Esterifikasi Transesterifikasi Pembuatan Biodiesel

2.6.1 Esterifikasi

Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas FFA dengan alkohol rantai pendek metanol atau etanol menghasilkan metil ester asam lemak FAME dan air Joelianingsih, 2006. Umumnya proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam pekat seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai katalis. Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung didalam trigliserida menjadi metil ester. Pada tahap ini akan diperoleh minyak dengan campuran metil ester kasar dan metanol sisa yang kemudian dipisahkan. Reaksi esterifikasi dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Menjadi Alkil Ester Esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi alkil ester.

2.6.2 Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan trigliserida menghasilkan alkyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis. Alkohol yang umumnya digunakan adalah methanol dan ethanol. Universitas Sumatera Utara Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran alkil ester asam lemak dan gliserol Freedman,et.Al,1986 dan Wright, et. Al,1994. Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan etanol digambarkan sebagai berikut : R 3 COO — CH 2 H 2 C −OH │ katalis │ R 2 COO — CH + 3C 2 H 5 OH HC − OH + 3RCOOC 2 H 5 │ etanol │ etil ester H 2 COOCR 1 H 2 C −OH Trigliserida gliserol Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Etanol Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : • Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air dan kandungan Asam lemak bebas lebih kecil dari 1 . • Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi, 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol Schuchatdr, et .al, 1998. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Pada Universitas Sumatera Utara rasio 1 : 6 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98 – 99 , sedangkan pada rasio molar 1 : 3 adalah 78 – 89 . • Katalis Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar. Sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250 o C. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti KOH dan NaOH Darnoko, 2000. Reaksi trans dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum 94 -99 dengan jumlah katalis 0,5 – 1,5 bb minyak nabati. Jumlah KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1 bb minyak nabati Darnoko, 2000. KOH mempunyai kelebihan dibanding katalis lainnya. Pada akhir reaksi KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan asam H 2 SO 4, HCL, H 3 PO 4, dan asam organik menjadi pupuk sehingga proses produksi biodiesel tidak menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. • Temperatur Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikkan temperatur, berarti semakin banyak energi yang digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi.Ini menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering antara molekul-molekul reaktan Rahayu, 2003. Reaksi transesterifikasi akan Universitas Sumatera Utara berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih alkohol yang digunakan. • Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi semakin banyak ester yang dihasilkan karena akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan. • Pengadukan Pengadukan vigorous mixing dilaporkan sebagai salah satu cara untukmencapai homogenitas antara gliserida dan alkohol. Semakin tinggi kecepatan pengadukan akan menaikkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai terbentuk alkil ester. ¾ Gliserol Gliserol merupakan hasil samping yang dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel. Hampir 10 Crude gliserol gliserin kasar dihasilkan pada setiap proses pembuatan biodiesel. Jumlah gliserol bebas dalam kandungan biodiesel merupakan parameter bagi keberhasilan purifikasi biodiesel. Kandungan gliserol bebas yang diperbolehkan maksimum 0,02 molmol. Gliserol dapat menyebabkan korosi non ferrous pada logam, terutama logam tembaga, kromium dan seng. Gliserol juga dapat menyebabkan deposit pada saringan bahan bakar yang dapat meningkatkan emisi Universitas Sumatera Utara aldehid Panjaitan, F.R. 2005. Pengembangan gliserol sebagai hasil samping dari proses pembuatan biodiesel sangatlah menjanjikan mengingat luasnya aplikasi gliserol pada berbagai industri, antara lain sebagai emulsifier, sebagai pelembab kulit, pasta gigi, obat batuk, tinta printing , bahan aditif pada industri pelapis dan cat. Mekanisme reaksi transesterifikasi-katalis asam : Tahap 1 : Protonasi gugus karbonil oleh katalis asam Tahap 2 : Serangan nukleofilik dari alkohol membentuk suatu zat antara yang berbentuk tetrahedral. Tahap 3 : Perpindahan proton dan pemutusan zat antara Lotero, 2004 Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis Asam http:repository.usu.ac.idbitstream123456789161244Chapter II.pdf Universitas Sumatera Utara Keterangan : R 1 , R 2 ,R 3 = Rantai karbon dari asam lemak R 4 = Rantai karbon dari gugus alkohol Mekanisme reaksi transesterifikasi katalis basa : Tahap 1 : Pembentukan spesi aktif RO - Tahap 2 : Serangan nukleofilik dari RO - terhadap gugus karbonil pada trigliserida membentuk zat antara berbentuk tetrahedral. mbentuk zat antara berbentuk tetrahedral. Tahap 3 : Pemutusan ikatan zat antara Tahap 3 : Pemutusan ikatan zat antara Tahap 4 : Regenerasi spesi aktif RO - Tahap 4 : Regenerasi spesi aktif RO - Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis Basa Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Katalis Basa http:repository.usu.ac.idbitstream123456789161244Chapter II.pdf http:repository.usu.ac.idbitstream123456789161244Chapter II.pdf Universitas Sumatera Utara Keterangan : R 1 , R 2 , R 3 = Rantai karbon dari asam lemak R = Rantai karbon dari gugus alkohol B = Basa Tabel 2.7 Penelitian Biodiesel dari Beberapa Minyak Nabati Kondisi operasi Minyak Kacang Minyk Kelapa Minyak Kapuk Minyak Sawit Minyak Goreng Bekas Minyak Goreng Bekas Proses batch batch batch Sinam bung batch Sinam bung Tekanan 1 atm 1 atm . 1 atm 1 atm 4,5 atm 1 atm Tempera tur 333 o K 353 o K 403 o K 348 o K 393 o K 333 o K Katalis KOH 0,75 Massa minyak KOH 0,207 mgrekg Zeolit 0,0535 gcm 3 KOH 1 Massa minyak Zeolit 2,31 Massa minyak KOH 1 Massa minyak Alkohol etanol etanol metanol etanol etanol Metanol Rasio minyak Alkohol 1 : 2,5 mgrek 1 : 2,2 mgrek 1 : 6 mgrek 1 : 8,93 mgrek 1 : 6 mgrek 1 : 5,4 mgrek Aditif - - - urea - - Waktu mnt 60 60 60 6060 60 60 Konversi 0,7542 0,6266 0,6629 0,8205 0,6988 0,8289 Azis, 2005 Universitas Sumatera Utara Didalam pemakaian untuk kendaraan motor, biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100 B100 atau campuran dengan minyak solar pada tingkat tertentu BXX. Pencampuran biodiesel dengan minyak solar biasanya diberikan sistem penamaan tersendiri seperti B2, B3, atau B5 yang berarti campuran biodiesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 2, 3, dan 5 biodiesel, sedangkan B60, B70, B85 merupakan campuran biodiesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 60, 70, 85 biodiesel. Saat ini diketahui penggunaan biodiesel yang populer yaitu mencampur 20 biodiesel dengan 80 solar dan disebut dengan B20. Campuran ini menghasilkan angka setana yang cukup tinggi dan konsentrasi emisi gas buang berkurang 16-3 untuk partikulat, 11-25 untuk karbonmonoksida dan 19-30 untuk hidrokarbon, tetapi cenderung meningkatkan NO x 2 Manga, J. 2003.

2.7 Minyak Diesel Solar