Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini
pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa
Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra.
Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua- duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan
Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan
Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada
mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti
Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang
bercorak Budha Sailendra umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu Sanjaya umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal 732 M Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru Candi Gunung Wukir, artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan
baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai- berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih
kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta
membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki
musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru.
Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta. Perpindahan pusat
pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi
ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana.
Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta
Selendra. Pada masa pemerintahan raja Indra 782-812, puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan
Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati
Tara sebagai Bodhisattva wanita. Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla Kamboja Selatan,
kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga 812-833.
Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia.
Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di
Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.
3. KEHIDUPAN RAKYAT MATARAM KUNO
Rakyat Mataram menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil
pertaniannya. Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan pertama-tama hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu.
Juga hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga, pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur sirih.
Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta telurnya juga di perjual belikan.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa.Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri
aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut.
Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak.
Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
4. RUNTUHNYA KERAJAAN MATARAM KUNO
Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-
candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak.Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M.
Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak
terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber
penghasil komoditi perdagangan. Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram,
lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan.
Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah.
Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan 948 M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti
Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi
penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.
5. PENINGGALAN-PENINGGALAN KERAJAAN MATARAM KUNO
a. Candi Arjuna Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi
dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu
candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi.
b. Candi Semar Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi
empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk
tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa
rahang bawah.
3. Candi Puntadewa Ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh
candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan
batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap
juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil
dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
4. Candi Sembrada Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di
pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik
penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon.
5. Candi Srikandi Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah
dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil. Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan
Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.