Eksponen Lokal Masuk Dua Cycle Dwiwarna Dengan Panjang Selisih 2

EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2
TESIS
Oleh HARI SUMARDI
127021003/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh HARI SUMARDI
127021003/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA DENGAN PANJANG SELISIH 2

: Hari Sumardi : 127021003 : Magister Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc) Ketua

(Dr. Mardiningsih, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

(Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus : 4 Juni 2014

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada Tanggal 4 Juni 2014
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc Anggota : 1. Dr. Mardiningsih, M.Si
2. Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc 3. Prof. Dr. Tulus, M.Si
Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA
DENGAN PANJANG SELISIH 2 TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya.
Medan, 4 Juni 2014 Penulis, Hari Sumardi
i Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Sebuah digraph dwiwarna D(2) adalah sebuah digraph dimana setiap arc atau busur berarahnya di warnai dengan menggunakan satu dari dua warna dalam hal ini warna yang digunakan adalah merah atau biru. Sebuah (h, k)-jalan adalah sebuah jalan yang menggunakan h buah busur berwarna merah dan k buah busur berwarna biru. Sebuah digraph dwiwarna D(2) dengan n verteks {v1, v2, . . . , vn} dikatakan primitif bila terdapat bilangan-bilangan bulat tak negatif h dan k sehingga untuk setiap pasangan verteks vi dan vj di D(2) terdapat (h, k)-jalan dari vi ke vj dan dari vj ke vi. Eksponen dari sebuah digraph dwiwarna, dinotasikan exp(D(2)), adalah bilangan bulat positif h + k terkecil atas semua bilangan bulat tak negatif h dan k yang demikian. Eksponen lokal masuk dari sebuah verteks vℓ di D(2), dinotasikan expin(D(2), vℓ), adalah bilangan bulat positif s′ + t′ yang terkecil atas semua bilangan bulat tak negatif s′ dan t′ sehingga untuk setiap verteks vi, i = 1, 2, . . . , n di D(2) terdapat (s′, t′)-jalan dari vi ke vℓ. Dari hasil utama dapat disimpulkan bahwa expin(D(2), vt) = expin(D(2), v1)+d(v1, vt) untuk semua t = 1, 2, · · · , n. Kata kunci: Digraph dwiwarna, Primitif, Eksponen lokal masuk
ii Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT A two colored digraph D(2) is a digraph each of whose arcs is colored by either red or blue. An (h, k)-walk in a two-colored digraph is a walk of lengh h + k consisting of h red arcs and k blue arcs. A two-colored digraph D(2) consisting of n vertex {v1, v2, . . . , vn} is primitive provided that there are nonnegative integers h and k such that for each pair of vertices vi and vj there exists an (h, k)-walk from vi to vj and from vj to vi. The exponent of a vertex v in D(2), denoted exp(D(2)), is the smallest positive integer h + k over all nonnegative integers h and k such that for each vertex u in D(2) there is an (h, k)-walk from u to v. The inner local exponent of a vertex vℓ in D(2), denoted expin(D(2), vℓ), is the smallest positive integer s′ +t′ over all nonnegative integers s′ and t′ such that for each vertex vi, i = 1, 2, . . . , n in D(2) there is an (s′, t′)-walk from vi to vℓ. From the main result we can conclude that expin(D(2), vt) = expin(D(2), v1) + d(v1, vt) for all t = 1, 2, · · · , n. Key Word: Two colored digraph, Primitive, Inner local exponent
iii Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Dengan rendah hati penulis ucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Program Magister Matematika pada FMIPA USU. Tesis ini merupakan salah satu syarat penyelesaian studi pada Program Studi Magister Matematika FMIPA USU.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc. (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Ketua Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika FMIPA USU dan selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
Ibu Dr. Mardiningsih, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang juga telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
Bapak Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si, selaku penguji tesis ini.
Para Dosen Program Studi Magister Matematika FMIPA USU yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai.
Ibu Misiani, S.Si, selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Matematika FMIPA USU yang telah memberikan pelayanan administrasi selama mengikuti pendidikan.
iv Universitas Sumatera Utara

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih dan sayang yang mendalam kepada ayahanda Sumar, ibunda Supatmi, dan kedua adik tersayang Agus Sumarno, dan Tri Wahyu Sumaryono serta segenap keluarga yang senantiasa memberi dukungan dan Doa kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Tidak lupa rekan-rekan Mahasiswa program studi Magister Matematika FMIPA USU tahun 2012, atas kerjasama dan hubungan yang baik selama perkuliahaan, semoga persahabatan yang kita jalin abadi.
Akhir kata penulis ucapkan, kiranya kekurangan yang ada pada penulisan tesis ini dapat disempurnakan bagi pihak yang memerlukan karena penulis sebagai manusia yang tidak sempurna memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan tesis ini.
Medan, Juni 2014 Penulis, Hari Sumardi
v Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP Hari Sumardi lahir di Meranti tanggal 18 Mei 1989, ayah bernama Sumar, dan ibu bernama Supatmi, anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 lulus SD Negeri 010067 Meranti, tahun 2004 lulus dari SMP Negeri 1 Meranti dan tahun 2007 lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran. Pada Tahun 2012 lulus Sarjana Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Asahan. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis mengikuti perkuliahan Pascasarjana S2 Program Studi Ilmu Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU Medan.
vi Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Metodologi Penelitian BAB 2 DIGRAPH 2.1. Dua Cycle 2.2. Primitifitas 2.3. Matriks Ketetanggaan 2.4. Eksponen 2.5. Eksponen Lokal Digraph BAB 3 DIGRAPH DWIWARNA 3.1. Dua Cycle Dwiwarna 3.2. Primitifitas Digraph Dwiwarna 3.3. Matriks Ketetanggaan
vii

Halaman
i ii iii iv vi vii ix 1
1 4 4 4 4 6
6 8 11 12 14
16
16 18 20
Universitas Sumatera Utara

3.4. Hurwitz Product 3.5. Eksponen 3.6. Eksponen Lokal 3.7. Batas Bawah dan Atas dari Eksponen Lokal Masuk
3.7..1 Batas bawah eksponen lokal masuk 3.7..2 Batas atas eksponen lokal masuk

21 22 27 29 29 31

BAB 4 EKSPONEN LOKAL MASUK DUA CYCLE DWIWARNA SELISIH

DUA


32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA

79
79 79 80

viii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1 Representasi digraph


6

2.2 (a) Dua cycle berpotongan, (b) dua cycle bersinggungan pada sebuah busur berarah, dan (c) dua cycle bersinggungan pada satu verteks

8

2.3 (a) Digraph terhubung kuat, dan (b) digraph tak terhubung kuat 9

3.1 Representasi digraph dwiwarna

16

3.2 Dua cycle dwiwarna

17

4.1 Dua cycle dwiwarna

32


4.2 Path merah mempunyai verteks awal yang sama

33

4.3 Path biru mempunyai verteks awal yang sama

39

4.4 Verteks awal path biru tidak sama

45

4.5 Verteks awal path merah tidak sama

65

ix Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Sebuah digraph dwiwarna D(2) adalah sebuah digraph dimana setiap arc atau busur berarahnya di warnai dengan menggunakan satu dari dua warna dalam hal ini warna yang digunakan adalah merah atau biru. Sebuah (h, k)-jalan adalah sebuah jalan yang menggunakan h buah busur berwarna merah dan k buah busur berwarna biru. Sebuah digraph dwiwarna D(2) dengan n verteks {v1, v2, . . . , vn} dikatakan primitif bila terdapat bilangan-bilangan bulat tak negatif h dan k sehingga untuk setiap pasangan verteks vi dan vj di D(2) terdapat (h, k)-jalan dari vi ke vj dan dari vj ke vi. Eksponen dari sebuah digraph dwiwarna, dinotasikan exp(D(2)), adalah bilangan bulat positif h + k terkecil atas semua bilangan bulat tak negatif h dan k yang demikian. Eksponen lokal masuk dari sebuah verteks vℓ di D(2), dinotasikan expin(D(2), vℓ), adalah bilangan bulat positif s′ + t′ yang terkecil atas semua bilangan bulat tak negatif s′ dan t′ sehingga untuk setiap verteks vi, i = 1, 2, . . . , n di D(2) terdapat (s′, t′)-jalan dari vi ke vℓ. Dari hasil utama dapat disimpulkan bahwa expin(D(2), vt) = expin(D(2), v1)+d(v1, vt) untuk semua t = 1, 2, · · · , n. Kata kunci: Digraph dwiwarna, Primitif, Eksponen lokal masuk
ii Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT A two colored digraph D(2) is a digraph each of whose arcs is colored by either red or blue. An (h, k)-walk in a two-colored digraph is a walk of lengh h + k consisting of h red arcs and k blue arcs. A two-colored digraph D(2) consisting of n vertex {v1, v2, . . . , vn} is primitive provided that there are nonnegative integers h and k such that for each pair of vertices vi and vj there exists an (h, k)-walk from vi to vj and from vj to vi. The exponent of a vertex v in D(2), denoted exp(D(2)), is the smallest positive integer h + k over all nonnegative integers h and k such that for each vertex u in D(2) there is an (h, k)-walk from u to v. The inner local exponent of a vertex vℓ in D(2), denoted expin(D(2), vℓ), is the smallest positive integer s′ +t′ over all nonnegative integers s′ and t′ such that for each vertex vi, i = 1, 2, . . . , n in D(2) there is an (s′, t′)-walk from vi to vℓ. From the main result we can conclude that expin(D(2), vt) = expin(D(2), v1) + d(v1, vt) for all t = 1, 2, · · · , n. Key Word: Two colored digraph, Primitive, Inner local exponent
iii Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebuah graph G adalah sebuah objek yang terdiri atas sekumpulan titik yang disebut verteks dan garis yang menghubungkan dua buah verteks yang disebut sisi atau edge. Pada graph G terdapat pengulangan setiap pasangan verteks (u, v) dan (v, u) yang dapat ditulis dengan (u, v). Sebuah graph dikatakan terhubung apabila terdapat bilangan bulat positif k, sehingga untuk pasangan verteks u dan v terdapat jalan dengan panjang k dari verteks u ke v dan dari v ke u. Sebuah graph G adalah primitif jika dan hanya jika G terhubung dan G memuat sedikitnya satu cycle ganjil, dimana cycle ganjil adalah cycle dengan panjang ganjil (Bo, 2003). Eksponen graph G adalah bilangan bulat positif terkecil k sehingga untuk setiap pasangan verteks u dan v di G terdapat jalan dengan panjang k yang menghubungkan u dan v ditulis exp(G).
Andaikan G adalah sebuah graph atas n verteks {v1, v2, . . . , vn}. Sebuah matriks ketetanggaan dari graph G adalah sebuah matriks bujursangkar A yang berordo n. Matriks A adalah primitif jika setiap entri Am > 0, dan bilangan bulat positif terkecil m disebut eksponen dari graph G ditulis exp(G).
Konsep dari graph primitif digunakan dalam berbagai hal, diantaranya pada jaringan Google dan Automata. Penerapan graph pada Google yaitu keterhubungan antara suatu web dengan kata kunci yang dimasukkan. Dengan kata kunci yang dimasukkan, maka Google akan mencari kata-kata pada web-web yang ada yang berkaitan dengan kata kunci tersebut. Kata-kata kunci dan web yang berkaitan membentuk sebuah graph. Page dan Brin (Langville dan Meyer, 2006) mengungkapkan bahwa graph Google harus primitif karena bila tidak primitif maka pencarian tidak akan berhasil. Selanjutnya Langville dan Meyer (2006) menambahkan graph Google harus berupa matriks bujursangkar S dengan Sm > 0, dan m > 0. Dari pendapat Langville dan Meyer, graph Google adalah primitif karena semua entri dari Sm adalah positif. Penggunaan graph primitif berikutnya yaitu pada Automata. Penggunaan graph primitif pada automata yaitu tentang sinkronisasi automata. Culik II, et. al. (2002) menyebutkan bahwa setiap Automata yang primitif adalah sinkron dan jika imprimitif maka automata tidak sinkron.
1 Universitas Sumatera Utara

2
Digraph atau graph berarah merupakan bagian dari teori graph. Seperti halnya graph, sebuah digraph D adalah sebuah objek yang terdiri atas sekumpulan titik yang disebut sebagai verteks dan garis berarah yang menghubungkan dua buah verteks di D yang disebut sebagai busur atau arc. Suatu digraph D dikatakan terhubung kuat apabila untuk setiap pasangan verteks u dan verteks v atau (u, v) di D terdapat jalan dari verteks u ke verteks v dan dari verteks v ke verteks u. Sebuah digraph D dikatakan primitif jika dan hanya jika D terhubung kuat dan pembagi persekutuan terbesar dari panjang cycle-cycle di D adalah 1 (Brualdi dan Ryser, 1991). Brualdi dan Ryser (1991) menambahkan suatu digraph D adalah primitif jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat positif k sedemikian sehingga untuk setiap pasangan verteks (u, v) di D terdapat jalan dengan panjang k. Bilangan bulat positif k bervariasi dan nilai terkecil dari k disebut sebagai ekponen dari digraph D dan ditulis dengan exp(D). Bo (2003) mendefinisikan exp(D; u, v) sebagai bilangan bulat positif terkecil k sedemikian sehingga terdapat jalan dengan panjang m dari verteks u ke verteks v untuk setiap m ≥ k dan exp(D) = maxu,v∈V (D) exp(D; u, v).
Penelitian tentang digraph primitif telah banyak dilakukan (Brualdi dan Ryser, 1991). Secara khusus Wielandt (Schneider, 2003) memberi penjelasan tentang digraph primitif D dengan n verteks. Wielandt memperlihatkan bahwa jika A adalah primitif maka A(n−1)2+1 > 0 dan exp(D) = (n − 1)2 + 1, dimana A merupakan sebuah matriks ketetanggaan dari digraph D dengan ordo n. Kirkland (1997) tentang kasus hamiltonian pada digraph primitif D atas n verteks yang terdiri dari 2 cycle dengan n ≥ 3 dan memperlihatkan bahwa exp(D) = ⌊[(n − 1)2 + 1]/2⌋ + 2. Penelitian tentang digraph primitif terus berkembang hingga sampai kepada kelas digraph dwiwarna.
Sebuah digraph dwiwarna atau disingkat D(2) adalah sebuah digraph yang busurnya memuat dua buah warna. Hal ini sejalan dengan pendapat Fornasini dan Valcher (1997) yaitu sebuah digraph dwiwarna adalah sebuah digraph yang setiap busurnya diberi warna merah atau biru. Sebuah digraph dwiwarna D(2) dikatakan primitif bila terdapat bilangan bulat positif h dan k sedemikian sehingga untuk setiap pasangan verteks u dan v di D(2) terdapat jalan dari u ke v dengan panjang h + k yang terdiri atas h busur berwarna merah dan k busur berwarna biru. Bilangan bulat positif terkecil h + k disebut sebagai eksponen dari digraph dwiwarna D(2) yang dinotasikan dengan exp(D(2)).
Universitas Sumatera Utara

3


Penelitian tentang eksponen dari digraph dwiwarna dimulai oleh Shader dan

Suwilo (2003). Mereka memperlihatkan bahwa bila D adalah digraph dwiwarna

primitif atas n verteks, maka 2-eksponen terbesar dari D terletak pada interval

[

1 2

(n3



5n2

),

3 2


n3

+

n2

− n].

Lee

dan

Yang

(2005)

memperlihatkan

untuk


digraph

dwiwarna primitif dengan dua cycle dengan panjang (n− 1) dan (n− 2), eksponen

terbesarnya terletak diantara [2n2 − 8n + 7, 2n2 − 5n + 3]. Gao dan Shao (2005)

memperlihatkan bila digraph dwiwarna D terdiri dari dua cycle dengan selisih

satu, exp(D) = 2n2 − 3n + 1. Suwilo (2009) memerlihatkan digraph dwiwarna

primitif yang asimetrik yang terdiri atas n verteks dan terdapat cycle s dengan

s ≤ n, eksponennya terletak antara [(n2 − 1)/2, 3n2 + 2n − 2] ketika n ganjil dan

[n2/2, 3n2 + 2n − 2] ketika n genap. Suwilo (2012) memperlihatkan untuk digraph

dwiwarna primitif yang terdiri dari dua cycle yaitu C1 dan C2, ekponen dari D(2) adalah exp(D(2)) = ℓ(C1)ℓr + ℓ(C2)ℓb.

Lebih lanjut Gao dan Shao (2009) mengembangkan konsep eksponen lokal dari digraph ke eksponen lokal dari digraph dwiwarna. Eksponen lokal keluar dari sebuah verteks vi pada sebuah digraph dwiwarna D(2), expout(D(2), vi), adalah bilangan bulat positif terkecil s+t sehingga untuk setiap verteks vj, j = 1, 2, . . . , n di D(2) terdapat jalan dari vi ke vj yang terdiri atas s busur merah dan t busur biru. Eksponen lokal keluar dari beberapa kelas-kelas tertentu digraph dwiwarna yang terdiri atas dua cycle telah dibicarakan dalam literatur Gao dan Shao (2009), Suwilo (2011), Syahmarani dan Suwilo (2012). Namun demikian, eksponen lokal untuk kelas digraph dari dua cycle secara umum belum terdapat dalam literatur. Digraph dwiwarna dua cycle adalah semua digraph dwiwarna yang terdiri atas dua cycle, baik bersinggungan maupun berpotongan.

Sejalan dengan ekponen lokal keluar, pada penelitian ini difokuskan pada eksponen lokal masuk. Eksponen lokal masuk dari sebuah verteks vi di D(2), dinotasikan expin(D(2), vi), didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil s′ + t′ sehingga untuk setiap verteks vk, k = 1, 2, . . . , n di D(2) terdapat sebuah jalan dari verteks vk menuju ke verteks vi yang terdiri atas s′ busur merah dan t′ busur biru. Bila R dan B masing-masing adalah matriks ketetanggaan merah dan biru dari digraph dwiwarna D(2), maka eksponen lokal masuk dari verteks vi, i = 1, 2, . . . , n dapat dipandang sebagai persoalan optimisasi
expin(D(2), vi) = min {s′ + t′ : (R, B)(s′,t′)(:, i) > 0}
s′ ,t′ ,≥0
dimana (R, B)(s′,t′)(:, i) adalah kolom ke i dari (R, B)(s′,t′).

Universitas Sumatera Utara

4
Hasil-hasil dari penelitian ini penting bagi penentuan batas bawah bagi reset treshold untuk automata tersinkronkan. Sebuah automata atas n state {v1, v2, . . . , vn} dan dua alpabet {a, b} dikatakan tersinskronkan apabila terdapat sebuah state u sehingga untuk setiap state vi dapat bergerak ke state u dengan menggunakan sebuah barisan yang terdiri dari h alpabet a dan k alpabet b. Reset treshold dari sebuah automata A, dinotasikan dengan rt(A), adalah bilangan bulat terkecil h + k sehingga A adalah tersinkronkan. Bila D(2) adalah representasi digraph dwiwarna dari automata A dengan dua alpabet, maka expin(D(2)) ≤ rt(A).
1.2. Perumusan Masalah
Penelitian tentang eksponen digraph sampai ke eksponen digraph dwiwarna telah dilakukan sejak tahun 1997. Penelitian yang telah dilakukan membahas tentang eksponen dan eksponen lokal keluar. Namun penelitian tentang eksponen lokal masuk pada digraph dwiwarna khusus untuk kelas digraph dwiwarna dengan dua cycle belum dibicarakan dalam literatur.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai dari expin(D(2), vi) bila D(2) adalah digraph dwiwarna primitif atas n verteks yang terdiri atas tepat dua cycle dengan panjang selisih dua.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan teori baru tentang eksponen lokal masuk dari digraph dwiwarna atas n verteks yang terdiri tepat atas dua cycle dengan panjang selisih dua.
1.5. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan adalah bersifat literatur dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Menggambar digraph dwiwarna primitif yang terdiri atas dua buah cycle dengan panjang masing-masing s dan s + 2 dimana s ≥ 3 merupakan bilangan ganjil. Warna dari setiap gambar berbeda disesuaikan dengan kombinasi warna yang dapat dibuat.
Universitas Sumatera Utara

5

2. Membuat matriks ketetanggaan dari masing-masing warna yaitu merah R dan biru B.

3. Dengan menggunakan code program yang ditulis dengan MATLAB akan ditentukan kandidat bagi bilangan-bilangan tak negatif s′ dan t′ sehingga

expin(D(2), vℓ) = s′ + t′.

Hal ini dilakukan dengan menghitung hasil kali (h, k)-Hurwitz dari matriks ketetanggaan R dan B secara rekursif.

4. Dengan s′ dan t′ yang sudah ditemukan pada proses komputasi di atas, langkah selanjutnya adalah menentukan batas bawah dan batas atas bagi vektor x dalam persamaan-persamaan diopanthin

Mx +

r(pj,ℓ ) b(pj,ℓ)

=

s′ t′

.

Batas bawah bagi x dilakukan dengan membandingkan panjang path dari vj, j = 1, 2, . . . , n, ke vℓ dan cycle dari vℓ ke vℓ. Yakni dengan menentukan nilai x dari persamaan

Mx +

r(pj,ℓ) b(pj,ℓ)

=

s′ t′

dan My =

s′ t′

.

Batas atas dilakukan dengan membuktikan bahwa sistem persamaan

Mx +

r(pj,ℓ) b(pj,ℓ)

=

s′ t′

,

j = 1, 2, . . . , n

mempunyai solusi tak negatif untuk semua verteks vj dan untuk beberapa path pj,ℓ dari vj ke vℓ.

5. Mempelajari hubungan setiap gambar dengan nilai eksponen lokal masuk (s′ + t′) sehingga diperoleh kesimpulan.

6. Membuat teorema baru yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat.

7. Memberikan pembuktian terhadap teorema yang telah dibuat.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2 DIGRAPH

Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar tentang digraph yang meliputi definisi dua cycle, primitifitas dari digraph, eksponen, dan lokal eksponen. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti dalam menjelaskan teori digraph dwiwarna pada bab berikutnya.

2.1. Dua Cycle
Digraph atau graph berarah adalah sekumpulan titik-titik atau verteks yang dihubungkan oleh busur berarah atau arc. Berikut ini definisi yang diungkapkan oleh Suwilo (2001).
Definisi 2.1. Sebuah graph berarah (directed graph) atau digraph D adalah himpunan hingga dan tak kosong V = {1, 2, . . . , n} yang unsur-unsurnya disebut dengan verteks, bersama dengan himpunan E yang merupakan pasangan-pasangan verteks di D yang unsur-unsurnya disebut dengan arc.

Representasi dari sebuah digraph D dapat dilihat pada contoh berikut. Contoh 2.1. Representasi dari digraph dengan 5 buah verteks.

v1 •
  ❅❅



 ✠ 

❅ ❅■

 ❅

•  ✲

❅•

v5 v4

v2 •
❅❅ ❅❘❅ ❅
✲ ❅• v3

Gambar 2.1 Representasi digraph

Dari Gambar 2.1 terdapat himpunan V yakni V = {v1, v2, v3, v4, v5} dan terdapat himpunan busur E yakni E = {(1, 2), (1, 5), (2, 3), (4, 1), (4, 3), (5, 4)}.
Andaikan digraph D terdiri atas n verteks vj = v1, v2, . . . , n, didefinisikan derajat masuk (In Degree) yaitu banyaknya busur berarah yang menuju vj dinotasikan sebagai id(vj), dan derajat keluar (Out Degree) yaitu banyaknya busur
6 Universitas Sumatera Utara

7
berarah yang keluar dari vj dinotasikan sebagai od(vj). Pada Contoh 2.1 terlihat yang memiliki derajat masuk yaitu v2, v3, v4, v5, id(v2) = 1 karena hanya terdapat satu busur berarah yang menuju v2, id(v3) = 2, id(v4) = 2, dan id(v5) = 1. Serta yang memiliki derajat keluar yaitu v1, v2, v4, v5, od(v1) = 3 karena terdapat tiga busur berarah yang keluar (meninggalkan) v1, od(v2) = 1, od(v4) = 1, dan od(v5) = 1.
Pada digraph D terdapat path, cycle dan walk. Sebuah path atau lintasan sederhana dari verteks u ke verteks v adalah sebuah lintasan dimana tidak terjadi pengulangan satu atau lebih verteks dari u ke v. Sebuah lintasan dari verteks u ke verteks v disebut cycle apabila verteks awal dan ujungnya sama atau dapat ditulis u = v. sebuah lintasan dari verteks u ke verteks v disebut walk apabila terdapat pengulangan satu atau beberapa verteks dari u ke v.
Suatu jalan w merupakan jalan yang menghubungkan dua buah verteks u dan v di digraph D. Panjang jalan w dinotasikan dengan ℓ(w) yaitu banyaknya arc atau busur berarah yang dilalui bila bergerak dari verteks u ke verteks v. Dalam hal ini jalan dapat berupa path, cycle ataupun walk.
Pada Contoh 2.1 dapat ditemukan beberapa path, cycle, dan walk yaitu:
1. Terdapat dua buah path dari verteks 1 ke verteks 3, yaitu v1 → v2 → v3 dengan panjang ℓ(v1, v3) = 2 dan v1 → v5 → v4 → v3 dengan panjang ℓ(v1, v3) = 3.
2. Terdapat sebuah path dari verteks 1 ke verteks 2, yaitu v1 → v2 dengan panjang ℓ(v1, v2) = 1.
3. Terdapat sebuah path dari verteks 1 ke verteks 4, yaitu v1 → v5 → v4 dengan panjang ℓ(v1, v4) = 2.
4. Terdapat cycle dari verteks 1 ke verteks 1, v1 → v5 → v4 → v1 dengan panjang ℓ(v1, v1) = 3.
5. Terdapat walk dari verteks 1 ke verteks 3, v1 → v5 → v4 → v1 → v2 → v3 dengan panjang 5.
Dua cycle didefinisikan sebagai sebuah digraph D yang terdiri tepat dua cycle. Dua cycle yang dimaksud dapat bersinggungan maupun berpotongan. Dua
Universitas Sumatera Utara

8
cycle yang bersinggungan dapat bersinggungan pada sebuah busur berarah atau pada salah satu verteks di D. Representasi dua cycle dapat dilihat pada Contoh 2.2.
Contoh 2.2. Representasi dari dua cycle

v1 v4 v1 v4

v1 v4 v6

v2 v3 v2
(a)

v3 v5 v2
(b)

v3 v5
(c)

Gambar 2.2 (a) Dua cycle berpotongan, (b) dua cycle bersinggungan pada sebuah busur berarah, dan (c) dua cycle bersinggungan pada satu verteks

Pada Gambar 2.2 (a) melukiskan dua cycle yaitu dari v1 → v2 → v3 → v1 dengan panjang 3 dan dari v1 → v2 → v3 → v4 → v1 dengan panjang 4. Gambar 2.2 (b) melukiskan dua cycle yaitu dari v3 → v4 → v5 → v3 dengan panjang 3 dan dari v1 → v2 → v3 → v4 → v1 dengan panjang 4. Gambar 2.2 (c) melukiskan dua cycle yaitu dari v3 → v5 → v6 → v3 dengan panjang 3 dan dari v1 → v2 → v3 → v4 → v1 dengan panjang 4.

2.2. Primitifitas
Sebuah digraph dikatakan terhubung kuat (strongly connected) bila untuk setiap pasangan verteks (u, v) di D terdapat jalan dari verteks u ke v dan dari v ke u. Sebaliknya, sebuah digraph dikatakan tidak terhubung kuat bila untuk beberapa pasangan verteks (u, v) di D tidak terdapat jalan dari u ke v atau dari v ke u. Untuk lebih memahami digraph terhubung kuat dan tidak terhubung kuat dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 (a) memperlihatkan sebuah digraph yang terhubung kuat karena untuk setiap verteks u dan v di D, terdapat jalan dari u ke v dan dari v ke u. Misalnya jalan dari verteks 2 ke verteks 1 yaitu 2 → 3 → 1, lalu jalan dari verteks 1 ke verteks 2 yaitu 1 → 3 → 2, begitu pula untuk pasangan verteks yang lain. Gambar 2.3 (b) memperlihatkan sebuah digraph yang tidak terhubung kuat. Pada digraph ini, cukup dengan melihat
Universitas Sumatera Utara

9

adanya jalan dari verteks 1 ke verteks 3 yaitu 1 → 3, namun tidak terdapat jalan dari verteks 3 ke verteks 1, sehingga merupakan digraph yang tidak terhubung kuat. Proposisi berikut memperlihatkan hubungan antara terhubung kuat dengan verteks-verteks pada cycle.
v1 v1

✻❄



v2
(a)

v3

v2
(b)

v3

Gambar 2.3 (a) Digraph terhubung kuat, dan (b) digraph tak terhubung kuat

Proposisi 2.2. Andaikan D adalah suatu digraph terhubung kuat maka setiap verteks terletak pada cycle.

Bukti. Andaikan digraph D terdiri atas n verteks {v1, v2, . . . , vn}. Ambil sebarang verteks u dan v di D, karena D terhubung kuat, maka terdapat sebuah lintasan sederhana (path) dari verteks u ke verteks v dan dari verteks v ke verteks u. Sehingga gabungan dua buah path tersebut u → · · · → v → · · · → u membentuk sebuah cycle di D. Akibatnya, verteks u dan v terletak pada cycle.

Suatu digraph D yang terhubung kuat dikatakan primitif apabila untuk dua buah verteks u dan v di D terdapat jalan dari u ke v dan dari v ke u dengan panjang k. Nilai k digunakan untuk perhitungan eksponen dari digraph D. Bilangan bulat positif terkecil k disebut eksponen dari digraph D dan ditulis dengan exp(D).
Andaikan D adalah digraph yang terhubung kuat. Misalkan terdapat sebuah verteks tertentu x di D. Untuk dua buah verteks u dan v di D terdapat jalan wxu yaitu jalan dari verteks x ke verteks u dan jalan wxv yaitu jalan dari verteks x ke verteks v. Jika ℓ(wxu) = ℓ(wxv), maka verteks u dan v dikatakan ekivalen dan ditulis dengan u ∼ v. Pemilihan verteks tertentu adalah bebas. Untuk setiap verteks y di D, wyu adalah jalan dari verteks y ke verteks u, wyu dapat

Universitas Sumatera Utara

10

diilustrasikan sebagai:

y →w x →wxu u

dan jalan wyv yaitu jalan dari verteks y ke verteks v, wyv dapat diilustrasikan
sebagai: y →w x →wxv v.

Karena u dan v ekivalen, ini berakibat jalan dari y ke u dan dari y ke v memiliki panjang yang sama dimana w merupakan jalan dari y ke x.

Andaikan C = {C1, C2, . . . , Cr} adalah himpunan semua cycle-cycle di D. Misalkan ℓ(C) adalah matriks baris dengan kolom ke-i dimana i = 1, 2, . . . ,r, dan entri-entri dari ℓ(C) adalah panjang cycle Ci (ℓ(Ci)), yakni

ℓ(C) = {ℓ(C1), ℓ(C2), . . . , ℓ(Cr)}

dan misalkan m = gcd(ℓ(C1), ℓ(C2), . . . , ℓ(Cr)). Definisikan H sebagai sebuah subgrup dari grup bilangan bulat Z, dimana H dibangun oleh himpunan ℓ(C). Yakni H = ℓ(C1), ℓ(C2), . . . , ℓ(Cr) . Karena Z adalah sebuah grup siklik, demikian juga halnya dengan H. Akibatnya H dibangun oleh sebuah bilangan bulat, dalam hal ini H = gcd(ℓ(C1), ℓ(C2), . . . , ℓ(Cr)).
Andaikan D adalah digraph imprimitif dengan indeks imprimitifitas k, maka k = gcd(ℓ(C1), ℓ(C2), . . . , ℓ(Cr)). Suatu digraph adalah primitif jika k = 1 dan imprimitif jika k > 1. Teorema berikut menjelaskan tentang imprimitifitas dari digraph D.

Teorema 2.3. Andaikan D adalah sebuah digraph terhubung kuat. D adalah primitif jika dan hanya jika pembagi persekutuan terbesar dari panjang cycle-cycle di D adalah 1.

Bukti. Andaikan digraph D adalah primitif. Maka untuk setiap pasangan verteks u dan v di D, u ∼ v, Karena ℓ(wuv) ∈ H untuk setiap pasangan verteks u dan v di D dan setiap jalan (wuv) dari u ke v maka u ∼ v. Di ambil jalan dengan panjang 1, maka 1 ∈ H, karena H = gcd(ℓ(c1), ℓ(c2), . . . , ℓ(ct) maka pembagi persekutuan terbesar dari panjang cycle-cycle di D adalah 1.
Sebaliknya, andaikan pembagi persekutuan terbesar dari panjang cycle-cycle di D adalah 1, maka H = Z sehingga untuk setiap pasangan verteks u dan v di

Universitas Sumatera Utara

11
D dan setiap jalan wuv dari u ke v di D diperoleh ℓ(wuv) ∈ H. Sehingga masingmasing pasangan verteks di D adalah ekivalen. Akibatnya digraph D adalah primitif.
Contoh 2.3. Pada Gambar 2.3 (a), sebuah dua cycle dengan panjang 3 dari v1 → v2 → v3 → v1 dan dengan panjang 4 dari v1 → v2 → v3 → v4 → v1. Gcd(3, 4) = 1, sehingga dua cycle tersebut adalah primitif.

2.3. Matriks Ketetanggaan

Andaikan D(2) adalah sebuah digraph atas n verteks {v1, v2, . . . , vn}. Sebuah matriks ketetanggaan A = (aij) dari D adalah sebuah sebuah matriks bujursangkar berordo n yang didefinisikan sebagai berikut.
1, jika terdapat busur berarah dari verteks i ke verteks j, aij = 0, jika sebaliknya
dimana i, j = 1, 2, . . . , n.

Berikut ini diberikan contoh matriks ketetanggaan dari sebuah digraph.

Contoh 2.4. Dari Gambar 2.3 (a) dan (b), matriks ketetanggaannya adalah

0 1 1

0 1 1

A = 1 0 1  100

B = 1 0 1 .  000

Sebuah matriks ketetanggaan A dari sebuah digraph D dikatakan primitif,

jika terdapat bilangan bulat positif k sehingga seluruh entri dari Ak adalah posi-

tif. Hal ini sesuai dengan pendapat Wielandt (Schneider, 2002), yaitu sebuah matriks tak negatif A dikatakan primitif jika Ak > 0. Pada Contoh 2.3, matriks

ketetanggaan A adalah matriks ketetanggaan dari digraph primitif, hal ini dapat

dilihat bahwa

0 1 1

A1 = A = 1 0 1 .  100

Dengan mengambil bilangan bulat positif k yang lebih dari 1 diperoleh

2 0 1 A2 = 1 1 1 ,
 011

1 2 2 A3 = 2 1 2 ,
 201

4 1 3 A4 = 3 2 3 ,
 122

4 4 5 A5 = 5 3 5 .
 413

Universitas Sumatera Utara

12
Untuk nilai k > 5, Ak > 0. Sehingga disimpulkan seluruh entri pada Ak dengan k ≥ 4 adalah positif.
Matriks B adalah matriks dari digraph yang tak terhubung kuat sehingga tidak primitif. Andaikan B adalah primitif maka untuk bilangan bulat positif k, Bk > 0. Bila primitif, maka untuk nilai k yang besar, seluruh entri Bk adalah positif. Diambil k = 30 sehingga diperoleh
1 0 1 B30 = 0 1 1 .
 000
Untuk bilangan bulat positif k > 30, entri dari Bk hanya berada pada interval [0, 1]. Karena masih terdapat entri yang bernilai 0, mengakibatkan digraph D dengan matriks ketetanggaan B tidak primitif.

2.4. Eksponen
Eksponen dari digraph D didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil k sehingga untuk setiap pasangan verteks u dan v di D terdapat jalan dari u ke v dan dari v ke u dengan panjang k. Eksponen dari digraph tersebut dinotasikan dengan exp(D). Dalam hal ini, eksponen hanya ada bila digraph D adalah primitif.
Contoh 2.5. Dari Gambar 2.3 (a), akan diperlihatkan bahwa nilai eksponennya adalah 4 yaitu dengan memperlihatkan semua kemungkinan jalan dengan panjang 1, jalan dengan panjang 2, jalan dengan panjang 3, dan jalan dengan panjang 4.

1. Jalan dengan panjang 1,yaitu

v1 → v2, v1 → v3, v2 → v1, v2 → v3, v3 → v1 Karena tidak terdapat jalan yang panjangnya 1 dari v1 ke v1, v2 ke v2, v3 ke v2, dan v3 ke v3 maka 1 bukanlah eksponennya.
2. Jalan dengan panjang 2, yaitu

v1 → v2 → v3 v1 → v2 → v1 v2 → v3 → v1

v2 → v1 → v2 v2 → v1 → v3 v3 → v1 → v2

v3 → v1 → v3

Karena tidak terdapat jalan yang panjangnya 2 dari v1 ke v2, dan v3 ke v1 maka 2 bukanlah eksponennya.

Universitas Sumatera Utara

13

3. Jalan dengan panjang 3, yaitu

v1 → v2 → v3 → v1 v1 → v3 → v1 → v2 v1 → v2 → v1 → v3

v2 → v3 → v1 → v2 v2 → v3 → v1 → v3 v2 → v1 → v2 → v1

v3 → v1 → v2 → v1 v3 → v1 → v2 → v3

Karena tidak terdapat jalan yang panjangnya 3 dari v3 ke v2 maka 3 bukanlah eksponennya.

4. Jalan dengan panjang 4, yaitu

v1 → v2 → v1 → v2 → v1 v1 → v2 → v3 → v1 → v2 v1 → v2 → v3 → v1 → v3 v2 → v3 → v1 → v2 → v1 v2 → v1 → v3 → v1 → v2

v2 → v1 → v2 → v1 → v3 v3 → v1 → v2 → v3 → v1 v3 → v1 → v2 → v1 → v2 v3 → v1 → v2 → v1 → v3

Karena terdapat jalan yang panjangnya 4 dari setiap pasangan verteks (u, v) maka eksponen dari digraph tersebut adalah 4.

Eksponen suatu digraph D dapat dicari dengan menggunakan perpangkatan dari matriks ketetanggaan A. Brualdi dan Ryser (1991), menyatakan bahwa entri (i, j) dari Ak merupakan banyaknya jalan dari verteks vi ke vj dengan panjang k. Berikut ini diperlihatkan hubungan antara suatu digraph dengan matriks ketetanggaannya.
Proposisi 2.4. Andaikan A adalah suatu matriks ketetanggaan dari digraph D. Entri (i, j) dari Ak menyatakan banyaknya jalan dari vi ke vj yang panjangnya k di D.

Bukti. Akan dibuktikan dengan induksi pada k. Jika k = 1 maka setiap entri a1ij dari A1 menyatakan banyaknya jalan dari vi ke vj yang panjangnya satu. Asumsikan setiap entri aikj dari Ak menyatakan banyaknya jalan dari vi ke vj yang panjangnya adalah k di D, untuk k ≥ 1.
Akan diperlihatkan aikj+1 adalah banyaknya jalan dari vi ke vj yang panjangnya k + 1, untuk k ≥ 1. Perhatikan setiap jalan dari vi ke vj di D dengan panjang k + 1 dapat didekomposisikan sebagai jalan dari verteks vi ke vℓ dengan
Universitas Sumatera Utara

14

panjang k untuk ℓ = 1, 2, . . . , n dan dilanjutkan dengan busur berarah dari vℓ ke vj, sehingga akiℓaℓj menyatakan jalan dengan panjang k + 1 dari vi ke vj di D. Andaikan tidak terdapat jalan yang panjang k dari vi ke vℓ di D, maka aikℓ = 0 sedemikian sehingga aikℓaℓj = 0. Ini berarti tidak terdapat jalan dengan panjang k + 1 dari vi ke vj yang melalui vℓ di D sehingga banyaknya jalan dengan panjang
k + 1 dari vi ke vj di D adalah:

n

aik1a1j + aki2a2j + · · · + aiknanj =

akiℓaℓj .

ℓ=1

Karena Ak+1 = AkA diperolehlah

n

akij+1 =

akiℓaℓj .

ℓ=1

Hal ini berakibat aikj+1 adalah benar menyatakan banyaknya jalan dari vi ke vj dengan panjang k+1 di D. Jadi, setiap entri (i, j) dari Ak menyatakan banyaknya
jalan dengan panjang k dari vi ke vj.

Dengan menggunakan Proposisi 2.4 akan dicari eksponen dari Contoh 2.3

(a). Dari subbab 2.3 sebelumnya telah diketahui bahwa matriks ketetanggaan

0 1 1

4 1 3

4 4 5

A = 1 0 1. Nilai dari A4 = 3 2 3 dan A5 = 5 3 5. Karena setiap







100

122

413

entri dari Ak > 0 dipenuhi oleh k ≥ 4 dan dari definisi eksponen adalah bilangan

positif terkecil k sehingga eksponen dari digraph tersebut adalah 4.

2.5. Eksponen Lokal Digraph
Andaikan D adalah sebuah digraph primitif atas n verteks V = {v1, v2, . . . , vn}. Untuk vi ∈ V di D, eksponen lokal dari verteks vi di D adalah bilangan bulat positif terkecil ℓ sehingga untuk setiap verteks vj dimana j = 1, 2, . . . , n terdapat jalan dari verteks vi ke verteks vj di D dengan panjang ℓ. Eksponen verteks vi disebut juga sebagai eksponen lokal keluar dari verteks vi dan dinotasikan dengan expout(vi, D).
Andaikan D adalah digraph primitif yang terdiri dari n verteks. Jika verteksverteks di D adalah (v1, v2, . . . , vn) sedemikian hingga
expout(v1, D) ≤ expout(v2, D) ≤ · · · ≤ expout(vn, D).
Universitas Sumatera Utara

15

Contoh 2.6. Dari Gambar 2.3 (a), akan dicari eksponen lokal dari setiap verteks di D berdasarkan Proposisi 2.4 yaitu dengan melihat entri akij dari Ak, dimana semua entri pada baris ke-i harus bernilai positif.

Matriks ketetanggaan dari Gambar 2.3 (a) adalah

0 1 1 A = 1 0 1 .
 100

2 0 1

Nilai dari A2 = 1 1 1, pada A2 terlihat baris ke-2 memiliki entri yang positif, 

011

1 2 2

sehingga

expout(v2, D)

=

2.

Untuk

A3

=

2 

1

2, pada A3 terlihat baris ke-1 

201 dan ke-2 memiliki entri-entri yang positif, maka expout(v1, D) = 3. Selanjutnya
4 1 3

A4 = 3 2 3, pada A4 terlihat setiap baris memiliki entri-entri yang positif, 
122 sehingga expout(v3, D) = 4.

Dari Contoh 2.6 expout(v1, D) = 3, expout(v2, D) = 2, dan expout(v3, D) = 4. Bila hasil ini dibandingkan dengan nilai eksponen pada subbab 2.4 yaitu exp(D) = 4, maka untuk setiap i = 1, 2, . . . , n nilai expout(vi, D) ≤ exp(D).

Universitas Sumatera Utara

BAB 3 DIGRAPH DWIWARNA
Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar tentang digraph dwiwarna yang meliputi definisi dua cycle dwiwarna, primitifitas dari digraph dwiwarna, eksponen digraph dwiwarna, dan lokal eksponen dari digraph dwiwarna. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti dalam hal pembahasan hasil utama pada bab berikutnya.
3.1. Dua Cycle Dwiwarna Suatu digraph dwiwarna D(2) adalah sebuah digraph D yang setiap busurnya diwarnai dengan dua buah warna. Dalam hal ini warna yang dipakai adalah merah atau biru, tetapi tidak keduanya. Digraph dwiwarna dapat direpresentasikan dengan garis tak putus sebagai busur merah dan garis putus-putus sebagai busur biru. Contoh 3.1. Representasi dari digraph dwiwarna dengan 3 buah verteks.
v1

v2 v3
Gambar 3.1 Representasi digraph dwiwarna
Dari Gambar 3.1 tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 3 buah garis tak putus sebagai busur merah yaitu busur v1 −→r v2, v1 −→r v3, dan busur v2 −→r v3, kemudian terdapat 2 buah garis yang putus-putus sebagai busur biru yaitu v3
b v1 dan v2 b v1. Pada digraph D(2) terdapat jalan w yang merupakan sebuah jalan di D(2)
dan terdiri dari r(w) sebagai banyaknya busur berwarna merah dari w dan b(w) sebagai banyaknya busur berwarna biru dari w. Panjang dari w adalah ℓ(w) =
16 Universitas Sumatera Utara

17

r(w) + b(w) dan vektor

r(w) b(w)

adalah komposisi dari jalan w (Syahmarani dan

Suwilo, 2012).

Dari Gambar 3.1 dapat ditemukan beberapa path, cycle, dan walk yaitu:

1. Terdapat cycle dari verteks 1 ke verteks 1, v1 −→r v2 b v1 yaitu 1 busur

merah dan 1 busur biru dengan komposisi

1 1

.

2. Terdapat cycle dari verteks 1 ke verteks 1, v1 −→r v3 b v1 yaitu 1 busur

merah dan 1 busur biru dengan komposisi

1 1

.

3. Terdapat cycle dari verteks 1 ke verteks 1, v1 −→r v2 −→r v3 b v1 yaitu 2

busur merah dan 1 busur biru dengan komposisi

2 1

.

4. Terdapat walk dari verteks 1 ke verteks 3, v1 −→r v2 −→r v3 b v1 −→r v3

yaitu 3 busur merah dan 1 busur biru dengan komposisi

3 1

.

5. Terdapat path dari verteks 3 ke verteks 1, v3 b v1 yaitu hanya satu busur

biru dengan komposisi

0 1

.

Dua cycle dwiwarna adalah sebuah digraph D(2) yang terdiri tepat dua cycle dengan masing-masing busur berarah diwarnai dengan dua buah warna, merah atau biru. Seperti halnya dua cycle pada Bab 2, dua cycle dwiwarna juga dapat berpotongan maupun bersinggungan. Representasi dua cycle dwiwarna dapat dilihat pada Contoh 3.2.

Contoh 3.2. Representasi dua cycle dwiwarna dengan 4 buah verteks

v1 v4

v2 v3
Gambar 3.2 Dua cycle dwiwarna

Pada Gambar 3.2 terlihat digraph dwiwarna memiliki dua buah cycle yaitu

dari v1 −→r v2 −→r v3

b

v1 dengan komposisi

2 1

dan dari v1 −→r v2 −→r v3 −→r

v4

b

v1 dengan komposisi

3 1

.

Universitas Sumatera Utara

18

3.2. Primitifitas Digraph Dwiwarna

Seperti halnya digraph, sebuah digraph dwiwarna D(2) dengan mengabaikan warna dari busur-busurnya dikatakan terhubung kuat bila untuk setiap pasangan verteks (u, v) di D(2) terdapat jalan dari u ke v dan jalan dari v ke u. Untuk menentukan suatu digraph dwiwarna terhubung kuat atau tidak, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada gambar tersebut, cukup ditunjukkan adanya jalan yang menghubungkan verteks 2 dengan verteks 3, karena terlihat adanya jalan dengan panjang satu yang menghubungkan verteks 1 dengan 2, verteks 2 dengan verteks 1, verteks 1 dengan verteks 3, dan verteks 3 dengan 1. Dari verteks 2 ke verteks 3 yaitu v2 −→r v3, dan dari verteks 3 ke verteks 2 yaitu v3 b v1 −→r v2 dan v2 b v1 −→r v3. Sehingga digraph dwiwarna tersebut dapat dikatakan terhubung kuat.

Sebuah digraph dwiwarna terhubung kuat dikatakan primitif bila terdapat bilangan bulat tak negatif h dan k sehingga untuk setiap pasangan verteks u dan v di D(2) terdapat sebuah (h, k)-jalan dari u ke v (Fornasini dan Valcher, 1997).

Andaikan D(2) adalah sebuah digraph dwiwarna terhubung kuat. Misalkan C = {c1, c2, . . . , ct} adalah himpunan semua cycle di D(2). Sebuah matriks cycle dari D(2) adalah sebuah matriks 2 × t dalam bentuk

M=

r(c1) b(c1)

r(c2) b(c2)

··· ···

r(ct) b(ct)

.

Yakni sebuah matriks dimana kolom ke-i dengan i = 1, 2, . . . t dari matriks tersebut merupakan komposisi warna dari cycle ci. Content dari matriks cycle M didefinisikan 0 bila rank dari M adalah 1, dan content dari M adalah pembagi persekutuan terbesar dari determinan submatriks 2 × 2 dari M bila rank(M) = 2 (Suwilo, 2011). Fornasini dan Valcher (1997) memberikan karakteristik untuk digraph dwiwarna primitif seperti pada Teorema 3.1 berikut.

Teorema 3.1. Misalkan D(2) adalah digraph dwiwarna yang terhubung kuat dengan sedikitnya satu busur berarah dari setiap warna. Digraph dwiwarna D(2) adalah primitif jika dan hanya jika content matriks cycle D(2) adalah 1.

Bukti. Andaikan D(2) adalah sebuah digraph dwiwarna primitif. Maka D(2) mem-

punyai persisnya satu dari kelas 2-imprimitif. Oleh sebab itu, setiap pasangan

verteks u dan v adalah 2-ekivalen. Karena merupakan 2-ekivalen, maka untuk se-

tiap verteks u dan v dan setiap jalan wuv dari u ke v,

r(wuv ) b(wuv )



M . Ketika M

Universitas Sumatera Utara

19

memiliki rank 2, D(2) memiliki sedikitnya 1 busur merah dan sedikitnya 1 busur

biru. Maka

1 0

,

0 1



M . Karenanya

M

= Z2. Misalkan S adalah bentuk

normal Smith dari M, maka S = UMV untuk beberapa matriks unimodular U

dan V . Karenanya S = Z2, dan content dari S adalah 1. Teorema Cauchy-Binet

menjamin bahwa content dari M adalah 1.

Sebaliknya, asumsikan content dari M adalah 1. Terdapat bilangan bulat

ai dan bi, i = 1, 2, . . . , c sedemikian sehingga

c

1 0

=

ai

r(Ci) b(Ci)

,

dan

i=1

c

0 1

=

bi

r(Ci) b(Ci)

.

i=1

Oleh sebab itu,

1 0

,

0 1



M

dan

M

= Z2.

Ini menjamin untuk setiap

pasangan verteks u dan v dan setiap jalan wuv dari u ke v

r(wuv ) b(wuv )



M.

Karenanya u dan v adalah 2-ekivalen, dan disimpulkan D(2) adalah 2-primitif.

Contoh 3.3. Dari Gambar 3.1, digraph dwiwarna yang terdiri dari tiga buah cycle dan matriks cycle dari digraph dwiwarna tersebut berbentuk

M=

2 1

1 1

1 1

.

Submatriksnya adalah M1 =

2 1

1 1

,

M2

=

2 1

1 1

,

dan

M3

=

1 1

1 1

.

Dikare-

nakan det(M1) = det(M2) = 1, hal ini mengakibatkan pembagi persekutuan

terbesar dari determinan submatriksnya akan bernilai 1. Dengan demikian di-

graph dwiwarna tersebut adalah primitif.

Dua cycle dwiwarna yang terhubung kuat dikatakan primitif jika determinan dari matriks cycle di D(2) adalah 1. Proposisi 3.2 memperlihatkan primitifitas dari dua cycle dwiwarna dengan selisih 2.

Proposisi 3.2. Andaikan D(2) adalah digraph dwiwarna primitif yang terdiri atas dua cycle C1 dan C2 yang panjangnya s dan s + 2. D(2) adalah primitif jika dan hanya jika matriks cyclenya berbentuk

M=

(s + 1)/2 (s − 1)/2

(s + 3)/2 (s + 1)/2

.

Bukti. Andaikan matriks cycle M dapat ditulis sebagai

M=

s−a a

s−b+2 b

Universitas Sumatera Utara

20

dimana 0 ≤ a ≤ s dan 0 ≤ b ≤ s+2. Ketika D(2) adalah primitif dan det(M) = ±1 maka s(b − a) − 2a = ±1. Andaikan det(M) = 1, s(b − a) = 2a + 1 ≤ 2s + 1. Oleh karena itu, 0 < b − a ≤ 2. Jika b − a = 2, maka s(b − a) = 2a + 1 menjadi 2s = 2a + 1, ini mustahil karena s dan a keduanya merupakan bilangan bulat. Oleh sebab itu, dipilihlah b − a = 1 sehingga diperoleh a = (s − 1)/2, b = (s + 1)/2 dan matriks cycle M berbentuk

M=

(s + 1)/2 (s − 1)/2

(s + 3)/2 (s + 1)/2

.

Selanjutnya andaikan det(M) = −1 maka s(b − a) = 2a − 1 ≤ 2s − 1. Oleh karena itu b − a ≤ 1. Jika nilai b − a ≤ 0 maka 2a ≤ 1, dan hanya dipenuhi untuk a = 0. Untuk 0 ≤ b ≤ s + 2 dan a = 0 tidak akan diperoleh det(M) = −1. Oleh karena itu haruslah b − a = 1 sehingga diperoleh a = (s + 1)/2, b = (s + 3)/2 dan matriks cycle M berbentuk

M=

(s − 1)/2 (s + 1)/2

(s + 1)/2 (s + 3)/2

.

Dengan menukar posisi cycle dari matriks cycle M dapat diasumsikan bahwa

matriks cycle dari D(2) berbentuk M =

(s + 1)/2 (s − 1)/2

(s + 3)/2 (s + 1)/2

.

Sebaliknya, andaikan matriks cyclenya dari D(2) berbentuk

M=

(s + 1)/2 (s − 1)/2

(s + 3)/2 (s + 1)/2

.

Determinan dari matriks cycle M, det(M) = 1, sehingga matriks cycle M memiliki rank 2. Ini berakibat content dari matriks cycle M adalah 1. Teorema 3.1 menjamin bahwa D(2) adalah digraph dwiwarna primitif.

3.3. Matriks Ketetanggaan
Andaikan D(2) adalah sebuah digraph dwiwarna yang terdiri atas n verteks {v1, v2, . . . , vn}. Matriks ketetanggaan dari digraph dwiwarna dibedakan menjadi dua yaitu matriks ketetanggaan merah dan matriks ketetanggaan biru. Sebuah matriks ketetanggaan merah R = (rij) dari D(2) adalah sebuah sebuah matriks bujursangkar berordo n yang didefinisikan sebagai berikut.
1, jika terdapat busur merah dari verteks i ke verteks j, rij = 0, jika sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara

21

Matriks ketetanggaan biru dari D(2) adalah matriks B = (bij) yang entrinya didefinisikan sebagai
1, jika terdapat busur biru dari verteks i ke verteks j, bij = 0, jika sebaliknya. Perhatikan bahwa matriks ketetanggaan A dari digraph D merupakan penjumlahan dari matriks ketetanggaan merah dan biru, A = R + B.

Contoh 3.4. Dari Gambar 3.1, matrik ketetanggaan merah dan birunya adalah

0 1 1

0 0 0

R = 0 0 1 dan B = 1 0 0 .





000

100

3.4. Hurwitz Product

Definisi 3.3. Untuk bilangan bulat tak negatif h dan k, (h, k)-hurwitz product, didefinisikan (R, B)(h,k) dari R dan B adalah jumlah semua matriks dari perkalian R sebanyak h kali dan B sebanyak k kali.

Fornasini dan Valcher (1997) menemukan hubungan antara (h, k)-jalan pada digraph dwiwarna dan hasil kali khusus dari matriks ketetanggaan. Untuk matriks tak negatif R dan B dan bilangan bulat tak negatif h dan k, perkalian (h, k)Hurwitz dari matriks R dan B, dinotasikan (R, B)(h,k), adalah jumlahan dari semua hasil kali matriks yang terdiri dari h buah matriks R dan k buah matriks B. Sebagai contoh (R, B)(2,1) = R2B + RBR + BR2, dan (R, B)(3,2) = R3B2 + R2BRB + R2B2R + RBR2B + RBRBR + RB2R2 + BR3B + BR2BR + BRBR2 + B2R3. Secara umum hasil kali (h, k)-Hurwitz dari matriks R dan B dapat didefinisikan secara rekursif sebagai berikut:
(R, B)(h,0) = Rh untuk semua h ≥ 0, (R, B)(0,k) = Bk untuk semua k ≥ 0, (R, B)(h,k) = R(R, B)(h−1,k) + B(R, B)(h,k−1) untuk semua h, k ≥ 1.

Contoh 3.5. Dari matriks ketetangg