BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM PERJANJIAN
1. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata adalah: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut di atas menurut
para sarjana mengandung banyak kelemahan. Menurut Muhamad Abdul Kadir, Pasal 1313 KUHPerdata mengandung
kelemahan karena, a.
Hanya menyangkut sepihak saja Dapat dilihat dari rumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya. Kata mengikatkan sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan kedua pihak saling mengikatkan diri
dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus
Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung
konsensus. Seharusnya digunakan kata persetujuan.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
Hal ini disebabkan karena mencakup janji kawin yang diatur dalam hukum keluarga, padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan
kreditur dalam lapangan harta kekayaan. d.
Tanpa menyebutkan tujuan Rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tidak disebut tujuan diadakannya
perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.
4
Sedangkan menurut R. Setiawan, pengertian perjanjian tersebut terlalu luas, karena istilah perbuatan yang dipakai dapat mencakup juga perbuatan
melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum.
5
Para sarjana yang merasa bahwa pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata ini mengandung banyak kelemahan,
memberikan rumusan mengenai arti perjanjian. Menurut Prof. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
6
Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Pendapat lain dikemukakan oleh Rutten, menurutnya perjanjian adalah
perbuatan yang tidak sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum
4
Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, 1992, hal 78.
5
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal 49.
6
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1987, hal.1.
yang ada tergantung dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas
beban pihak lain atau demi kepentingan masing-masing pihak secara timbal balik.
7
Para sarjana memberikan rumusan mengenai perjanjian dengan penggunaan kalimat yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung
unsur yang sama yaitu: a.
Ada pihak-pihak Yang dimaksud dengan pihak disini adalah subyek perjanjian dimana
sedikitnya terdiri dari dua orang atau badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum sesuai yang ditetapkan oleh
undang-undang. b.
Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap dan bukan suatu perundingan.
c. Ada tujuan yang akan dicapai. Hal ini dimaksudkan bahwa tujuan dari pihak
hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Undang-undang.
d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal itu dimaksudkan bahwa prestasi
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa perjanjian bisa
dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini sesuai ketentuan undang-
7
Purwahid Patrik, Hukum Perdata II Jilid I, 1988, hal 1-3
undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
2. Jenis-jenis Perjanjian