manusia. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa manajemen SDM memiliki arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola
sumberdaya manusia.
2.3 Proses Manajemen Sumberdaya Manusia
Menurut Stooner dan Freeman 1994, tujuh kegiatan dasar manajemen sumberdaya manusia adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Proses Manajemen Sumberdaya Manusia Stooner dan Freeman, 1994 1
Perencanaan sumberdaya manusia, dilakukan untuk menjamin bahwa kebutuhan organisasi akan pegawai akan dapat dipenuhi secara tetap dan
tepat. 2
Rekruitmen, penarikan calon pegawai. 3
Seleksi, menyangkut pengevaluasian dan pemilihan di antara para calon pegawai.
4 Sosialisasi, dirancang untuk membantu orang-orang terpilih agar dapat
menyesuaikan diri dengan baik dalam organisasi. 5
Pelatihan dan Pengembangan, untuk meningkatkan kemampuan para individu dan kelompok agar dapat memberikan sumbangan kepada efektifitas
pegawai. 6
Penilaian prestasi kerja, membandingkan prestasi kerja seorang individu dengan standar atau sasaran yang dikembangkan untuk posisi individu
tersebut. Perencanaan Sumberdaya
Manusia Rekrutmen
Seleksi
Sosialisasi Pelatihan dan
Pengembangan
Penilaian Prestasi Promosi, Demosi,
Pemindahan, PHK
7 Promosi, pemindahan, demosi, dan pemutusan hubungan kerja, mengalihkan
seseorang ke posisi yang lebih tinggi karena berprestasi, atau ke posisi yang kurang penting, dan bahkan memberhentikannya karena kurang berprestasi.
2.4 Pelatihan dan Pengembangan
Pengertian dari pelatihan dan pengembangan sering disamakan, padahal berbeda. Rivai 2006 secara singkat mengartikan pelatihan sebagai suatu kegiatan
untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. Ada beberapa hal yang penting diketahui untuk memahami konsep pelatihan lebih lanjut, yaitu:
Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan
kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian
dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya. Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk memberikan
kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh pekerjaan atau bidang tugas yang sesuai dengan kemampuan, sikap dan pengetahuannya.
Pengembangan diartikan sebagai proses bagaimana pegawai mendapatkan pengalaman, keahlian, dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses di masa
mendatang dalam organisasi. Hasibuan 1993 menyatakan pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoretis, konseptual dan
moral karyawan sesuai dengan kebutuhan karyawan dengan kebutuhan pekerjaan jabatan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan meningkatkan keahlian
teoretis, konseptual dan moral karyawan sedangkan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.
2.4.1 Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Siagian 2008 menyebutkan bahwa, bagi organisasi terdapat paling sedikit tujuh manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan
pengembangan, yaitu: 1.
Peningkatan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena tidak terjadinya pemborosan, karena kecermatan melaksanakan tugas,
tumbuh suburnya kerja sama antara berbagai satuan kerja yang melaksanakan
kegiatan yang berbeda dan bahkan spesialistik, meningkatnya tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan serta lancarnya koordinasi sehingga organisasi
bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh, 2.
Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan pada sikap
dewasa baik secara teknikal maupun intelektual, saling menghargai, dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berpikir dan bertindak secara
inovatif, 3.
Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena melibatkan pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh para manajer, 4.
Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi,
5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial
yang partisipatif, 6.
Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang pada gilirannya memperlancar
proses perumusan
kebijaksanaan organisasi
dan operasionalisasinya,
7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh
suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan para anggota organisasi.
Siagian 2008 selanjutnya menjelaskan bahwa, terdapat sedikitnya sepuluh manfaat bagi para karyawan, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu para pegawai membuat keputusan dengan lebih baik,
2. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan pelbagai masalah
yang dihadapinya, 3.
Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional, 4.
Timbulnya dorongan dalam diri para pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya,
5. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik
yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri,
6. Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan
oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual,
7. Meningkatnya kepuasan kerja,
8. Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang,
9. Makin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri,
10. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Proctor dan Thorton dalam Manulang 1981 menyatakan bahwa ada beberapa manfaat nyata dari pelatihan yaitu sebagai berikut: 1 Menaikkan rasa
puas pegawai, 2 Mengurangi pemborosan, 3 Mengurangi ketidakhadiran dan turn over pegawai, 4 Memperbaiki metode dan sistem bekerja, 5
Meningkatkan tingkat penghasilan, 6 Mengurangi biaya-biaya lembur, 7 Mengurangi biaya-biaya pemeliharaan mesin, 8 Mengurangi kecelakaan-
kecelakaan, 9 Memperbaiki komunikasi, 10 Meningkatkan pengetahuan serbaguna pegawai, 11 Memperbaiki moral pegawai, 12 Menimbulkan
kerjasama yang lebih baik. Menurut Simamora 1995 tujuan pelatihan ialah sebagai berikut: 1
Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi, 2 Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru untuk menjadi kompeten dalam
pekerjaan, 3 Membantu memecahkan permasalahan operasional, 4 Mempersiapkan karyawan untuk promosi, 5 Mengorientasikan karyawan
terhadap organisasi. Manfaat pelatihan menurut Simamora 1995 adalah: 1 Meningkatkan
kualitas dan kuantitas produktifitas, 2 Mengurangi waktu belajar yang diperlukan untuk mencapai standar kerja yang dapat diterima, 3 Menciptakan
sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan, 4 Memenuhi persyaratan perencanaan sumberdaya manusia, 5 Mengurangi jumlah dan biaya
kecelakaan kerja, 6 Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi.
Rivai 2006, menyebutkan ada dua belas manfaat pelatihan bagi karyawan, yaitu:
1. Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah
yang lebih efektif; 2.
Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan dapat diinternalisasi
dan dilaksanakan; 3.
Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri;
4. Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi, dan konflik;
5. Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan,
ketrampilan komunikasi, dan sikap; 6.
Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan; 7.
Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi;
8. Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih;
9. Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan;
10. Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan;
11. Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara, dan menulis
dengan latihan; 12.
Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.
2.4.2 Langkah-Langkah Pelatihan dan Pengembangan
Rivai 2006 menjelaskan, agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan, langkah-langkah
yang harus dilakukan adalah seperti yang dijelaskan oleh Gambar 2.
Gambar 2. Langkah-langkah Pelatihan dan Pengembangan Rivai, 2006 Selain hal di atas, Mathis dan Jackson dalam Rivai 2006 memberikan
langkah lain yang bisa diambil dalam melaksanakan pelatihan dan pengembangan, seperti yang dijelaskan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pelatihan Mathis dan Jackson dalam Rivai, 2006
2.4.3 Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Simamora 1995, menyebutkan bahwa penentuan kebutuhan pelatihan dapat dilakukan dengan penilaianpengamatan kinerja oleh atasan serta menanyakan
langsung kepada karyawan yang bersangkutan, dimana mereka merasamengalami
Penilaian Kebutuhan
Tujuan Pelatihan Pengembangan
Kriteria Evaluasi
Evaluasi dan Umpan Balik
Materi Program
Prinsip Pembelajaran
Program Aktual
- Keahlian - Pengetahuan
- Keterampilan Pekerja
Assesmen
- Analisa kebutuhan pelatihan
- Identifikasi kebutuhan dan
kriteria pelatihan
Evaluasi
- Mengukur hasil pelatihan
- Membandingkan hasil dengan
tujuankriteria pelatihan
Penyampaian
- Membuat skedul pelatihan
- Melaksanakan pelatihan
- Mengawasi jalannya pelatihan
Disain
- Melaksanakan pre-test kepada peserta
pelatihan -
Menetapkan metode pelatihan -
Merencanakan konten pelatihan
kekurangan. Secara umum analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan mencakup tiga tahap Notoatmodjo, 1998, yaitu 1 analisis organisasi, 2 analisis
pekerjaan, 3 analisis pribadi. Masing-masing tahap dijelaskan sebagai berikut. 1.
Analisis organisasi. Analisis organisasi pada hakekatnya menyangkut pernyataan, dimana atau
bagaimana terdapat pegawai yang memerlukan pelatihan. Setelah itu dipertimbangkan biaya, alat, dan perlengkapan yang dipergunakan. Hal ini
akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program pelatihan. Sebagai hasil dari analisis iklim organisasi, dapat diketahui kebutuhan pelatihan.
Aspek lain dari analisis organisasi adalah menentukan jumlah pegawai yang perlu dilatih untuk tiap klasifikasi pekerjaan. Cara untuk memperoleh
informasi ini ialah melalui, angket, wawancara, atau pengamatan. 2.
Analisis pekerjaan Analisis pekerjaan antara lain menjawab pertanyaan, apa yang harus diajarkan
atau diberikan dalam pendidikan dan pelatihan, agar para pegawai mampu melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien. Tujuan utama analisis
pekerjaan ialah untuk memperoleh informasi mengenai: a.
Tugas yang harus dilakukan pegawai, b.
Tugas yang telah dilakukan pada saat ini, c.
Tugas yang seharusnya dilakukan, tetapi belum atau tidak dilakukan pegawai,
d. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik. Untuk mendapatkan tiap butir informasi, dapat dilakukan tes pegawai,
wawancara, rekomendasi, evaluasi rekan sekerja, dan sebagainya. 3.
Analisis pribadi Analisis pribadi dilakukan untuk menjawab pernyataan: siapa membutuhkan
pendidikan dan pelatihan serta apa macamnya. Untuk ini diperlukan waktu, guna mengadakan diagnosa yang lengkap tentang masing-masing kemampuan
pegawai.
2.4.4 Teknik Penentuan Kebutuhan Pelatihan menggunakan Training Need
Assesment-Tools TNA-T
Cann dan Tashima dalam Moeljadi 1992 menyatakan salah satu cara untuk menganalisis kebutuhan pelatihan adalah dengan menggunakan metode TNA-T
Training Need Assesment Tool. Analisis kebutuhan ini memerlukan beberapa langkah, yaitu mulai dari pengukuran peringkat kemampuan sasaran yang telah
ditentukan, mengolah data, hingga menafsirkan dan menentukan Peringkat Kebutuhan Pelatihan dengan menggunakan instrumen penelaahan kebutuhan
pelatihan, yaitu : 1.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kerja dari sasaran yang akan ditelaah kebutuhan pelatihannya,
2. Instrumen yang digunakan untuk menafsirkan data kemampuan kerja yang
telah dikumpulkan dan telah diolah. Langkah- langkah penentuan kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut :
1. Menyusun jenis kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan uraian tugas
2. Membuat instrumen untuk mengukur Kemampuan Kerja Jabatan KKJ dan
Kemampuan Kerja Pribadi KKP. Pengukuran peringkat dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan nilai skala dari satu sampai sembilan. Skala
ini dibagi menjadi tiga peringkat, yaitu : rendah, sedang, tinggi, 3.
Melaksanakan pengukuran peringkat kemampuan kerja, 4.
Mengolah data hasil pengukuran dan menafsirkan data hasil pengolahan, 5.
Menetapkan peringkat kebutuhan pelatihan dengan memplotkan rata-rata KKJ dan KKP untuk masing-masing jenis kemampuan ke dalam Diagram
Peringkat Kebutuhan Pelatihan DPKP. Teknik penentuan kebutuhan pelatihan menggunakan metode TNA-T ini
memiliki keunggulan, utamanya untuk memperkecil penilaian yang bersifat subjektif dari pihak yang memberi penilaian maupun pihak yang dinilai,
sedangkan kelemahan teknik ini adalah apabila pihak yang memberi penilaian atau yang dinilai tidak memberikan informasi yang jujur sebenarnya, sehingga
hasil penilaian bersifat bias Uswandi, 2001.
2.4.5 Metode Pelatihan
Dalam melaksanakan pelatihan dibutuhkan adanya metode yang sesuai agar pelatihan yang dimaksud menjadi efektif dan efisien bagi karyawan dan
perusahaan. Notoatmodjo 1998 menyatakan, metode atau teknik yang digunakan dalam diklat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
1. Metode di dalam pekerjaan on the job site
Metode ini melibatkan para trainee ke dalam situasi pekerjaan nyata, dimana karyawan atau penyelia yang berpengalaman memperlihatkan atau membimbing
para pegawai baru yang diharapkan memberikan contoh-contoh pekerjaan yang baik dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkrit.
Meliputi latihan orientasi, magang, pelatihan pada pekerjaan, penugasan penelitian dan penilaian kinerja. Adapun keuntungan dari metode ini adalah
sebagai berikut. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas-tugas yang
disimulasikan Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior atau
penyelia yang berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, membutuhkan biaya yang
relatif rendah dan membantu motivasi kinerja yang kuat 2.
Metode di luar pekerjaan off the job site Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam teknik yaitu teknik presentasi
dan teknik simulasi. Teknik presentasi adalah menyajikan informasi yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada
para peserta. Teknik-teknik ini yang termasuk dalam teknik presentasi antara lain adalah ceramah, teknik diskusi, teknik permodelan perilaku dan teknik magang.
Teknik simulasi adalah suatu peniruan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga para peserta dapat merealisasikan seperti
keadaan sebenarnya. Metode-metode simulasi ini mencakup simulator alat-alat, studi kasus, permainan peran, dan teknik di dalam keranjang in basket.
2.4.6 Penentuan Sasaran Pelatihan
Berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dapat diketahui sasaran yang ingin dicapai dalam pelatihan. Sasaran yang ingin dicapai dalam pelatihan dan
pengembangan dapat bersifat teknikal dan perilaku. Katz dalam Uswandi 2001 menyatakan, sasaran yang ingin dicapai dalam pelatihan biasanya mencakup tiga
jenis keterampilan yang dimiliki karyawan, yaitu: a.
Keterampilan teknis: meliputi kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik suatu bidang khusus,
b. Keterampilan manusiawi: meliputi kemampuan memotivasi dan memahami
orang lain, c.
Kemampuan konseptual: mencakup kemampuan untuk memadukan semua kepentingan dalam organisasi.
Sasaran pelatihan perlu diketahui, karena bermanfaat sebagai tolok ukur untuk menentukan berhasil tidaknya program pelatihan dan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan metode pelatihan yang digunakan Siagian dalam Uswandi, 2001.
2.4.7 Pelaksanaan Pelatihan dan Pemantauan Pelatihan
Penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan sangat bersifat situasional. Dengan penekanan pada perhitungan kepentingan organisasi dapat
berbeda dalam aksentuasinya dan implementasinya yang pada gilirannya tercermin pada penggunaan teknik-teknik tertentu dalam proses belajar-mengajar
Siregar, 1999. Pelaksanaan sebuah program pelatihan dan pengembangan dapat disebut
berhasil apabila dalam diri para peserta terjadi suatu proses transformasi. Proses transformasi ini dapat dinyatakan berlangsung dengan baik apabila paling sedikit
terdapat dua hal, yaitu: 1.
Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas, 2.
Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos kerja. Pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan pada prinsipnya adalah
bertujuan untuk merubah perilaku seseorang dalam menjalankan tugas. Menurut Silalahi dalam Siregar 1999, ada tiga macam perubahan perilaku yang ingin
didapatkan dari penyelenggara pelatihan, yaitu perubahan psikomotorik keterampilan, kognitif pengetahuan, dan afektif sikap mental. Dalam
pengembangan sumberdaya manusia, pendekatan yang dilakukan harus
seutuhnya, karena sumberdaya manusia bukan sekedar alat produksi melainkan merupakan aset perusahaan yang dapat membuahkan hasil.
Agar pelaksanaan pelatihan dapat berjalan dengan baik, perlu adanya suatu model yang dapat dijadikan sebagai pedoman penerapan program pelatihan. Suatu
model pelatihan yang memperlihatkan tiga tahap yang harus diterapkan dalam pelaksanaan pelatihan ditunjukkan pada Gambar 4 Simamora, 1995. Tiga tahap
tersebut terdiri atas: 1 Tahap penilaian kebutuhan pelatihan, 2 Tahap pelatihan dan pengembangan, 3 Tahap evaluasi.
Ketiga tahap ini saling terkait satu sama lain, tetapi tahap penilaian merupakan tahap yang paling penting dalam proses pelatihan, karena dari tahap inilah seluruh
proses mengalir. Jika organisasi tidak secara akurat menentukan kebutuhannya, maka proses pelatihan akan diarahkan secara tidak tepat. Tahap penilaian juga
berfungsi sebagai fondasi bagi keseluruhan upaya-upaya pelatihan. Bagi tahap pelatihan dan tahap evaluasi, keduanya sangat tergantung pada masukan-masukan
dari tahap penilaian.
Gambar 4. Model Sistem Pelatihan Tenaga Kerja Simamora, 1995
Tahap Penilaian
Tahap Penilaian Kebutuhan-kebutuhan
dan Sumberdaya Untuk Pelatihan
Mengidentifika si Sasaran-
sasaran Pelatihan
Mengembangka n Kriteria
Pre-Test terhadap
trainee Memilih Teknik
pelatihan dan prinsip proses belajar
Melaksanakan pelatihan
Memonitor pelatihan
Tahap penilaian kebutuhan- kebutuhan dan sumberdaya
untuk pelatihan Tahap Pelatihan dan
Pengembangan
Tahap Evaluasi
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran
3.1.1 Misi dan Tujuan Organisasi
Misi organisasi biasanya merupakan pernyataan dari manajemen puncak perusahaan, atau gambaran dari keseluruhan maksud organisasi. Menurut Stoner
dan Freeman 1992, pernyataan misi adalah suatu tujuan luas yang didasarkan pada alasan perencanaan, asumsi dasar tentang manfaat organisasi, nilai-nilainya,
kompetensi khususnya, serta tempatnya di dunia. Pernyataan misi merupakan bagian yang relatif permanen dari suatu identitas organisasi dan dapat berbuat
banyak untuk menyatukan dan memotivasi anggotanya Stoner dan Freeman, 1992.
Menurut Simamora 1995 tujuan adalah pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan standar produksi, pasar, dan finansial apa yang ingin dicapai
oleh suatu perusahaan. Ada empat alasan yang membuat suatu tujuan bersifat penting dalam organisasi Stoner dan Freeman, 1992, yaitu:
1. Tujuan memberikan suatu kepekaan akan arah sense of direction.
Tanpa suatu tujuan, individu atau organisasi cenderung selalu kacau beraksi terhadap perubahan-perubahan lingkungan tanpa mengetahui secara jelas apa
yang sesungguhnya ingin dicapai. Dengan menetapkan tujuan, individu dan organisasi mendorong motivasi mereka dan memperoleh suatu sumber
inspirasi yang membantu mereka mengatasi hambatan-hambatan tak terelakkan yang mereka hadapi.
2. Tujuan memfokuskan usaha-usaha.
Setiap orang dan setiap organisasi memiliki sumberdaya terbatas, yang dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan. Dengan memilih satu dari
seperangkat tujuan terkait, perusahaan membuat suatu komitmen tentang caranya menggunakan sumberdaya yang langka dan mulai menetapkan
prioritas. 3.
Tujuan memandu rencana-rencana dan keputusan perusahaan. Tujuan memungkinkan perusahaan untuk menentukan baik rencana jangka
pendek maupun jangka panjang dan membantu perusahaan dalam mengambil banyak keputusan penting.
4. Tujuan membantu nilai kemajuan
Suatu tujuan yang dapat diukur dan ditetapkan secara jelas dengan suatu batas waktu tertentu menjadi suatu kinerja yang memungkinkan individu dan
manajer menilai kemajuan mereka.
3.1.2 Strategi Organisasi Perusahaan
Strategi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Ia merupakan sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya
biasanya termasuk formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan. Hal ini mengindikasikan adanya upaya memperkuat daya saing pekerjaan bisnis dalam
mengelola organisasi dan mencegah pengaruh luar yang negatif pada kegiatan organisasi Mangkuprawira, 2002.
Stoner dan Freeman 1992 menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan strategi yang terdiri dari: strategi tingkat perusahaan, strategi unit usaha, strategi
tingkat fungsional. Strategi tingkat perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak untuk mengatur kepentingan dan kegiatan organisasi yang mencakup lebih
banyak daripada satu bidang usaha. Strategi unit usaha menyangkut pengelolaan kepentingan dan operasi unit usaha tertentu. Strategi ini berupaya menentukan
pendekatan apa yang sebaiknya diambil unit usaha untuk pasarnya dan bagaimana sebaiknya unit usaha menjalankan usaha sendiri, berdasarkan sumberdaya dan
kondisi pasarnya. Strategi tingkat fungsional menciptakan kerangka untuk manajemen fungsi seperti: keuangan, riset dan pengembangan, serta pemasaran,
sehinga sesuai dengan strategi tingkat unit usaha. Dijelaskan pula oleh Stoner dan Freeman 1992 bahwa strategi fungsional
harus dikoordinasikan satu sama lain untuk mengurangi konflik yang tak terelakkan dan untuk meningkatkan kemungkinan bahwa tujuan organisasi akan
dicapai. Tiap-tiap bidang fungsional memiliki tanggung jawab berbeda dan, oleh karena itu, memiliki prioritas yang berbeda. Strategi untuk beberapa contoh unit
fungsional khusus dapat dijelaskan sebagai berikut. 1.
Strategi Pemasaran Strategi pemasaran mencocokkan produk dan jasa dengan kebutuhan
pelanggan, memutuskan di mana dan kapan menjual dan mempromosikan produk serta menetapkan harga. Pendekatan ini tergantung pada apakah
perusahaan menghadapi para pelanggan yang ada atau berusaha menarik para pelanggan baru, dan pada apakah produk itu baru atau sudah mapan.
2. Strategi Keuangan
Strategi keuangan berkaitan dengan perolehan akuisisi dan alokasi modal serta manajemen modal kerja dan deviden. Tidak seperti strategi fungsional
lainnya, strategi keuangan harus memiliki unsur-unsur jangka pendek dan jangka panjang.
3. Strategi Sumberdaya ManusiaPersonalia
Manajemen sumberdaya manusia mencakup perekrutan, pelatihan dan penyuluhan karyawan, penentuan kompensasi, dan pemeliharaan hubungan
dengan serikat pekerja dan pemerintah. Sasarannya adalah untuk menarik, memotivasi, dan mempertahankan karyawan yang dibutuhkan oleh
organisasi. 4.
Strategi ProduksiOperasi Bidang fungsi ini berkaitan dengan transformasi masukan-masukan bahan,
tenaga kerja, dan modal menjadi produk atau jasa. Keputusan-keputusan mencakup ukuran dan lokasi pabrik, pemilihan peralatan, ukuran dan
pengendalian persediaan, upah dan penyeliaan serta desain dan rekayasa produk.
5. Strategi Riset dan Pengembangan
Organisasi-organisasi terlibat dalam riset dab pengembangan atau penelitian dan pengembangan litbang untuk menjamin agar produk, jasa, dan metode
produksi tidak ketinggalan jaman. Perusahaan dapat memilih melakukan riset dasar untuk meningkatkan suatu aplikasi komersial atau riset pengembangan
untuk mengembangkan
suatu produk
atau proses
baru untuk
meningkatkannya.
3.1.3 Strategi Sumberdaya ManusiaPersonalia Perusahaan
Bila postur strategis sebuah organisasi telah diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menentukan strategi sumberdaya manusia yang akan memungkinkan
organisasi untuk mencapai misi, tujuan, dan sasarannya Simamora, 1995. Strategi-strategi sumberdaya manusia tersebut adalah sebagai berikut.
1. Strategi Rekrutmen dan Seleksi
Contohnya meliputi: 1 sumber interval versus eksternal, 2 rintangan berturut-turut vesus prosedur seleksi kompensatori, 3 seleksi formal versus
informal. 2.
Strategi Perencanaan Sumberdaya Manusia Contohnya meliputi: 1 perencanaan formal dan informal, 2 perencanaan
jangka pendek versus perencanaan jangka panjang, 3 perencanaan terpusat versus desentralisasi, 4 perencanaan integratif versus perencanaan terpisah-
pisah. 3.
Strategi Pengembangan dan Pelatihan Contohnya meliputi: 1 pelatihan keahlian versus pelatihan yang bersifat
pengembangan developmental, 2 pelatihan individu versus pelatihan kelompok, 3 pelatihan on the job versus pelatihan off the job, 4 jalur karir
sempit versus jalur karir luas. 4.
Strategi Penilaian Kinerja Contohnya meliputi: 1 penilaian formal versus informal, 2 penilaian umum
versus spesifik pekerjaan, 3 penilaian berorientasi balas jasa versus berorientasi pengembangan, 4 bauran kriteria karakter, perilaku dan kinerja
produktifitas, 5 penilaian yang sering versus yang jarang-jarang, 5 penilaian global versus penilaian kejadian kritis.
3.1.4 Program Pemagangan
Menurut UU No 13 Tahun 20003 pasal 1 ayat 11 dan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan
Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor
PER.22MENIX2009 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan pemagangan adalah bagian dari sistem
pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan
instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang danatau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian
tertentu.
3.2 Alur Kerja Penelitian