KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan:

1. Marjin Pemasaran Salak

a. Pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman terdapat 5 saluran pemasaran yaitu :

i. Petani - pedagang pengecer – konsumen akhir.

ii. Petani - pedagang pengumpul – konsumen (pedagang luar kota).

iii. Petani - pedagang besar – konsumen (pedagang luar kota). iv. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar – konsumen

(pedagang luar kota). v. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang

pengecer - konsumen akhir.

b. Pada saluran pemasaran I total biaya pemasaran Rp 287,50/kg, total keuntungan pemasaran Rp 1.212,50/kg dan marjin pemasaran Rp 1.500,00/kg. Untuk saluran pemasaran II total biaya pemasaran Rp 1.260,22/kg, total keuntungan pemasaran Rp 314,58/kg dan marjin pemasaran Rp 1.550,00/kg. Pada saluran pemasaran III total biaya pemasaran Rp 807,00/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 365,00/kg dan marjin pemasaran Rp 1.172,00/kg. Saluran pemasaran

IV total biaya pemasaran sebesar Rp 720,59/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 445,94/kg dan marjin pemasaran Rp 1.166,53/kg. Kemudian untuk saluran pemasaran V total biaya pemasaran Rp 1.171,67/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 1.878,33/kg dan marjin pemasaran Rp 3.050,00/kg.

c. Jika dilihat dari nilai farmer’s share, saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran I, II, III, dan IV sudah efisien secara ekonomis. Nilai farmer’s share tertinggi yaitu terdapat pada saluran IV sebesar 71,89%. Sedangkan yang nilainya paling kecil

commit to user

adalah saluran V yaitu sebesar 49,17%, artinya saluran pemasaran ini secara ekonomis belum efisien.

2. Nilai Tambah Keripik Salak

a. Pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, biaya total rata-rata yang dikeluarkan dalam satu bulan produksi adalah Rp 20.182.786,73 sedangkan penerimaannya sebesar Rp 26.295.000,00 sehingga rata- rata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6.112.213,27. Artinya, usaha industri keripik salak ini menguntungkan.

b. Efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah sebesar 1,26. Hal ini menunjukkan bahwa usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sudah efisien.

c. Industri keripik salak di Kabupaten Sleman memberikan nilai tambah sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dan imbalan tenaga kerja sebesar Rp 1.750,00/kg bahan baku.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Perlunya pengembangan agroindustri yang mengolah salak menjadi keripik salak terutama di daerah sentra produksi salak sehingga dapat mengurangi resiko adanya ketidakstabilan harga salak terutama harga yang sangat rendah pada saat panen raya. Pengembangan agroindustri ini salah satunya dapat dilakukan dengan pengelolaan agroindustri melalui kelompok tani.

2. Perlunya peningkatan akses pembiayaan bagi para pelaku agroindustri, baik yang berasal dari pemerintah, lembaga pembiayaan perbankan, maupun non perbankan (Koperasi, LKM, BMT, dan lain-lain). Sehingga dapat membantu para pelaku agroindustri dalam memperoleh modal usaha untuk melakukan pengolahan salak menjadi keripik salak. Peningkatan akses ini dapat dilakukan melalui pendampingan kredit usaha serta sosialisasi kredit usaha untuk meningkatkan pemahaman bagi para pelaku agroindustri dalam mengakses kredit usaha.

commit to user

A. Margin Pemasaran Salak

1. Karakteristik Responden Petani Salak Karakteristik responden merupakan gambaran umum tentang keadaan dan latar belakang responden yang berpengaruh terhadap kegiatan usaha. Responden yang digunakan dalam analisis margin pemasaran salak pada penelitian ini adalah petani salak di Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden petani salak meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan lama mengusahakan. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Identitas Responden Petani Salak di Kabupaten Sleman

1. Umur responden (tahun)

51

2. Lama pendidikan (tahun)

12

3. Jumlah anggota keluarga (orang)

5. Lama mengusahakan (tahun)

17 Sumber : Analisis Data Primer (2012) Menurut BPS, penduduk berumur ≤ 14 tahun termasuk golongan

penduduk yang belum produktif, umur 15 - 64 tahun termasuk golongan penduduk yang produktif dan umur ≥ 65 tahun termasuk golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa rata-rata petani salak di Kabupaten Sleman termasuk dalam umur produktif yaitu 51 tahun sehingga produktivitas kerja petani salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi karena tergolong kategori umur produktif. Semua responden petani salak di Kabupaten Sleman pernah mengenyam pendidikan secara formal, meski pada tingkatan yang berbeda-beda.

Pendidikan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam penerapan teknologi baru pada suatu daerah yang berhubungan dengan usahatani setempat. Tingkat pendidikan formal maupun non formal sangat

commit to user

pelaksanaan usahatani. Rata-rata tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani salak di Kabupaten Sleman adalah SMA atau sederajat. Dengan demikian, wawasan ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh para petani salak tersebut dapat dikatakan sudah cukup memadai dalam mendukung usahataninya.

Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden petani salak adalah sebanyak empat orang. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam menjual hasil panennya. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin menuntut petani untuk mendapatkan uang yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhannya.

Pengalaman mengusahakan salak oleh petani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam usahatani yang dijalankan. Pengalaman ini akan mempengaruhi keberhasilan dalam teknis budidaya salak maupun dalam usaha pemasarannya, sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Rata-rata lama mengusahakan budidaya tanaman salak oleh petani salak adalah 17 tahun.

2. Karakteristik Responden Lembaga Pemasaran Salak Lembaga pemasaran salak juga menjadi responden dalam penelitian ini. Petani salak menjual salak ke pedagang lembaga pemasaran. Umur, pendidikan, dan pengalaman berdagang salak sangat mempengaruhi keberhasilan dalam berdagang. Yang termasuk dalam lembaga pemasaran pada penelitian ini yaitu meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer.

a. Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul pada umumnya mendapatkan salak dari para petani salak. Pedagang pengumpul membeli dari para petani dengan mendatangi mereka maupun petani yang mendatangi pedagang tersebut. Berikut adalah tabel identitas responden pedagang pengumpul salak di Kabupaten Sleman.

commit to user

Kabupaten Sleman

1. Umur Responden (tahun)

52

2. Lama Pendidikan (tahun)

12

3. Jumlah Anggota Keluarga (orang)

5. Lama Mengusahakan (tahun)

14 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa umur pedagang pengumpul salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 52 tahun. Pada usia ini umumnya pedagang pengumpul mampu bekerja dengan baik karena fisik dan mental yang kuat dalam melaksanakan pemasaran salak dari petani ke lembaga pemasaran lainnya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang pengumpul adalah sebanyak empat orang.

Tingkat pendidikan pedagang pengumpul rata-rata adalah SMA. Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Pengalaman usaha berpengaruh pada pengalaman lembaga pemasaran dalam memasarkan salak. Lama usaha pada responden pedagang pengumpul rata-rata adalah selama 14 tahun. Tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimiliki pedagang pengumpul saling mendukung keberhasilan mereka dalam memasarkan salak.

b. Pedagang Besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari pedagang pengumpul dengan cara didatangi pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil penelitian ada pula pedagang besar yang memperoleh salak dari petani yang mendatanginya langsung. Berikut adalah tabel identitas responden pedagang besarsalak di Kabupaten Sleman.

commit to user

1. Umur Responden (tahun)

47

2. Lama Pendidikan (tahun)

12

3. Jumlah Anggota Keluarga (orang)

5. Lama Mengusahakan (tahun)

11 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Tabel 20 menunjukkan bahwa umur pedagang besarsalak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 47 tahun. Pada usia ini pedagang besar masih mampu bekerja dengan baik, sehingga pedagang yang usianya masih produktif dapat melakukan pengelolaan dan pendistribusian salak dengan lebih mudah serta dapat menerima pembaharuan mekanisme pemasaran yang dalam hal ini berguna untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemasaran salak. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang besar adalah sebanyak tiga orang.

Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA. Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Rata-rata lama usaha pada responden pedagang besar adalah 11 tahun. Semakin lama pengalaman berdagang semakin mudah bagi mereka untuk memasarkan komoditas salak. Hal ini disebabkan karena mereka sudah cukup dikenal oleh konsumen dan mempunyai pelanggan atau pembeli tetap.

c. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli salak baik langsung dari petani, pedagang pengumpul ataupun pedagang besar. Biasanya pedagang pengecer membeli salak dalam jumlah yang relatif lebih sedikit untuk dijual langsung kepada konsumen akhir.

commit to user

1. Umur Responden (tahun)

59

2. Lama Pendidikan (tahun)

12

3. Jumlah Anggota Keluarga (orang)

5. Lama Mengusahakan (tahun)

23 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa umur pedagang pengecer salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur

59 tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang pengecer adalah sebanyak empat orang.

Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA. Rata- rata lama usaha pada responden pedagang besar adalah 23 tahun. Semakin lama pengalaman berdagang semakin mudahbagi mereka untuk memasarkan salaknya kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena mereka sudah memiliki keterampilan yang baik untuk memasarkan produknya kepada konsumen.

3. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi pemasaran serta memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002).

Lembaga pemasaran salak memiliki arti penting dalam proses penyampaian salak dari produsen hingga sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran mempunyai tugas dan fungsi masing-masing dalam mengantarkan salak tersebut sampai ke konsumen. Berdasarkan hasil penelitian maka tugas dan fungsi lembaga pemasaran salak di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut :

commit to user

Pedagang pengumpul salak pada penelitian ini yaitu pedagang yang membeli salak dari para petani salak. Pedagang ini mendapatkan salak dengan didatangi para petani salak. Para petani salak ini biasanya berada atau bertempat tinggal di dekat pedagang pengumpul.

Pedagang pengumpul menjual salak mereka kepada pedagang besar ataupun konsumen dengan cara mendatangi ataupun didatangi oleh keduanya. Pedagang ini melakukan fungsi penyortiran, pengemasan, penyimpanan sementara, dan pengangkutan. Penyortiran dilakukan dengan memisahkan salak yang cacat dengan salak yg berkualitas baik. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan salak ke dalam keranjang bambu kemudian ditutup dengan rajut. Satu keranjang salak dapat menampung salak seberat 50 kg. Untuk pengiriman jarak jauh dilakukan dengan mengemas dalam peti buah. Penyimpanan sementara dilakukan selama 1-2 hari, mengingat buah memiliki sifat yang tidak tahan lama sehingga harus segera dipasarkan. Pengangkutan atau transportasi dilakukan dengan mengirim salak ke konsumen menggunakan truk. Sekali pengiriman bisa mencapai antara 1-5 ton. Selain itu juga melakukan fungsi pelancar yang meliputi penanggungan penyusutan (resiko rusak), dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan (pedagang besar dan konsumen).

Biasanya pedagang pengumpul dalam membeli salak dari petani menggunakan sistem pembayaran kontan atau langsung dibayar saat transaksi. Akan tetapi untuk penjualan kepada konsumen dilakukan secara kontan dan kredit (tempo).

b. Pedagang Besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari pedagang pengumpul ataupun petani yang mendatangi mereka langsung. Biasanya dalam jumlah yang relatif besar, dan melakukan proses distribusi kepada konsumen ataupun pedagang pengecer. Di

commit to user

Tempel. Pedagang besar berfungsi menampung atau mengumpulkan dan memasarkan salak kepada pedagang lain. Pedagang besar dalam melakukan tugasnya melakukan beberapa kegiatan yaitu kegiatan penyortiran, pengemasan, pengangkutan, dan pelancar. Pedagang besar melakukan penyortiran berdasarkan kualitas salak, akan tetapi ada juga pedagang yang tidak melakukannya. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan salak ke dalam keranjang bambu kemudian ditutup dengan rajut. Pengangkutan atau transportasi dilakukan dengan mengirim salak ke konsumen menggunakan truk. Pedagang besar dalam membeli salak dari pedagang pengumpul menggunakan sistem pembayaran kontan atau langsung dibayar saat transaksi. Tetapi untuk penjualan kepada konsumen dilakukan secara kontan dan kredit (tempo). Selain itu juga melakukan fungsi pelancar yang meliputi penanggungan penyusutan(resiko rusak), dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan (pedagang pengecer dan konsumen).

c. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer ini adalah pedagang salak yang membeli salak dari pedagang besar ataupun langsung dari petani salak. Biasanya jumlah pembelian relatif kecil dan langsung menjualnya kepada konsumen akhir. Mereka membeli salak dari petani atau dari pedagang besar. Pedagang pengecer ini menjual salak kepada konsumen dengan mendirikan kios pinggir jalan. Biasanya konsumen membeli salak sebagai oleh-oleh karena salak merupakan buah khas Kabupaten Sleman. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi pengangkutan dan penyimpanan sementara serta melakukan fungsi pelancar yang meliputi penanggungan resiko rusak, dan menyampaikan informasi kepada konsumen. Sistem pembayaran yang digunakan pedagang pengecer adalah secara tunai atau kontan yaitu dengan cara langsung dibayar saat transaksi jual beli salak berlangsung.

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diuraikan mengenai pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai saluran pemasaran salak yang digunakan, diperoleh dengan cara penelusuran saluran pemasaran salak mulai dari petani sampai pada konsumen. Terdapat lima pola pemasaran salak di Kabupaten Sleman, yaitu:

a. Saluran Pemasaran I

b. Saluran Pemasaran II

c. Saluran Pemasaran III

d. Saluran Pemasaran IV

e. Saluran Pemasaran V

Gambar 2. Bagan Saluran Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman

Pedagang Pengumpul

Konsumen (Pedagang Luar Kota)

Pedagang Pengumpu

Pedagang Pengumpul

Pedagang

Besar

Pedagang Pengecer

Konsumen Akhir

Konsumen (Pedagang Luar Kota)

Konsumen (Pedagang Luar Kota)

commit to user

dilakukan melalui bebarapa saluran yaitu :

a. Saluran Pemasaran I Pada saluran pemasaran I, petani menjual langsung salaknnya kepada pedagang pengecer, kemudian dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen rumah tangga untuk dikonsumsi langsung. Penjualan dilakukan petani dengan cara didatangi langsung oleh pedagang pengecer. Kemudian pedagang pengecer menjual salak tersebut kepada konsumen yang mendatangi kiosnya. Biasanya pedagang pengecer menjual salaknya di kios pinggir jalan, sehingga kebanyakan pembelinya adalah pengendara jalan yang membeli salak sebagai oleh-oleh.

b. Saluran Pemasaran II Pada saluran pemasaran II, petani menjual langsung salaknya kepada pedagang pengumpul yang letaknya disekitar tempat tinggal petani. Petani menjual salaknya dengan cara mendatangi pedagang pengumpul. Kemudian dari pedagang pengumpul dijual kembali kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang luar kota yang memasarkan salaknya di luar Kabupaten Sleman. Oleh karena penelitian ini hanya dibatasi pada lembaga pemasaran yang ada di Kabupaten Sleman. Pedagang luar kotabertempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman, seperti Aceh, Medan, Bali, Jakarta, Kediri, dll. Pedagang pengumpul melakukan sortasi dan pengemasan menggunakan keranjang atau peti buah tergantung tujuan pengiriman. Biasanya untuk pengiriman jarak jauh dilakukan menggunakan truk yang disediakan oleh pedagang pengumpul ataupun yang dikirim oleh konsumen (pedagang luar kota).

c. Saluran Pemasaran III Pada saluran pemasaran III, petani menjual langsung salaknya kepada pedagang besar. Petani mendatangi pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Di Kabupaten Sleman, Pasar Tempel

commit to user

pemasaran salak, mulai dari pedagang pengecer, pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun petani. Dari pedagang besar kemudian buah salak dijual lagi kepada konsumen (pedagang luar kota). Sama seperti halnya pada saluran II, pedagang luar kota bertempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman.

d. Saluran Pemasaran IV Pada saluran pemasaran IV, petani menjual salaknya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Seperti halnya pedagang pengumpul, pedagang besar juga melakukan kegiatan sortasi ataupun pengemasan salak yang akan dijual ke konsumen (pedagang luar kota).

e. Saluran Pemasaran V Di dalam penelitian ini, saluran V adalah saluran yang paling banyak memiliki lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Petani menjual salak kepada pedagang pengumpul yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Kemudian pedagang pengumpul menjualnya kepada pedagang besar yang ada di Pasar Tempel. Dari pedagang besar kemudian dijual kembali kepada pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen akhir.

Saluran pemasaran salak yang dipilih petani salak di Kabupaten Sleman berbeda-beda. Berbagai pertimbangan mereka jadikan alasan untuk memilih saluran pemasaran salak yang mereka gunakan. Untuk mengetahui jumlah petani salak yang terlibat di tiap saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

commit to user

Salak di Kabupaten Sleman

No.

Jenis Saluran

Pemasaran

Jumlah Petani Responden (orang)

Persentase (%)

1 Saluran Pemasaran I

2 6,67

2 Saluran Pemasaran II

13 43,33

3 Saluran Pemasaran III

5 16,67

Saluran Pemasaran IV Saluran Pemasaran V

30,00 3,33

Jumlah

30 100 Sumber : Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa saluran pemasaran yang paling banyak digunakan petani salak di Kabupaten Sleman adalah saluran pemasaran II, yaitu sebanyak 13 orang petani (43,33%). Saluran ini paling banyak dipilih petani karena jarak kebun salak atau tempat tinggal petani dekat dengan tempat tinggal pedagang pengumpul. Selain itu juga antara petani dengan pedagang pengumpul biasanya merupakan tetangga atau kerabat mereka sehingga sudah ada kepercayaan satu sama lain.

Saluran pemasaran urutan kedua yang banyak digunakan oleh petani adalah saluran pemasaran IV, yaitu sebanyak 9 orang petani (30,00%). Sama seperti halnya pada saluran II, petani pada saluran pemasaran IV menjual langsung salaknya kepada pedagang pengumpul yang letaknya tidak jauh dari para petani salak.

Saluran pemasaran salak yang menempati urutan ketiga yaitu saluran pemasaran III dengan jumlah petani yang terlibat sejumlah 5 orang (16,67%). Saluran ini dipilih petani tidak sebanyak pada saluran II dan IV karena petani menjual langsung kepada pedagang besar yang letaknya berada di Pasar Tempel. Pada saluran III petani harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih besar karena jaraknya lebih jauh dibandingkan menjual kepada pedagang pengumpul. Petani menggunakan saluran ini dengan alasan harga beli oleh pedagang besar lebih tinggi daripada pedagang pengumpul. Selain itu juga ada petani yang karena sekalian ada urusan di Pasar Tempel. Saluran yang paling sedikit digunakan oleh petani

commit to user

dalam saluran ini.

5. Biaya Pemasaran, Keuntungan, Marjin Pemasaran, dan Farmer’s Share Proses perpindahan salak dari petani sampai kepada konsumen memerlukan biaya pemasaran dan membuat harga salak menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan setiap lembaga pemasaran salak mengambil keuntungan. Besarnya biaya pemasaran, keuntungan, marjin pemasaran, dan Farmer’s Share saluran I dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin

Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran I

No

Uraian

Rp/kg

Persentase (%)

1 Petani

a. Harga Jual dari Petani

b. Biaya pemasaran

c. Harga yang Diterima Petani

3.000,00

3.000,00

2 Pedagang Pengecer

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

2) Tenaga Bongkar

3) Tenaga Muat

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Konsumen Harga Beli Konsumen

4.500,00

100,00

4 a. Total Biaya Pemasaran

b. Total Keuntungan

c. Total Marjin Pemasaran

d. Farmer’s Share

287,50 1.212,50 1.500,00

66,67 Sumber : Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel 23 di atas, diketahui bahwa harga yang diterima petani sebesar Rp 3.000,00/kg. Total biaya pemasaran sebesar Rp 287,50/kg yang diperoleh dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer. Pada saluran I ini petani tidak mengeluarkan biaya

commit to user

petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi maupun biaya pengemasan. Petani tidak perlu mengeluarkan biaya pengemasan untuk membeli keranjang karena pedagang pengecer sudah menyediakan keranjang sendiri. Selain untuk membeli keranjang, biaya pemasaran juga dikeluarkan pedagang pengecer sebagai biaya penyusutan. Harga beli konsumen sebesar Rp 4.500,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran I adalah sebesar Rp 1.212,50/kg, sedangkan untuk total marjin pemasaran sebesar Rp 1.500,00/kg. Komponen marjin pemasaran terdiri biaya-biaya pemasaran yang diperlukan oleh produsen untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Nilai Farmer’s share yang terjadi sebesar 66,67 %. Farmer’s share adalah bagian yang diterima petani, semakin besar farmer’s share dan semakin kecil marjin pemasaran maka dapat dikatakan suatu saluran pemasaran berjalan secara efisien.

commit to user

di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran II. Tabel 24. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin

Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran II

No

Uraian

Rp/kg

Persentase (%)

1 Petani

a. Harga Jual dari Petani

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

c. Harga yang Diterima Petani

2 Pedagang Pengumpul

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

2) Tenaga Bongkar

3) Tenaga Muat

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Konsumen Harga beli

4.550,00

100,00

4 a. Total Biaya Pemasaran

b. Total Keuntungan

c. Total Marjin Pemasaran

d. Farmer’s Share

1.260,22

314,58 1.550,00

65,93 Sumber : Analisis Data Primer, 2012

Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata harga yang diterima petani sebesar Rp 2.975,19/kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 24,81/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena biasanya petani membawa salaknya ke pedagang pengumpul menggunakan sepeda motor. Pedagang pengumpul juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 1.235,42/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Besarnya biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul biasanya yang paling besar adalah untuk biaya transportasi pengiriman salak ke luar kota. Untuk biaya

commit to user

kerja. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran II ini sebesar Rp 1.260,22/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.550,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran II adalah sebesar Rp 314,58/kg, sedangkan untuk total marjin pemasaran sebesar Rp 1.550,00/kg. Komponen marjin pemasaran terdiri biaya-biaya pemasaran yang diperlukan oleh produsen untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Nilai Farmer’s share yang terjadi sebesar 65,93%.

Rata-rata biaya, keuntungan, marjin pemasaran, dan farmer’s share salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran III disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 25. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin

Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran III

No

Uraian

Rp/kg

Persentase (%)

1 Petani

a. Harga Jual dari Petani

b. Biaya Pemasaran

c. Harga yang Diterima Petani

3.000,00

72,00 2.928,00

2 Pedagang Besar

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

2) Tenaga Bongkar

3) Tenaga Muat

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Konsumen Harga beli

3.850,00

100,00

4 a. Total Biaya Pemasaran

b. Total Keuntungan

c. Total Marjin Pemasaran

d. Farmer’s Share

807,00 365,00

1.172,00

69,56 Sumber : Analisis Data Primer, 2012

commit to user

diterima petani sebesar Rp 2.928,00/kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 72,00/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena petani harus membawa salaknya ke pedagang besaryang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 735,00/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang besar untuk pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Untuk biaya pengemasan terdiri dari biaya pembelian keranjang, peti buah, dan tenaga kerja. Biaya transportasi dikeluarkan untuk pengiriman salak ke konsumen. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran III ini sebesar Rp 807,00/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 3.850,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran III adalah sebesar Rp 365,00/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.100,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 69,56%.

commit to user

marjin pemasaran, dan farmer’s share pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran IV. Tabel 26. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin

Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran IV

No

Uraian

Rp/kg

Persentase (%)

1 Petani

a. Harga Jual dari Petani

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

c. Harga yang Diterima Petani

Pedagang Pengumpul

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

2) Tenaga Bongkar

3) Tenaga Muat

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Pedagang Besar

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

2) Tenaga Bongkar

3) Tenaga Muat

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Konsumen Harga beli

4.150,00

100,00

4 a. Total Biaya Pemasaran

b. Total Keuntungan

c. Total Marjin Pemasaran

d. Farmer’s Share

720,59 445,94

1.166,53

71,89 Sumber : Analisis Data Primer, 2012

commit to user

sebesar Rp 2.983,47/kg, dengan biaya pemasaran sebesar Rp 16,53/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena ada yangmendatangi langsung pedagang pengumpul, tetapi ada pula petani yang tidak mengeluarkan biaya transportasi karena jarak tempat tinggal petani dengan pedagang dekat. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 164/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, tenaga bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 368,06. Biaya tersebut terdiri dari biaya pengemasan, transportasi, tenaga kerja, dan penyusutan (resiko rusak). Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran IV ini sebesar Rp 720,59/kg. Kemudian harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.150,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran IV adalah sebesar Rp 445,94/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 71,89%.

Saluran pemasaran salak yang terakhir dalam penelitian ini yaitu saluran pemasaran V. Berikut ini rata-rata biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran V :

commit to user

Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran V

No

Uraian

Rp/kg

Persentase (%)

1 Petani

a. Harga Jual dari Petani

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi

c. Harga yang Diterima Petani

Pedagang Pengumpul

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

Pedagang Besar

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

4 Pedagang Pengecer

a. Harga Beli

b. Biaya Pemasaran

1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain

c. Keuntungan

d. Marjin Pemasaran

e. Harga Jual

3 Konsumen Harga beli

6.000,00

100,00

4 a. Total Biaya Pemasaran

b. Total Keuntungan

c. Total Marjin Pemasaran

d. Farmer’s Share

1.171,67 1.878,33 3.050,00

49,17

Sumber : Analisis Data Primer, 2012

commit to user

yang diterima petani sebesar Rp 2.950/kg, dengan biaya pemasaran sebesar Rp 50/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena petani mendatangi langsung pedagang pengumpul. Pada saluran V ini pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 330/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, tenaga bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 391,67/kg. Biaya tersebut terdiri dari biaya pengemasan, transportasi, tenaga kerja bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengecer memperoleh salak dari pedagang besar kemudian menjualnya kepada konumen akhir dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp 400,00/kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran V ini sebesar Rp 1.171,67/kg. Total keuntungan pada saluran pemasaran V adalah sebesar Rp 1.878,33/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 49,17%. Hal ini menandakan secara ekonomis saluran V belum efisien.

B. Nilai Tambah Keripik Salak

1. Karakteristik Responden Industri Keripik Salak Responden pada analisis nilai tambah keripik salak adalah produsen industri keripik salak yang pada masa penelitian masih aktif berproduksi dan berdomisili di Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden produsen industri keripik salak meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, lama mengusahakan, status usaha, alasan usaha, dan sumber modal. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini.

commit to user

1. Umur responden (tahun)

46

2. Lama pendidikan (tahun)

15

3. Jumlah anggota keluarga (orang)

4. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha (orang)

5. Lama mengusahakan (tahun)

5,6 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Berdasarkan Tabel 28, dapat diketahui bahwa rata-rata produsen keripik salak di Kabupaten Sleman termasuk dalam umur produktif yaitu

46 tahun sehingga produktivitas kerja produsen keripik salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi. Semua responden produsen industri keripik salak di Kabupaten Sleman pernah mengenyam pendidikan secara formal, meskipun pada tingkatan yang berbeda-beda. Rata-rata tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh produsen keripik salak di Kabupaten Sleman adalah Diploma. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki produsen keripik salak maka mereka akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai cara menjalankan suata usaha. Meskipun pendidikan formal tidak menjadi syarat yang diperlukan dalam usaha industri keripik salak, namun hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir sebagai produsen dalam setiap pengambilan keputusan usaha, misalnya bagaimana dia harus menciptakan efisiensi dan efektivitas produksi atau kemana dia harus memasarkan produk keripik salaknya.

Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden produsen keripik salak adalah sebanyak empat orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha industri keripik salak sebanyak satu orang. Biasanya anggota keluarga yang aktif dalam industri keripik salak adalah suami atau istri saja. Sedangkan anggota keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, masih menempuh pendidikan, berada di luar kota atau termasuk usia non produktif (anak-anak dan manula). Dalam usaha ini semua responden menggunakan tenaga kerja luar, karena usaha

commit to user

keluarga. Rata-rata lama mengusahakan dari industri keripik salak adalah 5,60 tahun. Lama mengusahakan yang dimiliki oleh para produsen keripik salak ini juga sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dari usahanya. Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh para produsen dan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh para produsen akan berguna untuk mengatasi berbagai kendala usaha yang mereka hadapi.

2. Karakteristik Usaha Industri Keripik Salak

a. Alasan Mengusahakan Keripik Salak Dalam melakukan kegiatan usahanya, para produsen industri keripik salak mempunyai alasan tersendiri. Berikut ini beberapa alasan memilih pengolahan keripik salak. Tabel 29. Alasan Utama Mengusahakan Industri Keripik Salak

Kabupaten Sleman

No.

Alasan

Jumlah (orang)

Lebih Menguntungkan Tidak Mempunyai Pekerjaan Lain Lainnya

Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Seluruh produsen industri keripik salakmenjalankan usaha keripik salak tersebut karena usaha ini dirasa lebih menguntungkan.Dengan melakukan pengolahan buah salak menjadi keripik salak menggunakan vacuum fryer, para pengusaha dapat memperoleh nilai tambah baik secara fisik maupun ekonomi dari buah salak. Pada saat panen raya tiba para produsen juga dapat memanfaatkan keadaan dengan memproduksi sebanyak-banyaknya keripik salak yang dapat dijadikan persediaan produk pada saat harga salak tinggi. Karena pada saat panen raya harga buah salak sangat rendah sehingga ketika produsen memproduksi dalam jumlah banyak

commit to user

harga keripik salak relatif lebih stabil.

b. Status Usaha Industri Keripik Salak Produsen dalam menjalankan usaha keripik salak ada yang menjadikannya sebagai pekerjaan utama, tetapi ada pula yang sebagai usaha sampingan. Status usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 30 berikut ini. Tabel 30. Status Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman

No.

Status Usaha

Jumlah (Responden)

Persentase (%)

1. Pekerjaan Utama

4 80

2. Pekerjaan Sampingan

1 20

Total

5 100 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Usaha industri keripik salak merupakan pekerjaan utama bagi sebagian besar responden yaitu sebesar 80% dan sebagai pekerjaan sampingan bagi 20% responden. Hal ini dikarenakan usaha industri keripik salak ini dilakukan karena lebih menguntungkan dibandingkan usaha yang lain sehingga lebih banyak waktu yang dicurahkan untuk melakukan usaha ini dengan frekuensi produksi setiap hari. Adapun produsen yang menjadikan usaha ini sebagai pekerjaan sampingan dikarenakan dia memiliki pekerjaan utama yang lain yaitu sebagai konsultan sehingga dia tidak dapat melakukan produksi keripik salak setiap hari.

Kegiatan usaha industri keripik salak ini dilakukan hampir setiap hari karena memang buah salak tersedia sepanjang tahun dan biasanya usaha ini meningkat volume produksinya ketika musim panen raya tiba. Hal ini disebabkan karena melimpahnya buah salak di Kabupaten Sleman dan biasanya harganya sangat rendah.

c. Modal Usaha Industri Keripik Salak Dalam menjalankan usaha industri keripik salak ini para produsen membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sumber modal

commit to user

31 berikut ini. Tabel 31. Sumber Modal Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten

Sleman

No.

Sumber Modal

Jumlah(Orang)

Modal Sendiri Modal Pinjaman Bank Bantuan Pemerintah

5 100 Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa sebanyak 3 orang responden (60%) produsen keripik salak menggunakan modal sendiri untuk menjalankan usahanya, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (40%) menggunakan modal yang berasal dari bantuan pemerintah (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan), hal ini dikarenakan alat vacuum fryer yang digunakan dalam usaha pembuatan keripik salak ini harganya relatif mahal bagi pelaku usaha industri skala rumah tangga.

d. Bahan Baku Industri Keripik Salak Bahan baku utama dalam usaha industri keripik salak adalah buah salak yang diperoleh baik dari hasil panen sendiri maupun pembelian dari petani atau pedagang salak di Kabupaten Sleman. Pengadaan bahan baku, cara pemesanan, dan cara pembayaran bahan baku tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

commit to user

Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman

No.

Uraian

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1. Pengadaan Bahan Baku

a. Hasil panen sendiri

b. Membeli

c. Hasil panen sendiri dan membeli dari petani/ pedagang

2. Cara Pemesanan

a. Pesan langsung kirim

b. Pesan tidak langsung kirim

4. Cara Pembayaran

a. Kontan

b. Kredit

100

Jumlah

5 100 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Bahan baku buah salak dalam usaha industri keripik salak yang diperoleh dari membeli dari petani atau pedagang salak yaitu sebesar 60%, sedangkan yang berasal dari panen sendiri maupun membeli dari petani/pedagang sebesar 40%. Bahan baku salak yang diperoleh dari pembelian biasanya sebagian besar berasal dari pedagang. Jenis salak yang digunakan yaitu salak pondoh dengan tingkat kemasakan 70- 80%. Salak pondoh dengan tingkat kemasakan tersebut adalah yang paling baik untuk diolah menjadi keripik salak, karena salak pada tingkat kemasakan tersebut tidak terlalu matang dan tidak terlalu mentah sehingga tidak mudah hancur jika digoreng dengan mesin vacuum fryer .

Cara pemesanan bahan baku dilakukan para produsen keripik salak dengan pesan langsung dikirim ataupun pesan tidak langsung dikirim (tempo). Pesan tidak langsung biasanya dilakukan sehari sebelum pengiriman dengan memesan buah salak melalui telepon, baru keesokan harinya pesanan salak dikirim oleh pedagang. Untuk cara pembayarannya dilakukan semua responden secara kontan. Hal ini

commit to user

ketersediaan bahan baku dapat tersedia secara kontinyu.

e. Peralatan Pembuatan Keripik Salak Disamping bahan baku yang digunakan dalam pembuatan keripik salak, produsen juga menggunakan berbagai peralatan dalam proses produksinya. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi keripik salak terbilang sudah canggih karena telah menggunakan teknologi mesin vacuum dan berbagai peralatan pendukung lainnya. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi keripik salak pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu :

i. Vacuum fryer, yaitu alat berbasis mesin vakum yang digunakan untuk menggoreng daging buah salak.

ii. Spiner, yaitu alat yang digunakan untuk mengurangi kadar panas dan kadar minyak goreng yang terdapat pada keripik salak.

iii. Sealer, yaitu alat yang digunakan untuk menutup kemasan aluminium foil. iv. Ember, yaitu alat yang digunakan untuk mencuci daging salak. v. Keranjang, yaitu alat yang digunakan untuk menampung buah salak. vi. Pisau, yaitu alat yang digunakan produsen untuk membelah daging

buah salak. vii. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang buah salak yang

akan diolah menjadi keripik salak. viii. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang keripik salak. Kebanyakan alat vacuum fryer yang dimiliki oleh para produsen keripik salak diperoleh dari bantuan pemerintah yaitu dari Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman, serta ada yang berasal dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal ini dikarenakan harga dari alat tersebut yang cukup mahal untuk dijangkau oleh para produsen, tetapi ada pula produsen yang membeli sendiri peralatan tersebut. Ada juga produsen yang melakukan modifikasi terhadap alat

commit to user

dapat menghemat waktu produksi yang digunakan.

f. Proses Produksi Keripik Salak Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :

i. Pengupasan buah salak, dilakukan dengan mengupas kulit luar dan kulit ari buah salak.

ii. Pembelahan daging buah salak, dilakukan dengan menggunakan pisau, yaitu dengan memotong bagian ujung terlebih dahulu kemudian dibelah menjadi dua bagian serta dikeluarkan biji dan anakannya.

iii. Pencucian, dilakukan dengan mencuci daging buah salak dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada daging buah salak.

iv. Penirisan, dilakukan agar sisa air pencucian tidak terlalu banyak. v. Penggorengan, dilakukan dengan memasukkan daging buah salak ke dalam alat vacuum fryer yang sudah berisi minyak panas (70 o C) selama 1,5-2 jam dengan beberapa kali pengadukan.

vi. Pengeringan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak ke dalam spiner untuk menghilangkan minyak goreng yang menempel pada keripik salak.

vii. Pengemasan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak

kedalam kemasan aluminium foil.

commit to user

Gambar 7. Bagan Pembuatan Keripik Salak di Kabupaten Sleman Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman sudah cukup

modern karena telah menggunakan alat vacuum fryer yang dapat menggoreng keripik salak hingga kadar airnya menjadi sangat rendah dalam waktu yang relatif lebih singkat. Tetapi untuk kegiatan pengupasan dan pembelahan masih dilakukan secara tradisional yaitu hanya menggunakan pisau dapur saja. Cara ini dilakukan karena buah salak memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan buah lainnya yaitu harus dikupas kulit luar dan kulit arinya secara manual serta buah salak biasanya memiliki biji dan anakan yang harus dipisahkan.

Pengeringan

Pengupasan

Pembelahan

Pencucian

Penirisan

Penggorengan

Pengemasan

commit to user

kali proses produksi. Rata-rata produsen keripik salak di Kabupaten Sleman dalam sehari dapat melakukan proses produksi sebanyak 6 kali. Rangkaian kegiatan produksi tersebut dilakukan secara bergantian, sebab buah salak yang sudah dikupas tidak boleh dibiarkan lama-lama terkena udara bebas. Oleh karena itu, biasanya para produsen melakukan pengupasan dan pembelahan untuk produksi selanjutnya pada saat berlangsung kegiatan penggorengan, sehingga proses produksi dapat efisien.

g. Pemasaran Keripik Salak Produk keripik salak di Kabupaten Sleman ini dipasarkan tidak hanya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi ke berbagai kota di Indonesia. Bahkan ada produsen yang telah mengekspor produk keripik salaknya ke berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Kuwait. Sebagai produk khas Kabupaten Sleman, biasanya produk keripik salak dipasarkan di berbagai pusat oleh-oleh yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta.Semua produsen keripik salak di Kabupaten Sleman memasarkan produknya melalui distributor. Ada yang diambil langsung oleh distributor ada pula produsen yang mengantar keripik salaknya kepada distributor. Selain menjual kepada distributor, produsen juga melayani penjualan langsung kepada konsumen di rumahnya, yaitu dengan membangun outlet sederhana di rumah produsen.

3. Analisis Usaha Industri Keripik Salak

Pada penelitian ini dilakukan analisis usaha pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui besarnya analisis usaha ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

1. Analisis Biaya Dalam usaha industri keripik salak pada penelitian ini diperhitungkan dua macam biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

commit to user

dan biaya sewa bangunan. Sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya transportasi, dan biaya pengemasan.

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan keripik salak yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Rata-rata biaya tetap pada usaha industri keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 33. Rata-rata Biaya Tetap per Bulan Industri Keripik Salak

di Kabupaten Sleman

No.

Macam Biaya

Rata-rata (Rp) Persentase(%)

1. Penyusutan Peralatan

Bunga Modal Sendiri Sewa Bangunan

Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata biaya tetap pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp 935.186,73. Biaya bunga modal sendiri adalah yang terbesar yaitu sebesar Rp 590.940,00 (63,19%). Untuk menghitung bunga modal investasi menggunakan rumus :

Bunga modal sendiri = Nilai aset x suku bunga Nilai suku bunga pada bulan Maret 2012 yang diperoleh dari

data Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 1,5% per tahun. Bunga modal sendiri dihitung untuk mengetahui besarnya kesempatan yang hilang jika produsen menginvestasikan uangnya dan tidak menggunakannya sebagai modal.

Biaya penyusutan menempati urutan kedua dalam biaya tetap industri keripik salak yaitu sebesar Rp 269.246,73 (28,79%). Peralatan yang digunakan dalam industri pengolahan salak

commit to user

penyusutan peralatan dapat dihitung dengan rumus : Penyusutan per Bulan =

Umur Ekonomis

Nilai Awal Nilai Awal -

Biaya bunga modal sendiri dan biaya penyusutan sebenarnya tidak benar-benar dikeluarkan oleh produsen, akan tetapi karena dalam penelitian ini menggunakan konsep keuntungan maka, kedua biaya tersebut tetap diperhitungkan. Besarnya biaya sewa bangunan adalah yang terkecil dalam biaya tetap industri keripik salak yaitu sebesar Rp 75.000,00 (8,02%) per bulannya.

b. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan proses pengolahan keripik salak yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang dihasilkan. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan biaya pengemasan. Biaya variabel usaha pengolahan keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 34. Rata-rata Biaya Variabel per Bulan Industri Keripik

Salak di Kabupaten Sleman

No.

Macam Biaya

Rata-rata (Rp) Persentase(%)

1. Bahan Baku

Tenaga Kerja Minyak Goreng Gas Elpigi

Pengemasan Transportasi

Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa jumlah rata- rata biaya variabel dalam satu bulan produksi pada pengolahan keripik salak di Kabupaten Sleman adalah sebesar Rp 19.247.600,00. Rata-rata biaya bahan baku merupakan biaya

commit to user

8.010.000,00 (41,62%). Bahan baku keripik salak merupakan buah salak pondoh dengan tingkat kematangan antara 70-80%. Besarnya biaya bahan baku dipengaruhi oleh musim panen dan kualitas dari salak pondoh itu sendiri. Biasanya harga salak pondoh rendah pada saat panen raya, yaitu ketika awal musim penghujan antara bulan November, Desember, dan Januari. Sedangkan harga salak tinggi terjadi sekitar bulan Juni dan Juli. Semakin baik kualitas dari salak pondoh maka harganya akan semakin tinggi. Biasanya ditentukan dari segi ukuran buah salak, semakin besar ukurannya maka harganya semakin tinggi. Rata-rata harga salak pondoh untuk pengolahan keripik salak yaitu sekitar Rp 3.000,00/kg.

Biaya tenaga kerja menempati urutan kedua dalam biaya variabel, yaitu sebesar Rp 3.780.000,00 (19,64%) dalam satu bulan produksi. Rata-rata upah tenaga kerja per harinya sebesar Rp 30.000,00. Hampir semua produsen keripik salak melakukan kegiatan produksinya setiap hari. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh produsen dipengaruhi oleh jumlah bahan baku yang digunakan serta lamanya proses produksi. Semakin banyak bahan baku yang digunakan dan semakin lama proses produksi, maka jam kerja yang dibutuhkan juga semakin banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja juga semakin besar.

Besarnya biaya pengemasan sebesar Rp 3.738.000,00 (19,42%). Biaya pengemasan keripik salak digunakan untuk membeli kemasan aluminium foil dan label. Aluminium foil dipilih para produsen sebagai kemasan karena kemasan ini dapat menyimpan keripik salak dalam waktu yang lebih lama, yaitu selama 2 tahun. Kemasan aluminium foil yang digunakan yang harganya relatif mahal. Untuk tiap kemasan yang berlabel harganya berkisar antara Rp 1.300,00 - Rp 2.000,00.

commit to user

goreng untuk menggoreng salak di dalam mesin vacuum fryer, sehingga didapatkan keripik salak yang memiliki cita rasa yang tidak berbeda jauh dengan buah salak pondoh segar. Besarnya biaya minyak goreng dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 2.729.600,00 (14,18%).

Gas elpigi digunakan sebagai bahan bakar untuk menggoreng keripik salak. Besarnya biaya gas elpigi yang digunakan yaitu sebesar Rp 900.000,00 (4,68%).

Biaya terkecil dalam biaya variabel yang digunakan pada pengolahan keripik salak yaitu biaya transportasi. Biaya transportasi biasanya dikeluarkan para produsen untuk membeli bahan bakar kendaraan (bensin). Kendaraan tersebut mereka gunakan untuk kegiatan transportasi dalam membeli bahan bahan baku, bahan penolong, dan kegiatan pemasaran produk. Besarnya rata-rata biaya transportasi yang dikeluarkan produsen keripik salak yaitu sebesar Rp 90.000,00 (0,47%). Biaya ini kecil karena biasanya untuk kegiatan pemasaran seringkali distributor yang mengambil langsung ke rumah produsen sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar.

c. Biaya Total

Biaya total adalah hasil dari penjumlahan dari seluruh biaya tetap dan biaya variabel, yang dinyatakan dalam rupiah. Biaya total yang dikeluarkan oleh produsen keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 35. Rata-rata Biaya Total per Bulan Industri Keripik Salak di

Kabupaten Sleman

No.

Macam Biaya

Rata-rata (Rp) Persentase(%)

1. Biaya Tetap

935.186,73 4,63

2. Biaya Variabel

Sumber : Analisis Data Primer (2012)

commit to user

dikeluarkan dalam industri keripik salak di Kabupaten Sleman dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp 20.182.786,73. Biaya variabel industri tersebut lebih besar daripada biaya tetap, hal ini dikarenakan biaya variabel berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksinya, sedangkan biaya tetap berubah dalam waktu yang relatif lama. Komponen biaya variabel yang menyebabkan jumlahnya lebih besar yaitu berupa biaya bahan baku. Harga bahan baku berubah-ubah padahal untuk proses produksi dibutuhkan dalam jumlah yang besar.

2. Penerimaan Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga persatuan produk yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Hasil produksi keripik salak dijual semua oleh produsen. Penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman berasal dari hasil penjualan keripik salak dan biji salak. Berikut adalah tabel penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman : Tabel 36. Rata-rata Produksi, Rata-rata Harga/kg, Rata-rata

Penerimaan, dan Rata-rata Jumlah Penerimaan per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman

No.

Produk

Rata-rata Produksi

(Kg)

Rata-rata Harga/kg

(Rp)

Rata-rata Penerimaan (Rp)

1. Keripik Salak

2. Biji Salak

Rata-rata jumlah penerimaan (Rp)

26.295.000 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Berdasarkan analisis Tabel 36 diketahui bahwa rata-rata jumlah penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 26.295.000,00. Jumlah keripik salak yang diproduksi oleh produsen dalam satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg dengan harga rata- rata per kg adalah Rp 129.000,00 sehingga rata-rata jumlah penerimaannya sebesar Rp 26.055.000,00. Sedangkan untuk biji salak,

commit to user

480 kg dengan harga rata-rata per kg adalah Rp 500,00 sehingga rata- rata penerimaannya sebesar Rp 240.000,00. Biji salak merupakan limbah dari produksi keripik salak. Akan tetapi, dapat memberikan sejumlah penerimaan kepada produsen karena biji salak dapat dijual ke pedagang untuk dikirim ke luar Pulau Jawa yang berguna sebagai pagar perkebunan.

Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah keripik salak dan biji salak yang diproduksi oleh setiap produsen. Semakin banyak jumlah keripik salak dan biji salak yang diproduksi, maka akan semakin besar juga penerimaannya. Selain itu, harga jual dipasaran juga mempengaruhi penerimaan, yaitu semakin tinggi harga jual keripik salak dan biji salak, maka semakin tinggi pula penerimaan yang diperoleh produsen keripik salak.

3. Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dari industri keripik salak merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37. Rata-rata Keuntungan per Bulan Industri Keripik Salak di

Kabupaten Sleman

No.

Macam Biaya

Rata-rata per Produsen (Rp)

1. Penerimaan Total

26.295.000,00

2. Biaya Total

20.182.786,73

Keuntungan

6.112.213,27 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Dari Tabel 37 dapat diketahui bahwa penerimaan rata-rata masing-masing produsen keripik salak dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp 26.295.000,00 dengan total biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp 20.182.786,73 sehingga jika dilihat dengan konsep keuntungan maka dalam satu bulan produksi, produksi rata-rata produsen memperoleh keuntungan sebesar Rp 6.112.213,27.

commit to user

jumlah produk yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan dengan biaya yang rendah dan semakin tinggi harga produk, maka keuntungan yang akan diperoleh semakin besar.

4. Efisiensi Untuk mengetahui besarnya efisiensi usaha industri keripik salak adalah dengan cara membandingkan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Besarnya efisiensi usaha dari industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 38. Efisiensi Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman

No.

Macam Biaya

Rata-rata per Produsen (Rp)

1. Penerimaan Total

26.295.000,00

2. Biaya Total

20.182.786,73

Efisiensi

1,26 Sumber : Analisis Data Primer (2012)

Tabel 38 menunjukkan bahwa efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dalam satu bulan produksi adalah sebesar 1,26. Artinya usaha industri keripik salak yang telah dijalankan ini termasuk kategori efisien karena nilai R/C rasionya > 1.R/C rasio menunjukkan penerimaan yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Nilai 1,26 berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar 1,26 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

5. Nilai Tambah Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada salak yang diolah menjadi keripik salak. Besarnya analisis nilai tambah pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 39.

commit to user

Rata-rata per Produsen

1. Hasil Produksi Keripik Salak (kg/bulan)

Bahan Baku Salak (kg/bulan) Faktor Konversi Harga Bahan Baku (Rp) Nilai Produk (Rp) Harga Produk (Rp/kg) Sumbangan Input Lain (Rp) Nilai Tambah (Rp/kg) Rasio Nilai Tambah (%) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan) Koefisien Tenaga Kerja Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg) Bagian Tenaga Kerja (%)

2.160,00 0,09 3.600,00 11.645,83 129.000,00 3.452,59 4.593,24

39,44 216,00 0,06 30.000,00 1.750,00 38,10

Sumber : Analisis Data Primer (2012) Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 39 dapat diketahui bahwa rata-rata hasil produksi (output) industri keripik salak di Kabupaten Sleman untuk satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg. Dengan penggunaan bahan baku (input) salak rata-rata sebesar 2.160 kg. Faktor konversi merupakan hasil bagi antara hasil produksi dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Besarnya faktor konversi pada perhitungan di atas adalah sebesar 0,09 yang berarti 1 kg bahan baku dapat menghasilkan 0,09 kg keripik salak.

Nilai produk diperoleh dengan cara mengalikan faktor konversi dengan harga produk rata-rata. Besarnya nilai produk pada perhitungan nilai tambah adalah sebesar Rp 11.645,83/kg produk keripik salak. Rata-rata harga produk keripik salak yaitu sebesar Rp 129.000,00. Semakin besar besar faktor konversi dan harga produk keripik salak, maka nilai produknya akan semakin besar pula.

Hasil dari nilai produk tersebut dikurangi biaya dari sumbangan input lain dan harga dari bahan baku maka diperoleh besarnya nilai tambah. Nilai ini dapat berfungsi untuk mengetahui produktivitas

commit to user

keripik salak. Besarnya nilai tambah pada industri keripik salak yaitu Rp 4.593,24/kg bahan baku. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1 kg buah salak yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri keripik salak akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 4.593,24. Apabila nilai tambah tersebut dibagi dengan nilai produk maka akan diperoleh rasio nilai tambah sebesar 39,44%. Rata-rata sumbangan bahan lain yaitu sebesar Rp 3.452,59. Biaya ini terdiri dari biaya input yang digunakan dalam proses produksi keripik salak, kecuali biaya bahan baku, yaitu biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya pengemasan, dan biaya transportasi. Untuk rata-rata harga bahan baku yaitu sebesar Rp 3.600,00/kg.

Untuk meningkatkan nilai tambah produk keripik salak dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan baku salak pondoh dengan tingkat kematangan 70-80%. Karena pada tingkat kematangan tersebut kadar air yang dikandung dalam buah salak tidak terlalu banyak dan tidak mudah hancur apabila diolah, sehingga dapat menghasilkan keripik salak yang berkualitas baik. Selama ini terkadang masih ada produsen yang menggunakan bahan baku salak pondoh dengan tingkat kematangan > 80% sehingga kualitas keripik salak yang diperoleh menjadi kurang baik. Karena kadar airnya semakin tinggi dan tekstur buahnya semakin lunak.

Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antar koefesien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Pada perhitungan nilai tambah di atas, imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap 1 Kg bahan baku salak yang diolah menjadi kripik salak adalah Rp 1.750,00. Dengan demikian bagian tenaga kerja dalam pengolahan keripik salak sebesar 38,10%. Persentase ini didapat dari bagian tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah. Besarnya upah rata-rata per tenaga kerja yaitu sebesar Rp 30.000,00.

commit to user

Seperti halnya usaha pada umumnya, industri keripik salak juga memiliki beberapa kendala yang dihadapi produsen. Kendala tersebut yaitu masalah pemasaran dan modal. Para produsen kebanyakan masih memasarkan produknya di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa kota besar di Indonesia saja. Baru ada satu produsen yang telah mampu memasarkan produknya ke luar negeri. Padahal sebenarnya pasar di luar wilayah Indonesia sangat potensial. Hal ini dikarenakan produsen masih kesulitan untuk mengakses penjualan ke luar negeri, sehingga hanya dijual di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa kota besar di Indonesia. Masalah lain dalam kegiatan pemasaran yaitu promosi. Para produsen masih kesulitan dalam mempromosikan produk keripik salaknya kepada masyarakat, sehingga produk keripik salak belum dikenal secara luas oleh masyarakat.

Kendala lain yang dihadapi produsen yaitu masalah modal untuk pengembangan usaha. Industri keripik salak membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk membeli peralatan yang digunakan. Akan tetapi, para produsen tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli peralatan yang memadai. Padahal apabila ada modal yang cukup mereka berkeinginan untuk memodifikasi peralatan vacuum fryer sehingga waktu produksi bisa menjadi lebih efisien. Selain itu juga karena mahalnya biaya untuk membeli kemasan aluminium foil.

Berdasarkan pembahasan analisis usaha di atas, maka maka keseluruhan analisis usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

commit to user

Rata-rata per Produsen

1. Biaya Total (Rp)

20.182.786,73

a. Biaya Tetap (Rp)

1) Penyusutan Peralatan (Rp)

2) Bunga Modal Sendiri (Rp)

3) Sewa Bangunan (Rp)

b. Biaya Variabel (Rp)

1) Bahan Baku (Rp)

2) Tenaga Kerja (Rp)

3) Minyak Goreng (Rp)

4) Gas Elpigi (Rp)

5) Pengemasan (Rp)

6) Transportasi (Rp)

a. Keripik Salak (Kg)

b. Biji Salak (Kg)

195 480

3. Penerimaan Total (Rp)

a. Keripik Salak (Rp)

b. Biji Salak (Rp)

26.295.000,00 26.055.000,00

240.000,00

4. Keuntungan (Rp)

a. Nilai Tambah (Rp)

b. Rasio Nilai Tambah(%)

4.593,24 39,44

7. a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp)

b. Rasio Imbalan Tenaga Kerja (%)

1.750,00 38,10

Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui besarnya biaya total per bulan pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 20.182.786,73, yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 935.186,73 dan biaya variabel Rp 19.247.600,00. Dalam satu bulan jumlah produksi keripik salak yang dihasilkan sebesar 195 kg dengan biji salak yang dihasilkan sebesar 480 Kg. Penerimaan total per bulan sebesar Rp 26.295.000,00, sehingga keuntungan yang diperoleh tiap bulannya sebesar Rp 6.112.213,27. Industri keripik salak ini mencapai nilai efisiensi sebesar 1,26. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan keripik salak ini sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dengan rasio

commit to user

Rp 1.750,00 dengan rasio imbalan tenaga kerja sebesar 38,10%.

C. Analisis Komparatif Nilai Tambah Industri Keripik Salak dengan Marjin Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan proses produksi. Nilai ini merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dikorbankan dalam suatu proses produksi. Konsep marjin sebagai suatu pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep tentang nilai tambah. Marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan antara harga beli dengan harga jual. Oleh karena itu dalam penelitian ini nilai tambah salak sebagai bahan baku keripik salak dengan buah salak segar dapat dibandingkan dengan pendekatan konsep nilai tambah produk dengan marjin pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai tambah bersih (dikurangi biaya tenaga kerja per kg bahan baku) keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 2.843,24/kg bahan baku, sedangkan untuk marjin pemasaran salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.690,00/kg. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak lebih besar daripada nilai tambah dari yang diperoleh dari kegiatan pemasaran buah salak segar. Artinya usaha pengolahan keripik salak lebih menguntungkan daripada hanya menjual buah salak segar tanpa ada kegiatan pengolahan. Untuk itu, bagi sektor agroindustri akan lebih menguntungkan apabila dilakukan pengolahan buah salak menjadi produk olahan keripik salak daripada buah salak hanya dijual dalam bentuk segar.

commit to user