DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
BAB 4 DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai objek penelitian yang mencakup antara lain: potret desa, struktur pemerintahan, kondisi demografi, fasilitas umum, dan karakteristik remaja. Penjelasan mengenai objek penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :
4.1 POTRET DESA LEWOBARU
Gambar 4.1 Peta Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat
Sumber: https://maps.google.co.id
Secara geografis Desa Lewo Baru berada di bagian timur Kecamatan Malangbong dengan luas wilayah 160,98 Ha. Kondisi lahan desa ini sebagian besar terdiri dari tanah pemukiman seluas (16,65 Ha),tanah persawahan (52,88 Ha), perkebunan (88,50 Ha), kuburan (1,66 Ha), tanah perkantoran ( 0,36 Ha), dan prasarana umum (0,93 Ha). Terkait dengan batas daerah, daerah Desa Lewo Baru sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukaratu, sebelah timur berbatasan Secara geografis Desa Lewo Baru berada di bagian timur Kecamatan Malangbong dengan luas wilayah 160,98 Ha. Kondisi lahan desa ini sebagian besar terdiri dari tanah pemukiman seluas (16,65 Ha),tanah persawahan (52,88 Ha), perkebunan (88,50 Ha), kuburan (1,66 Ha), tanah perkantoran ( 0,36 Ha), dan prasarana umum (0,93 Ha). Terkait dengan batas daerah, daerah Desa Lewo Baru sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukaratu, sebelah timur berbatasan
Tabel 4.1 Aksesbilitas Desa Lewo Baru ke Kecamatan Malangbong
7 km Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan kendaraan
Jarak ke ibu kota kecamatan
0,5 Jam
bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan
4 jam kaki atau kendaraan non motor
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Tabel 4.2 Aksesbilitas Desa Lewo Baru ke Kabupaten / Kota
40 km Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan
Jarak ke ibu kota kabupaten / kota
2 jam kendaraan bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan
12 jam kaki atau kendaraan non bermotor
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Tabel 4.3 Aksesbilitas Desa Lewo Baru ke Ibu Kota Provinsi Jawa Barat
64 km Lama jarak tempuh ke ibu kota Provinsi Jawa Barat
Jarak ke ibu kota Provinsi Jawa Barat
3 jam 3 jam
32 jam kaki atau kendaraan non bermotor
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Berdasarkan tabel di atas, waktu tempuh Desa Lewo Baru ke Kecamatan, Kabupaten/kota, dan Ibukota Provinsi berada pada rentang 0,5 – 3 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sehingga dapat disimpulkan, Desa Lewo Baru memiliki aksesibilitas yang cukup baik karena waktu tempuh yang diperlukan untuk menghubungkan Desa Lewo Baru dengan pusat kota atau pemerintahan masih cukup terjangkau.
4.2 STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA LEWO BARU
Grafik 4.1 Struktur Pemerintahan Desa Lewo Baru
RW 1: Lewo Wetan (RT 1,2,3 dan 4) RW 2: Lewo Kulon
Dusun 1
(RT 1,2 dan 3) RW 3: Lewo Kulon (RT 1,2 dan 3)
Desa Lewo Baru
RW 4: Cibuyut (RT 1,2,3 dan 4)
RW 5 : Pabuaran
Dusun 2
(RT 1,2 dan 3) RW 6: Neglasari dan Parahulu (RT 1 dan 2)
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Desa Lewo Baru terbagi atas dua dusun dengan masing-masing dusun memiliki tiga RW. Setiap RW memiliki jumlah RT yang bervariasi, mulai dari dua RT hingga empat RT. Letak Dusun 1 dan Dusun 2 dipisahkan oleh sebuah Situ yang dikenal dengan Situ Cibuyut. Saat peneliti melakukan turun lapangan,
Situ Cibuyut sedang dilakukan rehabilitasi untuk dijadikan tempat rekreasi. Pengembangan Situ Cibuyut menjadi tempat rekreasi merupakan cerminan bahwa masyarakat Desa Lewo Baru terbuka terhadap dunia luar, mudah bersosialisasi, menerima perubahan, dan dapat beradaptasi dengan budaya baru.
Gambar 4.2 Rehabilitasi Situ Cibuyut
Sumber : Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
4.3 KONDISI DEMOGRAFI
Berdasarkan laporan penduduk terakhir pada tahun 2012, Desa Lewo Baru yang tersebar di 6 RW dan 19 RT memiliki jumlah penduduk 3.721 jiwa dengan 977 jiwa adalah kepala keluarga. Dari jumlah penduduk tersebut, sebanyak 1.912 jiwa adalah laki-laki dan 1.809 jiwa adalah perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat dikatakan setara.
Grafik 4.2 Persentase Jumlah Penduduk Lewo Baru
Jumlah penduduk
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Lewo Baru berdasarkan usia dan jenis kelamin Usia
Laki – laki
65 orang (19,70%) Total
181 orang (54,85%) 149 orang (45,15%) 330 orang (100%)
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Berdasarkan tabel di atas, remaja yang berusia 15 – 19 tahun di Desa Lewo Baru berjumlah 330 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 54,85 persen remaja laki-laki dan 45,15 persen remaja perempuan. Sehingga dapat disimpulkan jumlah remaja laki-laki lebih banyak daripada perempuan meskipun perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Jika dilihat persebaran remaja berdasarkan usia, dapat dikatakan persebarannya cukup merata, yaitu berkisar antara 17 – 21 persen untuk masing-masing kategori usia. Jumlah yang paling besar berada pada remaja yang Berdasarkan tabel di atas, remaja yang berusia 15 – 19 tahun di Desa Lewo Baru berjumlah 330 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 54,85 persen remaja laki-laki dan 45,15 persen remaja perempuan. Sehingga dapat disimpulkan jumlah remaja laki-laki lebih banyak daripada perempuan meskipun perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Jika dilihat persebaran remaja berdasarkan usia, dapat dikatakan persebarannya cukup merata, yaitu berkisar antara 17 – 21 persen untuk masing-masing kategori usia. Jumlah yang paling besar berada pada remaja yang
4.3.1 Mata Pencaharian
Tabel 4.5 Mata Pencaharian Penduduk
No. Pekerjaan Laki – laki Perempuan Jumlah
2 Buruh Tani
155 orang
58 orang 213 orang
5 Buruh migran
6. Pembantu Rumah Tangga
10 orang 751 orang
9 Pengusaha Kecil dan
10 Pensiunan PNS / TNI / Polri
3 orang Jumlah
11 Dukun Kampung Terlatih
3 orang
1007 orang
188 orang 1195 orang
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 1195 penduduk yang bekerja, 84 persen diantaranya didominasi oleh laki-laki. Dominasi laki-laki dibandingkan perempuan dalam akses sumber daya ekonomi mencerminkan Desa Lewo Baru masih menganut sistem patriarki. Jika dilihat dari berdasarkan kategori mata pencaharian, mayoritas penduduk Desa Lewo Baru bermata pencaharian sebagai pedagang dengan jumlah 751 orang. Pemilihan mata pencaharian ini menjadi menarik ketika dikaitkan dengan luas Desa Lewo Baru yang 54,58 persen didominasi oleh perkebunan seperti dijelaskan dalam grafik berikut :
Grafik 4.3 Luas Desa Lewo Baru
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Dengan separuh luas Desa Lewo Baru dipergunakan untuk perkebunan, idealnya mata pencaharian tersebar dari penduduk Desa Lewo Baru adalah petani atau buruh tani. Tetapi, tingginya jumlah penduduk yang menjadi pedagang berdagang merupakan pilihan yang lebih menjanjikan dalam hal ekonomi dibandingkan bertani. Ditambah lagi, kegiatan berdagang sudah sejak lama dilakukan oleh penduduk Desa Lewo Baru. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari
Kepala Desa 4 saat ditanyakan tentang kegiatan berdagang siomay yang banyak dipilih sebagai mata pencaharian penduduk Desa Lewo Baru :
“Kalau di sini yang belajar bikin siomay itu orang sini. Udah turun temurun. Udah dari tahun 70 an udah ada. Di sini waktu saya masih kecil yang bikin siomay itu orang sini sekarang posisinya di RW dua. Dulu, mulai di Bandung daerah lain belum ada. Dulu namanya baso tahu.
siomay siomay itu sekarang. saya juga masih kecil.”
4.3.2 Migrasi
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama LPMPS, dapat diketahui bahwa banyak penduduk Desa Lewo Baru yang merantau untuk mencari nafkah.
4 Wawancara Mendalam oleh Deden Ramadani kepada Kepala Desa Lewo Baru berinisial “AS” (40 tahun) pada tanggal 28 Juni 2013
Usia penduduk yang merantau cukup beragam, dari remaja sampai orang dewasa yang sudah berkeluarga, baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Penduduk laki-laki biasanya merantau keluar kota untuk menjadi pendagang, buruh bangunan, dan lain-lain. Sedangkan, penduduk perempuan yang merantau biasanya menjadi pekerja rumah tangga (PRT).
Migrasi penduduk Desa Lewo Baru pun juga terlihat ketika selama pengambilan data penelitian, dapat diketahui bukti bahwa migrasi masyarakat memang terjadi. Hal ini dibuktikan ketika sedang mencari salah satu informan wawancara mendalamsedang tidak ada di rumah. Padahal sebelumnya pada saat pengisian kuesioner, informan masih bisa ditemui. Informan tersebut mengaku akan berangkat ke Jakarta dua hari lagi untuk membantu ayahnya berjualan siomay di Jakarta. Berikut salah satu kutipan perkataan informan,
“Liburan mah biasanya bantu orang tua, ayah. Ini 2 hari lagi ke Jakarta, bantu 5 – bantu lah disana, kasian bapak sendirian.”
4.3.3 Pendidikan
Tabel 4.6 Data Pendidikan Penduduk Desa Lewo Baru
1 Belum Sekolah 280 orang
2 Tidak Tamat SD 120 orang
3 Tamat SD/sederajat 920 orang
4 SLTP 241 orang
5 SLTA 205 orang
6 D-I - orang
11 Tidak pernah sekolah 1927 orang
12 Jumlah 3721 orang
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
5 Wawancara Prasidya Doni dengan informan laki-laki berinisial IS, 25 Juni 2013
Berdasarkan data pendidikan Desa Lewo Baru, mayoritas penduduk Desa Lewo Baru merupakan tamatan SD atau sederajat. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Lewo Baru kurang memiliki pengetahuan terhadap HIV dan AIDS. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan salah satu informan remaja yang kurang mengetahui pemahaman mengenai HIV dan AIDS. Berikut salah satu kutipan wawancara informan,
“Tidak tahu... iya bener gak tau saya....pernah denger sih...dapet pernah di sekolah pas pelajaran IPA, tapi lupa” 6
Tabel 4.7 Data Lembaga Pendidikan di Desa Lewo Baru Jenis Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Formal Umum
Play Group
TK
2 Formal Keagamaan
SD/ Sederajat
Raudhatul Athfal
Tsanawiyah
Aliyah
2 Non Formal / Kursus
Pondok Pesantren
Komputer
Bahasa
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Tabel 4.8 Jumlah Sarana Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
1 SD
3 Bangunan
2 TK/TPA
4 Lembaga Pendidikan Agama
11 Bangunan
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
6 Wawancara Prasidya Doni dengan informan laki-laki berinisial DI, 26 Juni 2013 7 Wawancara Prasidya Doni dengan informan laki-laki berusia 16 tahun berinisial DI, 26 Juni
2013, pukul 11.00
Berdasarkan data lembaga pendidikan (Tabel 4.7) di desa Lewo Baru. Terlihat bahwa mayoritas pendidikan yang ada di desa tersebut adalah lembaga pendidikan formal yang berbasis keagamaan. Sehingga ada indikasi bahwa di desa tersebut, masyarakat memiliki tingkat religiositas yang tinggi. Hal ini juga dikuatkan berdasarkan tabel 4.8 bahwa di Desa Lewo Baru, mayoritas sarana atau bangunan pendidikan adalah berupa bangunan Lembaga Pendidikan Agama.
4.4 FASILITAS UMUM
Tabel 4.9 Data Fasilitas Umum di Desa Lewo Baru
Nama Fasilitas
Jumlah
Pos Kamling
8 unit
Telepon Umum
2 unit
MCK Umum
12 unit Perpustakaan desa/kelurahan
Mushola
1 unit
60 Unit Lapangan Sepakbola
Ojek
4 unit
Meja Pingpong
2 unit
Kantor Desa
1 unit
Balai Pertemuan
1 unit
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat sarana atau fasilitas umum yang menunjang aktivitas remaja Desa Lewo Baru. Lapangan sepak bola merupakan sarana penunjang aktivitas atau kegiatan remaja Desa Lewo Baru yang sering digunakan oleh remaja laki-laki untuk bermain sepak bola. Hal ini dibuktikan oleh kutipan wawancara dengan salah satu remaja yang sering menggunakan lapangan sepak bola.
“Paling maen bola..... di atas kalo maen bola. Kalo futsal mah di Barokah (nama tempat futsal 8 )” .
Selain itu, terdapat fasilitas umum lainnya yang digunakan oleh remaja Desa Lewo Baru yaitu MCK umum, Mushola, dan Masjid. MCK umum yang terdapat di Desa Lewo Baru masih digunakan oleh sebagian masyarakat. Sementara, terdapat dua belas unit Mushola dan empat unit Masjid sebagai sarana praktik dalam beragama remaja Desa Lewo Baru.
4.4.1 Sarana Kesehatan
Tabel 4.10 Data Sarana Kesehatan
2 PUSTU - Buah
3 Dukun Terlatih
4 orang
4 Bidan Desa
Sumber: Profil Desa Lewo Baru 2012
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Bidan Desa Lewo Baru, terdapat dua Puskesmas untuk 23 desa di Kecamatan Malangbong, yaitu Puskesmas Citeras dan Puskesmas Malangbong. Penduduk Desa Lewo Baru memilih untuk mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Citeras karena lokasi yang lebih dekat dengan Desa Lewo Baru. Saat tim peneliti melakukan observasi, Puskesmas Citeras sedang dalam proses renovasi sehingga kegiatan puskesmas dilakukan di bangunan sementara. Sarana kesehatan lainnya yang terdapat di Desa Lewo Baru adalah dukun terlatih, bidan desa, dan paramedis.
8 Wawancara Prasidya Doni dengan informan laki-laki berusia 16 tahun berinisial RA, 28 Juni 2013, pukul 10.00
Gambar 4.3 Puskesmas Citeras, Kecamatan Malangbong
Sumber: Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
4.5 KARAKTERISTIK REMAJA
Sebagian besar kelompok remaja laki-laki dan kelompok remaja perempuan di Desa Lewo Baru kegiatan sehari-harinya adalah pergi bersekolah dan bermain. Kondisi yang berbeda terjadi di saat liburan sekolah, remaja laki- laki umumnya ikut untuk bekerja di sekitar Desa Lewo Baru atau pergi ke luar kota untuk bekerja bersama sang Ayah. Seperti yang telah dinyatakan oleh salah satu informan wawancara mendalam yang mengisi waktu luang liburannya dengan membantu Ayahnya bekerja di Jakarta.
“Liburan mah biasanya bantu orang tua, ayah. Ini 2 hari lagi ke Jakarta, bantu 9 – bantu lah di sana, kasian bapak sendirian”
Sedangkan, pada kelompok umur dewasa laki-laki umumnya pergi merantau untuk bekerja di luar kota. Hal ini juga dibuktikan dengan kutipan wawancara 10 yang dilakukan terhadap salah satu pengurus di desa tersebut:
“Kalau di sini kayaknya banyakan perempuan. Cuma ga terlalu jauh sih jumlah laki-laki dan perempuan. Cuma kalo di desa mah banyakan perempuan, ibu-ibunya yang ngurus kayak RT gitu-gitu. Soalnya kan bapak-bapak nya pada merantau keluar. Jadi yang ngurus administrasi itu
9 Wawancara Mendalam oleh Prasidya Doni dengan informan laki-laki berinisial IS, 25 Juni 2013
10 Wawancara Deden Ramadani dengan pengurus Desa Lewo Baru berinisal AS, 28 Juni 2013, pukul 2013 10 Wawancara Deden Ramadani dengan pengurus Desa Lewo Baru berinisal AS, 28 Juni 2013, pukul 2013
Gambar 4.4 Remaja Laki-laki di Desa Lewo Baru Saat Berkumpul di Waktu Luang
Sumber : Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
Selanjutnya mengenai karakteristik remaja laki-laki, terdapat tiga kelompok remaja laki-laki yang cukup dikenal oleh kelompok remaja di Desa Lewo Baru. Kelompok-kelompok ini bernama Galaxy yang merupakan kelompok dari Kampung Lewo Wetan. Kemudian, ada kelompok Pencin (Penjahat Cinta) yang terdiri dari sekumpulan remaja laki-laki yang sering berpacaran dengan remaja perempuan di Desa Lewo Baru. Terakhir, terdapat kelompok Joca (Jomblo Cakep) yang terdiri dari sekumpulan remaja laki-laki yang tidak memiliki hubungan dengan remaja perempuan Desa Lewo Baru. Hal itu dinyatakan oleh salah satu informan,
“ada kak, Galaxy (kumpulan anak Lewo Wetan) namanya, Pencin (Penjahat Cinta), sama Joca (Jomblo Cakep)” 11 .
11 Wawancara Ghivo Pratama dengan informan laki-laki berusia 18 tahun berinisial H, 27 Juni 2013, pukul 08.00
Gambar 4.5 Remaja Perempuan di desa Lewo Baru saat berkumpul dengan teman-teman
Sumber: Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
Sementara, kelompok remaja perempuan tidak memiliki kelompok tertentu seperti kelompok remaja laki-laki. Seperti pada gambar 4.6, merupakan salah satu foto responden perempuan dengan teman-teman perempuannya di Desa Lewo Baru. Berdasarkan, foto responden, dapat diketahui bahwa kelompok remaja di Desa Lewo Baru terbuka terhadap teknologi informasi dan komunikasi sehingga mereka juga terpengaruh dengan budaya-budaya dari luar.
Hal tersebut terlihat dari gambar 4.6 yang merupakan representasi budaya remaja di desa Lewo Baru yang telah terpengaruh budaya luar. Pada gambar tersebut beberapa gadis menunjukkan jari tengah mereka seakan hal tersebut merupakan gesture yang bagus bagi mereka. Hal ini merupakan hal yang menarik bagi peneliti karena masih belum dapat dipastikan bahwa mereka mengetahui apa makna dari gesture mereka sebenarnya.
Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas remaja di Desa Lewo Baru pada waktu luang umumnya dilakukan dengan menonton televisi, berkumpul dengan teman dan menggunakan internet. Remaja di Desa Lewo Baru yang mengisi waktu luang dengan berkumpul dengan teman-teman, umumnya dilakukan rumah sendiri, rumah teman, atau rumah saudara. Aktivitas yang mereka lakukan adalah mengobrol terkait masalah sekolah, kegiatan pengajian, dan mengobrol tentang hubungan asmara.
Hal itu dibuktikan dengan kutipan wawancara dengan salah satu informan,
“..dari anak-anak aja itu teh.. yaa biasalah kalo lagi kumpul kumpul sama teman-teman sekolah ngomongin inilah itulah suka ngobrolin apa aja. Ada
yang ngebahas pacar, ada yang ngebahas kondom” 12 .
Namun, dapat diketahui bahwa tidak banyak remaja yang aktif membicarakan mengenai mencegah penularan HIV dan AIDS saat berkumpul dengan teman-temannya. Hal ini dibuktikan dengan salah satu kutipan wawancara dengan informan,
“yaa...kalo remaja SMA...kalo begituan mah jarang diomongin. Iya malu. 13 ”
Sementara, remaja yang berkumpul dengan temannya di luar rumah pada umumnya menghabiskan waktu luang di lapangan lapangan bola, gardu, pos ronda, dan tempat balap- balapan motor atau yang biasa disebut “Sunset Malangbong” di Desa Lewo Baru. Remaja yang berkumpul di gardu dan pos ronda pada umumnya mengobrol bersama teman-temannya. Sementara, di “Sunset Malangbong”, kelompok remaja baik laki-laki, maupun perempuan mengisi waktu luang dengan berkumpul dengan teman dan balap-balapan motor.
Gambar 4.6 Sunset Malangbong
Sumber: Salah satu foto responden berinisial LS
12 Wawancara Deden Ramadani dengan informan laki-laki berusia 17 tahun berinisial KM, 27 Juni 2013, pukul 14.00
13 Wawancara Prasidya Doni dengan informan laki-laki berusia 16 tahun berinisial RA, 28 Juni 2013, pukul 10.00
Aktivitas remaja Desa Lewo Baru lainnya adalah mengakses internet. Baik remaja laki-laki, maupun perempuan pada umumnya menggunakan internet melalui telepon selular pribadi atau pergi ke warnet di Pasar Malangbong. Situs internet yang umumnya diakses oleh remaja adalah media sosial seperti Facebook yang digunakan untuk update status dan berinteraksi dengan teman-temannya.
Gambar 4.7 Warnet yang biasa di gunakan oleh remaja dari desa Lewo Baru
Sumber: Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
Gambar 4.8 Kondisi warnet yang biasanya digunakan oleh remaja di desa Lewo Baru
Sumber: Dokumentasi LPMPS Kelompok A 2013
BAB 5 KARAKTERISTIK RESPONDEN
Pada bab ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai variabel- variabel yang akan dianalisis dengan mengacu pada model analisis yang mana variabel independen yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas remaja mempengaruhi variabel dependen yaitu sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Bab ini terdiri dari tiga bagian analisis, yaitu persentase univariat, interpretasi univariat dan analisis univariat.
Karakteristik responden dan orang tua yang akan dideskripsikan mencakup antara lain sebaran responden berdasarkan dusun, jenis kelamin, jenis sekolah, pendidikan terakhir orang tua, kegiatan yang dilakukan responden dalam mengisi waktu luang dan pekerjaan orang tua. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai latar belakang sosial dari responden.
5.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TEMPAT TINGGAL DI TINGKAT DUSUN
Dalam penelitian ini, peneliti membedakan tempat tinggal responden berdasarkan dusun, yaitu Dusun 1 dan Dusun 2. Hal tersebut dikarenakan peneliti melihat adanya perbedaan sarana mobilitas yang dimiliki antara kedua dusun tersebut. Jarak Dusun 2 yang terletak dekat dengan jalan raya sarana mobilitasnya lebih tinggi dibanding Dusun 1 yang letaknya lebih jauh dari jalan raya.
Grafik 5.1 Tempat Tinggal Responden di Tingkat Dusun, n = 93
Dusun 2 Dusun 1 47% 53%
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa responden yang berasal dari Dusun 1 lebih banyak dibandingkan dengan Dusun 2, yaitu sebanyak 53 persen (49 orang) remaja dari dusun 1 dan 47 persen (44 orang) remaja dari dusun 2.
5.2 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Grafik 5.2 Jenis Kelamin Responden, n = 93
Laki-lak i
Perempuan 45%
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Dari grafik di atas terlihat bahwa di Desa Lewo Baru. jumlah remaja perempuan lebih banyak jika dibandingkan laki-laki, yaitu sebesar 55 persen (51 orang) perempuan dan 45 persen (42 orang) laki-laki.
5.3 KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN JENIS SEKOLAH
Grafik 5.3 Jenis Sekolah Responden, n = 93
Umum
40% Agama 60%
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan grafik diatas maka terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam jenis sekolah responden, yaitu 60 persen (56 orang) bersekolah di sekolah dengan basis agama seperti MA (Madrasah Aliyah), MTS (Madrasah Tsanawiyah) maupun pesantren. Sedangkan 40 persen (37 orang) bersekolah dengan basis umum. Banyaknya remaja yang bersekolah di sekolah agama tidak terlepas dari keberadaan sekolah berbasis keagamaan seperti pesantren, MTS, MA yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat tinggal mereka. Sehingga banyak masyarakat yang memilih untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut Dapat disimpulkan bahwa ada kecenderungan responden mayoritas bersekolah di sekolah yang berbasis agama.
5.4 PENDIDIKAN TERAKHIR ORANG TUA
Grafik 5.4 Pendidikan Terakhir Orang Tua Responden n = 93
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
Pendidikan Terakhir Ayah Pendidikan Terakhir Ibu
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa pendidikan antara Ayah dan Ibu tidak jauh berbeda, dimana baik Ayah maupun Ibu cenderung berpendidikan Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa pendidikan antara Ayah dan Ibu tidak jauh berbeda, dimana baik Ayah maupun Ibu cenderung berpendidikan
5.5 KEGIATAN RESPONDEN DALAM MENGISI WAKTU LUANG
Pada usia remaja, banyak hal yang dapat memengaruhi gaya hidup mereka. Salah satunya yaitu bagaimana remaja menggunakan waktu luang mereka. Maka dari itu, peneliti ingin melihat penggunaan waktu luang oleh remaja mulai dari beraktivitas di rumah ataupun di luar rumah.
5.5.1 Mengisi Waktu Luang di Rumah
Grafik 5.5 Responden yang Mengisi Waktu Luang di Rumah n = 93
Tidak 22%
Ya 78%
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan pie chart diatas, dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja menghabiskan waktu di rumah sebesar 78 persen (73 orang), dan hanya 22 persen (20 orang) remaja yang tidak menghabiskan waktu luangnya di rumah. Berikut kutipan wawancara mendalam dengan salah seorang informan yang menghabiskan waktu luangnya di rumah:
“Aku dirumah aja teh, palingan nonton TV, FTV di SCTV (karena menurutnya tidak begitu banyak yang seumuran dengannya) 14 ”
Kegiatan yang bisa dilakukan oleh remaja saat mengisi waktu luang di rumah sangat beragam. Oleh karena itu, peneliti membatasi kegiatan yang dilakukan yaitu membaca dan menonton. Hal ini dikarenakan oleh adanya asumsi terkait dengan topik penelitian yang diteliti bahwa melalui membaca dan menonton responden dapat menambah wawasannya mengenai HIV dan AIDS.
5.5.1.1 Mengisi Waktu Luang dengan Membaca Buku
Grafik 5.6 Responden yang Menggunakan Waktu Luang dengan Membaca Buku
Menggunakan Waktu Luang
Jenis Buku yang Dibaca
untuk Membaca n=93
Non- Akade
Tidak mik 85%
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Dari pie chart diatas dapat dilihat bahwa kecenderung remaja yang tidak mengisi waktu luang dengan membaca sebesar 85 persen (79 orang). Hanya sebagian kecil remaja yang mengisi waktu luang dengan membaca yaitu sebesar
15 persen (14 orang). Dari angka tersebut sebanyak 71 persen (10 orang) membaca buku non-akademik seperti novel, majalah fashion, komik, dan lain sebagainya. Sedangkan 29 persen (4 orang) lainnya membaca buku akademik seperti buku yang berkaitan dengan pelajaran sekolah.
14 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 16 tahun, berinisial “Y” yang dilakukan oleh Ulfi Nur Arsa Putri, tanggal 25 Juni 2013, pukul 14:12
5.5.1.2 Mengisi Waktu Luang dengan Menonton
Grafik 5.7 Mengisi Waktu Luang dengan Menonton
Menggunakan Waktu Luang
untuk Menonton
Jenis Acara yang Ditonton n=54
DVD/Film
Acara Televisi
Olahraga
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa cukup banyak remaja di desa Lewo Baru yang mengisi waktu luang dengan menonton, yaitu sebesar 58 persen (54 orang). Dari keterangan jenis acara yang ditonton oleh responden, maka sebanyak 87 persen (47 orang) menonton acara televisi seperti sinetron, FTV, acara musik, dan lain-lain. Sebesar 11 persen (6 orang) memilih untuk menonton acara olahraga, sedangkan 2 persen (1 orang) lainnya memilih untuk menonton DVD/film. Dapat diambil kesimpulan bahwa cukup banyak responden dalam penelitian ini yang mengalokasikan waktu luangnya untuk menonton acara televisi
5.5.2 Mengisi Waktu Luang Berkumpul dengan Teman
Grafik 5.8 Mengisi Waktu Luang Berkumpul dengan Teman
Menggunakan Waktu Luang untuk
Berkumpul dengan Teman n=93
Tidak
Ya 49% 51%
Jenis Aktivitas Berkumpul dengan Teman
Mengerjakan Nongkrong Membuat Rujak Jajan Di Warung
Tugas Kelompok
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Dari grafik di atas terlihat bahwa, tidak terlalu tampak perbedaan yang signifikan antara remaja yang menggunakan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman dan yang tidak menggunakan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman. Remaja yang berkumpul dengan teman-temannya sebesar 51 persen (47 orang) dan yang tidak berkumpul dengan teman-temannya sebesar 49 persen (46 orang). Remaja di Desa Lewo Baru yang menghabiskan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman, cenderung untuk melakukan kegiatan nongkrong yaitu sebesar 81 persen (38 orang). Hal ini seperti yang disampaikan Dari grafik di atas terlihat bahwa, tidak terlalu tampak perbedaan yang signifikan antara remaja yang menggunakan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman dan yang tidak menggunakan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman. Remaja yang berkumpul dengan teman-temannya sebesar 51 persen (47 orang) dan yang tidak berkumpul dengan teman-temannya sebesar 49 persen (46 orang). Remaja di Desa Lewo Baru yang menghabiskan waktu luangnya untuk berkumpul dengan teman, cenderung untuk melakukan kegiatan nongkrong yaitu sebesar 81 persen (38 orang). Hal ini seperti yang disampaikan
“Suka kak, sama teman-teman kalau liburan di Ciawi”. 15
5.5.3 Mengisi Waktu Luang untuk Menggunakan Internet di Warnet
Grafik 5.9 Mengisi Waktu Luang dengan Menggunakan Internet di Warnet Mengisi Waktu Luang untuk Menggunakan Internet di
Jenis Aktivitas Ketika Menggunakan Internet di
Warnet n=29
Mengerjakan Facebook/Twitter Main Games Mengunduh Tugas
MP3/Video Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Data di atas menunjukkan, bahwa 69 persen (64 orang) remaja cenderung tidak menghabiskan waktu luang untuk menggunakan internet di Warnet. Sedangkan, hanya 31 persen (29 orang) remaja yang mengisi waktu luangnya dengan menggunakan internet di Warnet. Penggunaan internet oleh remaja di Desa Lewo Baru ini biasanya dilakukan di Warnet atau Warung Internet. Padahal
15 Wawancara mendalam informan laki- laki berusia 18 tahun, berinisial “H” oleh Ghivo Pratama, tanggal 27 Juni 2013 pukul 08.00 15 Wawancara mendalam informan laki- laki berusia 18 tahun, berinisial “H” oleh Ghivo Pratama, tanggal 27 Juni 2013 pukul 08.00
Dalam menggunakan internet mayoritas remaja mengakses media sosial seperti Facebook dan Twitter yaitu sebesar 66 persen (19 orang). Sedangkan yang menggunakan internet untuk mengerjakan tugas ada 21 persen (6 orang) dan terdapat juga remaja yang menggunakan internet untuk bermain games yaitu sebesar 7 persen (2 orang). Remaja yang menggunakan internet untuk mengunduh MP3/Video juga sebesar 7 persen (2 orang). Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara berikut:
“Saya suka ke warnet untuk download MP3 dan Video Musik. Soalnya saya suka menari sama temen-temen sekolah yang tinggalnya juga di daerah
LewoBaru ini. Warnet disini adanya di pasar teh” 16
Jarak yang cukup jauh untuk menuju ke Warnet menimbulkan keterbatasan akses informasi internet di kalangan remaja di desa Lewo Baru. Selain itu, dalam memanfaatkan internet, mayoritas remaja hanya mengakses media sosial sehingga bila dikaitkan dengan topik penelitian, penggunaan internet tersebut kurang memberikan nilai tambah bagi peningkatan pengetahuan remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
16 Wawancara mendalam informan perempuan berusia 17 tahun, berinisial “A” oleh Dipta Mahira, tanggal 27 Juni 2013 pada pukul 13:00
5.5.4 Mengisi waktu luang dengan Aktivitas Lain
Grafik 5.10 Mengisi Waktu Luang dengan Aktivitas Lain
Menggunakan Waktu Luang
untuk Aktivitas Lain
Jenis Aktivitas Lain n=47
2% Pekerjaan Kesenian Olahraga Trek-trekan Main Games Kegiatan
Bekerja Rumah
Agama
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan bar chart diatas, dapat terlihat bahwa remaja yang mengisi waktu luang selain melakukan aktivitas di rumah maupun di warnet adalah sebesar 51 persen (47 orang). Jenis aktivitas lain yang dilakukan sebagian besar adalah melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, membersihkan rumah, membantu kakak, menjaga adik, dan lain sebagainya yaitu sebesar 34 persen (16 orang). Jadi, dapat disimpulkan bahwa remaja Desa Lewo Baru masih banyak yang menghabiskan waktu di rumah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diperoleh informasi bahwa remaja di Desa Lewo Baru menghabiskan waktu di rumah dengan melakukan berbagai pekerjaan rumah:
“Orang tua aku udah meninggal teh, jadi yang masak, nyuci, bebersih rumah aku. Jadi aku jarang main keluar” 17
5.5.5 Jenis Pekerjaan Orang Tua Responden
Grafik 5.11 Pekerjaan Orangtua Responden n=93
Pekerjaan Ayah
Jasa Pegawai Bekerja
Tidak Wiraswasta Pedangan Meninggal
Buruh
Dunia
Pekerjaan Ibu
Meninggal Dunia
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa laki-laki lebih banyak yang memasuki pasar kerja. Hal tersebut di indikasikan dari banyaknya perempuan
17 Wawancara informan perempuan berusia 16 tahun, berinisial “Y” oleh Ulfi Nur Arsa Putri, tanggal 27 Juni 2013, pukul 14:12 17 Wawancara informan perempuan berusia 16 tahun, berinisial “Y” oleh Ulfi Nur Arsa Putri, tanggal 27 Juni 2013, pukul 14:12
5.6 SIKAP REMAJA DALAM MENCEGAH HIV dan AIDS
Variabel dependen yang didefinisikan dalam penelitian ini yaitu Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS dalam studi kasus di Desa Lewo Baru, Garut.
Grafik 5.12
Variabel Sikap Remaja dalam Mencegah HIV dan AIDS
n = 93
Dimensi Kognisi
Dimensi Afeksi
Dimensi Perilaku
Rendah Tinggi
Negatif
Positif
Negatif Positif
Variabel Sikap
Negatif Positif
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei di atas khususnya pada variabel sikap, dapat terlihat bahwa sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS cenderung Berdasarkan data hasil survei di atas khususnya pada variabel sikap, dapat terlihat bahwa sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS cenderung
Pada pie chart dimensi kognisi menunjukkan sebesar 56 persen (52 orang) remaja memiliki kognisi yang rendah. Rendahnya kognisi remaja tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja mengenai penyakit HIV dan AIDS. Hal ini terlihat ketika informan ditanyakan lebih mendalam mengenai penyakit HIV dan AIDS itu sendiri, remaja di desa Lewo Baru masih kurang tahu atau lupa mengenai penyakit tersebut. Selain itu, mereka juga belum sepenuhya mengetahui apa saja penyebab penularan penyakit HIV dan AIDS. Berikut hasil wawancara mendalam pada informan:
“Lupa lagi saya. hahaha saya lupa tuh. seks bebas. Cuma seks bebas” 18
Pada hasil wawancara mendalam yang dilakukan pada informan diperoleh informasi bahwa pengetahuan remaja mengenai penyakit HIV dan AIDS hanya diperoleh dari sekolah. Hal ini terlihat dari hasil kutipan wawancara berikut:
“Hm kurang tau sih udah lupa cuma dulu pas MTS (Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP) dijelasin.ya penyakit gitu teh yang bisa nular dari
orang yang suka berhubungan seks” 19 Selain itu, rendahnya kognisi remaja terkait pencegahan penularan HIV
dan AIDS juga bisa disebabkan karena kurangnya penyuluhan dari pihak tenaga kesehatan setempat.Penyuluhan yang selama ini dilakukan cenderung hanya seputar gizi.Berikut hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada Bidan Eka yang bekerja di Puskesmas Malangbong:
“Belum sih (berkaitan dengan penyuluhan HIV & AIDS) kalo disini.Paling adanya cuma penyuluhan tentang gizi aja. 20 ”
Selain itu terdapat fakta yang menyebutkan bahwa terdapat remaja yang hamil di luar nikah. Hal tersebut kemudian bisa disebabkan juga karena
18 Wawancara mendalam kepada informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “RA” oleh Prasidya Doni, tanggal 28 Juni 2013, pukul 10.00
19 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 16 tahun, berinisial “R” oleh Karla Juanita, tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.15
20 Wawancara mendalam kepada Bidan Eka (Bidan puskesmas) oleh Yasserina Rawie, tanggal 28 Juni 2013, pukul 09.00 20 Wawancara mendalam kepada Bidan Eka (Bidan puskesmas) oleh Yasserina Rawie, tanggal 28 Juni 2013, pukul 09.00
“Ada teh yang hamil. Dulu sih nggak sering ya, sekarang mah makin sering dan banyak. Lima orang lebih lah, Teh” 21
Seperti yang telah diketahui, bahwa kognisi remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru cenderung rendah. Hasil tersebut memiliki kecendrungan yang sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anahita Tavoosi, Azadeh Zaferani, Anahita Enzevaei, Parvin Tajik dan Zahra Ahmadinezhad yang juga menyebutkan bahwa pengetahuan remaja (siswa) mengenai cara penularan HIV dan AIDS juga rendah. Hal tersebut menggambarkan bahwa pada umumnya pengetahuan remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS masih rendah.
Berdasarkan pada data survei di dimensi afeksi, sebesar 58 persen (54 orang) remaja di desa tersebut memiliki afeksi yang cenderung negatif. Sedangkan remaja dengan afeksi yang positif memiliki persentase sebesar 42 persen (39 orang). Rendahnya dimensi afeksi remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS dapat terlihat dari perasaan remaja saat dihadapkan hal-hal yang dapat menularkan HIV dan AIDS. Namun berlawanan dengan hasil survei, data kualitatif dari wawancara mendalam yang diperoleh oleh peniliti menunjukkan bahwa afeksi remaja di Desa Lewo Baru menunjukkan hasil yang positif. Dalam wawancara mendalam, informan menolak dengan tegas saat kekasihnya mengajak informan untuk melakukan hubungan seks diluar nikah. Selain itu ia juga sangat malu sekali saat membeli kondom dan memang tidak seharusnya kondom dibeli oleh informan. Berikut hasil wawancara mendalam yang diperoleh peneliti:
“Saya menolak dengan tegas karena itu perbuatan tidak baik. Sangat malu sekali. karena memang ga seharusnya dibeli oleh saya, ga penting. Saya
ga mau berhubungan seksual. 22 ” Selain itu, afeksi positif berdasarkan data kualitatif juga terlihat dari hasil
wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada seorang informan yang menyatakan akan menolak saat kekasihnya mengajak informan untuk berciuman,
21 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 15 tahun, berinisial “FT” oleh Arsa Ilmi, tanggal 27 Juni 2013, pukul 13.25
22 Wawancara mendalam kepada informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “ER” oleh Tito Juliansyah, tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.00 22 Wawancara mendalam kepada informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “ER” oleh Tito Juliansyah, tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.00
“Pacarku ada yang kaya gitu, tapi aku gam au. Kalo emang dianya kaya gitu, ya kita udahin aja, kalo emang dia sayang dia ga akan ngancurin hidup kita. Karena keperawanan merupakan masa depan yang ga bernilai harganya. Saya cape-cape nimba ilmu, cape-cape ngejalanin hidup. Masa
mau dihancurin gitu aja.” 23 Hasil survei untuk dimensi perilaku menunjukkan bahwa perilaku remaja
di Desa Lewo Baru cenderung negatif yaitu dengan persentase sebesar 52 persen (48 orang) dan perilaku remaja yang positif memiliki persentase sebesar 48 persen (45 orang). Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan pun menunjukkan indikasi perilaku remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS yang negatif. Dalam wawancara mendalam seorang informan tidak menolak bergandengan tangan dengan kekasihnya karena informan tersebut pernah berpegangan tangan ketika berpacaran. Berikut kutipan wawancara yang di peroleh dari wawancara informan tersebut:
“Gimana ya kak engga menolak sih aku. Engga setuju, karena aku pernah
pegangan tangan pas pacaran 24 .”
Dari grafik di atas dapat dilihat perbedaan antara perilaku yang positif dengan perilaku yang negatif memiliki persentase yang tidak terlalu jauh. Namun hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan adanya kecenderungan perilaku yang negatif terkait pencegahan penularan HIV dan AIDS pada remaja di desa Lewo Baru. Seorang informan wanita mengaku, kawannya temannya telah melakukan hubungan seks beresiko dengan kekasihnya yang telah menjalin hubungan dengannya selama tiga tahun dan kemudian hamil:
“Iya dia dihamilin sama pacarnya, jadi mulainya dari hp. Awal-awalnya dari SMS diajak ketemuan gitu, terus dia diberi permen yang bisa kehilangan kesadaran gitu tapi saya juga gatau permen apaan. 3 tahun teh,
dia mah katanya yang ngajakin pacarnya” 25
23 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 16 tahun, berinisial “P” oleh Dwi Anisa Febrianti, tanggal 27 Juni 2013, pukul 19.09
24 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 17 tahun, berinisial “I” oleh Dipta Mahira, tanggal 26 Juni 2013, pukul 17.00
25 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 16 tahun, beri nisial “R” oleh Karla Juanita,tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.15
5.7 VARIABEL INDEPENDEN
5.7.1 Gaya Hidup Remaja
Grafik 5.13 Variabel Gaya Hidup, n=93
Dimensi Aktivitas Dimensi Opini
Tidak Mendukung Mendukung
Tidak Mendukung Mendukung
Variabel Gaya Hidup
Tidak Mendukung
Mendukung
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei di Desa Lewo Baru mengenai variabel gaya hidup, dapat terlihat bahwa antara gaya hidup yang mendukung dan gaya hidup yang tidak mendukung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gaya hidup remaja yang tidak mendukung yaitu 51 persen (47 orang). Sedangkan remaja yang memiliki gaya hidup mendukung memiliki persentase sebesar 49 persen (46 orang). Variabel gaya hidup memiliki dua dimensi, yaitu dimensi opini dan dimensi aktivitas.
Dalam dimensi opini, dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja memiliki opini yang tidak mendukung dalam upaya mencegah penularan HIV dan AIDS dengan persentase sebesar 65 persen (60 orang).Sedangkan remaja yang memiliki opini yang mendukung, memiliki persentase sebesar 35 persentase (33 orang). Terdapat hasil dari wawancara mendalam yang mendukung hasil survei di Dalam dimensi opini, dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja memiliki opini yang tidak mendukung dalam upaya mencegah penularan HIV dan AIDS dengan persentase sebesar 65 persen (60 orang).Sedangkan remaja yang memiliki opini yang mendukung, memiliki persentase sebesar 35 persentase (33 orang). Terdapat hasil dari wawancara mendalam yang mendukung hasil survei di
“Pening, eh tapi gak penting-penting banget sih teh kan baru pacaran aja nggak serius- 26 serius gitu. Kalau nikah baru penting”
Lain halnya dengan seorang responden laki-laki yang memiliki kawan yang senang berganti-ganti pasangan dengan alasan agar terlihat keren.Lamanya hubungan pacaran yang pernah dimiliki pun hanya satu minggu dania beranggapan bahwa apayang dilakukan oleh kawannya tersebut adalah suatu hal yang biasa saja. Berikut kutipannya:
“Ada namanya (sebut saja Aan) ya saya mah kasian kalo liat dia kasian juga sama mantan2nya karena menurut dia ganti2 pasangan itu keren.
Biasa aja sih yah” 27
Selain itu, terdapat hasil wawancara lain yang mengacu pada kecenderungan hasil survei gaya hidup remaja yang tidak mendukung tersebut. Disebutkan bahwa teman dari seorang informan laki-
laki menggunakan “gele” 28 untuk menyelesaikan permasalahan dengan kekasihnya dan menurutnya
penggunaan “gele” untuk menyelesaikan permasalahan merupakan hal yang wajar dilakukan. Berikut kutipan wawancara mendalam tersebut:
“biasa aja...soalnya kan buat nyelesein masalah. Dan wajar aja.” 29
Di dimensi aktivitasterlihat hasil survei menunjukkan bahwa kecenderungan remaja di desa tersebut memiliki aktivitas yang tidak mendukung upaya mencegah penularan HIV dan AIDS dengan persentase sebesar 53 persen
26 Wawancara mendalam kepada informan perempuan, berusia 16 tahun, berinisial “R” oleh Karla Juanita, tanggal tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.15
27 Wawancara mendalam kepada reponden laki-laki be rusia 16 tahun, berinisial ”ER” oleh Tito Juliansyah, tanggal 28 Juni 2013, pukul 11.00
28 Gele adalah menghisap ganja 29 Wawancara mendalam kepada informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “RA” oleh Prasidya
Doni, tanggal 28 Juni 201, pukul 10.00
(49 orang). Sedangkan remaja yang memiliki aktivitas yang mendukung memiliki persentase sebesar 47 persen (44 orang). Dalam hasil survei juga terlihat perbedaan yang kurang signifikan antara aktivitas remaja yang mendukung dengan aktivitas remaja yang tidak mendukung upaya mencegah penularan HIV dan AIDS. Aktivitas remaja yang tidak mendukung, terlihat dalam hasil wawancara mendalam yang menyebutkan salah satu informan sering melakukan track motor (balap motor liar) bersama teman-temannya. Track motor tersebut dilakukan dari desa Lewo Baru sampai ke Malangbong.Berikut kutipan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti:
“Iya sama temen-temen, biasanya untuk ngetest motor. Nanti ada raja- rajanya. Jadi raja-rajanya nanti ada motor bebek, besar. Pakai motor sendiri, jalurnya dari Lewo ke Malangbong. Biasanya Sore, ga ada yang
pernah kecelakaan, track- 30 nya panjang dan lurus”
Selainitu, aktivitas remaja yang negatif tersebut ditunjukkan juga dengan hasil wawancara dengan informan yang mengatakan bahwa semua masyarakat di Desa Lewo Baru pernah melihat video porno, karena semua video tersebut bisa disimpan di telepon genggam. Berikut wawancara mendalam yang diperoleh oleh peneliti:
“Sama-sama tau lah a’, itu udah biasa. Semua udah punya video di hp
karena bisa disimpan di hp 31 ”
30 Wawancara mendalam informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “H” oleh Ghivo Pratama, tanggal 27 Juni 2013, pukul 08.00
31 Wawancara mendalam Kelompok Galaxy oleh Ghivo Pratama, tanggal 27 Juni 2013, pukul 12.00
5.7.2 Tingkat Religiositas Remaja
Grafik 5.14 Variabel Tingkat Religiositas Remaja, n = 93
Dimensi Praktik
Dimensi Perasaan Beragama
Dimensi Kepercayaan
Beragama
Beragama
Rendah Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah Tinggi
Variabel Tingkat Religiositas
Sumber: Data Hasil Survei MPS A di Desa Lewo Baru Tahun 2013
Berdasarkan data hasil survei di Desa Lewo Baru mengenai tingkat religiositas remaja, dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja memiliki tingkat religiositas yang rendah yaitu sebesar 51 persen (47 orang). Sedangkan tingkat religiositas remaja yang tinggi memiliki persentase sebesar 49 persen (46 orang). Variabel tingkat religiositas memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi praktik, dimensi kepercayaan dan dimensi perasaan.
Data hasil survei mengenai praktik beragama remajamenunjukkan bahwa terdapat kecenderungan praktik beragama yang tinggi pada remaja yaitu sebesar
52 persen. Sedangkan remaja dengan praktik beragama yang rendah sebesar 48 52 persen. Sedangkan remaja dengan praktik beragama yang rendah sebesar 48
“Dari kecil teh, dari SD. Dari saya masih tinggal di rumah yang sebelumnya.Gak ada yang nyuruh sih, Cuma waktu pertama kali disaranin sama ibu, dia dikasih tau sama tetangga yang lain. Tapi emang saya yang seneng sih ikut pengajian.Soalnya banyak temen saya yang ikut, jadi seneng
aja bareng- 32 bareng.”
Selain itu, hasil wawancara mendalam lain yang mendukung hasil surveitersebut adalah wawancara peneliti dengan seorang responden laki-laki yang sering mengikuti kegiatan keagamaan di masjid:
“Sering kaya solat, ngaji, dengerin ceramah, jumatan” 33
Dalam dimensi kepercayaan beragamapada remaja ditunjukkan sebesar 55 persen (51 orang) memiliki kepercayaan beragama yang rendah. Sedangkan 45 persen (42 orang) lainnya memiliki kepercayaan beragama yang tinggi. Hasil survei mengenai rendahnya kepercayaan beragama remaja tersebut didukung dengan beberapa hasil wawancara mendalam. Salah satunya adalah hasil wawancara kepada seorang informan laki-laki yang menganggap bahwa
melakukan “gele” –jika dikaitkan dengan agama, merupakan perbuatan yang tidak baik. Namun menurut teman-temannya , perbuatan “gele” tersebut terkadang
menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Berikut kutipannya: “Dosa. Paling temen suka bilangin tentang gitu-gitu juga.Katanya sekali-
sekali juga perlu.” 34
Untuk hasil survei pada dimensi perasaan beragama pada remaja, sebesar
57 persen (53 orang) menunjukkan perasaan beragama yang rendah. Sedangkan
32 Wawancara mendalam kepada informan perempu an berusia 17 tahun, berinisial “I” oleh Tiara Hapsari, 28 Juni 2013, pukul 15.00
33 Wawancara mendalam kepada informan laki- laki berusia 16 tahun, berinisial “ER” oleh Tito Juliansya, 28 Juni 2013, pukul 11.00
34 Wawancara mendalam kepada Informan laki-l aki berusia 16 tahun, berinisial “RA” oleh Prasidya Doni, tanggal 28 Juni 2013, pukul 10.00
43 persen (40 orang) lainnya menunjukkan perasaan beragama yang tinggi. Namun, wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hasil yang berbeda. Salah satunya wawancara mendalam dengan informan perempuan yang menunjukkan bahwa ia memiliki perasaan yang janggal ketika tidak melakukan salah satu kegiatan dalam agama, seperti solat, mengaji dan lain sebagainya. Berikut kutipan wawancaranya:
“Solat itu dilakuin karena yang pertama kewajiban, dan yang kedua sebagai kebutuhan. Kalo kebutuhan, karena misal gak menjalankan
rasanya 35 tuh seperti ada yang hilang”
35 Wawancara mendalam kepada Informan perempuan berusia 15 tahun, berinisial “FT” oleh Arsa Ilmi, tanggal 27 Juni 2013, pukul 13.25
BAB 6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA DALAM MENCEGAH PENULARAN HIV DAN AIDS
Pada bab ini akan dipaparkan analisis hubungan antara variabel independen penelitian yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas dengan variabel dependen penelitian yaitu sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Berikut akan dijelaskan hipotesis terkait hubungan antar variabel tersebut.
6.1 HUBUNGAN BIVARIAT
1. Remaja yang memiliki gaya hidup yang mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS, memiliki sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
2. Remaja yang memiliki tingkat religiositas yang tinggi, memiliki sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Selain menguji hubungan antar sejumlah variabel di atas, peneliti juga menguji hubungan antar dimensi dalam variabel independen dengan variabel dependen. Dimensi dalam variabel gaya hidup yaitu dimensi aktivitas dan dimensi opini. Sedangkan, dimensi untuk variabel tingkat religiositas yaitu dimensi praktik beragama, dimensi kepercayaan beragama dan dimensi perasaan beragama. Berikut uraian hasil uji hubungan antar variabel dan dimensi dalam penelitian ini.
6.1.1 Hubungan antara Sikap dengan Gaya Hidup
Gaya hidup remaja diasumsikan memiliki pengaruh terhadap sikap dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Kotler (1984) menjelaskan bahwa gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi. Dalam penelitian ini, variabel gaya hidup remaja dilihat dari dua dimensi yaitu aktivitas dan opini remaja terkait dengan upaya mencegah penularan HIV dan AIDS. Kedua dimensi ini memiliki dua kategori yaitu mendukung dan tidak mendukung terkait upaya mencegah penularan HIV dan AIDS.
Tabel 6.1 Hubungan antara Gaya Hidup dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Gaya Hidup
Total
Mendukung
Tidak Mendukung
93 (100%) Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan
Malangbong, tahun 2013
Dari tabel di atas ditunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki gaya hidup yang juga mendukung yaitu 60,9 persen dibandingkan mereka yang memiliki gaya hidup tidak mendukung yaitu sebesar 34 persen. Sementara responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki gaya hidup yang tidak mendukung yaitu 66 persen dibandingkan mereka yang memiliki gaya hidup mendukung yaitu sebesar 39,1 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara gaya hidup dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Hasil tabel silang di atas diperkuat oleh uji hipotesis yang juga menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel gaya hidup dan sikap
remaja dalam mencegah penularan HIV AIDS 36 . Dari hasil uji hipotesis tersebut ditunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 (α) yang kemudian dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain variabel gaya hidup
memiliki hubungan dengan variabel sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS
36 Tabel silang dapat dilihat di lampiran 4
Selain itu, untuk melihat kekuatan hubungan yang dimiliki variabel gaya hidup terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS, peneliti menggunakan uji d’Somers. Berikut uji yang telah dilakukan.
Tabel 6.2 Uji d’Somers Sikap dan Gaya Hidup Remaja
Ho: Tidak terdapat hubungan antara gaya hidup remaja dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS
Sikap Remaja dalam Mencegah Gaya Hidup Remaja Penularan HIV dan AIDS
Signifikansi: 0.044 (< 0,05)
d : 0,268
Dari hasil uji d’Somers di atas dapat dilihat nilai yang didapat adalah sebesar 0,268. Berdasarkan skala kekuatan hubungan 37 , dapat disimpulkan bahwa
nilai 0,268 menunjukkan kekuatan hubungan yang cenderung sangat lemah dengan arah hubungan positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara gaya hidup dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS tergolong sangat lemah dengan arah hubungan yang positif. Arah hubungan tersebut menunjukkan bahwa remaja dengan gaya hidup yang mendukung,, juga memiliki sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
37 Ott, Page 376, Chapter 10: Measures of Association: Nominal and Ordinal Data
Tabel 6.3 Hubungan antara Aktivitas dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Aktivitas Remaja
Total
Mendukung
Tidak Mendukung
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki aktivitas yang mendukung yaitu 59,1 persen dibandingkan mereka yang memiliki aktivitas tidak mendukung yaitu 36,7 persen. Sedangkan responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki aktivitas yang tidak mendukung yaitu 63,3 persen dibandingkan mereka yang memiliki aktivitas yang mendukung yaitu 40,9 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara aktivitas dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Salah satu kutipan wawancara mendalam dengan informan menunjukan bagaimana remaja yang memiliki sikap positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki aktivitas yang mendukung. Berikut hasil kutipan wawancara dengan responden saat ditanyakan tentang informasi terkait pentingnya menjaga keperawanan:
“Oh iya itu teh pernah nonton berita ada mucikari cilik, makanya saya teh
hati-hati sekarang 38 ”
38 Wawancara mendalam kepada informan perempuan berusia 17 tahun, berinisial “SN” yang dilakukan oleh Halida Nufaisa, tanggal 28 Juni 2013, pukul 14:00
Salah satu aktivitas yang mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS adalah dengan menonton acara televisi tentang pentingnya menjaga keperawanan sebelum menikah. Dari hasil kutipan wawancara, dapat kita lihat bahwa responden memiliki aktivitas yang mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS yaitu dengan menonton acara televisi tentang mucikari cilik. Mucikari cilik adalah seorang remaja berusia 15 tahun yang menjadi germo di Surabaya. Dengan melakukan aktivitas yang mendukung yaitu dengan menonton acara televisi mengenai pentingnya menjaga keperawanan sebelum menikah, terbukti sikap responden menjadi lebih positif dan lebih berhati-hati dalam menjaga keperawanannya.
Tabel 6.4 Hubungan antara Opini dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Opini Remaja
Total
Mendukung
Tidak Mendukung
93 (100%) Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan
Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki opini yang mendukung yaitu 63,6 persen dibandingkan mereka yang memiliki opini yang tidak mendukung yaitu 38,3 persen. Sementara responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki opini yang tidak mendukung yaitu 61,7 persen dibandingkan mereka yang memiliki opini yang mendukung yaitu 36,4 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara opini dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS salah satunya dipengaruhi oleh opini remaja terkait menjaga keperjakaan sebelum menikah. Berikut adalah kutipan wawancara mendalam tentang pentingnya menjaga keperjakaan sebelum menikah :
“Penting. Kan keperjakaan kita cuma dikasihin buat istri kita. Yang pertama yang terakhir terus kan kalo bukan perjaka udah begituan
sebelum nikah haram. Dapet dosa 39 ”
Tidak hanya terkait tentang menjaga keperjakaan sebelum menikah, opini tentang kesetiaan terhadap pasangan juga turut memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Seperti penuturan remaja saat ditanyakan opininya tentang orang-orang yang sering berganti pasangan:
“Ya saya sih gak sependapat, soalnya kalo saya sendiri selalu berusaha setia sama pacar saya. Saya gak mau aja kena karma, pasti kan gak enak
kalo kita yang diselingkuhin.” 40
6.1.2 Hubungan antara Sikap dengan Tingkat Religiositas
Variabel yang dianggap dapat memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS berikutnya yaitu tingkat religiositas remaja. Dalam mengukur tingkat religiositas remaja, penelitian kami menggunakan tiga dimensi yaitu praktik dalam beragama (practice), kepercayaan dalam beragama (belief), dan perasaan dalam beragama (feeling). Ketiga dimensi tersebut terbagi menjadi dua kategori yaitu rendah dan tinggi.
39 Wawancara mendalam oleh Ghivo Pratama kepada informan laki-laki berinisial H, berusia 16 tahun tanggal 27 Juni 2013, pukul 08.00
40 Wawancara mendalam oleh Yaserina Rawie kepada informan perempuan berinisial AIY berusia
15 tahun tanggal 28 Juni 2013, pukul 13.00
Tabel 6.5 Hubungan antara Tingkat Religiositas dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Tingkat Religiositas
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki tingkat religiositas tinggi yaitu 63 persen dibandingkan mereka yang memiliki tingkat religiositas yang rendah yaitu 31,9 persen. Sementara, responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki tingkat religiositas yang rendah yaitu 68,1 persen dibandingkan mereka yang memiliki tingkat religiositas yang tinggi yaitu 37 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara tingkat religiositas dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Jika dikaitkan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu Religiosity, Sexual Behaviors, and Sexual Attitudes During emerging Adulthood oleh Eva S. Letkowitz, Meghan M. Gillen, Cindy L. Shearer, Tanya L. Boone (2004) menggambarkan bahwa religiositas merupakan faktor yang paling kuat dalam memengaruhi sikap dan perilaku seksual remaja. Pada penelitian ini juga menggambarkan hal yang sama bahwa tingkat religiositas memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Hasil tabel silang di atas diperkuat oleh uji hipotesis yang juga menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel tingkat religiositas dan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV AIDS 41 . Dari hasil uji hipotesis
41 Tabel silang dapat dilihat di lampiran 4 41 Tabel silang dapat dilihat di lampiran 4
Tabel 6.6 Uji d’Somers Sikap dan Tingkat Religiositas Remaja
Ho: Tidak terdapat hubungan antara tingkat religiositas remaja dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS
Sikap Remaja dalam Mencegah Tingkat Religiositas Remaja Penularan HIV dan AIDS
Signifikansi: 0.001(< 0,05)
d : 0,311
Dari hasil uji d’Somers tersebut dapat dilihat nilai yang didapat adalah sebesar 0,311. Berdasarkan skala kekuatan hubungan 42 , dapat disimpulkan bahwa
nilai 0,311 menunjukkan kekuatan hubungan yang lemah dengan arah hubungan positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tingkat religiositas dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV AIDS tergolong lemah dengan arah hubungan yang positif. Arah hubungan tersebut menunjukkan bahwa remaja dengan tingkat religiositas yang tinggi, juga memiliki sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
42 Ott, Page 376, Chapter 10: Measures of Association: Nominal and Ordinal Data
Tabel 6.7
Hubungan antara Praktik Beragama dengan Sikap Remaja dalam Mencegah
Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Praktik Beragama
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki praktik beragama yang tinggi yaitu 46,7 persen dibandingkan mereka yang memiliki praktik beragama yang rendah yaitu 47,9 persen. Sementara, responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki praktik beragama yang rendah yaitu 53,3 persen dibandingkan mereka yang memiliki praktik beragama yang tinggi yaitu 52,1 persen. Tetapi, dari selisih persentase yang tidak terlalu besar tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan arah hubungan antara sikap negatif ataupun positif remaja terhadap praktik beragama tidak terlalu signifikan.
Selisih persentase yang tidak terlalu besar antara sikap positif ataupun negatif remaja terhadap praktik beragama salah satunya dipengaruhi oleh pelaksanaan praktik beragama yang dilakukan hanya sebagai pelaksanaan kewajiban, bukan sebagai ritual dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti yang dituturkan responden saat wawancara mendalam ketika ditanyakan terkait opininya ketika hal-hal praktik yang diwajibkan dalam agama seperti shalat, puasa, dan lain-lain tidak lagi menjadi suatu hal yang wajib.
“Yah gak tau itu mah Teh belum pernah diajarin”. 43
43 Wawancara mendalam oleh Okta Rina Fitri kepada informan perempuan berinisial AP berusia
16 tahun tanggal 27 Juni 2013, pukul 11.20
Tabel 6.8 Hubungan antara Kepercayaan Beragama dengan Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Kepercayaan Beragama
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki kepercayaan dalam beragama yang tinggi yaitu 61,9 persen dibandingkan mereka yang memiliki kepercayaan beragama yang rendah yaitu 35,3 persen. Sementara, responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki kepercayaan beragama yang rendah yaitu 64,7 persen dibandingkan mereka yang memiliki kepercayaan beragama yang tinggi yaitu 38,1 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara kepercayaan beragama dengan sikap remaja dalam mencegahuj penularan HIV dan AIDS.
Sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS salah satunya dipengaruhi oleh tingginya kepercayaan bahwa akan mendapatkan dosa apabila tidak beragama ataupun ketika melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama. Berikut adalah kutipan wawancara mendalam terkait kepercayaan akan mendapat dosa ketika melanggar hal-hal yang dilarang agama
“Percaya banget karena ada rasa takut gitu, kayak waktu itu abis bohong sama orangtua jadi ada rasa takut” 44
Tabel 6.9
44 Wawanca ra mendalam kepada informan perempuan berusia 17 tahun, berinisial “SN” yang dilakukan oleh Halida Nufaisa, tanggal 28 Juni 2013, pukul 14:00
Hubungan antara Perasaan beragama dan Sikap remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS n=93
Sikap
Perasaan Beragama
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Responden yang memiliki sikap yang positif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki perasaan beragama yang tinggi yaitu 65 persen dibandingkan mereka yang memiliki perasaan beragama yang rendah yaitu 34 persen. Sementara responden yang memiliki sikap yang negatif cenderung lebih banyak pada mereka yang memiliki perasaan beragama yang rendah yaitu 66 persen dibandingkan mereka yang memiliki perasaan beragama yang tinggi yaitu
35 persen. Sehingga, dapat dikatakan terdapat hubungan positif antara perasaan beragama dengan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa sikap yang positif dalam mencegah penularan HIV dan AIDS salah satunya dipengaruhi oleh perasaan dalam beragama terutama terkait hal-hal yang dilarang oleh agama. Berikut adalah kutipan wawancara responden saat ditanyakan mengenai perasaannya ketika mengetahui bahwa pacaran adalah sesuatu yang dilarang dalam agama
“ya takut aja Teh, kan Allah melihat kita berduaan, jadi sayamah berusaha aja untuk ngurangin dan menghindari yang dilarang.” 45
Perasaan remaja yang cukup baik dalam beragama tersebut mempengaruhi sikapnya dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Salah satunya terlihat dari
45 Wawancara mendalam oleh Okta Rina Fitri kepada informan perempuan berinisial AP berusia
16 tahun tanggal 27 Juni 2013, pukul 11.20 16 tahun tanggal 27 Juni 2013, pukul 11.20
6.2 HUBUNGAN MULTIVARIAT
6.2.1 Uji Regresi Berganda
Uji regresi berganda merupakan salah satu teknik dari pengujian statistik multivariat. Tujuan dari uji regresi adalah untuk melihat pengaruh salah satu variabel yang lebih signifikan dari dua variabel independen yang ada terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini, uji regresi dilakukan pada gaya hidup dan dan tingkat religiositas sebagai variabel independen terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen. Uji regresi berganda dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 6.10 Model Summary Regresi Berganda
Model R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Tabel 6.11 Uji Anova Regresi Berganda
Model
Sum of
df Mean
F Sig.
Squares
Square
Regression b 740.394 1 740.394 8.933 .004
1 Residual
Total 8282.581 92 Regression c 818.542 2 409.271 4.935 .009
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Tabel 6.12 Uji Koefisien Regresi Berganda
Model
Unstandardized
Standar t Sig.
Coefficients
dized Coeffici
ents
B Std. Error Beta
1 Tingkat Religiositas .363
2.989 .004 Compute (Constant)
5.092 .000 Tingkat Religiositas .316
Gaya Hidup Compute .116
Sumber data : SPSS LPMPS Kelompok A 2013 di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, tahun 2013
Dari hasil uji regresi berganda yang telah dilakukan, terdapat dua model yang dapat dianalisis. Model 1 merupakan hasil pengujian regresi berganda Dari hasil uji regresi berganda yang telah dilakukan, terdapat dua model yang dapat dianalisis. Model 1 merupakan hasil pengujian regresi berganda
Pada tabel 6.1 dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi (R) uji regresi berganda untuk model 1 sebesar 0,299, sedangkan untuk model 2 sebesar 0,314. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat nilai koefisien determinasi (R 2 ). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) adalah besaran persentase pengaruh variabel tingkat
religiositas terhadap sikap. Berdasarkan tabel 6.1 dapat dilihat bahwa untuk model
1 memiliki nilai 0,089 atau 8,9 persen. Sedangkan untuk model 2 memiliki nilai 0,099 atau 9,9 persen. Sehingga dapat disimpulkan besarnya pengaruh tingkat religiositas terhadap sikap sebesar 8,9 persen sedangkan pengaruh gaya hidup terhadap sikap adalah sebesar 1 persen. Angka 1 persen diperoleh dari 9,9 persen dikurangi dengan 8,9 persen. Besaran persentase menunjukkan bahwa variabel tingkat religiositas memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS daripada variabel gaya hidup. Hal tersebut kemudian akan dibuktikan lebih lanjut di uji koefisien regresi berganda.
Pada tabel 6.2, di model 1 ditunjukkan nilai signifikansi anova sebesar 0,004, sedangkan di model 2 nilai signifikansi anova sebesar 0,009. Dari dua model tersebut dapat dilihat bahwa model 1 yang menguji variabel tingkat religiositas, menghasilkan nilai 0,004 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 ( ∝). Begitu juga dengan model 2 yang menguji kedua variabel independen terhadap sikap, yaitu sebesar 0,004 dimana nilai tersebut juga lebih kecil dari dari 0,05 ( ∝). Dari hasil tersebut, maka telah terpenuhi syarat untuk melanjutkan ke uji koefisien regresi berganda.
Dalam uji regresi berganda yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh yang paling kuat diantara dua variabel independen yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas terhadap variabel sikap. Dalam tabel 6.3 pada model 2 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel tingkat religiositas adalah 0,018 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 ( ∝). Sedangkan variabel gaya Dalam uji regresi berganda yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh yang paling kuat diantara dua variabel independen yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas terhadap variabel sikap. Dalam tabel 6.3 pada model 2 menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel tingkat religiositas adalah 0,018 dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 ( ∝). Sedangkan variabel gaya
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
Munculnya HIV dan AIDS di dalam salah satu poin MDGS menisyaratkan bahwa persoalan HIV dan AIDS menjadi masalah yang serius. Kasus HIV dan AIDS yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia untuk menyelesaikannya. Diperlukan penelitian-penelitian yang mampu melihat faktor penyebab semakin tingginya kasus HIV dan AIDS di Indonesia.
Penelitian ini mencoba menguraikan masalah HIV dan AIDS dengan melihat pengaruh sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS dengan gaya hidup remaja dan tingkat religiositas remaja. Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Lewo Baru kecamatan Malangbong, Garut menunjukan hasil adanya pengaruh dari gaya hidup remaja dan tingkat religiositas remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Responden di dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di sekolah umum dan agama, dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, yang bertempat tinggal di dusun satu dan dua. Latar belakang keluarga responden sebagian besar berasal dari keluarga dengan tingkat pendidikan lulus sekolah dasar. Pekerjaan ibu responden sebagian besar sebagai ibu rumahtangga sedangkan pekerjaan ayah sebagai buruh.
Hasil uji hipotesis dari penelitian ini menunjukan hubungan yang asimetris antara variabel independen dan variabel dependen. Pada variabel gaya hidup remaja sebagai variabel independen dihasilkan gaya hidup remaja yang tidak mendukung sejalan dengan sikap remaja yang negatif lebih tinggi dibandingkan dengan sikap remaja yang mendukun dengan sikap yang positif. Uji hipotesis ini menunjukan gaya hidup dan sikap remaja Desa Lewobaru, Kecamatan Malangbong, Garut masih lemah dalam pencegahan dan pelularan HIV dan AIDS.
Pada hasil uji hipotesis variabel tingkat religiositas dihasilkan tingkat religiositas remaja yang rendah dengan sikap remaja yang negatif lebih tinggi dibandingkan tingkat religiositas remaja yang tinggu dengan sikap remaja yang Pada hasil uji hipotesis variabel tingkat religiositas dihasilkan tingkat religiositas remaja yang rendah dengan sikap remaja yang negatif lebih tinggi dibandingkan tingkat religiositas remaja yang tinggu dengan sikap remaja yang
Pada hasil dari uji d’somers dihasilkan ada kekuatan hubungan yang sangat lemah dengan arah hubungan yang positif antara variabel gaya hidup remaja dan sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Sedangkan untuk variabel tingkat religiositas, arah hubungan bersifat positif dan kekeuatan hubungannya lemah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS memiliki hubungan yang lebih kuat daripada gaya hidup terhadap sikap remaja.
Pada hasil pengujian multivariat dengan regresi berganda, menunjukan variabel sikap memiliki kekuatan hubungan yang lebih kuat dengan variabel tingkat religiositas daripada variabel gaya hidup. Berdasarkan nilai koefisien korelasi uji regresi berganda tampak bahwa variabel tingkat religiositas memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS daripada variabel gaya hidup. Jadi, variabel tingkat religiositas lebih mempengaruhi sikap dalam hal ini sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS daripada variabel gaya hidup.
7.2 SARAN
Dari penelitian yang dihasilkan mengenai gaya hidup dan tingkat religiositas remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat peneliti memberikan beberapa saran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam penelitian ini. Beberapa saran yang diberikan antaralain,
1. Dibutuhkan penelitian kualitatif mengenai tokoh berpengaruh di Desa Lewo Baru. Saran ini merujuk dari hasil penelitian dengan mengunakan metode regresi berganda yaitu tingkat religiositas memiliki pengaruh yang lebih signifikan pada sikap remaja dibandingkan gaya hidup dalam mencegah penularan HIV dan AIDS,
2. Pemerintah lokal menjadikan kebijakan mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai kebijakan strategis dengan menjadikan tokoh agama sebagai aktor 2. Pemerintah lokal menjadikan kebijakan mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai kebijakan strategis dengan menjadikan tokoh agama sebagai aktor
3. LSM kesehatan reproduksi ikut berperanserta dalam mensosialisasikan materi mengenai kesehatan reproduksi yang di dalamnya terdapat materi mengenai HIV dan AIDS,
4. Departemen kesehatan dan agama memberikan perhatian yang besar menghadapi masalah HIV dan AIDS karena hasil penelitian ini menunjukan variabel tingkat religiositas memiliki pengaruh yang signifikan,
5. Remaja mendapatkan sosialisasi dari sekolah umum dan agama mengenai kesehatan reproduksi yang di dalamnya terdapat muatan materi mengenai HIV dan AIDS sehingga pihak sekolah, lingkungan sosial, dan LSM mampu berjalan secara strategis untuk mendorong sikap remaja yang positif dengan gaya hidup yang mendukung dan tingkat religiositas yang tinggi dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.