I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Predator atau pemangsa merupakan suatu organisme yang mencari, memburu, dan
memakan organisme lain. Sedangkan mangsa adalah organisme yang diburu dan dimakan
oleh pemangsa. Interaksi antara mangsa dan pemangsa merupakan kejadian berulang yang
terjadi secara terus-menerus dan kehadiran keduanya
dapat saling
mempengaruhi
populasi satu sama lain.
Kehadiran pemangsa merupakan faktor yang
secara langsung
mempengaruhi populasi mangsa. Populasi mangsa berkurang
sebanding dengan jumlah konsumsi per satu pemangsa
pada lingkungan
tersebut. Andaikan setiap pemangsa hanya memiliki
satu jenis mangsa, maka konsumsi yang berlebih akan mengakibatkan jumlah mangsa
dapat berkurang dengan cepat yang di kemudian hari akan mendorong keduanya
kepada kepunahan. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan mangsa diharapkan lebih besar
dari pada tingkat pertumbuhan pemangsa. Sehingga, konsumsi pemangsa akan terus
terpenuhi oleh populasi mangsa yang jauh lebih banyak.
Oleh karena
itu, mangsa-pemangsa
menjadi salah satu fenomena alam yang patut dipelajari,
bukan hanya
untuk upaya
pelestarian organisme tersebut tetapi juga dampak
keseimbangan alam
yang diakibatkan oleh populasi keduanya di masa
yang datang. Alfred Lotka 1925 dan Volterra Vito 1927 dalam Beals et al.
1999 mengembangkan sepasang persamaan diferensial yang menggambarkan fenomena
mangsa-pemangsa
untuk pertama
kali. Sepasang persamaan diferensial yang dikenal
sebagai model Lotka-Volterra. Dalam model Lotka-Volterra dibuat beberapa asumsi yaitu
1 Populasi mangsa
tumbuh secara
eksponensial saat
ketidakhadiran predator,
2 Populasi pemangsa akan kelaparan tanpa adanya populasi mangsa,
3 Predator dapat mengkonsumsi jumlah tak terbatas mangsa, dan
4 Tidak ada kompleksitas lingkungan. Selanjutnya,
Beals et
al. 1999
menyatakan bahwa salah satu kekurangan dari
model Lotka-Volterra
adalah ketergantungan pada asumsi yang tidak
realistis. Pendapat senada juga disampaikan oleh Gasull et al. 1997 bahwa model Lotka-
Volterra sangat tidak realistis karena populasi mangsa dapat tumbuh tanpa batas banyaknya
saat ketidakhadiran pemangsa. Setelah itu, mulai berkembang beberapa
model yang merupakan modifikasi dari model Lotka-Volterra tersebut, yaitu model
Holling-Tanner. Gasull et al. 1997 mengungkapkan bahwa model Holling-
Tanner
memberikan gambaran
adanya kompetisi yang terjadi di antara para mangsa
saat kepadatan yang tinggi. Pada saat kepadatan yang tinggi, para mangsa akan
bersaing untuk mendapatkan sumber daya mereka.
Dalam tulisan ini, penulis merekonstruksi ulang model Holling-Tanner yang dijelaskan
oleh Gasull et al. 1997. Dalam model Holling-Tanner
ini digunakan
respon fungsional yang tidak hanya monoton naik
tetapi juga solusi yang terbatas. Dalam karya ilmiah ini, model tersebut disebut sebagai
model Holling-Tanner tipe II.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1 Merekonstruksi model Holling-Tanner
tipe II, 2
Menganalisis perilaku dinamik yang terjadi pada model Holling-Tanner
tipe II, 3
Memeriksa kestabilan global pada model Holling-Tanner tipe II, dan
4 Menunjukkan terjadinya bifurkasi
Hopf pada model Holling-Tanner tipe II.
1.3 Sistematika Penulisan
Pada bab pertama dijelaskan latar belakang, tujuan, dan sistematika dari
penulisan karya ilmiah ini. Bab dua berisikan landasan teori yang menjadi konsep dasar
dalam penyusunan pembahasan. Pada bab tiga
dibahas model
Holling-Tanner, kemudian bab empat dibahas pencarian titik
tetap pada model Holling-Tanner dan analisis kestabilan titik tetapnya. Dilanjutkan dengan
analisis bifurkasi yang terjadi pada model tersebut. Simpulan karya ilmiah ini akan
dibahas pada bab lima.
II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Persamaan Diferensial
Suatu sistem persamaan diferensial orde 1 dinyatakan sebagai berikut
2.1 dengan
dan adalah fungsi dari waktu t. Jika
adalah suatu fungsi matriks
A berukuran n × n dengan koefisien konstan
dan dinyatakan sebagai vektor konstan
b, maka akan diperoleh bentuk-bentuk sistem persamaan diferensial linear sebagai berikut
, x0=x 2.2
Farlow 1994
2.2 Titik Tetap
Misalkan diberikan persamaan diferensial sebagai berikut
2.3 Titik
disebut titik tetap jika memenuhi . Titik tetap disebut juga titik kritis
atau titik kesetimbangan. Tu 1994
2.3 Pelinearan
Diketahui 2.4
Dan misalkan adalah titik tetap 2.4.
Maka dan
. Misalkan,
dan ,
sehingga didapatkan dalam bentuk matriks
.
Matriks disebut matriks
Jacobi pada titik tetap . Karena
, maka
dapat diabaikan, sehingga didapatkan persamaan
linear
2.5 Strogatz 1994
2.4 Vektor Eigen dan Nilai Eigen
Misalkan A matriks berukuran n × n,
maka suatu vektor tak nol di R
n
disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar
yang disebut nilai eigen dari A berlaku Ax =
x.
2.6 Vektor x disebut vektor eigen yang