Epidemiologi Pencegahan Diabetes Mellitus DM

mengidap penyakit DM, 3 salah satu keluarga besarnya nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu mengidap penyakit DM, 4 pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg, 5 pada waktu pemeriksaan kesehatan pernah diternukan kadar glukosa darah melebihi antara 140-199 rngdl 6 menderita penyakit liver hati yang khronik atau agak berat, 7 terlalu lama minum obat-obatan. mendapat suntikan atau obat tablet golongan kortikosteroid karena menderita penyakit asma, penyakit kulit,. penyakit reumatik dan lain-lain,. seperti : Prednison, Oradexon. kenacort. Rheumacyl, Kortison, Hidrokortison, 8 terkena infeksi virus tertentu : virusmorbilli, virus yang menyerang kelenjar ludah, seperti virus pada penyakit gondongan, dan sebagainya, 9 terkena obat-obat anti serangga insektisida, kasus ini dilaporkan mengenai para petani di Korea Selatan dan Amerika Serikat, 10 berat badan termasuk kategori gemuk obesitas, dan tes gula dalam urine positif.

2.3.4 Epidemiologi

Waspadji dalam Soegondo 2009 menyatakan besarnya permasalahan diabetes mellitus dapat diukur dengan angka kekerapan DM dan penyulit yang disebabkannya. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia didapatkan angka pada tahun 1980 bervariasi antara 1,3 penelitian lain 2,3 dan 6,1.Data di Jakarta menunjukkan adanya kenaikan kekerapan DM jika dibandingkan angka tahun 1982 1,7, angka tahun 1993 5,6 dan angka tahun 2001 12,8. Pada penelitian epidemiologi tahun 2006 yang dilakukan di kelima wilayah DKI Jakarta, didapatkan prevalensi DM sebesar 11,8 pada penduduk usia Universitas Sumatera Utara 30 tahun. Prevalensi di atas menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yang memerlukan perhatian dari semua unsuk untuk melakukan pencegahan. International Diabetic Federation IDF tahun 2007 mengestimasi bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ke atas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 meningkat menjadi 8,2 juta pada tahun 2020. Pada tahun 2009 IDF memperkirakan jumlah DM sebesar 21,3 juta orang pada tahun 2030. Riset Kesehatan Daerah 2007 menunjukkan proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke -2 yaitu 14,7 dan daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8. DM adalah 1,1 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala. NTB terjadi penurunan DM dari tahun ke tahun yaitu : tahun 2007 sebanyak 12,259 kasus, tahun 2008 ditemukan kasus sebanyak 8,779 kasus, pada tahun 2009 sebanyak 7,763 kasus.

2.3.5. Pencegahan Diabetes Mellitus DM

Berdasarkan prevalensi dan faktor risiko penderita DM tipe 2 yang semakin meningkat serta besarnya biaya perawatan yang diakibatkan komplikasi, maka upaya pelayanan kesehatan yang paling baik adalah pencegahan.Pencegahan yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi sasaran. Berdasarkan pendapat Suyitno 2011, dapat disimpulkan bahwa primordialprevention, yaitu usaha mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum.tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup social ekonomi dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan Universitas Sumatera Utara risiko penyakit dalam hal ini penyakit DM. Tujuan pencegahan primordial adalah menghindari terbentuknya pola hidup sosial ekonomi dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk rneningkatkan risiko penyakit dalam hat ini penyakit DM. Pencegahan primordial yang efektif memerlukan adanya peraturan yang ketatdari pemerintah, contohnya membuat kebijaksanaan dalam promosi aktivitas fisikolahraga setiap hari minimal 30 menit di sekolah date di tenmpat kerja dan pemhit3 an Pend Hidup Bersih dan Sehat PHBS dan Keluarga SadarGizi Kadarzi oleh Puskesmas. Menurut Soegondo 2009 tindakan pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi untuk menderita DM. Tindakan yang dilakukan untuk usaha pencegahan primer melalui penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut : 1 melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan, 2 menghindari obat yang bersifat diabetogenik, 3 mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu : meningkatkan konsumsi fah sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana dan mempertahankan berat badan normalidaman sesuai umur dan tinggi badan. Pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi dini penderita DM dengan melakukan pemeriksaan gula darah setiap kesempatan terutama bagi masyarakat yang merniliki risiko. Dengan pemeriksaan glukosa darah pada setiap kesempatan mereka yang dicurigai DM akan ditindaklanjuti, sampai diyakinkan Universitas Sumatera Utara benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosa dini DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut. Sasaran gula darah terkendali untuk itu ditekankan kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penderita DM untuk melakukan hal-hal berikut ini : 1 perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin, 2 obat- obatan baik obat yang diminum maupun obat suntik insulin, 3 penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar didapatkan pengertian yang baik dan berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya. Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau komplikasi sudah terjadi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar penyulit dapat dikelola dengan baik disamping pengendalian kadar glukosa darah. Deteksi dini penyulit dilakukan dengan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap penyulit yang dicurigai. Anderson dalam Niven 2002 dalam penelitiannya tentang komunikasi dokter dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasien yang rata-rata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu mengingat 31 saja.Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan.Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi. Universitas Sumatera Utara Kualitas interaksi juga merupakan hal yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.Korsch dan Negrete dalam Niven 2002 telah mengamati 800 kunjungan orangtua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles.Selama 14 hari mereka mewawancarai untuk memastikan ibu-ibu tersebut melaksanakan nasehat- nasehat yang diberikan oleh dokter, mereka menemukan ada hubungan yang erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasehat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi konsultasi- yang pendek tidak akan tidak produktif. Jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi.Beberapa keluhan yang spesifik adalah kurangnya minat yang diperlihatkan oleh dokter, penggunaan istilah medic yang berlebihan, kurangnya empati dan hampir setengah dari ibu-ibu tersebut tidak memperoleh kejelasan tentang penyebab penyakit anaknya, yang sering kali menimbulkan kecemasan.Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa kesalahan seperti ini dengan nudah diatasi dengan ketrampilan komunikasi terapeutik yang dibina antara pasien dan pasien dengan tenaga kesehatan. Menurut Ley dan Spelman dalam Niven 2002 menemukan bahwa lebih dari 60 responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalankesalahan profesional dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita. Pemahaman tentang instruksi petugas kesehatan sangat perlu, jika Universitas Sumatera Utara seseorang tidak memahami instruksi maka konsekuensi yang akan didapat adalah ketidakpatuhan. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal.penting untuk memberikan umpan batik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien.Untuk melakukan konsultasi dan selanj utnya meningkatkan kepatuhan. Dozier dk 2010 merxjelaskar bahwa ,hk.or-faktor yang rnernengaruhi kepatuhan yaitu motivasi klien untuk sembuh, dan durasi terapi yang dianjurkan yakni tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah :esehatan, nilai upaya mengurangi ancaman kesehatan, kesulitan memahami dan nelakukan perilaku yang dianjurkan, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian .erapi, keyakinan bahwa terapi atau rejimen yang diprogramkan akan membantu, kenunitan, efek samping, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan, tingkat kepuasan, kualitas dan jenis hubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan serta seluruh terapi yang diprogramkan.

2.3.7. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus