Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

(1)

Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum

di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

SKRIPSI

Oleh

Yetty M. Tambun 111101061

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar”, yang menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU 2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan USU

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, Wakil Dekan II Fakultas Keperawatan USU

4. Bapak Ikhsanuddin, S.Kp, MNS, Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan USU

5. Ibu Yesi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, arahan, bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat untuk penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku Penguji I dan Ibu Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, Ns, MNS, selaku Penguji II pada skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan kepada penulis selama dalam pendidikan

8. Seluruh partisipan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini

9. Terimakasih kepada keluarga yang selalu ada untuk memberi dukungan. Terimakasih untuk kedua orang tua, yaitu Bapak P. Tambun dan Ibu M. Nainggolan serta Abang Barnabas J. Tambun yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

10. Terimakasih buat semua sahabat yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran kepada penulis. Terimakasih untuk Mey, Yosi, Ruth, Eryani, Isodorus dan Winda yang selalu memberikan semangat.

11. Untuk teman-teman S1 Reguler Stambuk 2011 Fakultas Keperawatan USU, terimakasih atas dukungan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam penulisan serta isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Keperawatan dan masyarakat pada umumnya.

Medan, Juli 2015


(5)

DAFTAR ISI

halaman Halaman Judul

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Abstrak ...viii

Abstract ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ... 1

2 Rumusan Masalah ... 6

3 Tujuan Penelitian ... 6

4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Melitus ... 8

1.1Definisi ... 8

1.2Klasifikasi ... 8

1.3Diagnosa ... 9

1.4Patofisiologi ... 10

1.5Komplikasi ... 12

2. Ulkus Diabetikum ... 13

2.1 Definisi ... 13

2.2 Klasifikasi ... 13

2.3 Diagnosis ... 14

2.4 Tanda Dan Gejala ... 14

2.5 Etiologi Ulkus Diabetikum ... 14

2.6 Patofisiologi Ulkus Diabetikum ... 16

2.7 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum ... 17

2.8 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum ... 22

3. Makna Hidup ... 24

3.1 Definisi ... 24

3.2 Karakteristik Makna Hidup ... 25

3.3 Sumber-Sumber Makna Hidup ... 26

3.4 Komponen-Komponen Yang Menentukan Keberhasilan Dalam Pencarian Makna Hidup ... 28

3.5 Metode Penemuan Makna Hidup ... 29

3.6 Proses Pencapaian Makna Hidup ... 31

3.7 Penghayatan Hidup ... 33

3.7.1 Penghayatan Hidup Tanpa Makna ... 33


(6)

4. Kerangka Pikir ... 36

5. Studi Fenomenologi ... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 40

2. Populasi Dan Sampel ... 40

2.1 Populasi ... 40

2.2 Sampel ... 40

3. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 41

4. Pertimbangan Etik ... 42

5. Instrumen Penelitian ... 43

6. Pengumpulan Data ... 43

7. Analisa Data ... 44

8. Tingkat Kepercayaan Data ... 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 48

1.1 Gambaran Karakteristik Partisipan ... 48

1.2 Hasil Wawancara ... 49

2. Pembahasan ... 62

3. Keterbatasan Penelitian ... 77

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 79

2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...87

Lampiran 1. Jadwal Tentatif Penelitian ... 88

Lampiran 2. Informed Consent ... 89

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan ... 91

Lampiran 4. Kuesioner Data Demografi ... 92

Lampiran 5. Panduan Wawancara ... 93

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Validitas ... 94

Lampiran 7. Surat-surat Penelitian ... 96

Lampiran 8. Analisis Banding Antar Partisipan ...101

Lampiran 9. Taksasi Dana ...106

Lampiran 10. Lembar Bukti Bimbingan ...107


(7)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Kriteria diagnosis DM ... 10 Tabel 2. Klasifikasi Wagner ... 13 Tabel 3. Karakterisitik partisipan ... 49


(8)

Nama : Yetty M. Tambun NIM : 111101061

Judul : Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2015

ABSTRAK

Penderitaan yang dirasakan pasien ulkus diabetikum baik secara fisik, psikologis, sosial maupun finansial dapat membuat perasaan tidak bermakna, seperti merasa kehilangan semangat hidup. Kondisi tersebut jika terus menerus berlanjut akan berdampak negatif bagi kesehatannya. Oleh sebab itu, diperlukan makna hidup dalam diri pasien supaya kehidupannya lebih terarah karena bila makna hidup berhasil di temukan dan dipenuhi akan membuat kehidupan menjadi lebih berarti dan terhindar dari keputusasaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna hidup yang dihayati oleh pasien ulkus diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi agar dapat memahami penghayatan subjektif pasien ulkus diabetikum dalam memaknai hidupnya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan 5 orang partisipan yang mengalami ulkus diabetikum dari 3 bulan sampai 5 tahun dan berusia diatas 45 tahun. Hasil penelitian ini mengidentifikasi 6 tema utama, yaitu penderitaan pasien ulkus diabetikum, penerimaan diri pasien akan kondisi sakit yang dialaminya, penemuan makna hidup pasien ulkus diabetikum, cara/usaha yang dilakukan pasien untuk merealisasikan makna hidupnya, penghayatan hidup pasien ulkus diabetikum dan harapan pasien ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat dapat memberikan pelayanan yang holistik dan memberikan dukungan yang lebih kepada pasien ulkus diabetikum. Sementara itu, bagi pasien ulkus diabetikum agar tetap semangat menjalani pengobatan dan perlu saling berbagi pengalaman dan perasaannya kepada pasien ulkus diabetikum lainnya agar menjadi semakin termotivasi dan terhindar dari keputusasaan.


(9)

Title of the Thesis : The Meaning of Life in Patients Suffered from Diabetic Ulcer at RSUD dr. Djasamen Saragih, Pematangsiantar

Name of Student : Yetty M. Tambun Std. ID Number : 111101061

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Year : 2015

ABSTRACT

The agony suffered by diabetic ulcer patients physically, psychologically, and financially can make them feel that their life has no meaning; they have no spirit in facing their life, and this condition will bring about side effect on their health. Therefore, the meaning of life is highly needed for them in order that their life has direction and they can be prevented from hopelessness. The objective of the research was to reveal the meaning of life in diabetic ulcer patients at RSUD dr. DjasmenSaragih, Pematangsiantar. The research used phenomenological qualitative method which was aimed to understand subjective instilling of patients diabetic ulcer patients in getting the meaning of life. The data were gathered by conducting in-depth interviews; it involved 5 diabetic ulcer patients who had suffered from 3 months to 5 years; they were above 45 years old. The result of the research showed that there were 6 main themes: the agony of diabetic ulcer patients, their acceptance for their condition, the finding of the meaning of life in them, their efforts to realize the meaning of life, their instilling of life, and their hope. It was expected that the result of this research could be the reference for nurses in providing holistic care and support for diabetic ulcer patients. For diabetic ulcer patients, they would be enthusiastic getting medication and also share their experience and feelings with the other patients so that they would be motivated and prevented from hopelessness.


(10)

Nama : Yetty M. Tambun NIM : 111101061

Judul : Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2015

ABSTRAK

Penderitaan yang dirasakan pasien ulkus diabetikum baik secara fisik, psikologis, sosial maupun finansial dapat membuat perasaan tidak bermakna, seperti merasa kehilangan semangat hidup. Kondisi tersebut jika terus menerus berlanjut akan berdampak negatif bagi kesehatannya. Oleh sebab itu, diperlukan makna hidup dalam diri pasien supaya kehidupannya lebih terarah karena bila makna hidup berhasil di temukan dan dipenuhi akan membuat kehidupan menjadi lebih berarti dan terhindar dari keputusasaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna hidup yang dihayati oleh pasien ulkus diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi agar dapat memahami penghayatan subjektif pasien ulkus diabetikum dalam memaknai hidupnya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan 5 orang partisipan yang mengalami ulkus diabetikum dari 3 bulan sampai 5 tahun dan berusia diatas 45 tahun. Hasil penelitian ini mengidentifikasi 6 tema utama, yaitu penderitaan pasien ulkus diabetikum, penerimaan diri pasien akan kondisi sakit yang dialaminya, penemuan makna hidup pasien ulkus diabetikum, cara/usaha yang dilakukan pasien untuk merealisasikan makna hidupnya, penghayatan hidup pasien ulkus diabetikum dan harapan pasien ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar perawat dapat memberikan pelayanan yang holistik dan memberikan dukungan yang lebih kepada pasien ulkus diabetikum. Sementara itu, bagi pasien ulkus diabetikum agar tetap semangat menjalani pengobatan dan perlu saling berbagi pengalaman dan perasaannya kepada pasien ulkus diabetikum lainnya agar menjadi semakin termotivasi dan terhindar dari keputusasaan.


(11)

Title of the Thesis : The Meaning of Life in Patients Suffered from Diabetic Ulcer at RSUD dr. Djasamen Saragih, Pematangsiantar

Name of Student : Yetty M. Tambun Std. ID Number : 111101061

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)

Year : 2015

ABSTRACT

The agony suffered by diabetic ulcer patients physically, psychologically, and financially can make them feel that their life has no meaning; they have no spirit in facing their life, and this condition will bring about side effect on their health. Therefore, the meaning of life is highly needed for them in order that their life has direction and they can be prevented from hopelessness. The objective of the research was to reveal the meaning of life in diabetic ulcer patients at RSUD dr. DjasmenSaragih, Pematangsiantar. The research used phenomenological qualitative method which was aimed to understand subjective instilling of patients diabetic ulcer patients in getting the meaning of life. The data were gathered by conducting in-depth interviews; it involved 5 diabetic ulcer patients who had suffered from 3 months to 5 years; they were above 45 years old. The result of the research showed that there were 6 main themes: the agony of diabetic ulcer patients, their acceptance for their condition, the finding of the meaning of life in them, their efforts to realize the meaning of life, their instilling of life, and their hope. It was expected that the result of this research could be the reference for nurses in providing holistic care and support for diabetic ulcer patients. For diabetic ulcer patients, they would be enthusiastic getting medication and also share their experience and feelings with the other patients so that they would be motivated and prevented from hopelessness.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penyakit degeneratif telah menjadi perhatian yang cukup besar di Indonesia, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tersebut. Berdasarkan data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, dari beberapa penyakit degeneratif yang ada, diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang mengalami peningkatan jumlah penderita sebanyak 2,1% , meningkat 1 persen dari tahun 2007.

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dalam jumlah tertentu. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme yaitu untuk mengatur kadar glukosa darah. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Smeltzer, S. C. & Bare, B. G, 2002).

Jumlah pasien Diabetes Melitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Menurut survei yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, terdapat 382 juta penduduk dunia menderita DM dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035. Pasien diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 8,5 juta orang dengan angka prevalensi sebesar 5,5-5,8%, jumlah tersebut menempati urutan ke-7 terbesar di dunia dan urutan ke-3 terbesar di Asia setelah China


(13)

(98,4 juta) dan India (65,1 juta). Pasien DM Tipe II memiliki jumlah yang lebih dominan dari total kasus DM didunia.

Pasien DM di Sumatera Utara (Sumut) terus meningkat setiap tahunnya. Angka prevalensi pasien DM di Sumut sudah hampir mendekati rata-rata nasional yaitu sebesar 5,3% (Lindarto, 2013). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih terdapat 721 pasien DM, dimana tahun 2004 terdapat 89 pasien, tahun 2005 meningkat menjadi 143 pasien, tahun 2006 menurun menjadi 117 pasien, tahun 2007 meningkat menjadi 185 pasien dan tahun 2008 meningkat menjadi 187 pasien.

DM jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, salah satunya yaitu ulkus diabetikum (WHO, 2013). Ulkus diabetikum adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah kulit, tendon, otot, tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi (Tarwoto, 2012).

Ulkus diabetikum berawal dari hal yang kecil tetapi dapat mengakibatkan amputasi dan kematian. Pasien dengan Ulkus Diabetikum yang mengalami amputasi sebanyak 85% dalam jangka waktu 5 tahun. Semakin tinggi tingkat ulkus yang dialami, semakin beresiko untuk diamputasi. Sekitar 80% pasien diamputasi saat mengalami ulkus yang sudah terinfeksi (Sieggreen, 2006; Tayyar, 2007). Pasien DM dengan ulkus diabetikum memiliki risiko kematian dua kali lipat (Schofield, et al., 2006).


(14)

Prevalensi penderita ulkus diabetikum di Indonesia sekitar 15% (Riyanto, 2007 dalam Hastuti, 2008). Meskipun prevalensinya kecil, ulkus diabetikum memiliki dampak yang besar.

Pasien ulkus diabetikum biasanya akan menghadapi penderitaan fisik, finansial, psikologis dan sosial. Berdasarkan penelitian Firman, Wulandari & Rochman (2012), pasien ulkus diabetikum mengalami penderitaan secara fisik pada segi aktifitas, terapi medis, istirahat, serta rasa sakit fisik. Pasien umumnya mengalami ketidakberdayaan dalam aktifitas fisik. Terapi penyembuhan ulkus diabetikum seperti debridement membuat pasien mengalami sakit fisik yang amat sangat. Pasien juga mengalami pola istirahat yang kurang karena sering merasa sakit didaerah luka, bermimpi tentang penyakit yang diderita dan juga sulit tidur akibat cemas dan perasaan negatif yang dialaminya.

Pasien ulkus diabetikum membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk pengobatan dan perawatannya. Biaya yang dikeluarkan tergantung pada tingkat ulkus yang dialaminya. Data di Amerika Serikat pada tahun 2010 menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan penderita diabetes yang disertai dengan ulkus sebesar $21,259.20-$37,894.43 pertahun (Cook & Simonson, 2012). Di Indonesia, untuk seorang pasien ulkus diabetikum diperlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun (Suyono, 2006).

Pasien diabetes yang mengalami komplikasi mempunyai resiko depresi 3 kali lipat dibandingkan masyarakat umum. Depresi dapat ditegakkan bila


(15)

terdapat lima atau lebih gejala khas selama 2 minggu atau lebih, yaitu: perasaan sedih sepanjang hari, sulit tidur, merasa lesu, lelah tidak bertenaga hampir tiap hari, perasaan murung dan hilang rasa senang setiap hari, tidak ada perhatian atau minat dalam beraktivitas, merasa hidup tidak berharga, tidak berguna, merasa bersalah tanpa alasan, pandangan suram dan pesimis terhadap masa depan, tidak dapat berkonsentrasi atau mengambil keputusaan, serta ada keinginan bunuh diri (Semiardji, 2009). Depresi dikatakan memiliki korelasi dengan terjadinya ulkus diabetikum, komplikasi, serta proses penyembuhan. Depresi menyebabkan kontrol glukosa darah dan keadaan metabolik yang buruk, sebaliknya pasien DM dan komplikasinya dapat menyebabkan terjadinya kondisi depresi (Williams, et al., 2010). Prevalensi depresi bervariasi, 11%-60% pada pasien dengan DM. Pasien DM dengan ulkus diabetikum, 64% memiliki depresi sedang, 10% memiliki depresi berat (Geraldo, et al., 2011). Penelitian Purwanti (2013) menyatakan bahwa 56% pasien ulkus mengalami depresi karena lama menderita DM lebih atau sama dengan 5 tahun.

Selain kondisi psikologis yang terganggu, kemampuan fisik pasien ulkus diabetikum juga menjadi terbatas. Hal ini dapat menyebabkan pasien ulkus bergantung pada orang lain yang lebih kuat. Dalam lingkungan sosial, pasien tersebut juga mengalami tekanan psikis yang berat karena tidak dapat lagi berperan aktif dalam masyarakat. Berbagai penderitaan yang dirasakan pasien ulkus diabetikum dapat membuat perasaan tidak bermakna (meaningless), seperti merasa kehilangan semangat hidup. Kondisi tidak


(16)

bermakna (meaningless) tersebut jika terus menerus berlanjut akan berdampak negatif baik secara fisik maupun psikologis. Oleh sebab itu, diperlukan makna hidup dalam diri individu supaya kehidupan seseorang lebih terarah, yang bila berhasil di temukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan menjadi lebih berarti dan terhindar dari keputusasaan. Hal ini di perkuat oleh penelitian Priyanti (2008) yang menyatakan bahwa saat kedua pasien kanker leher rahim berhasil menemukan makna hidupnya maka mereka merasa hidupnya bermakna. Salah satu pasien menyebutkan bahwa hal utama yang menjadi alasannya tetap berjuang melawan sakit kanker yang dialaminya adalah keluarga, terutama anak-anaknya.

Terkadang kehidupan baru dapat mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang dipenuhi dengan penderitaan. Hal tersebut senada dengan penyataan Oreopaulos (2005) yang mengungkapkan bahwa penderitaan bukanlah musuh, tetapi guru yang memberikan kesempatan yang unik bagi setiap individu untuk pengembangan dirinya.

Dalam hidup ini, ada banyak individu yang mengalami penderitaan karena penyakit yang dialaminya. Meskipun demikian, banyak juga individu yang berhasil dalam mengatasi kesulitan dan perasaan-perasaan tidak menyenangkan akibat penderitaannya. Adanya keinginan yang kuat untuk tetap bertahan hidup sangat diperlukan pasien ulkus diabetikum, mengingat bahwa penyakit Diabetes Melitus apalagi yang sudah disertai dengan komplikasi merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, namun dengan pengontrolan dan penjagaan maka individu tersebut dapat bertahan dalam


(17)

waktu yang lama. Sampai saat ini, belum ada penelitian spesifik yang mengarah pada pasien ulkus diabetikum dalam memberikan makna hidup dalam kondisi sakitnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di

RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar”. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ?”.

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengungkapkan makna hidup yang dihayati oleh pasien ulkus diabetikum di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

4. Manfaat Penelitian 4.1Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dalam ilmu keperawatan, khususnya bidang keperawatan Medikal bedah dan Jiwa tentang makna hidup pasien ulkus diabetikum.

4.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan wawasan mengenai makna hidup pasien ulkus diabetikum. Ini penting sebagai dasar bagi perawat dalam mengembangkan tindakan keperawatan yang holistik.


(18)

4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti selanjutnya, khususnya mengenai makna hidup pasien ulkus diabetikum.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Melitus 1.1 Definisi

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau dapat juga disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2013).

1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Assosiation (2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi :

1) Diabetes melitus tipe 1

Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

2) Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resisten insulin.

3) Diabetes melitus Gestasional

Diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2


(20)

4) Diabetes melitus tipe lain: a) Defek genetik fungsi sel beta

b) Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, I eprechaunism, sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik dan lainnya.

c) Penyakit eksokrin pankreas: pankreastitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus dan lainnya.

d) Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.

e) Karena obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxic, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa dan lainnya.

f) Infeksi: rubella konginetal, dan lainnya.

g) Immunologi (jarang): sindrom “Stiff-man” , antibody antireseptor insulin dan lainnya.

h) Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefilter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedriech’s, chorea Huntington, sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi dan lainnya.

1.3 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang


(21)

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Apabila ditemukan keluhan klasik DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan keluhan klasik DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (PERKENI, 2011). Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 1. Tabel 1 Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL

(11,1mmol/ L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan

waktu makan terakhir Atau

2. Gejala klasik DM+glukosa plasma puasa ≥126 mg/ dL (7.0 mmol/ L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam Atau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/ dL (11,1

mmol/ L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g

glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2, PERKENI 2011

1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak.


(22)

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004).


(23)

Pada diabetes melitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004).

1.5 Komplikasi Diabetes Melitus

Kondisi kadar gula darah yang tetap tinggi akan menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut adalah komplikasi yang muncul secara mendadak yang bisa fatal jika tidak segera ditangani. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik dan hipoglikemia.

Komplikasi kronis adalah komplikasi yang terjadi karena glukosa darah berada di atas batas normal yang berlangsung selama bertahun-tahun. Komplikasi ini timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Komplikasi kronik meliputi makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati (Waspadji dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah


(24)

tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.

2. Ulkus Diabetikum 2.1 Definisi

Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Ulkus diabetikum pada penderita Diabetes melitus menurut Wagner (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) ada 6 tingkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi wagner Tingkat Lesi

0 1 2 3 4 5

Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa adanya abses atau osteomyelitis

Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi

Gangrene yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau tumit

Gangrene yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki


(25)

2.3 Diagnosis Ulkus Diabetikum

Diagnosis ulkus diabetikum meliputi : 1) Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. 2) Pemeriksaan Penunjang :

X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).

2.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala ulkus diabetikum yaitu sering kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, serta kulit kering (Misnadiarly, 2006 ; Subekti, 2006).

2.5 Etiologi Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum disebabkan oleh tiga faktor yang sering disebut Trias, yaitu : neuropati, iskemik dan infeksi.

1) Neuropati (kerusakan saraf)

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori dan autonomik dan sistem pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan


(26)

klien akan kehilangan sensasi nyeri dapat sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat.

2) Iskemik

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetikum. Proses angiopati pada pasien diabetes melitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetikum.


(27)

3) Infeksi

Pada pasien DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas leukosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan.

Pada pasien ulkus diabetikum, 50% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetikum yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy dan Clostridium septikum.

2.6 Patofisiologi Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada pasien dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan pada saraf dikaki atau disebut dengan neuropati perifer. Kelainan yang terjadi diantaranya adalah neuropati sensorik, motorik dan autonomik.

Saraf autonomik adalah saraf yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonomi maka terjadilah perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak dapat tercukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer. Inilah yang menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan luka yang


(28)

sukar sembuh, dan dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi serta mengkontribusi terjadinya ganggren. Dampak lain yang terjadi pada saraf sensorik dan motorik adalah hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan perubahan temperatur (Suriadi, 2004).

2.7 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum

Faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan & Waspadji, 2006).

1) Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah a. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun, hal ini terkait dengan proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Swiss yang dikutip oleh Soewondo (2006) menyatakan bahwa penderita ulkus diabetikum 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun. b. Lama Menderita Diabetes Melitus ≥ 10 tahun

Ulkus diabetikum terjadi pada pasien diabetes melitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih. Apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang mengakibatkan terjadinya vaskulopati dan neuropati, sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita


(29)

diabetes melitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neuropati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2) Faktor-faktor risiko yang dapat diubah : a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Saraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga pasien dapat kehilangan indra perasa. Selain itu, kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetikum.

b. Obesitas

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes.


(30)

c. Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada pasien diabetes melitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat pada menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darahnya lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.

d. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

Pada pasien diabetes melitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45

mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.

e. Kebiasaan Merokok

Pada pasien diabetes melitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai resiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan dengan pasien diabetes melitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan


(31)

agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea dan tibialis juga akan menurun.

f. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Melitus

Kepatuhan diet pasien diabetes melitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

g. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Olahraga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.


(32)

h. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetikum. Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada pasien Diabetes Melitus. i. Perawatan Kaki Tidak Teratur

Perawatan kaki yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada pasien diabetes melitus yaitu selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna serta hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

j. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

Pasien diabetes melitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena dapat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetikum yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.


(33)

Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman untuk pasien diabetes melitus (Tambunan & Waspadji, 2006). 2.8 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum

Frykberg (2006) menyatakan bahwa tujuan dari penatalaksanaan ulkus diabetikum adalah untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin sehingga dapat menurunkan angka amputasi pada ekstremitas bagian bawah pasien. Penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi evaluasi status vaskuler dan tindakan yang tepat seperti pengkajian gaya hidup/faktor psikologi, pentalaksanaan dasar luka dan penurunan tekanan.

1) Evaluasi status vaskuler

Perfusi arteri memegang peranan penting dalam penyembuhan luka dan harus dikaji pada pasien ulkus, selama sirkulasi terganggu luka akan mengalami kegagalan penyembuhan dan beresiko amputasi. Adanya insufisiensi vaskuler dapat berupa edema, karakteristik kulit yang terganggu, penyembuhan lambat dan ekstremitas dingin (Frykberg, 2006). 2) Pengkajian gaya hidup

Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Contohnya antara lain: alkohol, merokok, penyalahgunaan obat, kebiasaan makan, obesitas, malnutrisi dan tingkat mobilisasi (Delmas, 2006).

3) Penatalaksanaan dasar luka

Tujuan dilakukannya debridement adalah membuang jaringan mati atau jaringan yang tidak penting (Delmas, 2006). Debridement menjadi


(34)

salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.

Kelembaban juga akan mempercepat proses reepitelisasi pada ulkus. Keseimbangan kelembaban ulkus meningkatkan proses autolysis dan granulasi. Untuk itu diperlukan pemilihan balutan untuk menjaga kelembapan luka. Dalam pemilihan balutan, sangat penting diketahui bahwa tidak ada balutan yang paling tepat terhadap semua ulkus diabetikum.

4) Penurunan tekanan (Off Loading)

Menurunkan tekanan pada ulkus diabetikum merupakan tindakan yang sangat penting. Off loading mencegah trauma lebih lanjut dan membantu meningkatkan penyembuhan. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.

Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka


(35)

dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

Ulkus diabetikum memungkinkan masuknya bakteri, serta menimbulkan infeksi pada luka. Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin atau clindamycin.

Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas, enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus, peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif, serta aerobik dan anaerobik (Jones, 2006).

3. Makna Hidup 3.1 Definisi

Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa, dalam teorinya yang di sebut logoterapi. Logoterapi berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti

makna (meaning) atau rohani (spirituality) dan “terapi” yang berarti

penyembuhan atau pengobatan, sehingga logoterapi merujuk pada upaya penyembuhan melalui penemuan makna hidup. Konsep spirituality dalam


(36)

logoterapi tidak mengandung konotasi agamis, tetapi lebih merupakan sumber dari kualitas-kualitas luhur manusia.

Bastaman (2007) menyatakan bahwa makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Dalam makna hidup terkandung juga tujuan hidup sehingga makna hidup dan tujuan hidup tidak dapat dipisahkan. Tujuan hidup yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup bermula dari sebuah visi kehidupan, harapan dan merupakan alasan kenapa individu harus tetap hidup.

3.2 Karakteristik Makna Hidup

Pertama, makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer, artinya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya sifatnya khusus, berbeda dan tak sama dengan makna hidup orang lain, serta mungkin pula berubah dari waktu ke waktu. Mengingat keunikan dan kekhususannya itu, makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri.

Kedua, sifatnya spesifik dan nyata, artinya makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta tidak harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, atauupun dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis.


(37)

Ketiga, sifat dari makna hidup adalah memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga makna hidup itu seakan-akan menantang individu untuk memenuhinya. Dalam hal ini saat makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, individu tersebut seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta kegiatan-kegiatan pun menjadi lebih terarah.

3.3 Sumber-sumber Makna Hidup

Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun buruknya kehidupan tersebut. Frankl menyebutkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui tiga cara yaitu creative values, experiential values, dan attitudinal values.

Creative values (nilai-nilai kreatif): kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya.


(38)

Eksperiential Values (nilai-nilai penghayatan): yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang hidupnya berarti. Cinta kasih dapat pula menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. Mencintai seseorang berarti menerima sepenuhya keadaan orang itu seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya kepribadiannya dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin di hadapannya. Erich Form (1964 dalam Bastaman, 2007) seorang pakar psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta kasih yang murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa hormat (respect), dan pengertian (understanding).

Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap), yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Hal yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau


(39)

dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah terhadap hal-hal tragis yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi.

Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa selain tiga ragam nilai yang dikemukakan oleh Frankl, ada nilai lain yang menjadikan hidup ini bermakna, yaitu harapan (hope). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan yang merupakan sesuatu yang belum menjadi kenyataan akan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme. Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Nilai kehidupan ini disebut dengan nilai-nilai pengharapan (hopeful values).

3.4 Komponen-Komponen Yang Menentukan Keberhasilan Dalam Pencarian Makna Hidup

Setiap manusia akan selalu berusaha mencari makna dalam hidupnya. Bastaman (1996 dalam Sidabutar, 2008) mengemukakan komponen-komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam


(40)

merubah hidup dari penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi lebih bermakna, yaitu:

a. Pemahaman diri (Self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

b. Makna hidup (Meaning of life), yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (Changing attitude), yaitu dari yang semula tidak tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak bisa dihindari.

d. Komitmen diri (Self comitment), yaitu komitmen pada makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

e. Kegiatan terarah (Directed activities), yaitu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi, bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang makna dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (Social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan saat diperlukan.

3.5 Metode Penemuan Makna Hidup

Sekalipun makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, tetapi dalam kenyataan tidak selalu mudah untuk ditemukan.


(41)

Makna hidup biasanya tersirat dan tersembunyi dalam kehidupan, sehingga perlu dipahami metode untuk menemukannya. Bastaman (2007) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang digunakan untuk menemukan makna hidup, yaitu :

a. Pemahaman Diri

Metode ini dilakukan dengan cara mengenali keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan pribadi (penampilan, fisik, bakat, pemikiran) dan kondisi lingkungan (keluarga, tetangga, teman). Menyadari keinginan-keinginan masa kecil, masa muda, dan keinginan-keinginan sekarang, serta memahami kebutuhan-kebutuhan apa yang mendasari keinginan-keinginan itu.

b. Bertindak Positif

Metode ini dilakukan dengan cara menerapkan hal-hal yang baik ataupun tindakan positif dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan cara membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan positif maka akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pribadi dan kehidupan sosial seseorang. c. Pengakraban Hubungan

Metode ini menganjurkan agar seseorang membina hubungan akrab dengan orang tertentu (misalnya anggota keluarga, teman,pacar) sebab dalam hubungan pribadi yang akrab, seseorang benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai orang lain.


(42)

Dalam hal ini seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna bagi orang lain.

d. Pendalaman Catur Nilai

Merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memahami benar-benar nilai-nilai berkarya, nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai bersikap dan nilai-nilai pengharapan yang dapat menjadi sumber makna hidup seseorang.

e. Ibadah

Ibadah merupakan pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah ritual untuk mendekatkan diri pada Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan dalam agama. Ibadah yang dilakukan secara hikmat sering menimbulkan perasaan tentram, mantap dan tabah, serta tidak jarang pula menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan. Salah satu bentuk ibadah yang dapat memberikan makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.

3.6 Proses Pencarian Makna Hidup

Perjalanan hidup adalah suatu proses yang berkepanjangan. Kesulitan dan masalah yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini dapat menjadikan hidup tidak bermakna yang berproses panjang atau pendek, lama atau sebentar tergantung pada upaya yang dilakukan untuk mengubah hidup menjadi hidup yang bermakna. Adapun proses hidup ini berlangsung dalam lima tahapan (Bastaman, 2007), yaitu:


(43)

1) Tahap Derita (peristiwa tragis dan penghayatan tanpa makna)

Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna, yang berkaitan dengan adanya peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan.

2) Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap) Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi, bisa saja dilatar-belakangi oleh banyak hal, seperti adanya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain, atau mengalami peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini.

3) Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup):

Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, seperti bekerja dan berkarya, nilai-nilai-nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.


(44)

4) Tahap Realisasi Makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup)

Semangat hidup dan gairah untuk menjalani kehidupan ini menjadi meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan ketrampilan. 5) Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan)

Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan penuh kebahagiaan, apapun realita yang harus dihadapi atau dijalaninya.

3.7 Penghayatan Hidup

3.7.1 Penghayatan Hidup Tanpa Makna

Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, bosan dan apatis.

Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini bukan merupakan penyakit, tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak diatasi dapat mengakibatkan neurosis noogenik, karakter totaliter dan karakter konformis.


(45)

Neurosis noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan-gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan yang serba bosan, hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa bahwa hidup ini tidak artinya sama sekali. Kehidupan sehari-hari sangat rutin tanpa ada perubahan, bahkan tugas sehari-hari ditanggapi sebagai hal-hal yang menjemukan dan menyakitkan hati.

Karakter totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendaknya sendiri dan tidak bersedia menerima masukan dari orang lain. Karakter konformis adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitarnya serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingannya sendiri (Bastaman, 2007).

3.7.2 Penghayatan Hidup Bermakna

Berbeda dengan penghayatan hidup yang tidak bermakna, individu yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari bagi mereka merupakan sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri sehingga dalam mengerjakannya mereka melakukan dengan bersemangat dan bertanggung jawab. Hari demi hari mereka temukan aneka ragam pengalaman baru dan


(46)

hal-hal menarik yang semuanya akan menambah kekayaan pengalaman mereka. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam keterbatasan itu mereka tetap dapat menetukan sendiri apa yang paling baik mereka lakukan serta menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri. Jika pada suatu saat mereka berada pada situasi yang tak menyenangkan atau mengalami penderitaan, mereka akan menghadapinya dengan sikap tabah dan sadar bahwa ada hikmah dibalik penderitaan tersebut dan tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Individu dengan penghayatan hidup bermakna memiliki dan menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya serta merupakan tantangan untuk memenuhinya secara bertanggung jawab. Individu dengan penghayatan hidup bermakna mampu untuk mencintai dan menerima cinta kasih orang lain, serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu yang menjadikan hidup ini bermakna (Bastaman, 2007)

Pasien ulkus diabetikum bisa saja dapat menemukan makna dari penderitaannya dan memenuhinya sehingga individu tersebut memiliki penghayatan hidup yang bermakna (meaningful) namun pasien ulkus diabetikum juga bisa saja tidak dapat menemukan makna hidupnya sehingga mengalami penghayatan hidup yang tidak bermakna (meaningless).


(47)

4. Kerangka Pikir

Proses penemuan Makna hidup Ulkus Diabetikum Penderitaan Penderitaan Gejala Psikologis - Marah - Takut - Depresi:  Sedih  Sulit tidur  Murung

 Merasa hidup tidak berguna

 Putus asa

 Ada keinginan bunuh diri Gejala fisik

 Sering kesemutan  Nyeri saat istirahat  Sensasi rasa berkurang  Penurunan denyut nadi  Kaki atrofi, dingin, kuku

menebal  Kulit kering

Pemahaman/Penerimaan diri

Penemuan makna

Kegiatan terarah dan komitmen diri dalam pemenuhan makna

hidup

Sumber-sumber makna hidup  Nilai kreatif  Nilai bersikap  Nilai

penghayatan 

Metode penemuan makna hidup

 Pemahaman diri  Bertindak positif  Pengakraban hubungan  Pendalaman catur nilai  ibadah

Komponen-komponen penemuan makna

hidup


(48)

Keterangan:

Menyebabkan

Saling mempengaruhi

Mempengaruhi secara tidak langsung 5. Studi Fenomenologi

Edmund Husserl (1938 dalam Moleong, 2012) menyatakan bahwa fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Hal ini senada dengan pernyataan Polit & Beck (2012) fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Tujuan penelitian fenomenologi adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul.

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidak banyak. Jumlah partisipan adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling sehingga harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).

Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa ada tujuh langkah untuk menganalisa data, yaitu meliputi: (1) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan, (2) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan, (3) menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan, (4) mengelompokkan makna-makna


(49)

tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, (5) mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi, (6) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin, (7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir.

Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu :

1) Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan (prolong engagement), peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, member checking.

2) Transferability adalah kriteria yang mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki karakteristik yang sama.

3) Dependability dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian. Cara terbaik adalah audit trail, yaitu meminta auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.


(50)

4) Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan penghayatan subjektif individu dalam mencari makna hidupnya. Moleong (2012) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, perasaan, dll., dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley (1980 dalam Sugiyono, 2013) dinamakan social situation atau obyek penelitian. Dalam penelitian ini, obyek penelitiannya adalah seluruh pasien Diabetes Melitus yang mengalami komplikasi Ulkus Diabetikum yang menjalani pengobatan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau partisipan (Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini partisipannya adalah pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang berjumlah 5 orang. Besarnya jumlah sampel yang diteliti tidak mempunyai batasan akan tetapi dengan metode saturation of data yaitu


(52)

peneliti berhenti mengambil sampel ketika tidak ditemukan lagi data baru dari subjek penelitian (Moleong, 2012).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu partisipan dipilih berdasarkan kriteria dan tujuan penelitian (Moleong, 2012). Partisipan yang diambil adalah yang memenuhi kriteria berikut: a). Pasien DM yang mengalami komplikasi ulkus diabetikum selama 3 bulan-5 tahun

b). Dewasa madya (45 tahun ke atas)

Masa dewasa adalah waktu dimana seorang manusia mengeksplorasi dan mengeksploitasi identitas dirinya yang telah terbentuk pada tahap perkembangan sebelumnya melalui pilihannya akan gaya hidup, hubungan dan pekerjaan. Masa dimana seorang individu menilai kembali prioritas dan nilai personil mereka yang nantinya berpengaruh pada kemampuannya untuk memperoleh cinta, kesenangan dan rasa kebermaknaan dalam hidupnya (Corr, Nabe & Corr, 2003).

c). Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan dengan menandatangani

informed consent

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Peneliti memilih tempat di RSUD dr. Djasamen Saragih dengan pertimbangan: (1) RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar


(53)

merupakan Rumah Sakit rujukan (2) kemudahan peneliti dalam memperoleh sumber data. Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015. 4. Pertimbangan Etik

Penelitian dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dalam Penelitian ini, peneliti akan memperoleh ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah memperoleh surat rekomendasi dan ethical clearance, selanjutnya peneliti akan mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu: Maleficence

(penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi partisipan, baik resiko fisik maupun psikis), Autonomy (peneliti memberikan kebebasan bagi partisipan untuk menentukan sendiri ikut atau tidak dalam penelitian ini, tidak ada unsur paksaan atau pengaruh dari peneliti atau siapapun. Jika partisipan menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan akan menghormati hak-haknya), Confidentiality (menjaga kerahasiahaan), Anonimity (data partisipan dijaga dengan cara tidak menuliskan nama partisipan pada instrumen, tetapi hanya menggunakan inisial saja), dan Informed Consent atau surat persetujuan menjadi partisipan.

Peneliti memberi penjelasan kepada calon partisipan tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon partisipan


(54)

bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.

5. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti berfungsi untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2013). Terdapat dua jenis instrumen yang digunakan, yaitu kuesioner data demografi (KDD) dan daftar pertanyaan terbuka untuk wawancara. Kuesioner data demografi meliputi nama, usia, agama, suku, pekerjaan, status perkawinan, jumlah anak, tahun diagnosis dan derajat ulkus.

6. Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin dari bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance

dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, peneliti meminta izin ke RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar untuk melakukan pengumpulan data. Setelah mendapatkan izin dari RSUD dr. Djasamen Saragih, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Selanjutnya, peneliti mencari partisipan sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Setelah mendapatkan partisipan, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, manfaat serta prosedur pelaksanaan penelitian. Setelah partisipan bersedia, peneliti meminta


(55)

kesediaan partisipan untuk menandatangani surat persetujuan yang telah disediakan. Selanjutnya, peneliti menanyakan data partisipan untuk mengisi Kuesioner data demografi (KDD) dan melakukan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan sekitar 30-60 menit selama dua kali pertemuan dengan satu partisipan. Setelah mencapai saturasi data maka pengumpulan data dihentikan (Sugiyono, 2013).

Setelah semua data terkumpul dan penelitian selesai dilakukan, peneliti melaporkan kembali pada Bidang Penelitian dan Pengembangan untuk mendapatkan surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari direktur RSUD. dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

7. Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2013). Proses analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Setiap selesai wawancara peneliti langsung membuat transkrip hasil wawancara dilengkapi dengan catatan lapangan, kemudian transkrip tersebut dibaca berulangkali.

Peneliti akan menggunakan metode Colaizzi dalam menganalisa data. Proses analisa data menurut Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, 2012), meliputi:


(56)

(a) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua transkrip dan juga mendengarkan alat perekam untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi partisipan.

(b) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan. Dalam hal ini, peneliti telah membaca transkip secara berulang-ulang kemudian menarik arti dari pernyataan yang dikatakan partisipan yang terkait dengan makna hidup pasien ulkus diabetikum. Pernyataan signifikan diformulasikan kedalam bentuk yang lebih umum atau yang dinyatakan kembali untuk mentranformasikan bahasa konkrit partisipan ke dalam bahasa ilmiah.

(c) menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam hal ini, pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil pengertiannya.

(d) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema. Dalam hal ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang akan diformulasikan kedalam kelompok untuk mendapatkan tema yang umum pada transkrip data partisipan.

(e) mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi. Dalam hal ini, peneliti menjabarkan atau menarasikan hasil dari semua tema yang telah di buat.

(f) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin

(g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir.


(57)

8. Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, namun yang akan dilakukan peneliti ada 3, yaitu credibility, dependability, dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck, 2012). Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Peneliti akan melakukan teknik prolonged engagement (perpanjangan pengamatan) dan

member checking.

Teknik prolonged engagement yaitu peneliti akan berkunjung kerumah partisipan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan partisipan yang sudah pernah dijumpai. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk, semakin akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai. Dengan demikian, informasi yang akan diperoleh lebih lengkap. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.

Peneliti juga akan melakukan member checking yaitu pengujian untuk mengecek analisis yang dibuat peneliti kepada partisipan. Dengan kata lain,


(58)

informasi yang diperoleh dan digunakan harus disesuaikan dengan apa yang dimaksud oleh partisipan. Ini merupakan cara yang paling penting dengan tujuan agar partisipan bisa memperbaiki bila ada kekeliruan yang dibuat oleh peneliti selama wawancara atau menambahkan hal yang masih kurang. Proses member checking dilakukan saat peneliti bertemu dengan partisipan, memberi

fotocopy transkrip, untuk kemudian mendiskusikan kembali dengan partisipan. Langkah selanjutnya adalah konfirmabilitas yang dilakukan dengan menunjukkan seluruh transkrip, catatan lapangan dan tabel analisis tema ke ahli kualitatif. Kemudian berdiskusi bersama untuk menentukan tema dari hasil penelitian.

Dependabilitas bertujuan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti. Dependabilitas dilakukan dengan cara peneliti melibatkan pembimbing untuk mengaudit keseluruhan proses penelitian mulai dari menentukan masalah, pengambilan data penelitian, analisa data dan uji keabsahan data sampai dengan pembuatan kesimpulan sehingga penelitian ini terjamin kebenarannya.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil penelitian

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang makna hidup yang dihayati oleh pasien ulkus diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Pengumpulan dan analisa data dilakukan pada tanggal 23 Maret sampai 16 Juni 2015. Peneliti menyajikan hasil penelitian dalam dua bagian. Bagian pertama, peneliti menceritakan secara singkat gambaran karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian ini. Bagian kedua, memaparkan analisa hasil wawancara pada partisipan mengenai makna kehidupan pasien ulkus diabetikum.

1.1 Gambaran Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang dengan kriteria mengalami ulkus diabetikum dari 3 bulan-5 tahun dan berada dalam usia dewasa madya (45 tahun keatas). Dua orang partisipan berjenis kelamin laki-laki dan 3 orang partisipan berjenis kelamin perempuan dengan usia keseluruhan diatas 55 tahun. Empat partisipan berstatus menikah dan 1 orang berstatus janda. Semua partisipan sudah tidak lagi bekerja. Deskripsi lengkap karakteristik partisipan terlihat pada tabel 3 berikut ini:


(60)

Tabel 3. Karakterisitik partisipan

Karakteristik Partisipan

1 2 3 4 5

Inisial Ny. Hs Tn. Eb Ny. Ht Ny. T Tn. As Usia 72 tahun 60 tahun 60 tahun 58 tahun 60 tahun Agama Kristen

protestan

Kristen protestan

Kristen

protestan Islam

Kristen protestan Suku Batak

toba

Batak karo

Batak

simalungun Jawa Batak toba

Pekerjaan PNS namun sudah tidak lagi bekerja Pensiunan PTPN XI Ibu rumah tangga Pensiunan perawat Wiraswasta namun sudah tidak lagi bekerja Status

perkawinan Menikah Menikah Janda Menikah Menikah Jumlah anak 8 orang 3 orang 5 orang 3 orang 5 orang Lama

diagnosis ulkus

1 tahun 2 tahun

Kiri 3 bulan Kanan 2

tahun

4 bulan Kanan 4 tahun Derajat

ulkus 3 1 2 1 1

1.2Hasil wawancara

Dari hasil wawancara yang dilakukan secara langsung dengan partisipan, peneliti mengidentifikasi 6 tema utama yang menggambarkan suatu fenomena pasien ulkus diabetikum dalam memaknai kehidupannya. Tema-tema tersebut antara lain: (1) Penderitaan pasien ulkus diabetikum, (2) Penerimaan diri pasien akan kondisi sakit yang dialaminya, (3) Penemuan makna hidup pasien ulkus diabetikum, (4) Cara/usaha yang dilakukan pasien


(61)

untuk merealisasikan makna hidupnya, (5) Penghayatan hidup pasien ulkus diabetikum, (6) Harapan pasien ulkus diabetikum.

1). Tema 1: Penderitaan pasien ulkus diabetikum

Pasien ulkus diabetikum menghadapi beberapa penderitaan diantaranya penderitaan fisik, psikologis dan sosial.

 Fisik

Secara fisik, umumnya pasien merasa terganggu dari segi aktifitas dan rasa sakit yang dialami karena ulkus diabetikum. Ulkus diabetikum yang dialami pasien membuat pasien merasakan adanya rasa nyeri pada luka, kesemutan bahkan ada yang sampai tidak merasakan lagi lukanya. Partisipan juga mengalami keterbatasan dari segi aktifitas. Dua orang partisipan merasakan nyeri pada ulkus yang dialaminya. Berikut pernyataan langsung dari partisipan:

“Nyeri..” (Partisipan 3)

“Kalau lukanya itu hari itu sakit, mendenyut kalau dibersihkan..” (Partisipan 4)

Partisipan 2 merasakan kebas sedangkan partisipan 1 merasakan kesemutan dan juga ia mengungkapkan sudah tidak merasakan lagi lukanya. Berikut pernyataannya:

“Sudah tidak saya rasakan lagi lukanya, udah luka basah, paling hanya merasa kesemutaan..”

(Partisipan 1) “Kebas ajah karena belum normal dia..”


(62)

Partisipan 2 juga merasakan kulitnya kering dan mengalami gangguan keseimbangan.

“Ini warna kaki saya ini kan hitam ini, inilah tanda-tanda kalau gulanya udah tinggi nakku, kering kulit dibikinnya..”

“Terus kalau berdiri gak seimbang, gak bisa rata..”

(Partisipan 2)

Gejala fisik yang dialami partisipan membuat mereka sudah tidak dapat lagi melakukan aktifitas seperti dulu. Hampir semua partisipan menyatakan langsung bahwa mereka mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas.

“Udah gak bisa apa-apa lagi opung. Tidur ajalah..”

(Partisipan 1) “Dibilang aktifitas, orang aku gak bisa ngapa-ngapain..”

(Partisipan 3) “Mau awak obatin sendiri, duduk aja pun awak payah..”

“Dulu awak bisa nyapu, ngepel, ngangkatin air, nyiramin apa semua, sekarang apapun gak sanggup..”

(Partisipan 4) “Tidak bisa lagi semua pekerjaan saya lakukan..”

(Partisipan 5)

 Psikologis

Saat mengalami ulkus diabetikum partisipan merasa sedih, lelah, malu, bingung, menyangkal (tidak percaya), marah, ada perasaan untuk tidak mau membebani orang lain bahkan sampai ada yang merasa putus asa akan kondisinya. Perasaan sedih diungkapkan hampir semua partisipan, kecuali partisipan 2. Berikut pernyataannya:

“Yah apa lagi, sedih lah..”

“Udah saya buta, ada lagi luka. Gak taulah macam mana mau dibilang..”


(1)

Tuhan berpikir positif akan kesehatannya.

6 Harapan pasien ulkus diabetikum Untuk diri

sendiri

Ingin sehat Ingin sembuh dari sakit

Ingin sembuh dari sakit

Ingin sembuh dari sakit Untuk keluarga Anak-anak datang

untuk menjaga pasien - Ingin punya cucu - Keluarga terus

mendukung agar pola makan menjadi lebih baik

agar Anak-anak tidak membuat masalah

Kepada TYME agar kondisinya

tidak tambah parah dan semoga tidak ada lagi komplikasi lain yang terjadi.


(2)

Lampiran 9

TAKSASI DANA

No Kegiatan Biaya

1 Menyiapkan proposal sampai sidang proposal  Biaya internet dan pulsa modem

 Kertas A4 80 gr 1 rim

 Buku dan fotocopy sumber-sumber daftar pustaka

 Fotocopy memperbanyak proposal  Seminar proposal

Rp. 60.000,- Rp. 35.000,- Rp. 100.000,-

Rp. 50.000,- Rp. 150.000,- 2 Pengumpulan data dan analisa data

 Izin penelitian

Ethical clearance

 Fotocopy KDD dan informed consent  Cenderamata

Rp. 250.000,- Rp. 100.000,- Rp. 5.000,- Rp. 150.000,- 3 Pengumpulan Laporan Skripsi

 Kertas A4 2 rim  Penjilidan

 Fotocopy Laporan Penelitian  Sidang Skripsi

Rp. 70.000,- Rp. 100.000,- Rp. 100.000,- Rp. 150.000,-

4 Biaya Tak Terduga Rp. 132.000,-

5 Total Rp. 1.452.000,-


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 11

RIWAYAT HIDUP

Nama : Yetty M. Tambun

Tempat, tanggal lahir : Pontianak, 06 Maret 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jamin Ginting Gg. Pelita Jaya No. 1 Medan

No. Hp : 085262034618

Email : yetty_tambun@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. 1998-1999 : TK. Kristen Imanuel Pontianak 2. 1999-2000 : SD Imanuel Pontianak

3. 2000-2005 : SD Methodist Pematangsiantar 4. 2005-2008 : SMP Methodist Pematangsiantar 5. 2008-2011 : SMA RK. Budi Mulia Pematangsiantar

6. 2011-Sekarang : S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara