HASIL PENELITIAN

4.2 HASIL PENELITIAN

4.2.1 . Implementasi Perencanaan Pajak dalam Perusahaan

1. Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang Diterapkan Perusahaan dalam

Perhitungan PPh Terhutang

Kebijakan akuntansi perusahaan dalam menjalankan usahanya antara lain :

a. Dasar pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan adalah accrual basis. Swiss-belhotel menggunakan Basis Akrual sebagai dasar pembukuan perusahaan. Hal ini disebabkan Pencatatan berbasis akrual selain mencatata transaksi pengeluaran dan penerimaan kas, juga mencatat jumlah hutang dan piutang organisasi. Oleh karena itu, dengan menggunakan pencatatan berbasis akrual gambaran atas kondisi keuangan organisasi lebih akurat daripada menggunkan pencatatan berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada basis kas.

b. Penyusutan aktiva tetap menggunakan metode garis lurus. Swiss-belhotel menggunakan metode garis lurus dalam penyusutan aktiva tetap. Hal ini disebabkan penggunaan Metode garis lurus mampu menilai aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata di sepanjang masa penggunaannya, sehingga aset tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aset ditarik dari penggunaannya dalam operasional perusahaan, b. Penyusutan aktiva tetap menggunakan metode garis lurus. Swiss-belhotel menggunakan metode garis lurus dalam penyusutan aktiva tetap. Hal ini disebabkan penggunaan Metode garis lurus mampu menilai aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata di sepanjang masa penggunaannya, sehingga aset tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aset ditarik dari penggunaannya dalam operasional perusahaan,

2. Memaksimalkan Penghasilan yang dikecualikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, sumber penghasilan perusahaan Swiss-belhotel Kendari adalah jasa sewa kamar, kolam renang, restoran dan ballroom. Dalam pelaksanaan Perencanaan Pajak perusahaan dapat memaksimalkan penghasilan yang dikecualikan dan dikenakan PPh Final. Berdasarkan sumber penghasilan yang ada dalam perusahaan tidak terdapat penghasilan yang dikecualikan. Salah satu penghasilan yang dapat dijadikan alternatif bagi perusahaan untuk memperkecil PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah penghasilan bunga /jasa giro, karena penghasilan bunga dikenai pajak final.

3. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang

a. Biaya Makan/Minum Perusahaan tidak memberiakan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada karyawan, terapi perusahaan memberikan makan dan minum bersama bagi karyawan.

b. Transportasi Karyawan Untuk transportasi karyawan perusahaan menyediakan bus untuk

transportasi pegawai.

c. Tunjangan Asuransi Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.

d. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur

pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang dipakai oleh direktur. tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan. Dalam tahun 2014, perusahaan telah menyediakan dana sebesar Rp 29.811.278 untuk biaya pemeliharaan kendaraan dinas.

4.2.2 Kredit Pajak

Kredit pajak ialah sebuah perhitungan atas pajak yang diperoleh adanya suatu penghasilan yang diterima di awal namun terdapat jumlah pajak yang telah terhutang pada akhir tahun pajak. Di Indonesia pun memberlakukan Kredit pajak ini yang telah diatur oleh Undang-undang, sehingga dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan hukum tersebut. Bahkan, hukum yang mengaturnya pun banyak, diantaranya:

1. PPh pasal 22, sebuah pajak yang dipungut bendahara milik pemerintah, entah itu pemerintah daerah ataupun pusat.

2. PPh pasal 25 merupakan sistem angsuran bulanan yang wajib dibayarkan oleh yang bersangkutan. PPh pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh

pihak-pihak tertentu. Pemungutan PPh pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. Jika pemungutan PPh pasal 22 bersifat final, maka jumlah pajak yang telah dibayar pada tahun berjalan tersebut dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun pada saat pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pihak yang dipungut PPh pasal 22 dalam pelaksanaan Perencanaan Pajak, yaitu mengoptimalkan kredit pajak yang bersifat final. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengoptimakan kredit pajak adalah :

1. Inventarisir transaksi-transaksi yang dipungut PPh pasal 22 yang bersifat final.

2. Pastikan bahwa dokumen yang menjadi dasar pengkreditan (SSP atau Bukti Pungut) telah diterima dan telah diisi dengan benar.

3. Arsipkan dengan baik SSP atau bukti pungut tersebut

4. Pastikan bahwa SSP atau bukti pungut telah dkreditkan dalam SPT Tahunan.

4.2.3 Strategi Perencanaan Pajak untuk Penghematan Jumlah Pajak Penghasilan yang Dilakukan oleh Swiss-Belhotel Kendari dengan Undang-undang yan Berlaku.

1. Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang.

a. Biaya Makanan/Minum Perusahaan tidak memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada karyawan, tetapi perusahaan memberikan makan dan minuman bersama bagi karyawan. Pemberian makan bersama bagi karyawan bukan merupakan Objek Pajak PPh pasal 21 karena makan bersama merupakan pemberian dalam bentuk natura. Dengan demikian dari sisi karyawan pemberian makan ini tidak akan menambah PPh pasal

21 terutang. Disisi perusahaan berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh No. 36 Tahun 2008. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai. Artinya pemberian makan dan minum bersama walaupun bentuk natura. dapat dibiayakan oleh perusahaan (deductible expenses). Dengan demikian di sisi perusahaan akan mengurangi PPh Badan yang terutang.

Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian makan bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang kehadiran, maka akan lebih menguntungkan karyawan dan perusahaan apabila memilih kebijakan pemberian makan bersama karena dengan memberikan makan bersama bukan merupakan penghasilan bagi Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian makan bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang kehadiran, maka akan lebih menguntungkan karyawan dan perusahaan apabila memilih kebijakan pemberian makan bersama karena dengan memberikan makan bersama bukan merupakan penghasilan bagi

b. Transportasi Karyawan Untuk transportasi karyawan perusahan menyediakan bus untuk transportasi pegawai Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal ayat (1) huruf a. dapat dikurangkan dalam Penghasilan kena Pajak bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke dalam gaji karyawan. Jika dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemberian tunjangan transportasi langsung kepada karyawan lebih besar dibandingkan dengan menyediakan bus transportasi, maka ada baiknya perusahaan memilih untuk menyediakan bus transportasi saja. Dengan demikian perusahaan bisa melakukan penghematan pajak karena pemberian tunjangan transportasi dapat b. Transportasi Karyawan Untuk transportasi karyawan perusahan menyediakan bus untuk transportasi pegawai Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21 merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal ayat (1) huruf a. dapat dikurangkan dalam Penghasilan kena Pajak bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke dalam gaji karyawan. Jika dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemberian tunjangan transportasi langsung kepada karyawan lebih besar dibandingkan dengan menyediakan bus transportasi, maka ada baiknya perusahaan memilih untuk menyediakan bus transportasi saja. Dengan demikian perusahaan bisa melakukan penghematan pajak karena pemberian tunjangan transportasi dapat

c. Tunjangan Asuransi Premi yang ditanggung perusahaan. menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, pembayarn tersebut boleh dibebankan dalam Penghasilan Kena pajak perusahaan dan bagi karyawan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009 tentang Objek Pajak PPh pasal 21, adalah penghasilan yang merupakan Objek Pajak, Premi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 57/PJ/2009 tentang pengurangan yang diperbolehkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak PPh pasal 21 dihitung sebagai pengurang penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Keputusan perusahaan untuk membayar premi asuransi karyawannya sesuai aturan dari pemerintah mengenai premi asuransi Jamsostek yang mewajibkan pemberi kerja menanggung premi asuransi karyawan.

d. Biaya Perbaikan dan Penyusutan Kendaraan Perusahaan menyediakan kendaraan dinas yang disediakan direktur

pemasaran. Biaya perbaikan/pemeliharaan/penyusutan kendaraan yang dipakai oleh direktur, tidak dapat dikurangkan seluruhnya sebagai biaya perawatan dan penyusutan kendaraan dalam laporan laba rugi perusahaan. Jumlah biaya yang dapat dibiayakan hanya 50% karena sesuai dengan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 220/PJ/2002 pasal 3 ayat (2), biaya pemeliharaan dan perbaikan kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Perusahaan dapat membiayakan seluruhnya apabila kendaraan kantor tidak diberikan sebagai fasilitas bagi direktur, melainkan digunakan sepenuhnya hanya untuk keperluan perusahaan saja. Hal ini juga menghindari penggunaan kendaraan kantor untuk keperluan pribadi karyawan, misalnya supir perusahaan. Sehingga dengan demikian tidak perlu ada koreksi fiskal untuk biaya pemeliharaan sebesar Rp. 29.811.278 karena jika perusahaan tidak memberikan mobil dinas kepada karyawan maka seluruh biaya pemeliharaan ditanggung oleh perusahaan dana akan menjadi biaya yang akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak bagi perusahaan.

e. Metode Penyusutan Terdapat dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU Perpajakan. yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun (double declining). Dan perusahaan pada saat ini menggunakan metode penyusutan garis lurus. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan yang diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini membantu dalam penyusunan laporan laba rugi fiskal karena tidak e. Metode Penyusutan Terdapat dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU Perpajakan. yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun (double declining). Dan perusahaan pada saat ini menggunakan metode penyusutan garis lurus. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan yang diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini membantu dalam penyusunan laporan laba rugi fiskal karena tidak

Apabila yang menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial. kedua metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang dipilih dari kedua metode penyusutan tersebut, antara kebijakan fiskal dan kebijakan perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba tinggi tetapi dipihak lain dengan adanya laba tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi. Di akhir penyusutan diketahui bahwa future value dari biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus lebih rendah dibanding salado menurun, dalam arti metode garis lurus menghasilkan laba yang lebih tinggi dibanding metode saldo menurun serta akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi pula. Jadi, apabila dinilai secara future value, penggunaan saldo menurun akan lebih menghemat PPh terhutang.

4.2.4 Perbandingan Laba Rugi Fiskal Sebelum dan Setelah Perencanaan Pajak

Adanya perbedaan tetap dan perbedaan waktu menyebabkan laba yang dihitung perusahaan dan laba yang dihitung pajak berbeda. Oleh karena itu, dasar penentuan PPh pun berbeda antara perusahaan dan perpajakan. Untuk menghitung besarnya PPh Badan yang harus dibayarkan oleh perusahaan Adanya perbedaan tetap dan perbedaan waktu menyebabkan laba yang dihitung perusahaan dan laba yang dihitung pajak berbeda. Oleh karena itu, dasar penentuan PPh pun berbeda antara perusahaan dan perpajakan. Untuk menghitung besarnya PPh Badan yang harus dibayarkan oleh perusahaan

Berikut adalah perbandingan laporan laba rugi fiskal sebelum Perencanaan Pajak dan setelah Perencanaan Pajak.

Tabel 4.1 Swiss-Belhotel Kendari Laporan Laba/Rugi Periode Yang Berakhir Pada Tahun 2014

(dalam rupiah)

Laba Rugi Fiskal

Laba Rugi Fiskal

(sebelum Tax

(Setelah Tax

Planning ) Penjualan

Planning )

13.022.797.951 Beban Pokok Penjualan

10.775.000.052 Beban Operasional Ruangan

507.784.901 Makanan dan Minuman

772.373.696 Departemen operasional pendukung

B. Perjalanan dinas

B. Pendidikan Pengembangan & Rekruitment

100.766.938 Pengelolaan Gudang

81.209.773 Pengelolaan Dapur

144.225.451 Pengelolaan Property

60.500.612 Beban Operasional Kantor

96.111.545 Jumlah Beban Operasi

2.110.377.615 Beban Administrasi dan umum Gaji. upah dan tunjangan laninnya

956.408.001 Beban Penyusutan

446.650.910 Properti. Operasi dan Pemeliharaan

163.967.295 Peralatan Dapur

29.955.000 Penjualan dan Pemasaran

Biaya Energi

909.125.551 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja

67.248.990 Beban Kantor

25.200.000 Pajak bumi dan bangunan

27.661.261 Beban Asuransi

165.738.267 Jumlah Beban Administrasi dan Umum

2.933.334.015 Jumlah Beban Usaha

5.043.711.630 Laba Rugi Usaha

5.731.288.422 Pndapatan / Beban Lain-lain Jasa Giro

0 0 Jumlah Pendapatan Lain-lain

88.915.142 Beban Lain-lain Biaya Manajemen

247.593.503 Biaya Lisensi

91.898.376 Biaya Penjualan dan Pemasaran

68.908.945 Biaya Pelatihan

75.898.376 Biaya Insentif Manajemen

340.675.392 Pajak Biaya Manjemen

113.867.467 Jumlah Beban Lain-lain

938.842.059 Jumlah Pendapatan/Beban Lain-lain

1.027.757.201 Laba Rugi Sebbelum Pajak

4.792.446.363 Beda Waktu Beban Manfaat Karyawan Penyisihan Piutang Tak Tertagih

-23663493.00 Kewajiban Estimasi Imbalan Pasca Kerja

(67.248.990) Beda Permanen Jamuan. Sumbangan dan Promosi

(27.661.261) Beban Handphone

4.655.200 Pemeliharaan Kendaraan

Jasa Giro

(88.915.142) Taksiran Laba/Rugi Fiskal

4718760145.75 Laba Fiskal Setelah Pembulatan

4718760145.75 Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah)

4.2.5 Perhitungan Pajak Penghasilan Perusahaan

Perhitungan pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan pasal 17 ayat (1) huruf B dan pasal 31E Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

1) Sebelum penerapan perencanaan pajak. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

PKP Mendapat Fasilitas = ( 4.800.000.000 : peredaran bruto ) x laba sebelum pajak PKP Mendapat Fasilitas = ( 4.800.000.000:13.022.797.951) x 4.991.423.623.

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: PKP Tidak Mendapat Fasilitas = laba sebelum pajak- PKP mendapat fasilitas

PPh terhutang tahun 2014 : Mendapat fasilitas = ( 50% x 25% )x peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

= (50% x25%)x . 1.839.760.816.7 = 229.970.102.09

Tidak Mendapat Fasilitas = 25% x peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

= 25% x 3.151.662.807.05 = 787.915.701.76

Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah = 229.970.102.09 + 787.915.701.76 = 1.017.885.803.85

Keterangan : PPh Terutang Mendapat Fasilitas: 50% = Fasilitas pengurangan Tarif 25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) hururf B

2) Setelah penerapan perencanaan pajak. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh

fasilitas: PKP Mendapat Fasilitas = (4.800.000.000 : peredaran bruto ) x laba sebelum pajak

= (.800.000.000: 13.022.797.951) x 4.718.760.145.75

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

PKP Tidak Mendapat Fasilitas = laba sebelum pajak- PKP mendapat fasilitas = 4.718.760.145.75 – 1.739.261.315.10 = 2.979.498.830

PPh terhutang tahun 2014 : Mendapat fasilitas = ( 50% x 25% )x peredaran bruto yang memperoleh fasilitas

= ( 50% x25%)x 1.739.261.315.10 = 217.407.664 Tidak Mendapat Fasilitas = 25% x peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas

= 25% x 2.979.498.830 = 744.874.707

Jumlah Taksiran Pajak Penghasilan adalah = 217.407.664 + 744.874.707

Keterangan : PPh Terutang Mendapat Fasilitas: 50% = Fasilitas pengurangan Tarif 25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) hururf B

Berdasarkan perhitungan jumlah pajak penghasilan perusahaan menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dapat kita lihat adanya selisih antara jumlah pajak penghasilan perusahaan sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak yang menyebabkan berkurangnya jumlah pajak penghasilan perusahaan.

Berikut tabel perbandingan jumlah pajak penghasilan perusahaa sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak.

Table 4.2 Perbandingan perhitungan Laba sesudah pajak

Sumber:Laporan Laba Rugi Swiss-Belhotel Kendari (data diolah)

Laba kena pajak 4.991.423.623.75 4.718.760.145.75 ( 272,663,478) Pph badan usaha

55.603.431.89 Laba sesudah pajak 3.973.537.819.90 3.756.477.774

Jumlah koreksi 217.060.046 Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat kita lihat bahwa perencanaan pajak

perusahaan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui pengurangan pajak perusahaan sebesar Rp. 55.603.431.89 .