Sikap Remaja Terhadap HIV and AIDS
UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH GAYA HIDUP DAN TINGKAT RELIGIOSITAS TERHADAP SIKAP REMAJA DALAM MENCEGAH PENULARAN HIV DAN AIDS DI DESA LEWO BARU, KECAMATAN MALANGBONG KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
Oleh MPS A DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPOK DESEMBER 2013
ABSTRAK
Peningkatan kasus HIV dan AIDS kini menjadi kekhawatiran masyarakat dunia sehingga masuk ke dalam salah satu dari delapan poin MDGs. Peningkatan kasus HIV dan AIDS tidak hanya terjadi di dunia, namun juga di Indonesia khususnya di provinsi Jawa Barat. Salah satu media massa menuliskan terdapat 109 orang yang meninggal dunia akibat HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Selain itu, penderita HIV dan AIDS yang sebagian besar merupakan remaja usia produktif, menjadi kekhawatiran tersendiri mengingat mereka memiliki peranan besar terhadap pembangunan bangsa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas dalam kaitannya terhadap sikap mencegah penularan HIV dan AIDS di kalangan remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan survei. Populasi penelitian adalah seluruh remaja berusia 15-19 tahun yang belum menikah di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dari penelitian ini didapatkan sampel penelitian sebanyak 98 orang dengan teknik penarikan sampel secara bertahap (multistage sampling) dimana pemilihan dalam setiap tahapannya dilakukan secara acak . Selain itu, dilakukan pula wawancara mendalam dengan sejumlah informan untuk memperkuat dan memperkaya data penelitian.
Uji analisis dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat, bivariat, dan multivariat. Sommers’d digunakan untuk menganalisa hubungan bivariat antara variabel independen dan dependen dan untuk uji hubungan multivariat digunakan regresi berganda. Hasil dari uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu gaya hidup dan tingkat religiositas dengan kaitannya terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Selanjutnya, pada uji regresi berganda ditemukan bahwa variabel tingkat religiositas adalah variabel independen yang paling signifikan dibandingkan dengan variabel lainnya yaitu gaya hidup.
Kata Kunci: HIV, AIDS, MDGS, remaja, Garut, sikap, tingkat religiositas, gaya hidup, kuantitatif, sommers’d, regresi berganda.
ii
ABSTRACT
The increasing cases of HIV and AIDS have now becoming a concern of the world as it is one of the eight points of MDGs. It is not only happening in the world, but also in Indonesia, particularly at Jawa Barat province. At the time, one of the mass media carried news of 109 people who died in Garut, Jawa Barat, which were caused by HIV and AIDS. In addition, it becomes a concern to our nation since people with HIV and AIDS mostly are in productive age considering that they have a major role to the development of the nation.
This study aims to analyze the effect of lifestyle and level of religiosity in preventing the transmission of HIV and AIDS among adolescent. The research method uses quantitative method by using survey as data collection technique. The population was all adolescent aged 15 until 19 years old who were unmarried in Lewo Baru village, Malangbong, Garut, Jawa Barat province. In this study 93 sample are obtained by using multistage sampling, in which random technique is used in every stage. Moreover, in-depth interview also conducted with a number of informants to enrich and strengthen this research data.
The test analysis of this study uses univariate, bivariate, and multivariate analysis.
Sommers’d is used to analyze bivariate relationship between independent and dependent variable and multiple regression test is used to analyze multivariate relationship. The results of the bivariate test showed an association between the independent variables and dependent variable which are lifestyle and level of religiosity in relation with adolescent attitude in preventing the transmission of HIV and AIDS. Furthermore in multiple regression test, level of religiosity is the most significant independent variable compared to other independent variable which is lifestyle.
Key Words: HIV, AIDS, MDGS, adolescent, Garut, attitude, level of religiosity, lifestyle, quantitative methods, somm ers’d, multiple regression.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Gaya Hidup dan Tingkat Religiositas Terhadap Sikap Remaja dalam Mencegah Penularan HIV dan AIDS” di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait gaya hidup dan tingkat religiositas yang dapat memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Selain itu, laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh kelulusan mata kuliah Metode Penelitian Sosial jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia.
Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang konstruktif dari pelbagai pihak demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan penelitian ini dari awal hingga akhir. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat-Nya atas segala usaha kita. Amin.
Depok, 5 Desember 2013
Kelompok Metode Penelitian Sosial A
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama kami ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kehendak-Nya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Kami juga turut mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil. Ungkapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami, Mas Ricky dan Mbak Lidya yang telah menemani kami selama kurang lebih satu tahun dari mulai penyusunan rancangan penelitian hingga terbentuk sebuah laporan penelitian ini dengan penuh keceriaan, kesabaran, dan kasih sayang.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim dosen mata kuliah Metode Penelitian Sosial yang turut berpartisipasi dalam proses kegiatan Metode Penelitian Sosial ini. Kami ucapkan terimakasih kepada Mas Ricky selaku koordinator mata kuliah MPS dan juga dosen lainnya mulai dari Mbak Lidya, Mas Iwan, Mbak Deby, Mas Nanu, Mbak Shanty, Mas Yerus, dan Mbak Titi serta Pak Iqbal yang menggantikan Mas Nanu ketika LPMPS.
Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami ucapkan kepada Kak Anwar dan Kak Ferry, karena keberadaan mereka sebagai tim advance sangat membantu kami selama berada di Desa Lewobaru. Terima kasih juga kepada kepada Ibu Lurah, Mak Iwih dan Mamah Dedeh yang telah menyediakan tempat tinggal dan makanan untuk kami selama LPMPS sehingga kami tidak kelaparan. Terima kasih juga kepada seluruh warga Desa Lewobaru yang telah menyambut kami dengan tangan terbuka serta membantu kami dalam pelbagai hal.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada anggota kelompok MPS B,
C, dan D yang secara tidak langsung terus menyemangati kami selama mengambil mata kuliah ini mulai dari MPS I, LPMPS, dan MPS II. Walaupun selama mengambil mata kuliah ini terlihat menjadi terkotak-kotak, kita tetap keluarga Sosiologi UI 2011.
Ucapan terima kasih diberikan kepada seluruh anggota kelompok MPS A yang terdiri dari Deden, Ghivo, Arif, Ulfi, Arsa, Putri, Dipta, Tito, Tiara, Ririn, Putra, Fathi, Halida, Nisa, Jhane, Karla, Okta, dan Doni yang senasib seperjuagan selama kurang lebih satu tahun. Walaupun dalam prosesnya terdapat halangan, Ucapan terima kasih diberikan kepada seluruh anggota kelompok MPS A yang terdiri dari Deden, Ghivo, Arif, Ulfi, Arsa, Putri, Dipta, Tito, Tiara, Ririn, Putra, Fathi, Halida, Nisa, Jhane, Karla, Okta, dan Doni yang senasib seperjuagan selama kurang lebih satu tahun. Walaupun dalam prosesnya terdapat halangan,
Terakhir kami mengucapkan terimakasih kepada pelbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung selama satu tahun ini sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian kelompok kami.
Salam,
MPS A
vi
Sekapur Sirih: Simfoni dalam Orkestra
Alunan nada yang diperdengarkan membuat telinga kita serasa dimanjakan dengan suara-suara yang indah. Sebuah orkestra yang memainkan musik klasik membentuk suatu simfoni yang sarat akan kebersamaan. Perpaduan antara berbagai macam alat musik menjadikan orkestra terkesan lebih hidup, layaknya sifat manusia yang berbeda tetapi memiliki satu mimpi bersama.
Berbagai macam alat musik yang dimainkan dalam orkestra tersebut pastinya tidak akan selaras jika tidak adanya seorang composer yang menuliskan nada-nada indah dan conductor yang memimpin dan menjaga tempo dalam sebuah orkestra. Jika tidak ada keduanya maka musik klasik yang dimainkan dalam orkestra tersebut tidak akan dapat dinikmati oleh pendengar. Begitu pula dengan kami jika tidak ada Mas Ricky dan juga Mba Lidya sebagai sosok yang menjadi pembimbing, mungkin kami tidak akan mengerti harus berbuat apa di dalam kelompok MPS A.
Dialah Deden seorang peniup brass horn yang mempunyai keberanian yang luar biasa sehingga dapat menyatukan 17 pemain musik lainnya. Wibawanya membuat kami segan dengannya tetapi keramahannya membuat kami merasa dekat layaknya suara yang yang dihasilkan brass horn.
Ghivo memainkan alat musik gesek cello, memiliki kebaikan yang luar biasa, sehingga semua orang ingin berada didekatnya. Ditambah keberadaan Ulfi, yang memainkan alat musik clarinet. Arif, si pemain bass clarinet yang memiliki hati yang tulus ketika membantu kami.
Disebelahnya ada pemain alat musik woodwind yaitu Arsa seperti jembatan bagi alat musik lainnya seperti flute, Dipta yang memberikan dukungan untuk mempertahankan tempo permainan. Tito si pemain contrabass yang bisa memainkan emosi dalam sebuah lagu yang sedang dimainkan untuk menjadi tenang maupun tegang.
Berusaha menjaga tempo ketika lagu tengah dimainkan, dua pemain alat musik pukul kettledrums, Putra dan Fathi mengubah situasi yang tegang menjadi
vii vii
Pertunjukkan orkestra semakin hidup dengan adanya Tiara sebagai pemain trumpet berusaha merangkul semuanya agar terciptanya keharmonisan. Dibantu dengan alat musik oboe yang dimainkan Ririn bersama-sama menjaga kekompakan dalam simfoni orkestra. Karla yang memainkan piccolo memiliki sifat yang diam-diam menghanyutkan tetapi kadang menghebohkan.
Alat musik bassoon yang terkenal meriah memang melekat pada Putri, membuat dirinya terlihat berbeda dari yang lain tetapi tetap intelek. Berbeda dengan Nisa, pemain alat musik harp yang berjuang dengan segenap hati walaupun terlihat unik diluarnya. Memainkan alat musik alto violin membuat Jhane tampak seperti sosok yang apa adanya tetapi dapat melihat kesempatan besar di depannya.
Sebelum mengucapkan kekaguman atas permainan philharmonic orchestra dan meninggalkan kursi penonton. Dengarlah nada yang dihasilkan violin yang bisa memadukan alat musik lainnya, merekalah Okta dan Halida yang menambah keharmonisan dalam sebuah orkestra tersebut dan menjadi nikmat untuk didengar.
Berbagai alunan nada dari alat musik memang bisa diperdengarkan berulang kali. Tetapi, kesan pertama mendengarkan sebuah alunan nada terbaik di sebuah orkestra sesungguhnya hanya dapat dinikmati satu kali saja. Begitu pula dengan MPS A. MPS A mungkin bukanlah tempat terbaik yang pernah kita datangi, tetapi semoga MPS A menjadi satu-satunya tempat di hati kita yang menyajikan alunan nada terbaik untuk diperdengarkan dalam menggapai asa dan cita.
“But of all these friends and lovers, there is no one compares with you”
– The Beatles
viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, virus ini dapat menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah dalam melawan penyakit oportunistik. HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) melalui tahap inkubasi yang berkisar 2 sampai 15 tahun, tergantung dari daya tahan tubuh penderita (WHO, 2012). Pada dasarnya, HIV dapat tertular melalui hubungan intim (vagina, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi. Selain itu, penularan juga dapat terjadi pada ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui. Saat ini AIDS sudah mulai dapat ditangani namun hanya sebatas memperlambat laju perkembangan virusnya saja bukan menyembuhkan penyakit tersebut.
MDG’s (Millennium Development Goals) yang dideklarasikan pada tahun 2000 oleh 189 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, merumuskan “Delapan Tujuan Bersama” dalam rangka pembangunan global yang salah satunya yaitu mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS karena penyakit ini diperkirakan akan menjadi wabah yang mematikan. Di tahun 2011, UNAIDS mencatat sebanyak 15.000 orang meninggal dunia akibat AIDS (Indonesian Business Coalition on AIDS, 2009).
Poin keenam MDG’s dalam memerangi HIV dan AIDS ini dikhawatirkan akan gagal tercapai pada tahun 2015. Hal ini karena realita yang terjadi justru semakin meningkatnya jumlah penderita HIV dan AIDS di pelbagai negara, termasuk Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk kasus AIDS se-Asia setelah Cina dan Thailand. Dari data UNAIDS terlihat bahwa penderita kasus HIV dan AIDS mayoritas adalah remaja yang merupakan usia produktif. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian khusus terutama bagi Pemerintah Indonesia karena peningkatan penyebaran HIV dan AIDS didominasi oleh usia produktif yang dapat mengancam kemajuan bangsa.
Gambar 1.1 Jumlah Kasus HIV dan AIDS di Indonesia Tahun 2005-2012
JUMLAH KASUS HIV
JUMLAH KASUS AIDS
Sumber: www.spiritia.or.id
Gambar 1.1 di atas menggambarkan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dari tahun 2005-2012. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tren untuk kasus HIV dan AIDS di Indonesia mengalami fluktuasi namun cenderung meningkat. Secara kumulatif, untuk kasus HIV dan AIDS di Indonesia hingga bulan Desember 2012 mencapai 143.889 kasus di mana terdapat 98.390 kasus HIV dan 45.499 kasus AIDS. Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2012, persentase kasus HIV tertinggi dilaporkan berada pada kelompok usia 25 - 49 tahun (73,7%); diikuti kelompok usia 20-24 tahun (15,0%) dan kelompok usia di atas 50 tahun (4,5%). Sementara itu, persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok usia 20-29 tahun (42,3%); diikuti kelompok usia 30-39 tahun (33,1%); kelompok usia 40 - 49 tahun (11,4%); kelompok usia 15-19 tahun (4%) dan kelompok usia 50-59 tahun (3,3%).
Maraknya kasus HIV dan AIDS di Indonesia, secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingginya prevalensi kasus HIV dan AIDS di pelbagai daerah. Salah satunya di Jawa Barat yang berada di peringkat keempat setelah Papua, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Pada tahun 2012, Departemen Kesehatan mencatat terdapat 7.157 kasus HIV dan 4.098 kasus AIDS di Provinsi Jawa Barat.
Kasus HIV dan AIDS untuk beberapa wilayah di Jawa Barat juga terus meningkat, salah satunya di Kabupaten Garut. Pada tahun yang sama, artikel “Kasus HIV dan AIDS di Garut Tewaskan 109 Orang” menyebutkan terdapat 219 kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang tersebar di sekitar 24 wilayah kecamatan dan menyebabkan 109 penderita meninggal dunia. Dari seluruh penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, sebagian besar didominasi oleh laki-laki berusia 20 hingga 30 tahun yang merupakan usia produktif.
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa mayoritas penderita HIV dan AIDS di Kabupaten Garut adalah orang-orang yang berada di golongan usia produktif, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka yang terinfeksi AIDS telah tertular HIV sejak 5-10 tahun sebelumnya. Hasil survei BKKBN menyebutkan, karakteristik usia penderita yang tertular HIV dan AIDS terbanyak masuk ke dalam kelompok remaja yaitu sebesar 31 persen yang terdiri dari 7 persen remaja berusia di bawah 20 tahun dan 24 persen berusia antara 20-24 tahun. Hasil survei BKKBN ini menunjukkan bahwa remaja adalah kelompok usia yang paling rentan terinfeksi HIV dan AIDS.
Menurut Monks, Knoers, dan Haditono, Remaja sebagai kelompok usia yang paling rentang terinfeksi HIV dan AIDS dapat dibedakan menjadi empat bagian : masa pra remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita, 2006: 192). Masa remaja adalah perpaduan antara perkembangan usia psikologis dan usia biologis sehingga sangat dipengaruhi multifaktor yang terjadi di pelbagai bidang dalam masyarakat. Menurut Erickon yang dikutip oleh Hall, Lindzey, dan Campbell (Jurnal Proviate Volume 2 No.1, 2006:2) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa krisis, karena pada masa ini remaja mengalami masa transisi yang sulit yaitu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Menurut Departemen Kesehatan tahun 2008, dari 15.210 penderita HIV dan AIDS sebesar 54 persen diantaranya adalah remaja. (B. Hasil survei dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 yang dikutip dari antaranews.com memperlihatkan sebesar 63 persen remaja SMP dan SMA pernah berhubungan Menurut Departemen Kesehatan tahun 2008, dari 15.210 penderita HIV dan AIDS sebesar 54 persen diantaranya adalah remaja. (B. Hasil survei dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 yang dikutip dari antaranews.com memperlihatkan sebesar 63 persen remaja SMP dan SMA pernah berhubungan
Berdasarkan definisi sikap oleh beberapa ahli, sikap adalah suatu respon evaluasi atau reaksi perasaan yang timbul ketika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual (Azwar, 2005). Menurut Berkowitz dalam Azwar (2005), sikap seseorang terhadap suatu objek dapat dilihat dari perasaan mendukung atau positif maupun perasaan tidak mendukung atau negatif terhadap objek tersebut.
Lemahnya sikap remaja dalam mencegah penularan terhadap HIV dan AIDS tidak terlepas dari upaya penanggulangan yang selama ini telah dilakukan. Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kasus HIV dan AIDS selama ini lebih menekankan pada aspek struktural berupa pembuatan Keputusan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Nomor1197/MENKES/SK/XI/2007 mengenai Kelompok Kerja Penanggulangan HIV dan AIDS dan melalui institusi pendidikan diaspek kurikulumnya. Namun, hal tersebut dirasa kurang efektif atau signifikan dalam penanggulangan kasus HIV dan AIDS (Suryoputro, Antono, 2006).
Ketidakefektifan aspek struktural dari pemerintah dalam penanggulangan kasus HIV dan AIDS, disebabkan remaja Indonesia saat ini tengah mengalami perubahan sosial dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Hal tersebut merujuk pada penelitian Antono Suryopunto, Nicholas J. Ford, dan Zahroh Shaluhiyah menjelaskan bahwa perubahan norma dan nilai dari batasan tradisional yang penuh larangan berubah menuju masyarakat modern yang lebih bebas. Perubahan norma dan nilai ini dapat memengaruhi perilaku dan sikap seksual remaja di lingkungan heterogen yang sangat khas di negara-negara berkembang (Suryoputro, Antono, 2006) yang mana perubahan sosial tersebut Ketidakefektifan aspek struktural dari pemerintah dalam penanggulangan kasus HIV dan AIDS, disebabkan remaja Indonesia saat ini tengah mengalami perubahan sosial dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Hal tersebut merujuk pada penelitian Antono Suryopunto, Nicholas J. Ford, dan Zahroh Shaluhiyah menjelaskan bahwa perubahan norma dan nilai dari batasan tradisional yang penuh larangan berubah menuju masyarakat modern yang lebih bebas. Perubahan norma dan nilai ini dapat memengaruhi perilaku dan sikap seksual remaja di lingkungan heterogen yang sangat khas di negara-negara berkembang (Suryoputro, Antono, 2006) yang mana perubahan sosial tersebut
Sebelum terjadinya perubahan sosial seperti yang diungkapkan di atas, sikap dan gaya hidup remaja masih dijaga secara kuat oleh keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang diyakininya. Namun kini, nilai dan norma tradisional semakin melemah karena adanya modernisasi dan globalisasi yang terjadi secara besar-besaran. Penelitian K. I. Klepp, J. Sundby, dan G. Bjune menjelaskan bahwa globalisasi merupakan salah satu dampak dari adanya budaya universalisasi seksual pada remaja, khususnya remaja perkotaaan di Afrika (Klepp, 2002). Modernisasi yang terjadi dengan adanya revolusi teknologi merupakan bukti adanya keterbukaan budaya pada sebagian masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang (Bandura A, 2001: 1-26). Oleh karena itu, keingintahuan remaja yang begitu besar terhadap hal seksual ditambah dengan modernisasi dan globalisasi akan mengakibatkan perubahan dalam gaya hidup remaja yang dapat mengancaman peningkatan kasus HIV dan AIDS di Indonesia.
Terkait hal tersebut, remaja Indonesia pada saat ini tampaknya lebih toleran terhadap gaya hidup seksual pranikah. Pasalnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pelbagai institusi di Indonesia selama tahun 1993-2002, ditemukan 5-10 persen wanita dan 18-38 persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan seusia mereka (Suryoputro, Antono, 2006). Jika hal ini semakin berkembang, ancaman meningkatnya HIV dan AIDS di Indonesia semakin besar karena salah satu cara penularan HIV dan AIDS adalah melalui hubungan seksual. Oleh karena itu, perlu adanya penurunan angka gaya hidup seksual pranikah khususnya remaja.
Selain gaya hidup, terlihat bahwa tingkat religiositas juga berperan dalam membentuk sikap remaja khususnya dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Pada dasarnya, religiositas merupakan istilah yang mengacu pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai - nilai kegamaan yang diyakininya (Djarir: 2005). Dalam penelitian Lavinson (1995), terlihat bahwa Selain gaya hidup, terlihat bahwa tingkat religiositas juga berperan dalam membentuk sikap remaja khususnya dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Pada dasarnya, religiositas merupakan istilah yang mengacu pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai - nilai kegamaan yang diyakininya (Djarir: 2005). Dalam penelitian Lavinson (1995), terlihat bahwa
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, disebutkan bahwa golongan usia remaja merupakan usia yang paling rentan terhadap penularan HIV dan AIDS. Selain itu, upaya yang dilakukan selama ini dalam menanggulangi HIV dan AIDS terfokus pada aspek struktural yang hasilnya masih kurang efektif. Maka, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Berdasarkan pertanyaan di atas, kami mengelaborasi permasalahan secara lebih detail dengan mengajukan pertanyaan dibawah ini:
1.3.1 Sejauh mana gaya hidup remaja memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat?
1.3.2 Sejauh mana tingkat religiositas memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Kecamatan Malangbong, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Kabupaten Garut, Kecamatan Malangbong, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini
Adapun tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.4.1 Menjelaskan pengaruh gaya hidup remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo Baru, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
1.4.2 Menjelaskan pengaruh tingkat religiositas remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS di Desa Lewo baru, Kecamatan
Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini sebagai bentuk aplikasi mata kuliah Metode Penelitian Sosial
I yang diperoleh selama perkuliahan. Pengalaman yang telah didapatkan berupa proses-proses penelitian yang dimulai dari pembuatan desain penelitian, instrument wawancara, turun lapangan, hingga analisis dan penulisan laporan yang dilakukan secara berkelompok. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi peneliti mengenai pengaruh gaya hidup remaja dan tingkat religiositas terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
1.5.2 Manfaat Praktis
Manfaat yang diperoleh untuk institusi terkait yaitu penelitian ini dapat menjadi landasan dalam membentuk perencanaan kegiatan atau kebijakan dalam penanggulangan HIV dan AIDS yang tidak hanya pada aspek struktural, tetapi juga pada aspek kultural. Sehingga mampu memberikan solusi yang lebih riil dalam upaya mencegah penularan HIV dan AIDS terutama bagi remaja, mengingat remaja adalah golongan usia produktif. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan, baik kepada peneliti sosial maupun peneliti kesehatan, serta masyarakat terkait sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi bahan masukan dalam upaya penurunan angka HIV dan AIDS di Indonesia pada institusi pemerintah atau institusi non pemerintah. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi Departemen Kesehatan Pemerintah dalam mengupayakan pencegahan dan penularan HIV dan AIDS, khususnya pada remaja. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Departemen Pendidikan dalam memberikan informasi mengenai HIV dan AIDS melalui program penyuluhan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi Departemen Agama untuk memberikan kontribusi melalui pendidikan agama di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA) terkait HIV dan AIDS agar terwujud sikap remaja yang mendukung dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaaat bagi institusi non-pemerintah seperti Lembaga Penanggulangan HIV dan AIDS terkait dalam upaya mencegah penularan HIV dan AIDS di kelompok remaja Indonesia.
BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Kasus infeksi HIV dan AIDS kini menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia. Menurut WHO (2000), 58 juta jiwa penduduk dunia telah terinfeksi HIV dan 22 juta jiwa di antaranya meninggal akibat AIDS serta 7.000 jiwa meninggal setiap harinya. Transmisi HIV kini cenderung meningkat, ditunjukkan dengan sekitar 16.000 jiwa terinfeksi setiap hari di pelbagai belahan dunia dengan pelbagai cara. Data dari Voluntary Conseling and Testing (VCT) tahun 2002 menunjukkan lebih dari 50 persen pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik positif terinfeksi HIV. Pada tahun yang sama pula hampir seluruh provinsi di Indonesia melaporkan terdapatnya kasus terinfeksi penyakit HIV. Ditambahkan di tahun 2012 oleh Departemen Kesehatan bahwa tingkat risiko AIDS tertinggi muncul dari hubungan seks tidak aman pada heteroseksual yaitu mencapai 81,9%., dan sisanya berasal dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan faktor keturunan.
Sebelum melakukan penelitian, diperlukan adanya tinjauan pustaka terhadap beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan informasi lebih banyak mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat pengaruh gaya hidup dan tingkat religiositas remaja terhadap sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Berikut ini terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan topik penelitian yang akan dilakukan.
2.1.1 Knowledge and attitude towards HIV and AIDS among Iranian students oleh Anahita Tavoosi, Azadeh Zaferani, Anahita Enzevaei, Parvin Tajik dan Zahra Ahmadinezhad dari Ilmu Kedokteran Universitas Tehran, Mei 2004.
Penelitian ini menjelaskan bahwa remaja merupakan kelompok usia yang penting untuk diperhatikan dalam hal mengatasi persebaran HIV dan AIDS. Iran merupakan negara dengan prevalensi HIV dan AIDS yang cukup tinggi. Hal Penelitian ini menjelaskan bahwa remaja merupakan kelompok usia yang penting untuk diperhatikan dalam hal mengatasi persebaran HIV dan AIDS. Iran merupakan negara dengan prevalensi HIV dan AIDS yang cukup tinggi. Hal
Selain itu banyak siswa yang keliru mengenai cara penularan HIV dan AIDS dengan menjawab bahwa penularan HIV dan AIDS dapat terjadi melalui gigitan nyamuk, kolam renang, dan toilet. Disampaikan bahwa 90 persen siswa menginginkan informasi yang lebih banyak mengenai HIV dan AIDS. Di sisi lain, sumber informasi utama mengenai pencegahan, penularan, serta bahaya HIV dan AIDS bagi mereka hanya melalui televisi dan radio. Hasil lain menunjukkan bahwa sikap para siswa terhadap penderita HIV dan AIDS masih dirasa kurang baik karena mereka berpendapat bahwa penderita harus dijauhi karena berbahaya dan memungkinkan adanya penularan.
Penelitian ini memiliki relevansi terhadap penelitian yang akan dilakukan karena melihat pengetahuan sebagai faktor yang memengaruhi sikap pelajar dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Dalam penelitian yang akan dilakukan, pengetahuan menjadi salah satu dimensi dari sikap yang merupakan variabel penelitian. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam penelitian ini tidak diperhatikan berapa rentang usia pelajar SMA tersebut serta status perkawinannya.
2.1.2 HIV and AIDS Knowledge, Attitudes, and Opinions among Adolescents in the River States of Nigeria Oleh Ben E. Wodi, Ph.D., M.S.E.H, Asosiasi Profesor dan Koordinator Program Kesehatan Internasional, State University of New York, Maret 2005.
Berdasarkan tingkat kasus infeksi HIV dan AIDS, Nigeria berada pada urutan ketiga tertinggi di dunia. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan pendapat remaja di salah satu wilayah di Nigeria dengan prevalensi HIV dan AIDS yang cukup tinggi. Wilayah tersebut adalah River State, sebuah daerah pusat industri yang kaya akan minyak. Wilayah ini menjadi daya tarik karena memiliki kesempatan kerja serta potensi sosial ekonomi yang baik.
Namun di wilayah ini ditunjukkan pula banyak orang yang melakukan hubungan seks bebas tanpa menggunakan kondom.
Dalam penelitian ini digunakan teknik survei yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 pelajar sekolah menengah pertama yang berusia 12 –15 tahun. Salah satu yang menarik dari penelitian ini terdapat pertanyaan mengenai apakah mereka khawatir akan tertular HIV dan AIDS, dan terdapat 45 persen siswa menjawab tidak khawatir. Hal ini berimplikasi terhadap perilaku berisiko para siswa tersebut. Selain itu, hasil temuan lain menunjukan adanya sikap negatif terhadap penularan HIV dan AIDS sebagai akibat dari pemahaman mereka yang keliru mengenai penularan HIV dan AIDS tersebut. Sebanyak 30 persen responden mengatakan bahwa seseorang yang terlihat sehat tidak akan tertular HIV dan AIDS. Sedangkan berdasarkan wilayah, 32 persen responden setuju bahwa gigitan nyamuk dapat menularkan HIV. Hal ini disebabkan pada wilayah tersebut nyamuk merupakan endemik.
Dalam mendiskusikan mengenai HIV dan AIDS, hanya sebagian responden yang pernah berdiskusi tentang HIV dan AIDS dengan teman laki-laki maupun perempuan. Sedangkan 43 persen responden tidak pernah berdiskusi mengenai HIV dan AIDS dengan orang tua atau wali mereka. Jadi, dari penelitian ini disimpulkan bahwa pentingnya upaya peningkatan pengetahuan pada remaja mengenai HIV dan AIDS dalam mengurangi penyebaran HIV dan AIDS.
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena penelitian ini menggunakan opini serta pengetahuan remaja untuk melihat sikap renaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS. Dalam penelitian yang akan dilakukan, opini dan pengetahuan adalah dimensi sikap yang merupakan variabel dependen penelitian Jadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah bahwa variabel independen disini justru menjadi dimensi dari variabel dependen pada penelitian yang akan dilakukan.
2.1.3 Religiousity, Sexual Behaviours, and Sexual Attitudes During Emerging Adulthood oleh Eva S. Letkowitz, Meghan M. Gillen, Cindy L. Shearer, Tanya L. Boone, Mei 2004.
Religiositas dan seksualitas merupakan dua hal yang berkembang secara khusus dan mudah dipengaruhi pada masa menuju kedewasaan (kisaran usia 18-
25 tahun dan berbeda dengan masa remaja). Religiositas atau agama secara potensial juga memengaruhi keputusan terkait masalah seks seperti larangan dalam seks, kontrol kelahiran, dan aborsi dengan menggunakan teori referensi grup. Teori referensi grup menjelaskan bahwa agama tertentu akan mendorong individu menghindari perilaku seksual karena ajaran agamanya (Zaleski, 2000). Jika mengacu pada teori referensi grup tersebut, sikap seksualitas tidak hanya dipengaruhi oleh grup keagamaan namun juga grup lainnya seperti keluarga dan teman sepermainan.
Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa aspek-aspek religiositas memiliki keterkaitan dengan sikap dan perilaku seksualitas. Perilaku keagamaan menjadi alat prediksi terkuat dari perilaku seksual, sedangkan aspek-aspek lain diluar perilaku religiositas juga dapat menjadi alat untuk memprediksi yang baik untuk melihat sikap seksualitas. Dari hasil temuan dijelaskan bahwa perubahan seksualitas dan religiositas muncul ketika masa kedewasaan, kemudian hal ini terus berlanjut dan saling terkait dengan hal lainnya selama masa perkembangan Kelemahan dari studi ini sendiri adalah banyaknya variabel yang digunakan.
Aspek-aspek religiositas memiliki keterkaitan dengan sikap dan perilaku seksualitas. Perilaku keagamaan menjadi alat prediksi terkuat dari perilaku seksual, sedangkan aspek-aspek lain diluar perilaku religiositas juga dapat menjadi alat untuk memprediksi yang baik untuk melihat sikap seksualitas. Dari hasil temuan dijelaskan bahwa perubahan seksualitas dan religiositas muncul ketika masa kedewasaan, kemudian hal ini terus berlanjut dan saling terkait dengan hal lainnya selama masa perkembangan.
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena penelitian ini secara khusus membahas mengenai variabel religiositas sebagai faktor yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja. Sedangkan, perilaku diambil sebagai salah satu dimensi dari variabel sikap dalam penelitian yang akan dilakukan. Namun secara keseluruhan, penelitian ini tidak secara spesifik menjelaskan mengenai HIV dan AIDS sebagai akibat dari perilaku berisiko.
2.1.4 Faktor Pencegahan HIV dan AIDS Akibat Perilaku Berisiko Tertular Pada Siswa SLTP oleh Elly Nurachmah, Mustikasari, Desember 2009
Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu negara dengan angka HIV dan AIDS yang tinggi dengan sebagian besar kasusnya dialami oleh kelompok usia produktif. Hal tersebut dikarenakan salah satu kelompok usia produktif yaitu kelompok usia anak sekolah memiliki potensi perilaku berisiko yang cukup tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor pencegahan HIV dan AIDS yang diakibatkan oleh perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP.
Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa edukasi dan promosi yang dilakukan pemerintah maupun pihak lain masih belum merata. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa persepsi mengenai pengetahuan, sikap dan pencegahan berhubungan dengan upaya pencegahan HIV dan AIDS dari perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP. Persepsi tentang informasi dari keluarga dan orang lain, fasilitas yang tersedia, serta pemahaman tentang stigma yang berkembang di masyarakat berhubungan dengan pencegahan HIV dan AIDS dari perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP.
Faktor intrinsik yang meliputi persepsi tentang pemahaman, sikap, dan pencegahan HIV dan AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku berisiko yang tertular pada siswa SLTP. Begitu pula dengan faktor ekstrinsik (informasi dari luar) yang meliputi informasi dari orangtua, fasilitas, informasi dengan orang lain dan stigma masyarakat mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP. Rekomendasi dari penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan melalui komunikasi, informasi dan edukasi mengenai faktor pencegahan HIV dan AIDS melalui perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP. Hal lain memerlukannya peningkatan bimbingan dan konseling dari guru serta pendampingan orang tua kepada anak.
Relevansi penelitian ini terhadap penelitian yang akan dilakukan adalah disini digunakan variabel perilaku berisiko tertular HIV dan AIDS yang dilihat melalui persepsi mengenai pemahaman serta sikap dalam mencegah HIV dan AIDS. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan pada kelompok usia remaja, yaitu SLTP, namun tidak ada batasan usia pada remaja SLTP tersebut.
2.1.5 Pengetahuan HIV dan AIDS pada Remaja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2010) oleh Sudikno, Bona Simanungkalit, Siswanto
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia yang diakibatkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2007, kasus HIV dan AIDS di Indonesia mengalami peningkatan yang tajam ditunjukkan dengan 11.141 orang mengidap AIDS dan 6.066 orang positif terinfeksi HIV. Jumlah ini diperkirakan hanya 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di seluruh Indonesia. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukkan sekitar 34 persen remaja perempuan dan 21 persen remaja laki-laki berumur 15-24 tahun belum pernah mendengar istilah HIV dan AIDS. Selain itu tercatat 55,7 persen remaja yang memiliki perilaku seksual berisiko tertular HIV dan AIDS dan hanya 44,3 persen berperilaku seksual tidak berisiko.
Dari data yang dianalisis terdapat sejumlah 14.355 remaja berusia 15-19 tahun belum menikah tersebar di seluruh daerah Indonesia. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai HIV dan AIDS pada remaja dengan kategori baik adalah sebesar 51,1 persen sedangkan remaja dengan pengetahuan kurang sebesar 48,9 persen, terdapat selisih tipis pada penelitian dilakukan yang pernah sebelumnya. Pengetahuan di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan dan pengetahuan siswa SMP ke atas lebih baik daripada siswa SMP ke bawah. Analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaksana program kesehatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan mengenai HIV dan AIDS pada remaja Indonesia.
Penelitian ini relevan bagi penelitian yang akan dilakukan karena disini melihat pengetahuan remaja mengenai pencegahan terhadap penularan HIV dan AIDS. Dalam penelitian yang akan dilakukan pengetahuan merupakan salah satu dimensi sikap yang merupakan variabel dependen dalam penelitian yang akan dilakukan. Selain itu penelitian ini juga memiliki unit analisis dengan rentang usia yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu remaja berusia 15-19 tahun yang belum menikah.
Dari penelitian-penelitian di atas, banyak aspek-aspek penelitian yang memiliki relevansi bagi penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada remaja dengan jenjang pendidikan tertentu, seperti SMP dan SMA. Penelitian ini dilakukan pada remaja dengan kelompok usia 15-19 tahun dan belum menikah. Selain itu, banyak dibahas variabel maupun dimensi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti sikap dan religiositas. Karena penelitian dilakukan secara kuantitatif maka penelitian ini selanjutnya akan mencoba melihat hubungan antara religiositas dan gaya hidup variabel independen dengan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen. .
Tabel 2.1 Matrik Studi Literatur Review
No Judul
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Relevansi
A. Hanya sedikit siswa yang Penelitian ini melihat attitude towards HIV
1. Knowledge and
Mengetahui
Menggunakan
pengetahuan sebagai faktor and AIDS among
pengetahuan dan
teknik cluster-
menjawab semua
yang memengaruhi sikap Iranian students
sikap pada siswa
sampling , sampel
pertanyaan mengenai
pelajar dalam mencegah Oleh:
sekolah menengah adalah 4641 siswa
pengetahuan dengan
penularan HIV dan AIDS. Anahita Tavoosi,
atas mengenai H IV SMA dari 52
benar, dan banyak
dan AIDS di Iran
sekolah tinggi di
kesalah pahaman
Azadeh Zaferani,
Tehran dengan
mengenai cara penularan
Anahita Enzevaei,
memberi
HIV dan AIDS
Parvin Tajik dan
kuesioner
B. Hampir semua siswa
Zahra Ahmadinezhad
ingin mengetahui lebih jauh mengenai HIV dan AIDS
C. Hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap dan disiplin siswa mengenai HIV dan AIDS
No Judul
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Relevansi
2. HIV dan AIDS
Penelitian ini melihat opini Knowledge, Attitudes, pengetahuan, sikap, menyebarkan
Mengetahui tingkat Survei dengan
A. Hanya sebagian dari
serta pengetahuan remaja and Opinions among
responden yang bisa
berdiskusi dengan teman untuk melihat sikap renaja Adolescents in the
dan pendapat
kuesioner kepada
dalam mencegah penularan River States of Nigeria mengenai HIV dan sekolah menengah
remaja di Nigeria
100 pelajar
laki-laki maupun
HIV dan AIDS. Perbedaan Oleh:
perempuan mereka
mengenai HIV dan AIDS penelitian ini dengan Ben E. Wodi, Ph.D.,
AIDS
pertama
penelitian yang akan M.S.E.H
B. 43 persen responden
tidak pernah berdiskusi
dilakukan ialah variabel mengenai HIV dan AIDS independen dalam dengan orang tua atau
penelitian ini justru
wali mereka
menjadi dimensi dari
C. 32 persen responden
variabel dependen pada
tidak menggunakan
penelitian yang akan
kondom sama sekali
dilakukan.
Penelitian ini melihat Behaviors, and Sexual pengetahuan, sikap, wawancara
3. Religiosity, Sexual
Mengetahui tingkat Melakukan
Religiositas merupakan
religiositas sebagai faktor Attitudes During
faktor yang paling
dan pendapat
terhadap sampel
kuat.dalam memengaruhi
yang memengaruhi
No Judul
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Relevansi
emerging Adulthood
perilaku seksual pada oleh Eva S. Letkowitz, Mengenai HIV dan pelajar
remaja di Nigeria
berjumlah 205
sikap dan perilaku seksual.
remaja. Perilaku seksual Meghan M. Gillen,
merupakan salah satu Cindy L. Shearer,
AIDS
perilaku yang didefinisikan Tanya L. Boone, Mei
sebagai perilaku yang 2004
berisiko tertular HIV dan AIDS. Konsep perilaku adalah dimensi dari variabel sikap pada penelitian yang akan dilakukan.
Variabel perilaku berisiko HIV dan AIDS Akibat faktor intrinsik dan buah kuesioner
4 Faktor Pencegahan
Mengidentifikasi
Menggunakan dua
A. Terdapat hubungan
tertular HIV dan AIDS Perilaku Berisiko
antara persepsi faktor
dikaitkan dengan persepsi Tertular Pada Siswa
faktor ekstrinsik
dengan skala
intrinsik meliputi
mengenai pemahaman SLTP
pencegahan HIV
Likert,
pengetahuan, sikap dan
serta sikap dalam Oleh Elly Nurachmah, berpengaruh
dan AIDS yang
pengolahan data
pencegahan dengan
yang dilakukan
pencegahan HIV dan
mencegah HIV dan AIDS.
No Judul
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Relevansi
Mustikasari
terhadap terjadinya meliputi editing,
AIDS dari perilaku
Penelitian ini juga
perilaku berisiko
coding, entry dan
berisiko tertular pada
dilakukan pada kelompok
tertular pada siswa cleaning. Analisis
siswa SLTP
usia remaja.
SLTP X di Depok. data yang
B. Ada hubungan antara
dilakukan untuk
persepsi faktor ekstrinsik
penelitian ini
meliputi informasi dari
menggunakan
keluarga, fasilitas yang
analisis
tersedia, informasi dari
univariat dengan
orang lain dan
tampilan data
pemahaman tentang
numerik (mean,
stigma yang berkembang
median,
di masyarakat dengan
modus, SD dan 95
pencegahan HIV dan
persen CI)
AIDS dari perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP.
5 Pengetahuan HIV dan Mengetahui
Studi kuantitatif
Isi dari penelitian ini adalah
Penelitian ini melihat
No Judul
Tujuan Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Relevansi
AIDS pada Remaja di gambaran
pengetahuan remaja Indonesia (Analisis
(survei)
faktor-faktor yang secara
mengenai pencegahan Data Riskesdas 2010) dan AIDS pada
pengetahuan HIV
signifikan berhubungan
dengan perilaku berisiko
terhadap penularan HIV
remaja Indonesia.
pada remaja di Indonesia
dan AIDS. Konsep
tahun 2007 yakni
pengetahuan merupakan
pengetahuan, sikap, umur,
salah satu dimensi sikap
jenis kelamin, pendidikan,
yang merupakan variabel
status ekonomi rumah
dependen dalam penelitian
tangga, akses terhadap
yang akan dilakukan.
informasi, komunikasi
Selain itu penelitian ini
dengan orang tua, dan
juga menganalisis remaja
keberadaan teman yang
berusia 15-19 tahun yang
memiliki perilaku berisiko
belum menikah.
2.2 KERANGKA KONSEPTUAL
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil gaya hidup dan tingkat religiositas remaja sebagai variabel independen yang diasumsikan mampu memengaruhi sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS.
2.2.1 Variabel Dependen
Dalam penelitian ini peneliti memformulasikan konsep sikap remaja dalam mencegah penularan HIV dan AIDS sebagai variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang bergantung ataupun dipengaruhi oleh variabel independen (Creswell, 1994, p.165-166).
2.2.1.1 Definisi Sikap
Pada dasarnya manusia dapat memiliki pelbagai bentuk sikap dalam memahami kehidupan. William L. Thomas dan Florian Znaniecki dalam bukunya yang berjudul “Polish Peasant in Europe and America: Monograph of an Immigrant Group” menyebutkan bahwa dalam teori sosial dibutuhkan unsur budaya yang objektif seperti nilai-nilai sosial serta suatu karakter yang subjektif yaitu sikap untuk memahami kehidupan. Terlihat bahwa melalui sikap, seseorang dapat memahami kesadaran dan dapat menentukan tindakan nyata atau yang mungkin akan dilakukannya dalam kehidupan, hal ini dikarenakan sikap dilihat sebagai suatu proses kesadaran yang sifatnya individu atau subjektif dan memiliki kekhasan untuk setiap individunya.
By attitude we understand a process of individual consiousness which etermines real or possible activity of the indivudual in the social world. (Thomas dan Znaniecki, 1918 : 22)