Analisis Pengaruh Temperatur Reaksi Dan Konsentrasi Katalis Koh Dalam Media Etanol Terhadap Perubahan Karakteristik Fisika Biodiesel Minyak Kelapa

(1)

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR REAKSI DAN

KONSENTRASI KATALIS KOH DALAM MEDIA ETANOL

TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIKA

BIODIESEL MINYAK KELAPA

T E S I S

Oleh

HISAR TAMBUN

077026008/FIS

S

EK O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR REAKSI DAN

KONSENTRASI KATALIS KOH DALAM MEDIA ETANOL

TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIKA

BIODIESEL MINYAK KELAPA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HISAR TAMBUN

077026008/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR REAKSI DAN KONSENTRASI KATALIS KOH DALAM MEDIA ETANOL TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIKA BIODIESEL MINYAK KELAPA

Nama Mahasiswa : Hisar Tambun

Nomor Pokok : 077026008

Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Drs. H. Mohammad Syukur, MS) Ketua

(Dr. Marhaposan Situmorang) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc., Ph.D)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 25 Juni 2009

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. H. Mohammad Syukur, M.S

Anggota : 1. Dr. Marhaposan Situmorang

2. Drs. Nasruddin MN, M.Eg,Sc

3. Prof. Dr. Timbangen Sembiring, M.Sc 4. Drs. Tenang Ginting, M.S


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan transesterifikasi minyak kelapa dalam media etanol dengan katalis KOH pada temperatur reaksi dan konsentrasi katalis yang berbeda-beda. Variasi temperatur reaksi (T1: 30 0C, T : 50 0C, dan T3 : 70 0C ) dan variasi konsentrasi katalis

(K1 : 0,375 b/b, K2 : 0,500 b/b, K3 : 0,625 b/b) pada proses transesterifikasi akan

menghasilkan karakteristik fisika Biodiesel minyak kelapa yang berbeda-beda untuk setiap variasi suhu dan konsentrasi katalis (T1K1, T1K2, T1K3, T2K1, T2K2, T2K3,

T3K1, T3K2, T3K3). Karakteristik yang diuji meliputi viskositas, densitas, flash point,

dan kadar air.

Etil ester yang diperoleh untuk setiap perlakuan dipisahkan, dicuci, disaring, dan dimurnikan melalui proses distilasi pada suhu 110oC lalu dikarakterisasi.

Biodiesel yang diuji mempunyai hubungan yang linier dengan perubahan temperatur reaksi dan konsentrasi katalis kecuali flash point tidak dipengaruhi perubahan temperatur reaksi dan konsentrasi katalis.

Viskositas mempunyai nilai minimum 2,4360 cSt pada temperatur 30oC dan konsentrasi katalis 0,375% b/b dan nilai maksimum 2,5281 cSt pada temperatur 70oC dengan konsentrasi katalis 0,625% b/b. Densitas mempunyai nilai maksimum 0,890 gr/cm3 pada suhu 70oC dan minimum 0,870 gr/cm3 pada suhu 30oC untuk setiap konsentrasi katalis. Flash point tidak dipengaruhi oleh temperatur reaksi maupun konsentrasi katalis yang digunakan. Kadar air mempunyai nilai yang minimum 0,0200% pada suhu 70oC dengan konsentrasi katalis 0,625% b/b dan nilai maksimum 0,0462% diperoleh pada temperatur reaksi 30oC untuk konsentrais katalis 0,375% b/b.

Kata Kunci: Biodiesel, Transesterifikasi, Minyak Kelapa, Karakterisasi, Viskositas, Densitas, Flash Point, dan Kadar Air.


(6)

ABSTRACT

Transesterification of coconut oil has been conducted in ethanol media by KOH catalyst at reaction temperature and catalyst concentrations. The variation of various reaction temperature (T1 : 300C, T2 : 500C, T3 : 700C) and the variation of catalystic concenteration (K1= 0,375% w/w, K2 = 0,500% w/w, K3 = 0,625% w/w) in the tranesterification will result in characteristic Biodiesel physic of varians of coconut oil (T1K1, T1K2, T1K3, T2K1, T2K2, T2K3, T3K1, T3K2, T3K3). The characteristic that was tested includes the viscosity, density, flash point, and water content.

Ethyl ester which was obtaired in every treatment was separated, washed, filtered and purifred by distillation at the temperature of 1100C, which was then characterized.

The tested Biodiesel in fact,has a linier corretation with the change of reaction temperature as well as the catalystic concentration except for the flash point

The viscosity has a minimum rate of 2.4360 cSt on a temperature 30 0C and its catalyst concentration of 0.375% w/w and its maximum 2.5281 cSt on temperature 70 0

C still on the catalyst concentration 0.6255% w/w. The density has an maximum rate of 0.89 gr/cm3 on temperature 70 0 C and minimum rate of 0.87 gr/cm3 on each catalyst concentration., Noted that flash point is not impacted on the reacting temperature or catalyst concenteration as used. The water content has an minimum rate of 0.0200% on temperature 70 0C with a catalyst concentration 0.625% w/w and maximum rate of 0.0462% obtained on the reacting temperature 30 0C on the catalyst concentration of 0.375% w/w.

Key words : Biodiesel, Transesterification, Coconut Oil, Characteristic, Viscosity, Density, Flash Point, Water Content.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Temperatur Reaksi dan

Konsentrasi Katalis KOH dalam Media Etanol terhadap Perubahan Karakteristik Fisika Biodiesel Minyak Kelapa”. Tesis ini merupakan tugas akhir

penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan Ibu Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. Bapak Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D dan Drs.

Nasir Saleh, M.Eng yang juga sebagai staf pengajar yang penuh kesabaran, tidak

putus-putusnya memotivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Bapak Pembimbing

Prof. Drs. H. Mohammad Syukur, M.Sc dan Dr. Marhaposan Situmorang yang

telah banyak mencurahkan ilmu dan buah pikiran dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan biaya pendidikan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Bapak Kepala SMA Negeri 6 Medan, Drs. H. Sufrizal Tanjung dan rekan guru-guru yang telah banyak membantu dan memberikan sumbangan pikiran selama penulis mengikuti pendidikan.

Staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara khususnya. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Fisika angkatan 2007 dan seluruh staf Administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas


(8)

Sumatera Utara yang penuh kesabaran memberikan pelayanan yang terbaik. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan sayang yang mendalam istri tercinta

Elprida Nurseri br Purba yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh

kesabaran, pengertian dan mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi ini. Terlebih lagi terima kasih dan sayang yang teramat dalam kepada ananda tersayang Andro Eriel Tambun, Albert Sharon Tambun dan si kecil Thesa Angel

Audhyna br Tambun yang berkorban untuk selalu ditinggalkan selama penulis

mengikuti studi.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak, dan penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tugas akhir ini Kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Medan, Juni 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Hisar Tambun

Tempat dan Tanggal Lahir : Pardamean, 20 Mei 1965

Alamat Rumah : Jl. Bungapancur IX Gang Mawar Dalam No. 5

Telepon/HP : 061-8365521/081375642003

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 6 Medan

Alamat Kantor : Jl. Ansari No. 34 Medan

Telepon : 061-7367580

DATA PENDIDIKAN

SD : Negeri Penara Kebun Tamat : 1979

SMP : SMP HKBP Bersubsidi Penara Tamat : 1982

SMA : SMA Negeri 5 Medan Tamat : 1985

Strata-1 : IKIP Negeri Medan Tamat : 1992

Strata-2 : Program Studi Fisika Sekolah Pascasarjana Tamat : 2009


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

2.1. Sumber Alternatif Energi Terbarukan ... 6

2.2. Alkohol ... 7

2.3. Biodiesel ... 8

2.4. Proses Produksi Bahan Bakar Biodiesel Minyak Kelapa ... 10

2.4.1. Transesterifikasi ... 13

2.5. Penyimpanan dan Penanganan ... 15

2.6. Sifat-sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel ... 17

2.6.1. Viskositas ... 17

2.6.2. Densitas (Rapat Massa) ... 19

2.6.3. Flash Point (Titik Nyala) ... 20

2.6.4. Kadar Air dan Sedimen ... 20

2.6.5. Titik Tuang (Pour Point) ... 20

2.5.6. Sisa Karbon (Carbon Residu) ... 20

2.5.7. Nilai Kalor Bahan Bakar ... 21

2.5.8. Bilangan Cetana ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 23

3.1. Lokasi Penelitian ... 23

3.2. Alat dan Bahan ... 23

3.3. Diagram Alir Pengujian ... 26


(11)

3.4.1. Pemanasan ... 27

3.4.2. Pencucian ... 28

3.4.3. Penyaringan ... 29

3.4.4. Pemurnian ... 30

3.5. Pengujian Viskositas ... 31

3.6. Pengujian Densitas ... 32

3.7. Pengujian Titik Kilat (Flash Point) ... 33

3.8. Pengujian Kadar Air ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 37

4.1. Hasil ... 37

4.1.1. Hasil Pengujian Viskositas ... 37

4.1.2. Hasil Pengujian Densitas ... 39

4.1.3. Hasil Pengujian Flash Point ... 41

4.1.4. Hasil Pengujian Kadar Air ... 42

4.2. Pembahasan ... 44

4.2.1. Pembahasan Hasil Pengujian Viskositas ... 44

4.2.2. Perubahan Hasil Pengujian Densitas ... 44

4.2.3. Pembahasan Hasil Pengujian Flash Point ... 45

4.2.4. Pembahasan Hasil Pengujian Kadar Air ... 46

4.2.5. Hasil Produksi Biodiesel ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran ... 50


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor J u d u l Halaman

2.1. Spesifikasi Biodiesel ... 12

2.2. Data Karakteristik Biodiesel ... 22

2.3. Data Karakteristik Mutu Solar ... 22

3.1. Bahan yang Digunakan ... 25


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor J u d u l Halaman

2.1. Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa ... 11

2.2. Pendefinisian Kekentalan Dinamis Berdasarkan Hukum Newton Aliran Viskositas... 17

3.1. Diagram Alir Pengujian ... 26

3.2. Biodiesel dan Gliserol Dimasukkan ke dalam Corong Pisah... 28

3.3. Biodiesel Terpisah Lapisannya dengan Air Pencuci di dalam Corong Pemisah ... 29

3.4. Penyaringan Biodiesel... 30

3.5. Pemurnian Biodiesel pada Temperatur 1100C dalam Oven ... 30

3.6. Viskometer Redwood ... 32

3.7 Piknometer ... 33

3.8. Pensky-Martine Closed Tester ... 34

3.9. Penimbangan Cawan dengan Neraca Analisis pada Pengukuran Kadar Air dalam Biodiesel ... 36

3.10. Desikator Sebagai Tempat Biodiesel untuk Didinginkan ... 36

4.1. (a) Grafik Viskositas terhadap Perlakuan Suhu untuk K1 ... 37

4.1. (b) Grafik Viskositas terhadap Perlakuan Suhu untuk K2 ... 38

4.1. (c) Grafik Viskositas terhadap Perlakuan Suhu untuk K3 ... 38

4.2. (a) Grafik Densitas terhadap Suhu untuk Konsentrasi K1 ... 39

4.2. (b) Grafik Densitas terhadap Suhu untuk Konsentrasi K2 ... 40

4.2. (c) Grafik Densitas terhadap Suhu untuk Konsentrasi K3 ... 40

4.3. (a) Grafik Kadar Air terhadap Perlakuan Suhu untuk K1 ... 42

4.3. (b) Grafik Kadar Air terhadap Perlakuan Suhu untuk K2 ... 43

4.3. (c) Grafik Kadar Air terhadap Perlakuan Suhu untuk K3 ... 43

4.4. (a) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan Suhu untuk K1 ... 47


(14)

4.4. (b) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan Suhu

untuk K2 ... 47

4.4. (c) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan Suhu


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor J u d u l Halaman

1. Tabel Hasil Pengujian Viskositas ... 53

2. Tabel Hasil Pengujian Densitas ... 54

3. Tabel Hasil Pengujian Flash Point ... 55

4. Tabel Hasil Pengujian Kadar Air ... 56

5. Tabel Persentase Hasil Produksi Biodiesel Untuk Setiap Pengujian .. 57


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkiraan yang ekstrim menyebutkan, minyak bumi di Indonesia dengan tingkat konsumsi seperti saat ini akan habis dalam waktu 60 tahun lagi (Borman, 1998). Setiap hari, jutaan barel minyak mentah bernilai jutaan dolar dieksploitasi tanpa memikirkan bahwa minyak tersebut merupakan hasil dari proses evolusi alam yang berlangsung selama ribuan, bahkan jutaan tahun yang mungkin tidak dapat terulang lagi pada masa mendatang, maka dilakukan pencarian sumber bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif ini haruslah memiliki sifat dapat diperbaharui, tidak terbatas jumlahnya dan ramah lingkungan. Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari ekstraksi tumbuh-tumbuhan dan lemak hewan.

Indonesia sebagai negara tropis yang subur diberkahi dengan berbagai keragaman hayati yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternatif (biodiesel) diantaranya minyak kelapa untuk menggantikan bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak solar, sehingga dapat digunakan langsung tanpa ada modifikasi pada mesin.

Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan pengganti solar, penggunaan secara langsung minyak nabati ini memiliki kekurangan yakni menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin karena


(17)

membentuk deposit pada injector. Di samping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu kinerja pompa injector pada proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit terbakar. Oleh karena itu mesin-mesin kendaraan bermotor komersial perlu dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengubah karakteristik minyak nabati sehingga sedapat mungkin menyerupai solar.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonversi minyak nabati ke dalam bentuk metil ester asam lemak (FAME = Fatty Acid Methyl Ester) yang lebih dikenal sebagai “biodiesel” melalui proses esterifikasi atau transesterifikasi. Pada pengolahan biodiesel secara konvensional waktu pemanasan sangat berpengaruh pada capaian hasil esterifikasi.

Biodiesel dapat mengalami degredasi bila disimpan dalam waktu yang lama disertai dengan kondisi tertentu. Degredasi biodiesel pada umumnya disebabkan oleh proses oksidasi. Beberapa faktor yang mempengaruh degradasi biodiesel antara lain keberadaan asam lemak tak jenuh, kondisi penyimpanan (tertutup/terbuka), temperatur, unsur logam dan peroksida. (Leung, dkk, 2006) menemukan bahwa temperatur tinggi (400C) yang disertai dengan keberadaan udara terbuka menyebabkan degradasi yang sangat signifikan pada penyimpanan biodiesel hingga 50 minggu. Konsentrasi asam meningkat pada biodiesel yang telah terdegradasi ini


(18)

disebabkan oleh putusnya rangkai asam lemak metilester menjadi asam-asam lemak. dan faktor keberadaan air tidak terlalu signifikan mempengaruhi proses degradasi.

1.2. Perumusan Masalah

Bahan baku biodiesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa, perubahan temperatur reaksi dan perubahan konsentrasi katalis akan merubah karakteristik bahan biodiesel. Karakteristik yang diukur yakni viskositas, densitas,

flash point, dan kadar air untuk setiap variasi temperatur dan variasi konsentrasi

katalis.

1.3. Tujuan Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini diharapkan:

1. Mengetahui perubahan karakteristik bahan bakar biodiesel minyak kelapa pada temperatur yang berbeda-beda dengan konsentrasi katalis yang sama. 2. Mengetahui perubahan karakteristik bahan bakar biodiesel minyak kelapa

pada temperatur yang sama dengan konsentrasi katalis yang berbeda

1.4. Hipotesis

Perubahan temperatur reaksi serta perubahan konsentrasi katalis diharapan akan merubah karakteristik bahan bakar biodiesel, akibatnya akan diperoleh karakteristik biodiesel yang paling sesuai dengan standart mutu solar untuk setiap variasi temperatur dan variasi konsentrasi katalis.


(19)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui temperatur reaksi dan konsentrasi katalis bahan bakar biodiesel minyak kelapa yang sesuai dengan karakteristik mutu solar.

2. Mendapatkan bahan bakar biodiesel minyak kelapa yang dapat digunakan secara langsung.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Produksi dari bahan bakar fosil tidak meningkat dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar fosil khususnya minyak bumi dunia saat ini sangat tinggi kebutuhan bahan bakar. Sehingga kondisi yang terjadi saat ini adalah permintaan lebih tinggi dari penyediaan. Jadi harga bahan bakar fosil terus meningkat.

Oleh karena itu, perlu dicari bahan bakar alternatif sebagai salah satu sumber energi yang mampu diperbaharui terus dalam jangka waktu yang singkat. Untuk sumber energi yang terbarukan non bahan bakar fosil adalah panas bumi, sinar matahari, air, angin, dan lain-lain. Namun pengembangan teknologinya sangat mahal, sehingga untuk investasinya sangat tinggi.

Untuk sumber energi yang terbaharukan untuk bahan bakar adalah fuel cell dari berbagai macam tanaman misalnya dari kelapa sawit, jarak pagar, kelapa dan lain-lain. Pengembangan untuk mencari bahan bakar biodiesel masih akan terus dikembangkan oleh para peneliti terutama di Indonesia. Di Indonesia biodiesel sangan cocok untuk dikembangkan, karena kondisi iklim dari Indonesia mendukung untuk pertumbuhan dari tanaman-tanaman yang dapat menghasilkan biodiesel. Penggunaan biodiesel ini juga akan bermanfaat dalam mengurangi konsumsi bahan bakar fosil secara Nasional, baik bila digunakan dengan 100% atau dengan mencampurnya dengan bahan bakar fosil lainya. Jadi diperlukannya terlebih dahulu informasi yang benar dari tanaman yang dapat menghasilkan biodiesel (Suess, Ananta Andi Anggraini, 2002).


(21)

2.1. Sumber Alternatif Energi Terbarukan

Sumber daya energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang output-nya akan konstan dalam rentang waktu jutan tahun. Sumber-sumber energi yang termasuk dalam kategori terbarukan adalah sinar matahari (langsung, aliran sungai, gelombang laut, arus pasang surut, panas bum, dan biomassa. Walaupun panas yang terkandung dalam bumi, gaya gravitasi bulan dan matahari, serta rotasi bumi berperan dalam pembentukan sumber-sumber energi ini, sumber energi terbarukan pada dasarnya diturunkan dari radiasi matahari.

Sejak ditemukannya sumber energi yang lebih modern, yaitu bahan bakar fosil dan tenaga nuklir peranan energi terbarukan diberbagai belahan dunia, terutama di banyak negara maju mengalami penurunan. Namun, sejak terjadinya krisis minyak pada era 1970-an yang dilanjutkan dengan meningkatnya kesadaran terhadap kelistrikan lingkungan global, potensi energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif kembali mendapat perhatian.

Karakteristik energi terbarukan hampir tidak memiliki kesamaan satu sama lain. Meskipun demikian, teknologi energi terbarukan mempunyai beberapa sifat umum sebagai berikut:

1. Sumber-sumber energi terbarukan tidak akan habis (khusus untuk biomassa, agar ketersediaan sumber dayanya dapat berkelanjutan, laju konsumsi dan produksinya harus dibuat seimbang).


(22)

2. Sumber energi terbarukan secara geografis bersifat tersebar (dispersed) dan umumnya dikembangkan dan dimanfaatkan di lokasi sumber energi tersebut berada, mengingat pertimbangan aspek fisik ekonomi.

3. Sumber energi terbarukan mempunyai densitas daya dan energi yang rendah sehingga perangkat teknologi pemanfaatannya menempati lahan yang relatif luas.

4. Teknologi-teknologi energi terbarukan pada umumnya memerlukan biaya kapital tinggi tetapi biaya operasional rendah.

5. Beberapa teknologi terbarukan bersifat modular sehingga responsif terhadap pertumbuhan permintaan dan dapat konstruksi dalam waktu relatif singkat. 6. Teknologi-teknologi energi terbarukan pada umumnya akrab lingkungan

2.2. Alkohol

Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol. Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya. Metanol sangat mudah terbakar bahkan lebih mudah terbakar dibandingkan dengan mesin. Metanol biasa juga disebut metil alkohol. Sedangkan etanol biasa juga disebut etil alkohol. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 100%. Metanol merupakan alkohol yang paling banyak digunakan untuk pembuatan biodiesel. Metanol lebih disukai karena hanya memiliki satu ikatan


(23)

sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon. Metanol lebih murah dan lebih mudah memperoleh pemisahan gliserin disbanding ethanol. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian. Sedangkan methanol mengandung uap yang berbahaya bagi makhluk hidup dan terbuat dari batubara. Etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol, yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan ethanol lebih sulit dari methanol dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3.

2.3. Biodiesel

Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk ke dalam kelompok bahan bakar nabati (BBN), bahan bakunya berasal dari berbagai sumber daya nabati yaitu kelompok minyak dan lemak, seperti minyak sawit, jarak pagar, minyak kelapa, dan minyak berbagai tumbuhan lain yang mengandung trigliserida. Ketika minyak kelapa diolah menjadi biodiesel maka terjadi perubahan karakteristik fisika dan kimia, dengan teknologi ini asam lemak bebas penyebab keasaman yang terpisah dari trigliserida melalui proses esterifikasi akan dikonversi menjadi biodiesel.

Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat prosfektif untuk dikembangkan. Apalagi biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposi dengan minyak solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir


(24)

tanpa modifikasi, dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable) 10 kali tidak beracun dibanding minyak solar biasa, memiliki angaka setana yang lebih baik dari minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga lebih jauh lagi mengurangi efek pemanasan global atau banyak disebut dengan zero CO2 emission.

Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak kelapa dengan etanol melalui reaaksi esterifikasi dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis menjadi senyawa ester dengan produk samping gliserin.

Katalis

Minyak/lemak + Etanol Metil ester/Etil ester + Gliserin (Biodiesel)

Beberapa alasan Indonesia sudah harus mulai mengembangkan biodiesel dari nabati diantaranya:

1. Persediaan di dalam negeri semakin menurun, sementara konsumsi setiap tahun terus meningkat sehingga dampak negatifnya terus di berbagai bidang.

2. Indonesia memiliki potensi lahan yang sangat luas berupa lahan kritis, lahan marginal, lahan tidur, dan lahan milik yang belum dimanfaatkan

3. Produksi biodiesel dari tanaman kelapa sawit lebih menguntungkan karena harganya murah, ramah lingkungan, melibatkan rakyat banyak, teknologinya


(25)

sederhana, tanaman sudah dikenal sejak lama, serta potensi lahan baku dan pangsa pasar cukup besar.

4. Biodiesel mempunyai pasar yang cukup besar, antara lain masyarakat luas pemakai minyak tanah, minyak residu, dan solar, seperti PLN, Pertamina, dan industri.

5. Dampak yang bersifat makro pada pembangunan Negara adalah menghemat devisa, meningkatkan daya saing industri dalam negeri, pemerataan pembangunan ekonomi dan memperkuat Ketahanan Nasional.

2.4. Proses Produksi Bahan Bakar Biodiesel Minyak Kelapa

Metode yang digunakan untuk memproduksi biodiesel minyak kelapa dapat dilakukan melalui proses transesterifikasi yang terdiri dari dua tahap yakni proses esterifikasi di mana asam lemak bebas diubah menjadi biodiesel (metil ester) dan trigliserida dan asam lemak yang masih terikat pada trigliserida di dalam minyak dikonversi menjadi metil ester melalui proses transesterifikasi. Biodiesel minyak kelapa dibuat dengan teknologi transesterifikasi yaitu proses mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol (misalnya etanol) menjadi alkohol ester atau biodiesel.

Transesterifikasi dilakukan dengan mencampur minyak kelapa dengan etanol dengan menggunakan katalisator KOH. Proses transesterifikasi berlangsung 0,5 – 2 jam pada suhu (45 – 550C). Campuran kemudian didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah adalah gliserin dan lapisan atas adalah metil ester (biodiesel).


(26)

Agar reaksi berlangsung sempurna, biodiesel hasil dari tahap pertama kemudian direaksikan dengan etanol (tahap kedua). Hal ini dimaksud untuk menurunkan kandungan gliserol total (bebas dan terikat) dalam biodiesel agar tidak terjadi deposit apabila diaplikasikan pada motor (Alamsyah, A.N, 2006).

Proses pembuatan biodiesel dan minyak kelapa dapat dilihat pada gambar berikut:

ETANOL

KATALIS

Gambar 2.1. Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa

Pada Gambar 2.1. Minyak kelapa sebelum dimasukkan ke dalam reaktor ditambahkan katalis dan etanol, sedangkan hasil produk dari reaktor tersebut adalah biodiesel yang masih memerlukan proses pencucian dan pemurnian sehingga diperoleh biodiesel yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar kendaraan pada

PREPARASI REAKTOR

MINYAK ELAPA K

PEMURNIAN

PEMISAHAN BIODIESEL

GLISEROL


(27)

sektor transportasi. Biodiesel yang dapat digunakan langsung untuk kendaraan bermesin diesel harus memenuhi spesifikasi teknis tertentu seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi Biodiesel (Suwarna Endang, 2002)

Test Property Satuan Biodiesel Metode

Pour point 0C 15 ASTM D 97

Flash Point 0C 172 ASTM D 93

Viskositas cSt 4,6 ASTM D 445

Densitas gr/cm3 0,87 ASTM D1298

Dari segi lingkungan pemakaian biodiesel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pemakaian minyak solar, yaitu:

a. Pengurangan emisi CO sebesar 50%.

b. Biodiesel mengandung lebih sedikit hidrokarbon aromatik. c. Tidak menghasilkan emisi sulfur (SO).

d. Pengurangan emisi partikulat sebesar 60%.

e. Menghasilkan emisi NOx lebih kecil dibanding dengan penggunaan diesel biasa

disebabkan angka cetana yang tinggi (Boedoyo, M.S, 2007).

2.4.1. Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi disebut juga dengan reaksi alkoholisis yang merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk ester dan gliserol


(28)

sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi ini beranalogi langsung dengan hidrilisis dalam asam atau basa.

Reaksi ini menunjukkan persamaan umum:

CH2 — COO — R1 R1 — COO — RI CH2 — OH

|

CH — COO — R2 + 3RI OH R2 — COO — RI + CH — OH

katalis |

CH2 — COO — R3 R3 — COO — RI CH2 — OH

Trigliserida Alkohol Ester Gliserol

Reaksi ini akan berlangsung dengan menggunakan katalis alkali pada tekanan atmosfir dan temperatur antara 60 – 700C dengan menggunakan methanol/etanol berlebih. Pada tahap ini proses pendiaman (settling) perlu dilakukan hingga reaksi berhenti. Pendiaman ini bertujuan untuk memisahkan campuran menjadi dua lapisan di mana lapisan bagian atas adalah biodiesel sedangkan lapisan bagian bawah adalah gliserol. Penggunaan minyak yang bermutu baik (kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1%) sebagai bahan baku akan mempermudah reaksi transesterifikasi. Begitu juga sebaliknya, penggunaan minyak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1% dapat menimbulkan pembentukan sabun yang akan mempercepat proses emulsi selama pencucian dengan air dan kandungan asam lemak bebas lebih dari 2% maka proses tidak akan berlangsung.

Variabel proses yang sangat penting dan berpengaruh pada waktu proses trans-esterifikasi adalah sebagai berikut:


(29)

a. Temperatur minyak

Temperatur minyak sebelum bercampur dengan katalis dan methanol/etanol sangat berpengaruhi reaksi temperatur minyak yang biasa berkisar 600C sebab temperatur tinggi dapat menyebabkan kehilangan methanol/etanol pada reaktor.

b. Temperatur reaksi

Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh temperatur reaksi. Temperatur reaksi yang biasa digunakan untuk proses trans-esterifikasi antara 60 – 700C pada tekanan atmosfir. Penambahan temperatur yang lebih tinggi dapat menunjukkan dampak yang negatif.

c. Ratio perbandingan alkohol dengan minyak

Diantara variabel penting yang mempengaruhi ester yang dihasilkan adalah rasio molar antara alkohol dan minyak nabati. Perbandingan molar antara alcohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1. Perbandingan molar tinggi antara alkohol dan minyak nabati dapat mengganggu pemisahan gliserol.

d. Jenis katalis dan konsentrasinya

Alkali metal alkoksida adalah katalis yang efektif digunakan dalam trans-esterifikasi dibandingkan dengan katalis asam (acidic catalyst). Kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) adalah katalis yang biasa


(30)

digunakan dalam pembuatan biodiesel. Keuntungan penggunaan katalis basa (KOH) dalam reaksi pembuatan ester khususnya pembuatan ester adalah akan mempercepat proses reaksi dan dapat dilakukan pada suhu kamar atau lebih rendah. Sedangkan penggunaan katalis asam hanya mampu mereaksikan ester dengan alkohol pada suhu di atas 1000C. Keuntungan lain penggunaan katalis KOH adalah akan mempermudah pemisahan gliserol metal ester karena gliserol akan segera mengendap didasar reaktor. Konsentrasi katalis alkali yang digunakan antara 0,5 hingga 1% dari berat minyak nabati yang digunakan. Selanjutnya penambahan konsentrasi katalis di atas 1% tidak menambah pengaruh dan hanya menambah biaya produksi saja.

2.5. Penyimpanan dan Penanganan

Biodiesel adalah produk yang tidak beracun serta biodegradable, sehingga

penanganannya jauh lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan dengan bahan solar minyak bumi. Aktivitas blending biodiesel dan solar minyak bumi tidaklah membutuhkan penanganan yang rumit.

Kendala yang sering dikeluhkan (tetapi tidak akan terjadi di Indonesia) adalah kemungkinan terbentuknya gel akibat suhu yang sangat rendah (biasanya identik dengan nilai pour point) yang mungkin terjadi di negara-negara lain yang mengalami misim dingin.

Penyimpanan dan penanganan biodiesel lebih mudah dibandingkan diesel. Untuk penyimpanan biodiesel disyaratkan kontainer dengan tingkat keamanan


(31)

tertentu (special safety containers). Hal ini dikarenakan biodiesel memiliki titik nyala (flash point) yang lebih tinggi dibandingkan diesel sehingga tidak mudah terbakar.

Bila masa simpan bahan bakar diesel yang direkomendasikan oleh suplier adalah sekitar 3 – 6 bulan maka untuk biodiesel murni (pure biodiesel), maupun biodiesel campuran (biodiesel blend), direkomendasikan untuk disimpan tidak lebih dari 6 bulan. Umur produk dapat diperpanjang dengan cara menambah aditif penstabil. Zat aditif ini berupa anti oksidan seperti tokoferol, betakaroten.

Biodiesel harus disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat sehinggga kemungkinan interaksi dengan udara sangat kecil sekali. Wadah yang digunakan bisa berupa wadah plastik yang tidak tembus cahaya dan kedap udara. Hal ini untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat meningkatkan bilangan peroksida biodiesel. Bilangan peroksida biodiesel (murni campuran) dapat meningkat bila produk disimpan terlalu lama, terjadi proses oksidasi akibat interaksi dengan udara atau sinar matahari. Bilangan peroksida berhubungan dengan penyimpanan sistem bahan bakar pada kendaraan serta mengurangi umur pakai pompa bahan bakar dan penyaringan. Etanol sisa (dari produksi) yang terdapat dalam biodiesel akan mengurangi titik nyala biodiesel dan juga dapat mempengaruhi pompa bahan bakar, segel (seal), dan elastomer kendaraan. Penyimpanan yang lama dengan kadar air biodiesel yang tinggi (500 ppm) mengakibatkan hidrolisis pada biodiesel sehingga akan meningkatkan bilangan asam biodiesel. Peningkatan bilangan asam mengakibatkan pH turun dari sifat korositasnya meningkat yang lebih tinggi dibandingkan titik kabut (cloud point)


(32)

bahan bakar (standart titik kabut berbeda untuk setiap negara, misalnya untuk Indonesia adalah 1800C.

2.6. Sifat-sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel

2.6.1.Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat fluida untuk melawan tegangan geser pada waktu bergerak untuk mengalir, atau kekentalan dapat didefinisikan sebagai besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan. Hukum viskositas Newton, menyatakan bahwa untuk laju perubahan bentuk sudut fluida yang tertentu maka tegangan geser berbanding lurus dengan viskositas. Maka besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran.

D i a m

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

u

∂y

h

 

Gambar 2.2. Pendefinisian Kekentalan Dinamis Berdasarkan Hukum Newton Aliran Viskositas


(33)

Dari gambar secara matematis dapat ditulis:

µ = y u

∂τ ( 2. 1 ) dengan:

µ = kekentalan dinamink (Poise) τ = tegangan geser fluida (Newton/m2)

∂u = kecepatan relatif kedua permukaan (m/s) ∂y = tebal lapisan filem fluida (m)

Kekentalan dinamik disebut juga kekentalan absolut viskositas gas meningkat terhadap suhu, tetapi viskositas cairan berkurang dengan naiknya suhu. Untuk tekanan-tekanan yang biasa, viskositas tidak tergantung pada tekanan dan tergantung pada suhu saja, untuk tekanan yang sangat besar gas-gas dan kebanyakan cairan menunjukkan variasi viskositas yang tidak menentu terhadap tekanan.

Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolut) dengan densitas (rapat massa) fluida

ρ μ

υ= ( 2.2 ) dengan:

υ = viskositas kinematik (St) µ = viskositas dinamik (Poise) ρ = rapat massa (kg/m3)


(34)

Viskositas kinematik berubah terhadap suhu dalam jangka yang lebih sempit dari viskositas dinamik.

Satuan kekentalan dinamik (absolute) adalah Poise (P), atau senti (cSt). 1P = 100 cP ; 1 St = 100 cSt. Satuan Internasional untuk kekentalan dinamik adalah Ns/m2 sama dengan kg/ms, sedangkan untuk kekentalan kinematik adalah m2/s. dengan demikian diperoleh hubungan:

1 P = 10-1 Ns/m2 dan 1cP = 10-3 N s/m2

1 St =10-4 m2/s dan 1cSt = 10-6 m2/

Untuk mengubah dari viskositas kinematik (υ) menjadi viskositas dinamik (µ), kita perlu mengalikan υ dengan dalam kg/m3. Untuk mengubah dari Stoke menjadi Poise kita mengalikan dengan kerapatan massa dalam gr/cm3, yang nilai angkanya sama dengan jenis gravitasi.

2.6.2. Densitas (Rapat Massa)

Kerapatan suatu fluida ( ) dapat didefinisikan sebagai massa per satuan volume.

v m

=

ρ (2.3) dengan:

= rapat massa (kg/m3) m = massa (kg)


(35)

2.6.3. Flash Point (Titik Nyala)

Flash Point (titik nyala) dari cairan mudah terbakar adalah suhu terendah

di mana bahan bakar tersebut dapat terbakar ketika bereaksi dengan udara. Bila nyala terus terjadi secara terus menerus, maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan

penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatan resiko bahaya saat penyimpanan. Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman penanganan dan penyimpanannya.

2.6.4. Kadar Air dan Sedimen

Kadar air dan sedimen menunjukan persentase kandungan air dan sedimen yang terkandung dalam bahan bakar. Pada temperatur yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar.

2.6.5. Titik Tuang (Pour Point)

Titik Tuang (Pour Point) adalah suhu terendah di mana bahan bakar dapat

dialirkan untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan mempersulitkan pengaliran bahan bakar.

2.6.6. Sisa Karbon (Carbon Residu)

Sisa Karbon (carbon residu) yang tertinggi pada proses pembakaran akan


(36)

ini dapat menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar menjadi aus. Dengan demikian semakin rendah sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut.

2.6.7. Nilai Kalor Bahan Bakar

Nilai Kalor Bahan Bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan setiap satuan waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar semakin sedikit. Tidak ada standard khusus yang menentukan nilai kalor maksimal yang harus dimiliki bahan bakar mesin diesel.

2.6.8. Bilangan Cetana

Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang dapat diinjeksikan ke ruang bahan bakar agar terbakar secara spontan. Bilangan cetana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon penyusun. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi (Hendartono Toni, 2005).


(37)

Data karakteristik biodiesel dapat diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2. Data Karakteristik Biodiesel

Parameter & Satuannya Batas Nilai Metode Uji

Massa jenis 40 gr/ml 0,850 – 0,890 ASTM D–1298

Visikositas kinetik pada 40 , cSt 2,3 – 6,0 ASTM D–445

Angka setana Min 48 ASTM D–613

Titik kilat (flash point), Min 100 ASTM D–93

Korosi strip tembaga (3 jam pada 50 ) Maks No 3 ASTM D–130

Residu karbon (% – b/b) Maks 0,3 ASTM D-4530

Kadar Air dan sedimen, % – v/v Maks 0,05 ASTM D–2709

Temperatur distilasi 90%, Maks 360 ASTM D–1160

Abu tersulfatkan, % b Maks 0,02 ASTM D–974

Belerang, ppm – b (mg/kg) Maks 80 ASTM D–5453

Sumber: Forum Biodiesel Indonesia

Data karakteristik mutu solar dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3. Data Karakteristik Mutu Solar

Parameter & Satuannya Batas Nilai Metode Uji

Massa jenis 40 gr/ml 0,82 – 0,87 ASTM D–1298

Visikositas kinetic pada 40 , cSt 1,6 – 5,8 ASTM D–445

Angka setana Min 45 ASTM D–613

Titik kilat (flash point), Maks 150 ASTM D–93

Korosi strip tembaga (3 jam pada 50 ) Min No. 1 ASTM D–130

Residu karbon (% – b/b) Min 0,1 ASTM D–189

Kadar Air dan sedimen, % – v/v Min 0,05 ASTM D–96

Temperatur distilasi 300%, Max 40 ASTM D–86

Abu tersulfatkan, % b Min 0,01 ASTM D–974

Belerang, ppm % b Min 0,5 ASTM D–1551


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

a. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Tekhnik Kimia Industri Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan Jalan Medan Tenggara VII Medan. b. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai dengan April 2009.

3.2. Alat dan Bahan

a. Alat yang dibutuhkan

1. Neraca 2. Oven 3. Gelas ukur 4. Erlenmeyer 5. Corong 6. Corong pisah 7. Statif

8. Termometer 9. Mixer Magnetic

10. Cleveland Over Cup

11. Picrometer 12. Pipet tetes


(39)

13. Rotari Vacum Filter 14. Botol Reagen

b. Bahan yang diperlukan

1. Minyak Kelapa 2. KOH

3. Etanol 4. Aquades

Bahan yang digunakan merupakan minyak kelapa yang diekstrak dari daging kelapa segar, etanol dan katalis KOH. Bahan biodiesel minyak kelapa yang diuji adalah yang diproses di laboratorium pengembangan PTKI Medan.

Komposisi perbandingan antara minyak kelapa dengan etanol dan katalis KOH untuk mendapatkan biodiesel minyak kelapa.

Minyak kelapa yang tersedia adalah 3000 ml, maka dibuat total setiap satu kali percobaan (1 sampel) adalah 200 ml, maka komposisi campuran dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(40)

Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan Perlakuan Volume M.Kelapa (ml) Berat M.Kelapa (gram) Berat KOH (gram) % KOH Volume Etanol (ml) Temp Pemanasan

(0C)

T1 K1 200 178,06 0,6677 0,375 33,33 30

T 1K2 200 178,06 0,8903 0,500 33,33 30

T 1K3 200 178,06 1,1129 0,625 33,33 30

T2 K1 200 178,06 0,6677 0,375 33,33 50

T 2K2 200 178,06 0,8903 0,500 33,33 50

T 2K3 200 178,06 1,1129 0,625 33,33 50

T 3K1 200 178,06 0,6677 0,375 33,33 70

T 3K2 200 178,06 0,8903 0,500 33,33 70

T 3K3 200 178,06 1,1129 0,625 33,33 70

Setelah sampel direaksikan dengan komposisi perbandingan seperti pada Tabel 3.1, kemudian sampel tersebut dipanaskan dalam water bath untuk temperatur

masing-masing, setelah temperatur yang diinginkan tercapai maka ditambahkan campuran etanol dan katalis KOH sesuai konsentrasi. Pemanasan ini dilakukan untuk T1K1, T1K2, T1K3, T2K1, T2K2, T2K3, T3K1, T3K2, dan T3K3 dengan lama pemanasan

sekitar 2 jam.

Pada umumnya pencampuran minyak kelapa dengan etenol dan katalis serta pemanasan harus sesuai dengan perbandingan, karena standart tersebut dapat memastikan bahwa biodiesel yang dihasilkan dari reaksi pemprosesan bahan baku miyak kelapa sempurna.

Biodiesel merupakan bahan bakar yang berwarna kekuningan yang viskositasnya tidak jauh berbeda dengan minyak solar, meskipun demikian spesifikasi


(41)

biodiesel minyak kelapa yang dihasilkan dari reaksi pemprosesan bahan baku minyak kelapa sempurna, artinya bebas gliserol, katalis alkohol dan asam lemak bebas.

3.3. Diagram Alir Pengujian

Metodologi pengujian sifat-sifat fisika bahan bakar biodiesel minyak kelapa pada Gambar 3.1.

T2: 500C

T3: 700C

KATALIS T1: 300C

TEMPERATUR Kadar air Flash point Densitas Viskositas K A R A K T E R T2, K2 K A R A K T E R T2, K1 K A R A K T E R T1, K3 K A R A K T E R T1, K2 K A R A K T E R T1, K1 K A R A K T E R T3, K3 K A R A K T E R T3, K2 K A R A K T E R T3, K1 K A R A K T E R T2, K3

K1: 0,375 % b/b

K2: 0,500 % b/b

K3: 0,625 % b/b M.KELAPA + ETANOL PENCUCIAN PEMURNIAN KARAKTERISASI HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN


(42)

3.4. Preparasi Katalis dengan Etanol Prosedur kerja

a. Minyak kelapa ditimbang dengan neraca analisis sesuai volume yang telah ditetapkan, dan catat beratnya.

b. Ditimbang KOH masing-masing 0,375% (K1); 0,5% (K2); 0,625% (K3) dari berat

minyak kelapa.

c. Masing-masing KOH tersebut di atas dilarutkan dengan etanol dengan

perbandingan 6 : 1 minyak kelapa dengan etanol.

3.4.1. Pemanasan

Prosedur kerja

a. Dimasukkan sampel minyak kelapa ke dalam beaker glass 500 ml sesuai volume

yang telah ditetapkan.

b. Water bath diletakkan di atas alat magnetik stirer dan dihidupkan untuk

memanaskan minyak kelapa.

c. Beaker glass yang sudah berisiminyak kelapa dipanaskan dalam water bath

untuk temperatur masing-masing temperatur 300C (T1), 500C (T2), dan 700C (T3).

Dihidupkan alat magnetik stirer, kemudian dilakukan pemusingan terhadap minyak kelapa dengan magnetik stirer dengan mengatur kecepatan putaran sesuai dengan yang telah ditetapkan. Kecepatan pengadukan 800 rpm.

d. Setelah temperatur yang diinginkan tercapai, maka ditambahkan campuran etanol dan katalis KOH sesuai konsentrasi dan temperatur yang diinginkan. Pemanasan


(43)

ini dilakukan untuk T1K1, T1K2, T1K3, T2K1, T2K2, T2K3, T3K1, T3K2, dan T3K3

dengan lama pemanasan sekitar 2 jam.

e. Setelah itu, campuran dimasukkan ke dalam corong pisah dan dibiarkan 24 jam hingga terbentuk lapisan yang memisahkan antara biodisel (lapisan atas) dengan gliserol (lapisan bawah).

f. Kemudian larutan dipisahkan, dengan membuka katup corong pisah sehingga lapisan bawah (gliserol) dikeluarkan.

Gambar 3.2. Biodisel dan Gliserol Dimasukkan ke dalam Corong Pisah

3.4.2. Pencucian

Prosedur kerja

a. Dipanaskan aquades hingga temperatur 600C dengan perbandingan volume 1/3 air

dan 2/3 biodisel.

b. Kemudian dimasukkan biodisel ke corong pisah. Selanjutnya dimasukkan juga aquades yang sudah dipanaskan tersebut ke dalam corong pisah.

c. Corong pisah dikocok hingga homogen pada corong pisah dan dibiarkan kira-kira ½ hingga 2 jam agar campuran terpisah.


(44)

d. Air pencuci yang terletak pada lapisan bawah dibuang. e. Setelah itu, biodisel diukur volumenya dengan gelas ukur.

Gambar 3.3. Biodisel Terpisah Lapisannya dengan Air Pencuci di dalam Corong Pisah

3.4.3. Penyaringan

Prosedur kerja

a. Peralatan penyaring vakum dipasang, lalu dihubungkan dengan arus listrik.

b. Dituangkan biodisel yang hendak disaring ke dalam corong penyaring yang telah dipasangkan dengan kertas saring wattman.

c. Kemudian alat penyaring dihidupkan untuk menyaring biodisel.

d. Setelah penyaringan biodisel yang disaring diambil untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk mengukur volumenya.


(45)

Gambar 3.4. Penyaringan Biodisel

3.4.4. Pemurnian

Prosedur kerja

a. Biodisel dimasukkan ke dalam beaker glass, lalu dimasukkan ke oven dan tutup

oven.

b. Oven dihidupkan dengan temperatur pemanasan 1100C selama 1 jam. c. Diukur volume biodisel dengan gelas ukur setelah pemurnian.


(46)

3.5. Pengujian Viskositas

Tujuan pengujian viskositas adalah untuk mengukur lamanya waktu aliran minyak untuk melewati batas yang telah dikalibrasi pada alat viskositas kinetik pada suhu 400C.

Alat dan bahan yang dibutuhkan: a. Satu set Viscometer Redwood

b. Stopwatch

c. Biodiesel

Prosedur kerja

1. Disiapkan aliran arus pemanas ke alat yang digunakan.

2. Dimasukkan media pemanas ke dalam wadah bagian luar Viskometer Redwood

dan memasang termometer.

3. Katup aliran keluar sampel di wadah bagian dalam ditutup kemudian dimasukkan sampel sampai tanda batas.

4. Menyambungkan kabel arus listrik pemanas ke sumber arus, kemudian

melakukan pemanasan sampai temperatur yang ditetapkan (400C).

5. Setelah tepat pada temperatur yang ditetapkan (40 C), pemanasan dihentikan dan dibuka penutup aliran keluar bagian dalam, kemudian menampungnya ke dalam

Flash Glass sampai tanda batas sambil menghidupkan stopwatch. 0

6. Setelah sampai pada tanda batas stopwatch dihentikan, dicatat temperatur dan

lamanya proses.


(47)

96 , 1 1

400 x

t C pada

Viskositas = ρ

atau

96 , 1 1

) cSt atau cP (

400 x

t C

pada

Viskositas = ρ

Gambar 3.6. Viskometer Redwood

3.6. Pengujian Densitas

Tujuan pengujian densitas adalah untuk mendapatkan perbandingan berat zat cair dengan volume pada suhu tertentu.

Peralatan yang digunakan: 1. Piknometer

Prosedur kerja

1. Menghidupkan neraca analisis dan memeriksa apakah alat dalam keadaan baik. 2. Menimbang berat piknometer dengan neraca analisis.


(48)

3. Mencatat angka yang tercatat pada neraca analisis.

4. Memasukkan biodisel ke dalam piknometer dan menutup dengan rapat. 5. Menimbang berat piknometer berisi biodisel dengan neraca analisis. 6. Mencatat angka yang tercatat pada neraca analisis.

7. Menghitung density biodisel dengan rumus: ρ (gram/cm3) =

Gambar 3.7. Piknometer

3.7. Pengujian Titik Kilat (Flash Point)

Tujuan adalah untuk mengetahui titik kilat (flash point) bahan bakar pada

temperatur terendah. Peratan yang digunakan:

1. Pensky-Martine Closed Tester

Prosedur kerja

1. Memeriksa keadaan alat apakah telah tersambung dengan tabung gas elpiji dan telah siap untuk digunakan.


(49)

2. Memasukkan sampel ke dalam wadah sampai tanda batas dan memasukkan wadah tersebut ke dalam alat ukur.

3. Menyambungkan kabel arus listrik alat, kemudian mengangkat tuts ke arah ON

dan diatur amperemeter pada alat dengan memutar pengontrol voltase pada alat. 4. Menghidupkan pengaduk dan nyala api uji dengan mengatur bukaan tabung

elpiji.

5. Memasang termometer dan memanaskan sampai suhu yang ditentukan serta menguji nyala setiap kenaikan 20C dengan memuter tuas pada penutup wadah searah dengan jarum jam. Mencatat apakah api menyala atau tidak pada bukaan di atas penutup wadah.

6. Jika telah mendekati titik nyala, uji nyala setiap kenaikan 10C dan dicatat apakah api menyala atau tidak pada bukaan di atas penutup wadah.

7. Jika nyala api hidup, maka nyala pertama adalah titik nyala sampel yang dianalisa.


(50)

3.8. Pengujian Kadar Air

Tujuan adalah untuk mengetahui kadar air yang ada pada biodiesel. Peralatan yang digunakan:

a. Satu set oven b. Cawan porselin c. Gegep Kayu d. Desikator e. Neraca Analisis

Prosedur kerja

1. Menghidupkan oven dan memeriksa apakah alat dalam keadaan baik.

2. Jika oven dalam keadaan baik, maka atur temperatur hingga 1100C dan waktu pemanasan 4 jam.

3. Cawan porselin dimasukkan ke dalam oven untuk menguapkan kandungan air. 4. Setelah beberapa saat dipanaskan pada temperatur 1100C, cawan diambil untuk

dimasukkan dalam desikator.

5. Setel dingin, ambil cawan porselin dan dimasukkan biodisel sesuai volume yang sudah ditentukan.

6. Cawan porselin berisi biodisel dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada temperatur 110 C selama 4 jam. 0

7. Cawan porselin dikeluarkan dari oven untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator.


(51)

8. Setelah dingin, timbang cawan berisi biodisel yang sudah dipanaskan tersebut dan dicatat beratnya.

9. Selanjutnya dihitung kadar air dalam biodisel dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Air (%) = x 100%

Gambar 3.9. Penimbangan Cawan dengan Neraca Analisis pada Pengukuran Kadar Air dalam Biodisel


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Pengujian Viskositas

Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap Biodiesel minyak kelapa untuk berbagai perlakuan temperatur dan konsentrasi katalis diperoleh hasil pengujian viskositas biodiesel minyak kelapa seperti terlampir pada Lampiran 1.

Grafik viskositas terhadap berbagai perlakuan suhu reaksi dan konsentrasi katalis dapat digambarkan sebagai berikut:

(70, 2.4997) (50, 2.4855)

(30, 2.4360)

0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

V

is

k

o

s

it

a

s

 

(c

S

t)


(53)

(70, 2.5281) (50, 2.4855)

(30, 2.4360)

0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

V is k o s it a s   (c S t)

Gambar 4.1. (b) Grafik Viskositas terhadap Perlakuan Suhu untuk K2

(70, 2.5281) (50, 2.4855)

(30, 2.4360)

0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

V is k o s it a s   (c S t)


(54)

Grafik viskositas terhadap perlakuan suhu untuk berbagai konsentrasi katalis merupakan grafik yang linier. Grafik ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pada proses pembuatan biodiesel maka viskositas biodiesel akan semakin besar.

Berdasarkan data karakteristik mutu solar dengan metode uji ASTM D-445. Batas nilai viskositas pada suhu 400C, berada pada rentang 1,6 cSt – 5,8 cSt. Hasil pengujian viskositas biodiesel untuk berbagai suhu dan konsentrasi katalis diperoleh rentang viskositas 2,4360 cSt – 2,5281 cSt, berarti masih berada rentang nilai viskositas solar.

Tabel hasil pengujian viskositas untuk setiap perlakuan dapat diperlihatkan pada Lampiran 1.

4.1.2. Hasil Pengujian Densitas

Hasil pengujian Densitas Biodiesel minyak kelapa untuk berbagai perlakuan suhu dan konsentrasi katalis dapat digambarkan pada grafik berikut:

(70, 0.885) (50, 0.880)

(30, 0.860)

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

D e n s it a s   (g r/ c m 3 )


(55)

(70, 0.885) (50, 0.880)

(30, 0.860)

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

D e n s it a s   (g r/ c m 3 )

Gambar 4.2. (b) Grafik Densitas terhadap Suhu untuk Konsentrasi K2

(70, 0.885) (50, 0.880)

(30, 0.860)

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

D e n s it a s   (g r/ c m 3 )

Gambar 4.2. (c) Grafik Densitas terhadap Suhu untuk Konsentrasi K3

Dari data karakteristik mutu solar diperoleh bahwa rentang densitas solar berada pada 0,82 gr/cm3 – 0,87 gr/cm3. Rentang Densitas Biodiesel yang diperoleh dari Forum biodiesel Indonesia berkisar 0,850 gr/cm3 – 0,890 gr/cm3. Hasil


(56)

penelitian ini menunjukkan bahwa Densitas yang diperoleh masih berada dalam rentang standart mutu biodiesel Indonesia. Dari grafik dapat dianalisis bahwa konsentrasi katalis tidak mempengaruhi Densitas Biodiesel minyak kelapa. Tetapi perlakuan suhu pada proses pembuatan biodiesel menunjukkan adanya perubahan densitas biodiesel. Tabel Hasil pengujian densitas untuk setiap perlakuan dapat diperlihatkan pada Lampiran 2.

4.1.3. Hasil Pengujian Flash Point

Hasil pengujian flash point biodiesel minyak kelapa untuk berbagai perlakuan

suhu dan konsentrasi katalis pada proses pembuatan biodiesel minyak kelapa dapat

diperlihatkan pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Flash Point Biodiesel

Perlakuan Flash Point (oC)

T1K1 174

T1K2 174

T1K3 174

T2K1 174

T2K2 174

T2K3 174

T3K1 174

T3K2 174

T3K3 174

Hasil pengujian tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan. Perlakuan suhu dan konsentrasi katalis terhadap nilai flash point Biodiesel minyak


(57)

1000C, sedangkan untuk solar maksimum 1500C. Nilai flash point yang diperoleh

pada pengujian ini sebesar 1740C

4.1.4. Hasil Pengujian Kadar Air

Hasil pengujian kadar air biodiesel minyak kelapa untuk berbagai perlakuan suhu reaksi dan konsentrasi katalis reaksi dapat digambarkan pada grafik berikut.

(70, 0.0123) (50, 0.0489)

(30, 0.0506)

0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

K

a

d

a

r

 

Ai

r

 

(%

)


(58)

(70, 0.011) (50, 0.049)

(30, 0.050)

0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

K a d a r   Ai r   (% )

Gambar 4.3. (b) Grafik Kadar Air terhadap Perlakuan Suhu untuk K2

(70, 0.002) (50, 0.048)

(30, 0.050)

0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

K a d a r   Ai r   (% )

Gambar 4.3. (c) Grafik Kadar Air terhadap Perlakuan Suhu untuk K3

Hasil pengujian kadar air biodiesel menunjukkan bahwa kadar air terendah diperoleh pada temperatur reaksi tertinggi (700C). Ketiga grafik tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan antara kadar air biodiesel dengan


(59)

temperature reaksi. Tabel hasil pegujian kadar air untuk setiap perlakuan dapat diperlihatkan pada Lampiran 4.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pembahasan Hasil Pengujian Viskositas

Dari hasil penelitian rentang viskositas biodiesel minyak kelapa 2,4360 cSt – 2,5281 cSt untuk setiap perlakuan. Jika dibandingkan dengan Standart Biodiesel Indonesia viskositas berada pada rentang 2,3 cSt – 6,0 cSt, Biodiesel Produksi PPKS 5,55 cSt, viskositas solar 3,6 cSt menunjukkan bahwa viskositas Biodiesel dari hasil penelitian ini lebih baik untuk digunakan pada motor diesel. Bahan bakar dengan viskositas rendah akan lebih mudah dialirkan dan sistem injeksi akan lebih baik.

Tabel perbandingan viskositas biodiesel hasil penelitian ini dengan viskositas Standart Biodiesel Indonesia, Biodiesel produksi PPKS Medan, serta viskositas Solar untuk setiap perlakuan dapat diperlihatkan pada Lampiran 1.

4.2.2. Pembahasan Hasil Pengujian Densitas

Densitas dari hasil penelitian ini berada pada rentang 0,87 gram/cm3 – 0,89 gram/cm3. Densitas pada Standar Biodiesel Indonesia berada pada interval 0,850 gram/cm3 – 0,890 gram/cm3. Densitas Biodiesel produksi PPKS 0,8624 gram/cm3 sedangkan Densitas bahan bakar Solar sebesar 0,84 gram/cm3 (rentang Densitas Solar 0,82 gram/cm3 – 0,87 gram/cm3).

Densitas biodiesel pada setiap perlakuan yang diperoleh pada penelitian ini masih memenuhi untuk Standart Biodiesel Indonesia tetapi 66,67% hasil Densitas


(60)

yang diperoleh dari perlakuan tidak memenuhi untuk standart mutu solar. Tabel perbandingan Densitas Biodiesel hasil penelitian ini dengan Densitas Standar Biodiesel Indonesia, Biodiesel Produksi PPKS Medan, serta Densitas Solar dapat diperlihatkan pada Lampiran 2.

4.2.3. Pembahasan Hasil Pengujian Flash Point

Flash Point yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebesar 1740C masih berada dalam rentang Flash Point Standart Biodiesel Indonesia (min. 1000C) dan melampaui batas Flash Point bahan bakar solar (maks. 1500C).

Jika dibandingkan dengan nilai Flash Point bahan bakar Biodiesel Produksi

PPKS Medan masih mendekati, yaitu 1720C menunjukkan bahwa hasil yang

diperoleh ini masih layak untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin-mesin diesel.

Flash Point tidak memiliki efek pada unjuk kerja motor diesel. Titik nyala

(Flash Point) lebih diperlukan untuk pertimbangan keamanan dalam penyimpanan

dari bahan bakar tersebut. Semakin tinggi angka setananya, maka semakin rendah titik penyalaannya (Flash Point).

Tabel perbandingan Flash Point hasil penelitian ini dengan Flash Point

Standart Biodiesel serta bahan bakar solar dapat diperhatikan pada Lampiran 3.

4.2.4. Pembahasan Hasil Pengujian Kadar Air

Dari hasil pengujian diperoleh rentang kadar air dari 0,0200% – 0,0462%. Kadar air terendah diperoleh untuk perlakuan T3K3 sedangkan kadar air tertinggi


(61)

persentase kandungan kadar air akan mengalami penurunan yang signifikan jika suhu reaksi dinaikkan.

Jika dibandingkan dengan Standart Biodiesel Indonesia (Kadar Air maks. 0,05%), Biodiesel Produksi PPKS Medan (0,05%), serta Kadar Air Solar (maks. 0,05%), hasil penelitian ini masih berada dalam batas standart dan untuk beberapa perlakuan hasil pengujian ini jauh lebih baik. Rendahnya kadar air diharapkan akan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna pada motor diesel.

Tabel perbandingan kadar air hasil pengujian ini dengan kadar air Biodiesel Produksi PPKS Medan, Standart Biodiesel Indonesia, dan Standart Mutu Solar dapat diperlihatkan pada Lampiran 4.

4.2.5. Hasil Produksi Biodiesel

Persentase volume produksi biodiesel minyak kelapa menjadi Biodiesel dari setiap perlakuan pada pengujian ini berada pada rentang 30,5% - 77,5% dari volume sampel. Persentase tertinggi terjadi pada perlakuan T3K3 dan hasil terendah pada

perlakuan T1K2. Untuk suhu reaksi 300C persentase rata-rata produksi sebesar

45,0833%, untuk suhu 500C sebesar 52,6667%, untuk suhu 700C sebesar 58,6667% untuk setiap variasi konsentrasi katalis.

Grafik persentase Produksi Biodiesel untuk setiap perlakuan digambarkan sebagai berikut:


(62)

70, 60.750 (50, 56.500)

(30, 50.000)

0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

P ro d u k s i   (% )

Gambar 4.4. (a) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan

Suhu untuk K1

(70, 37.75) (50, 40.00)

(30, 30.50)

0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

P ro d u k s i   (% )

Gambar 4.4. (b) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan Suhu untuk K2


(63)

(70, 77.75)

(50, 61.50) (30, 54.75)

0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

S uhu R e a ksi T (0C )

P ro d u k s i    (% )

Gambar 4.4. (c) Grafik Persentase Produksi Biodiesel terhadap Perubahan

Suhu untuk K3

Dengan menginterpretasikan ketiga grafik hasil Produksi Biodiesel tersebut dapat disimpulkan bahwa Hasil Produksi akan menurun dengan kenaikan suhu reaksi. Artinya hasil produksi berbanding terbalik dengan suhu reaksi untuk setiap konsentrasi katalis yang tetap.

Penurunan hasil produksi ini terjadi akibat laju reaksi yang semakin cepat seiring dengan kenaikan suhu tanpa diimbangi dengan kecepatan pengadukan. Pengadukan yang kurang sempurna akan mengakibatkan ketidaksempurnaan pembentukan ester, sehingga hasil produksi Biodiesel berkurang. Kesalahan pada

pengadukan juga dapat menyebabkan terjadinya penyabunan (emulsi) dan

pembentukan ester akan gagal. Tabel persentase hasil produksi dapat diperlihatkan pada Lampiran 5.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan biodiesel minyak kelapa yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:

1. Proses transesterifikasi merupakan proses utama pembuatan biodiesel karena disini merupakan kunci terbentuknya etil ester yang disebut sebagai biodiesel. Pada tahapan proses harus ditentukan pereaksi dan katalis yang akan ditentukan. 2. Minyak nabati merupakan campuran trigliserida dengan asam lemak bebas

(ALB), komposisi minyak nabati tergantung pada tanaman penghasil minyak tersebut. Kandungan asam lemak bebas akan mempengaruhi proses produksi biodiesel dan bahan bakar yang dihasilkan.

3. Viskositas mempunyai hubungan yang linier dengan kenaikan temperatur reaksi dan konsentrasi katalis. Nilai terbaik untuk viskositas diperoleh pada temperatur 300C-500C dengan konsentrasi katalis 0,375% – 0,500%. Viskositas yang diperoleh dengan perlakuan ini jauh lebih baik dari solar.

4. Flash point diesel minyak kelapa tidak dipengaruhi oleh perubahan temperatur

reaksi maupun konsentrasi katalis. Flash point biodiesel yang diproses dengan

perlakuan ini memenuhi standart mutu biodesel Indonesia.

5. Densitas biodesel minyak kelapa tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap kenaikan temperatur reaksi maupun perubahan konsentrasi katalis.


(65)

Densitas paling optimal diperoleh pada temperatur reaksi 500C – 700C untuk konsentrasi 0,500% – 0,625%.

6. Kadar air biodiesel mempunyai hubungan yang linier dengan kenaikan suhu dan konsentrasi katalis. Kadar air yang paling minimum diperoleh pada suhu 700C untuk konsentrasi katalis 0,625% yaitu sebesar 0,0200%.

7. Persentase hasil produksi biodiesel minyak kelapa akan naik dengan kenaikan suhu dan katalis reaksi. Hasil produksi yang paling optimum diperoleh pada suhu 700C dan konsentrasi 0,625%.

5.2. Saran

Dalam penelitian ini pengujiaan yang dilakukan hanya beberapa karakteristik fisika saja. Peneliti berharap bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk meneliti karakteristik fisika lainya dan unjuk kerja mesin sebagai sasaran terakhir.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.N. 2006. “Mengenal Biodiesel Crude Palm Oil”. Warta Pertamina Edisi

No. 05/Thn XLI.

Boedoyo, Sidik, M. 2007. “Teknologi Proses Pencampuran Biodiesel dan Minyak Solar di Indonesia”.

Indartono, Y.S. 2007. “Mengenal Biodiesel: Karakteristik, Produksi Hingga Performance Mesin”.

Erliza Hambali, dkk. 2007, “Teknologi Bioenergi”. Agro Media. Jakarta.

FX. Lilik Tri Muliantara dan Koes Sulistiadji. 2007. “Biodiesel, Bahan Bakar Campuran Ramah Lingkungan”.

Hart, H. 1983. “Organic Chemistry”. 6th ed., Houghton Mifflin Co.

Knothe, G., Ounn, R.O., and Bugby, M.O. 1997. “Biodiesel: The Ve of Vegetable Oils and Their Derivatives as Alternative Diesel Fuels, Fuels and Chemicals From Biomass”. ACS Symposium Series.

Leung, dkk. 2006. “Degradation of Under Different Storange Condition”.

Bioresource Technology. 47, 250 – 256.

LIPI-Energi Alternatif Biodiesel: Potensi Indonesia Menghasilkan Biodiesel. kimia-lipi.net

Manurung, Renita. 2006. “Transesterifikasi Minyak Nabati”. Jurnal Teknologi Proses. Departemen Teknik Kimia USU.

Nasution, M.A. 2007. “Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Biodiesel Sawit

terhadap Konsumsi dan Emisi Mobil Diesel Type Common Rail”. PPKS

Medan.

Rao, Venkates Wara, T. 2000. “Experimental Investigation of Methyl Esters of Non-Edible Oil As Biodiesel On C.I Engine”. Annamacharya Institute of Technology


(67)

Sudadiyo, Sri. 2007. “Studi tentang Waktu Tunda Penyalaan Bahan Bakar Diesel CN 40 Dengan Tambahan Di-Tert-Butyl Peroxide (DTBP)”. Universitas Ibnu

Khaldun, Bogor.

Sudrajat, H.R. 2006. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susilo, B. 2008. “Transesterifikasi Biodiesel dengan Ultrasonic”–

http://prasetya.brawijaya.ac.id

Vicente, dkk. 2006. “A Comparative Study of Vegetabel Oils For”.

Widodo. 2007. “Studi Penggunaan Microwave pada Proses Transesterifikasi”.

Universitas Petra.

Yoeswono, Triyono dan Iqmal Tahir. 2008. “Kinetika Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit dengan Metanol Menggunakan Katalis Kalium Hidroksida”. BP.


(68)

Lampiran 1

Tabel Hasil Pengujian Viskositas VISKOSITAS

Perlakuan Viskositas

(cSt)

Biodiesel PPKS Medan

(cSt)

Standart Biodiesel Indonesia

(cSt)

Solar

(cSt)

T1K1 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T1K2 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T1K3 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K1 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K2 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K3 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T3K1 2,4997 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T3K2 2,5281 5,55 2,3 – 6,0 3,6


(69)

Lampiran 2

Tabel Hasil Pengujian Densitas

DENSITAS

Perlakuan Densitas

(gr/cm3)

Biodiesel PPKS Medan

(gr/cm3)

Standart Biodiesel Indonesia

(gr/cm3)

Solar

(gr/cm3)

T1K1 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T1K2 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T1K3 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K1 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K2 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K3 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T3K1 0,88 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T3K2 0,89 0,8624 0,85 – 0,89 0,84


(70)

Lampiran 3

Tabel Hasil Pengujian Flash Point

FLASH POINT

Perlakuan Flash Point

(0C)

Biodiesel PPKS Medan

(0C)

Standart Biodiesel Indonesia

(0C)

Solar

(0C)

T1K1 174 172 min. 100 98

T1K2 174 172 min. 100 98

T1K3 174 172 min. 100 98

T2K1 174 172 min. 100 98

T2K2 174 172 min. 100 98

T2K3 174 172 min. 100 98

T3K1 174 172 min. 100 98

T3K2 174 172 min. 100 98


(71)

Lampiran 4

Tabel Hasil Pengujian Kadar Air

KADAR AIR

Perlakuan Kadar Air

(%)

Biodiesel PPKS Medan

(%)

Standart Biodiesel Indonesia

(%)

Solar

(%)

T1K1 0,0462 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T1K2 0,0457 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T1K3 0,0428 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K1 0,0405 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K2 0,0299 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K3 0,0235 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T3K1 0,0228 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T3K2 0,0205 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05


(72)

Lampiran 5

Tabel Persentase Hasil Produksi Biodiesel Untuk Setiap Pengujian VOLUME

Perlakuan

Berat M. Kelapa

(gram)

Sampel

(ml)

Setelah Dipisahkan

(ml)

Setelah Dicuci

(ml)

Setelah Disaring

(ml)

Setelah Pemurnian

(ml)

% Biodiesel

(volume)

T1K1 178,06 200 105 102 101 100 50

T1K2 178,06 200 67 62 62 61 30,5

T1K3 178,06 200 118 110 110 109,5 54,75

T2K1 178,06 200 115 114,5 113 113 56,5

T2K2 178,06 200 81 81 80 80 40

T2K3 178,06 200 125 124 123,5 123 61,5

T3K1 178,06 200 125 124 121,5 121,5 60,75

T3K2 178,06 200 76 76 75,5 75,5 37,75


(1)

Khaldun, Bogor.

Sudrajat, H.R. 2006.

Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susilo, B. 2008. “

Transesterifikasi Biodiesel dengan Ultrasonic”–

http://prasetya.brawijaya.ac.id

Vicente, dkk. 2006. “

A Comparative Study of Vegetabel Oils For”.

Widodo. 2007. “

Studi Penggunaan Microwave pada Proses Transesterifikasi”.

Universitas Petra.

Yoeswono, Triyono dan Iqmal Tahir. 2008. “

Kinetika Transesterifikasi Minyak

Kelapa Sawit dengan Metanol Menggunakan Katalis Kalium Hidroksida”. BP.


(2)

VISKOSITAS Perlakuan Viskositas

(cSt)

Biodiesel PPKS Medan

(cSt)

Standart Biodiesel Indonesia

(cSt)

Solar (cSt)

T1K1 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T1K2 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T1K3 2,4360 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K1 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K2 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T2K3 2,4855 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T3K1 2,4997 5,55 2,3 – 6,0 3,6

T3K2 2,5281 5,55 2,3 – 6,0 3,6


(3)

Tabel Hasil Pengujian Densitas

DENSITAS Perlakuan Densitas

(gr/cm3)

Biodiesel PPKS Medan (gr/cm3)

Standart Biodiesel Indonesia

(gr/cm3)

Solar (gr/cm3)

T1K1 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T1K2 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T1K3 0,87 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K1 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K2 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T2K3 0,875 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T3K1 0,88 0,8624 0,85 – 0,89 0,84

T3K2 0,89 0,8624 0,85 – 0,89 0,84


(4)

Tabel Hasil Pengujian Flash Point

FLASH POINT Perlakuan Flash Point

(0C)

Biodiesel PPKS Medan

(0C)

Standart Biodiesel Indonesia

(0C)

Solar (0C)

T1K1 174 172 min. 100 98

T1K2 174 172 min. 100 98

T1K3 174 172 min. 100 98

T2K1 174 172 min. 100 98

T2K2 174 172 min. 100 98

T2K3 174 172 min. 100 98

T3K1 174 172 min. 100 98

T3K2 174 172 min. 100 98


(5)

Tabel Hasil Pengujian Kadar Air

KADAR AIR Perlakuan Kadar Air

(%)

Biodiesel PPKS Medan

(%)

Standart Biodiesel Indonesia

(%)

Solar (%)

T1K1 0,0462 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T1K2 0,0457 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T1K3 0,0428 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K1 0,0405 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K2 0,0299 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T2K3 0,0235 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T3K1 0,0228 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

T3K2 0,0205 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05


(6)

Tabel Persentase Hasil Produksi Biodiesel Untuk Setiap Pengujian VOLUME Perlakuan Berat M. Kelapa (gram) Sampel (ml) Setelah Dipisahkan (ml) Setelah Dicuci (ml) Setelah Disaring (ml) Setelah Pemurnian (ml) % Biodiesel (volume)

T1K1 178,06 200 105 102 101 100 50

T1K2 178,06 200 67 62 62 61 30,5

T1K3 178,06 200 118 110 110 109,5 54,75

T2K1 178,06 200 115 114,5 113 113 56,5

T2K2 178,06 200 81 81 80 80 40

T2K3 178,06 200 125 124 123,5 123 61,5

T3K1 178,06 200 125 124 121,5 121,5 60,75

T3K2 178,06 200 76 76 75,5 75,5 37,75