14
terdapat peserta participants dan mereka yang memperoleh manfaat beneficiaries, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peserta langsung
adalah para panitia pengelola dan para pekerja yang terlibat dalam pembuatan barang dan jasa yang akan ditawarkan kepada pengunjung. Peserta tidak langsung
adalah anggota masyarakat luas yang memilih anggota panitia pengelola proyek wisata dan yang secara tidak langsung memanfaatkan sumber daya alam yang
digunakan dalam usaha wisata Sproule dan Suhandi 1993. Pentingnya pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan
sebelum proyek diputuskan makin disadari Nardini 2000. Penggunaan lahan harus direncanakan untuk dan dengan melibatkan masyarakat, lebih khusus lagi
pemilik-pemilik lahan Kelly dan Becker 2000. Berbagai istilah dengan arti yang tidak jauh berbeda seperti bottom up planning, community planning, community-
based planning, public involvement, a negotiation approach, participatory planning approach, dikenal dan diaplikasikan dalam tahapan perencanaan atas
dasar keyakinan bahwa keberhasilan suatu proyek dipengaruhi kuat oleh pelibatan dan penerimaan masyarakat.
2.4 Evaluasi kesesuaian lahan
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam
bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial
lain, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah berkembang Hardjowigeno, Yogaswara dan Widiatmaka, 2001.
Metode evaluasi lahan seringkali menggunakan Sistim Informasi Geografis SIG. Pengintegrasian antara SIG dan model ekologis dapat didekati melalui tiga
pendekatan. Tiga pendekatan integrasi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Penggunaan SIG untuk meringkaskan informasi mengenai kondisi umum atau rataan misalnya informasi kawasan menjadi informasi satuan per m
2
.
15
2. Penggunaan SIG untuk menyediakan data dengan resolusi spasial tinggi dalam
elemen grid melalui teknik overlay. Setiap patch ditentukan secara khusus. Interaksi antar elemen dalam grid tidak dipertimbangkan.
3. Sama dengan pendekatan kedua yaitu untuk menyediakan data dengan resolusi
spasial tinggi dalam elemen-elemen grid melalui teknik penumpukan data, hanya saja interaksi antar elemen-elemen grid turut dipertimbangkan.
Model-model prediksi erosi yang berintegrasi dengan SIG dan penginderaan jauh menawarkan kesempatan-kesempatan yang jauh lebih baik dalam
pengumpulan dan pengolahan data serta penggunaan informasi-informasi, untuk pembangunan data bagi pengambilan keputusan penggunaan lahan secara lebih
akurat dibanding bila dilakukan secara manual Dale dan Pearson 1999. Selain menggunakan SIG, pengukuran kesesuaian lahan terutama terhadap
keindahannya dapat menggunakan metode Scenic Beauty Estimation. Keindahan pemandangan suatu lanskap merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat
penting walaupun secara obyektif sulit untuk diukur. Pendekatan yang mendukungnya adalah bahwa keindahan pemandangan suatu lanskap tidak hanya
ditentukan oleh karakteristik lingkungan dan kekayaan lanskapnya saja, tetapi sebagian besar ditentukan pula oleh manusia. Pendugaan keindahan dapat
menggunakan metode pengukuran keindahan pemandangan scenic beauty, yang ditentukan oleh penilaian responden sebagai persepsi manusia terhadap suatu
lanskap. Scenic Beauty Estimation SBE adalah merupakan metode yang
menyediakan ukuran secara kuantitatif dari suatu hal yang disukai keindahannya terhadap alternatif sistim manajemen lanskap alam. Metode ini menunjukkan arti
keefektifan dan keobjektifan dari keputusan keindahan pemandangan suatu lanskap secara umum dan juga menduga konsekuensi dari alternatif tata guna
lahan. Keindahan pemandangan diartikan sebagai keindahan alami, estetik lanskap atau sumber pemandangan untuk memecah kemonotonan. Metode SBE
terdiri dari tiga langkah utama yaitu penentuan titik pemotretan, presentasi foto dan analisis data hasil survey Daniel, 1976.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di DAS Cianjur, Sub-sub-DAS Citarum Tengah, Kabupaten Cianjur - Propinsi Jawa Barat. Pelaksanaan Penelitian dilakukan
selama 11 bulan, mulai bulan September 2007 - Agustus 2008. Luas kawasan yang termasuk dalam DAS Cianjur adalah 7.467 ha. Letak geografisnya pada
106°25’00” BT – 107°14’30” BT dan 06°45’35” LS – 06°50’40” LS, sedangkan secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Cianjur.
DAS Cianjur mencakup 27 desa yang terletak di 6 wilayah kecamatan yaitu Pacet, Cugenang, Cianjur, Karang- tengah, Cilaku dan Sukaluyu Gambar 1 .
Terdapat beberapa anak sungai yang bermuara pada sungai utama Sungai Cianjur antara lain Cigadog, Cianjur Leutik, Cibeureum, dan Cikukulu. Bagian
barat DAS Cianjur berbatasan dengan puncak dan punggungan Gunung Gede Pangrango, bagian utara berbatasan dengan perbukitan Gunung Geulis, dan
bagian selatan dengan Gunung Puntang. Titik akhir Sub-DAS ditentukan pada titik 9244998 m U 745.731 m T, yaitu sebelum Sungai Cianjur menyatu dengan
Sungai Cilaku di sebelah timur.
Gambar 1 Lokasi Penelitian di DAS Cianjur