan melihat besaran
yaitu kendall’s tau-tab, Kendallas tau-c, gamma, Spearman Correlation. Setelah
data diolah, keempat besaran tersebut cukup jauh dibawah 1, yaitu 0,254; 0,310;
0,409; 0,279. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dikatakan korelasi antara
tingkat upah dengan pemenuhan kebutuhan cukup lemah. Selain itu, untuk
mengetehui adanya hubungan antara upah dan tingkat pemenuhan kebutuhan
pekerja/buruh dapat dilihat berdasarkan angka signifikansi. Angka signifikansi
yang diperoleh sebesar 0.008 berada di bawah nilai kepercayaan yang digunakan
sebesar 0.05. Sehingga, upah yang diterima dapat memprediksi tingkat
pemenuhan kebutuhan hidup layak karayawan PT Aspex Kumbong.
Tabel 4.9 Crosstabulation Upah dan Pemenuhan Kebutuhan

Pemenuhan
Kebutuhan

Terpenuhi

5001.000
1

Tidak
terpenuhi
Total

Upah
3.0014.000
15

upah dalam ribuan
Total
4.001>5.000
5.000
14
9
48

1.0012.000
0

2.0013.000
9

0

3

13

17

6

3

42

1

3

22

32

20

12

90

Sumber: data diolah (2014)
Upah minimum yang berlaku di kabupaten Bogor pada tahun 2013 sebesar
2.242.240. Pada Tabel 4.9 responden yang mendapatkan upah lebih dari upah
minimum kabupaten masih merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
(berjumlah 39 orang). Sementara responden yang menerima upah dalam jumlah
yang sama merasa kebutuhan hidup layaknya terpenuhi (47 orang). Berdasarkan
data tersebut, jumlah nominal upah minimum yang ditetapkan di kabupaten Bogor
telah dapat memenuhi kebutuhan hidup layak sebagian besar pekerja/buruh di PT
Aspex Kumbong. Sementara, bagi pekerja/buruh yang masih merasa belum

18
tercukupi kebutuhannya dengan upah yang diterima sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan setiap individu berbeda
termasuk tingkat kebutuhan para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Rossana (2013) menyebutkan adanya 4
faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan manusia yaitu penyakit,
hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap perkembangan.
Analisis Kelayakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak Pekerja/Buruh
Analisis kelayakan komponen kebutuhan hidup layak dilihat dari persentase
kemampuan upah yang diterima pekerja/buruh terhadap pemenuhan kebutuhan
hidup layak yang terbagi menjadi tujuh komponen yaitu: makanan dan minuman,
sandang, kesehatan, rumah dan perlengkapannya, pendidikan, rekreasi dan
tabungan serta transportasi.
Analisis kelayakan komponen makanan dan minuman
Kebutuhan makanan dan minuman dalam penelitian ini terdiri dari sumber
karbohidrat, sumber protein, sumber serat dan susu. Analisis ini didasarkan pada
hasil kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Berikut disajikan interpretasi
pekerja/ buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan
minuman pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Makanan dan Minuman
T

TT

Modus

Persentase

Sumber karbohidrat (nasi/jag

Dokumen yang terkait

Media Internal Perusahaan Dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi (Studi Korelasional Pengaruh Majalah MINAT Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Karyawan di Kantor Pusat PT Perkebuan Nusantara IV)

9 138 104

Analisis Faktor Penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Provinsi Sumatera Utara

12 128 163

Pemenuhan Kebutuhan Pada Pendengar Radio (Studi Korelasional Konsumsi Radio 95.9 City FM terhadap Pemenuhan Kebutuhan dalam Bahasa Mandarin Mahasiswa Sastra China STBA-PIA)

2 52 101

Blackberry Dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi (Studi Korelasional Pengaruh Blackberry Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi di Kalangan Siswa SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan)

1 46 100

Penggunaan Jaringan Wi-Fi dalam Pemenuhan Kebutuhan Kognitif (Studi Korelasional Penggunaan Jaringan Wi-Fi terhadap Pemenuhan Kebutuhan Kognitif Mahasiswa USU)

1 75 116

Sistem Pengupahan Pada Pekerja/Buruh Tetap Dan Pekerja/Buruh Harian Lepas Ditinjau Dari Permenakertrans No. 17 Tahun 2005 Tentang Komponen Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (Studi Pengupahan Pada PT. Arwana Mas Indonesia)

0 60 96

Produktivitas Lahan Sawah dalam Pemenuhan Kebutuhan Beras Penduduk di Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal

3 27 150

Pemenuhan Kebutuhan Energi dalam rangka Mewujudkan Ketahanan Nasional

0 0 10

Optimasi Fuzzy Time Series Untuk Peramalan Kebutuhan Hidup Layak Kota Kediri Dengan Menggunakan Algoritme Genetika

0 1 10

Media Internal Perusahaan Dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi (Studi Korelasional Pengaruh Majalah MINAT Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Karyawan di Kantor Pusat PT Perkebuan Nusantara IV)

0 0 25