53
E. Pemberian Kuasa
Pemberian kuasa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya
disebut KUHPerdata
berasal dari
kata “lastgeving”.
Subekti menerjemahkan rumusan lastgeving sebagai suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
108
Dari rumusan tersebut jelas bahwa yang dinamakan dengan lastgeving atau pemberian kuasa adalah suatu perjanjian. Dengan demikian, suatu pemberian kuasa
hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk bertindak dalam hukum. Para pihak dalam pemberian kuasa terdiri dari:
1. Pemberi Kuasa lastgever 2. Penerima Kuasa lasthebber
Dalam pasal 1793 KUHPerdata dinyatakan bahwa kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan
dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang
diberi kuasa. Pasal ini memberikan arti bahwa: 1. Lastgeving atau pemberian kuasa adalah suatu perjanjian konsensuil, yang
tidak terikat dengan suatu bentuk formil tertentu. 2. Sebagaimana suatu perjanjian pada umumnya, kuasa juga memerlukan
penawaran dan penerimaan. Suatu pemberian kuasa baru berlaku dan mengikat manakala telah ada penerimaan oleh penerima kuasa atas suatu
kuasa yang ditawarkan oleh pemberi kuasa.
3. Penerimaan kuasa dapat terjadi dengan suatu bukti penerimaan yang secara tegas menyatakan kehendaknya untuk menerima kuasa tersebut dan
melaksanakan kuasa yang diberikan; maupun secara langsung melaksanakan kuasa yang ditawarkan tersebut. Konteks yang terakhir ini oleh KUHPerdata
dinyatakan sebagai penerimaan kuasa secara diam-diam.
109
108
Pasal 1792 KUHPerdata
109
Gunawan Widjaja I, Op.Cit., hal. 174-175.
Universitas Sumatera Utara
54
Menurut undang-undang terdapat 2 dua jenis pemberian kuasa, yaitu:
110
1. Kuasa umum, yaitu kuasa untuk melakukan pengurusan. Seorang penerima kuasa dengan kuasa umum tidak diperkenankan untuk:
a. Meminjam uang; b. Mengasingkan atau membebani benda-benda tak bergerak, termasuk
menjual atau memindahtangankan surat-surat utang Negara, piutang- piutang, dan andil-andil;
c. Menyewa atau mengambil dalam hak usaha untuk diri sendiri; d. Menerima warisan, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta
peninggalan tersebut; e. Menolak warisan;
f. Menerima hibah;
g. Memajukan suatu gugatan dimuka hakim; h. Memajukan pembelaan atas suatu gugatan;
i. Meminta pembagian dan pemisahan harta peninggalan;
j. Mengadakan perdamaian di luar hakim;
k. Menyerahkan suatu perkara kepada suatu lembaga penyelesaian sengketa alternatif.
2. Kuasa khusus,
yaitu kuasa untuk
menyelenggarakan hal-hal khusus sebagaimana dikecualikan dari tindakan pengurusan.
Undang-undang mengatur bahwa penerima kuasa tidak boleh melakukan tindakan yang melampaui kuasa yang diberikan kepadanya.
111
Kewajiban Penerima Kuasa menurut pasal 1800 KUHHPerdata, antara lain: 1. Melaksanakan perbuatan hukum yang dikuasakan kepadanya.
2. Menyelesaikan semua urusan atau perbuatan hukum yang dilimpahkan kepadanya sebelum jangka waktu perjanjian kuasa berakhir.
3. Kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang tindakan apa saja yang dilakukannya, serta memberi perhitungan kepada pemberi kuasa
tentang segala apa yang diterimanya.
112
110
Ibid.
111
Pasal 1797 KUHPerdata
Universitas Sumatera Utara
55
4. Bertanggung jawab atas tindakan yang dibuat orang yang ditunjuknya, padahal kepadanya tidak diberi hak substitusi, atau kepadanya diberi hak
substitusi tanpa menyebut namanya, dan ternyata orang yang ditunjuknya tidak cakap dan tidak mampu.
113
5. Penerima kuasa wajib menanggung segala kerugian dan bunga yang timbul atas keingkaran dan kelalaiannya melaksanakan apa yang dikuasakan
kepadanya. Adapun kewajiban pemberi kuasa, yang terpenting diantaranya:
1. Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa dengan pihak ketiga, sepanjang perikatan itu masih dalam
batas-batas kekuasaan yang diberikan kepada penerima kuasa.
114
2. Pemberi kuasa wajib membayar ganti rugi kepada kuasa tentang kerugian yang diderita sewaktu menjalankan kuasa, dengan syarat asal kuasa tidak
bertindak kurang hati-hati carelessly.
115
F. Akibat Hukum Pemberian Kuasa Pada Umumnya