VII. PEMBAHASAN UMUM
............................................................................ 123
Kekuatan Pasar Market Power .................................................................... 128
Kekuasaan Pengaturan Regulation Power ................................................ 129
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 133
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ 134
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelimpahan kewenangan menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman IUPHHK-HT kepada Bupati telah menambah jumlah pelaku
usaha. Pelimpahan kewenangan ini terjadi selama tahun 2000 −2002. Namun
demikian, kesempatan mendapatkan IUPHHK-HT hanya dinikmati oleh beberapa pelaku usaha tertentu. Biaya pembangunan HTI yang besar yang diikuti oleh biaya
transaksi merupakan penyebab keterbatasan kesempatan tersebut. Biaya transaksi ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh IUPHHK-
HT dan administrasi operasional pembangunan HTI. Akibatnya hanya pemilik modal besar yang dapat bertahan dalam bisnis usaha pembangunan HTI. Menurut
data Kementerian Kehutanan 2012, 97 merupakan pelaku korporasi swasta
1
, dan hanya 3 pelaku masyarakat Kompas, 2014.
Pengaturan penguasaan usaha HTI telah diamanatkan dalam Undang- Undang Kehutanan No. 411999 pasal 31, tetapi peraturan pemerintah tentang
pembatasan luas maksimum HTI tersebut belum juga terbit. Menanggapi adanya kecenderungan fenomena penguasaan usaha HTI, kementerian kehutanan telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 142014 yang membatasi luas maksimum IUPHHK-HT
2
sebesar 50.000 ha. Namun demikian, peraturan menteri kehutanan tersebut hanya mengatur izin usaha HTI baru. Sementara kecenderungan
penguasaan usaha pembangunan HTI telah terjadi sejak lama melalui proses kerja sama operasi KSO dan pengambilalihan saham oleh satu atau grup perusahaan.
Pencegahan penguasaan usaha juga telah diatur dalam UU No. 51999 tentang larangan adanya persaingan usaha yang tidak sehat. Tetapi kecenderungan
persaingan usaha tidak sehat tersebut masih terjadi dan belum dapat dihilangkan. Beberapa indikator yang diduga mendorong terjadinya penguasaan usaha tersebut
menjadi perhatian menarik untuk dikaji dan dianalisis.
Sampai tahun 2009, jumlah pelaku usaha pembangunan HTI secara nasional mencapai 206 unit di mana 50 unit
3
usaha HTI terdapat di Provinsi Riau 2009. Penambahan pelaku usaha pembangunan HTI ini juga merupakan upaya untuk
memenuhi kebutuhan industri pulp dan kertas. Namun peningkatan jumlah pelaku usaha HTI ini tidak dapat menutupi kebutuhan bahan baku industri pulp. Hal ini
terjadi karena pelaku usaha HTI tidak bersungguh-sungguh melakukan penanaman pada areal konsesi. IUPHHK-HT pada hutan produksi yang dimanfaatkan melalui
izin pemanfaatan kayu IPK belum seluruhnya ditanami. Pelaku usaha lebih mementingkan untuk mendapatkan kayu alam sebagai bahan baku industri pulp dan
kertas. Akibatnya luas hutan tanaman sampai tahun 2000 baru mencapai 1.044.371 ha dari luas total izin sebesar 4.324.526 ha. Sedangkan tahun 2009 telah mencapai
4.424.016 ha yang sudah ditanami dari 9 juta ha yang ditargetkan. Rendahnya
1
Pelaku swasta ini dapat dibedakan berdasarkan kemampuan modal usaha. Pelaku usaha yang memiliki modal besar ini merupakan perusahaan multinasional. Perusahaan ini memiliki usaha
hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri pulp kertas.
2
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman IUPHHK-HT adalah izin yang untuk memanfaatkan hasil hutan kayu melalui penanaman hutan tanaman
3
Jumlah ini belum termasuk Izin usaha HTI yang belum diverifikasi. Berdasarkan data tahun 2009, jumlah usaha HTI yang belum terverifikasi ini mencapai 8 perusahaan. Verifikasi ini meliputi kurun
waktu penerbitan izin, prosedur dan kewenangan penerbitan izin, status dan kondisi areal hutan, dan kelengkapan dokumen persyaratan permohonan
realisasi penanaman karena pelaku usaha hanya mementingkan pemanfaatan kayu melalui Izin Pemanfaatan Kayu IPK. Luas total HTI yang telah terealisasi seluas
4 juta ha tersebut tersebar di 20 provinsi dan salah satunya adalah Riau.
Gambaran penguasaan usaha pembangunan HTI dapat dilihat di Riau. Secara defacto menunjukkan bahwa perusahaan pemilik industri pulp dan kertas
menguasai usaha pembangunan HTI. Penguasaan tersebut dapat dilihat pada penguasaan luas konsesi IUPHHK-HT dan pemasaran kayu dari HTI. Namun
demikian secara hukum kenyataan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang antimonopoli No. 51999. Dugaan adanya persaingan usaha tidak
sehat dalam pembangunan HTI ini dapat dibuktikan dengan menggunakan indikator hukum dan ekonomi.
Penguasaan usaha pembangunan HTI melalui kerjasama operasi dan pengambilalihan saham. Menurut Sulistiowati 2010, pengambilalihan saham
perusahaan HTI memiliki dua dimensi yaitu dimensi hukum dan realitas bisnis. Secara hukum, pengambilalihan saham perusahaan HTI telah menciptakan grup
perusahaan HTI di mana secara hukum antara perusahaan induk dan anak perusahaan adalah mandiri. Hal ini karena hukum yang digunakan di Indonesia
menganggap antara perusahaan induk dan anak perusahaan masing-masing merupakan satu usaha yang terpisah dan mandiri. Tetapi akuisisi saham dalam
pembangunan HTI secara realitas bisnis menunjukkan bahwa perusahaan induk memiliki kekuatan untuk mengatur anak perusahaan untuk mengikuti perusahaan
induk dalam melakukan produksi dan pemasaran. Dalam hal ini perusahaan induk dan anak perusahaan melakukan produksi produk yang sama dan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan grup atau menguasai pasar.
Secara hukum akuisisi saham perusahaan HTI yang mengalami kesulitan finansial bukan tindakan yang melawan hukum. Walaupun akuisisi saham ini
mengakibatkan penguasaan usaha HTI yang cenderung melakukan praktik monopoli. Namun secara realitas bisnis, akuisisi saham merupakan penguasaan
atas produk maupun pasar sehingga dapat dikatakan melakukan monopoli terhadap pasar. Kenyataan tersebut perlu dikaji untuk melihat pengaruh apakah penguasaan
usaha pembangunan HTI memiliki keterkaitan dengan kepentingan pembuat kebijakan pembangunan HTI. Kepentingan yang dimaksud di sini adalah
kepentingan ekonomi politik dalam pembangunan dan secara khusus pada kasus kerja sama operasi KSO dan akuisisi saham.
Fokus Penelitian
Perhatian utama penelitian ingin melihat ekonomi politik
4
dalam pembangunan hutan tanaman industri HTI. Pengkajian secara khusus dilakukan
4
Menurut Yustika 2012, ekonomi politik merupakan suatu pendekatan yang menggunakan perangkat analisis ekonomi ke dalam proses non pasar atau politik di bawah formulasi dan
implementasi kebijakan publik. Dalam ekonomi politik, kekuasaan memiliki peranan besar dalam mempengaruhi kinerja ekonomi, sedangkan dalam ekonomi klasik, kekuasaan dianggap given.
Pendekatan ekonomi politik bukan mencampurkan antara analisis ekonomi dan analisis politik. Kedua pendekatan ini tidak dapat dicampur karena keduanya memiliki alat analisis yang berbeda
dan asumsi yang berlainan. Pendekatan ekonomi politik melihat politik subordinat terhadap ekonomi, artinya instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar market mechanism, harga dan
investasi dianalisis dengan menggunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau peristiwa politik terjadi. Pendekatan ekonomi politik mempertemukan ekonomi dan politik dalam alokasi
sumberdaya ekonomi dan politik yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
terhadap proses penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI. Praktik penguasan ini usaha pembangunan HTI ini diwujudkan dalam monopoli
areal dan kepemilikan usaha HTI serta monopsoni pasar kayu HTI. Monopoli usaha dan monopsoni pasar kayu HTI merupakan fenomena yang terjadi dalam
pembangunan HTI di Riau. Besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh monopoli dan monopsoni maka diperlukan pengkajian secara menyeluruh.
Pengkajian terhadap fenomena tersebut dilihat dari proses timbulnya kedua fenomena tersebut. Sementara aspek lain yang dikaji adalah dampak yang
ditimbulkan oleh adanya fenomena tersebut.
Timbulnya penguasaan areal dan usaha pembangunan HTI dicari melalui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penguasaan tersebut. Beberapa faktor
yang diduga menyebabkan terjadinya penguasaan usaha dan kepemilikan areal adalah biaya transaksi tinggi dalam proses permohonan IUPHHK-HT dan proses
pembangunan HTI. Disamping itu faktor lain yang menyebabkan penguasaan ini adalah adanya hubungan transaksional yang terjadi antara pemerintah dan pelaku
usaha. Hubungan transaksional ini menyebabkan adanya kebijakan pemerintah Peraturan Menteri Kehutanan yang memberi keuntungan kepada pelaku
usahapelaku usaha untuk menguasai areal dan usaha pembangunan HTI. Sementara itu kajian juga dilakukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh
adanya penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI.
Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, pertama melakukan pengkajian terhadap kebijakan pembangunan HTI yang memiliki pengaruh terhadap
penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI dan pemasaran kayu HTI. Bagian kedua melihat proses ekonomi politik yang menyebabkan adanya
penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI dan pemasaran kayu HTI. Bagian pertama penelitian ini mengkaji kebijakan pembangunan HTI, baik
kebijakan nasional maupun kebijakan setingkat Peraturan Menteri Kehutanan. Bagian ini menganalisis hubungan negara Kementerian Kehutanan dengan pelaku
lain stakeholder yang berkepentingan dalam pembangunan HTI, proses-proses yang terjadi dalam pembuatan kebijakan melalui lobi-lobi politik, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Bagian kedua ini juga mengkaji proses terjadinya monopoli usaha pembangunan HTI dan monopsoni pemasaran kayu HTI.
Ketertarikan peneliti terhadap pengaruh ekonomi politik dalam pembangunan HTI didasarkan pada fakta-fakta bahwa kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah, termasuk Kementerian Kehutanan, tidak terlepas dari kondisi dan kepentingan ekonomi politik Nurrochmat et al.2012. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kartodihardjo 1998 dan Barr 1999 menunjukkan bahwa pemberian izin konsesi Hak Pelaku usahaan Hutan HPH tidak terlepas dari adanya
kepentingan ekonomi politik dan hal tersebut telah menimbulkan adanya gejala konglomerasi dalam pelaku usahaan hutan alam.
Aspek ekonomi politik yang dikaji adalah bagaimana pembentukan pasar market, produksi production dan konsumsi consumption dalam pembangunan
HTI dan pasar produk industri pulp and paper. Kerangka penelitian tertera pada Gambar 1. Kajian ekonomi politik dimaknai sebagai interrelasi diantara aspek,
proses dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi produksi, investasi,
Selanjutnya implementasi kebijakan ekonomi politik mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial dalam masyarakat
.
penciptaan harga, perdagangan, konsumsi dll Caporaso 1992. Pendekatan ini meletakkan bidang politik subordinat terhadap ekonomi, artinya instrumen
ekonomi seperti mekanisme pasar market mechanism, harga dan investasi dianalisis dengan menpergunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau
peristiwa ekonomi tersebut terjadi. Makna lain dari pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan a way of acting sedangkan politik
menyediakan ruang bagi tindakan tersebut a place to act Yustika 2011
Berdasarkan deskripsi permasalahan tersebut di atas maka pertanyaan penelitian yang ingin diketahui adalah, mengapa dan bagaimanaproses terjadinya
penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI ? Secara keseluruhan penelitian ini meng-konstruksi kebijakan pembangunan
HTI yang terjadi se lama tahun 1990−2013 di Riau. Konstruksi tersebut
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Berger et al 1990 yang kemudian diperjelas oleh Samuel 2012 dan Awang 2006 yang mengatakan bahwa realitas
terdiri atas dua yaitu realitas subyektif dan realitass obyektif. Teori ini menjelaskan realitas dengan mengkaji pada hubungan antara manusia individu dengan
masyarakat.
Gambar 1-1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Konteks Penelitian
Konteks penelitian menggambarkan kondisi pembangunan hutan tanaman industri HTI di Riau dan nasional. Konteks ini mengurai latar belakang kejadian
yang dijelaskan dalam penelitian ini.
Negara Kementerian Kehutanan
LSM Pelaku usaha
Swasta
Kebijakan Ekonomi Pembangunan
Kebijakan Kerja sama Operasi KSO
Kebijakan Pembangunan HTI
Monopoli HTI Lobby ekonomi
Peraturan Menteri Kehutanan
Undang-Undang
Keragaan HTI Status IUPHHK-HT
Luas dan Produksi Biaya Transaksi Tinggi
Pengaturan Harga Larangan Eksport Log
Integrasi Vertikal Pelaku usaha
Besar \ APHI
Pelaku usaha Besar \APHI
Monopsoni pasar Perizinan
IUPHHK-HT RKT
Pengaturan Pasar
Pembangunan hutan tanaman industri didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.61990 tentang Hak Pelaku usahaan Hutan Tanaman Industri
HPHTI. Menurut PP tersebut, pembangunan HTI dilaksanakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif, baik berupa alang-alang, semak-semak
maupun hutan sekunder Logged Over AreaLOA. Pembangunan HTI tidak dibenarkan bila dilakukan pada kawasan hutan alam. Kegiatan pembangunan HTI
melalui proses kegiatan persiapan lahan, persemaian, penanaman, pemeliharaan, penebangan pemanenan, pengangkutan dan pemasaran. Kegiatan yang dimaksud
dalam izin pemanfaatan hutan tanaman ini menggunakan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan THPB. Sistem silvikultur dalam pembangunan hutan
tanaman ini memiliki yang kegiatan yang berbeda dengan Hak Pelaku usahaan Hutan HPH, dimana sistem silvikultur dalam HPH menggunakan sistem tebang
pilih tanam Indonesia TPTI.
Kebijakan pembangunan HTI ditujukan untuk penyediaan bahan baku bagi industri kehutanan diantaranya industri plywood dan industri pulp kertas.
Berdasarkan industri ini maka HTI dibedakan menjadi HTI pertukangan dan HTI pulp dan kertas. Tujuan pembangunan HTI pertukangan untuk menyediakan bahan
baku bagi industri plywood. Sedangkan HTI pulp dan kertas untuk penyediaan bahan baku industri pulp dan kertas. Secara nasional program pemerintah melalui
pembangunan HTI ini adalah untuk menggantikan peran hutan alam dalam menyediakan bahan baku bagi industri. Dengan pembangunan hutan tanaman ini
maka kebutuhan bahan baku industri bisa digantikan dari hutan tanaman. Khusus untuk industri pulp dan kertas, pemerintah telah menargetkan bahwa mulai tahun
2009 kebutuhan bahan baku industri pulp kertas semuanya sudah harus dipenuhi dari hutan tanaman. Namun demikian target pemenuhan bahan baku tersebut tidak
dapat terpenuhi karena berbagai masalah.
Secara nasional, pembangunan hutan tanaman industri mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara jumlah pemegang izin pemanfaatan dalam
bentuk Hak Pelaku usahaan Hutan HPH cenderung mengalami penurunan. Selama tahun 1989
−1999 jumlah HPH mengalami penurunan dari 565 unit menjadi 387 unit kemudian terus mengalami penurunan menjadi 287 2004 dan pada tahun
2011 menjadi 292 unit kementrian Kehutanan, 2011. Sementara di Riau jumlah unit HPH selama tahun 1989 sebanyak 67 unit dan tahun 2004 menjadi 15 unit.
Sampai tahun 2011, jumlah unit HPH yang aktif di Riau hanya 1 unit. Penurunan jumlah pelaku pemegang HPH tersebut berkaitan dengan penurunan potensi kayu
hutan alam.
Pada sisi lain, jumlah HPHTI atau IUPHHK-HT Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman terus mengalami peningkatan. Hal tersebut
berkaitan dengan adanya penurunan potensi hutan alam yang kemudian dialihkan menjadi hutan tanaman. Peningkatan jumlah IUPHHK-HT ini karena kebutuhan
bahan baku industri, terutama industri pulp dan kertas yang semakin meningkat. Setiap tahun, permohonan untuk membangun hutan tanaman semakin meningkat.
Selama tahun 1990−1999, secara nasional jumlah IUPHHK-HT hanya 1 unit yang kemudian meningkat menjadi 98 unit. Jumlah IUPHHK-HT ini terus mengalami
peningkatan dari 112 unit pada tahun 2004 menjadi 249 unit Kemnenterian Kehutanan, 2011. Jumlah unit HTI tersebut merupakan gabungan antara HTI
pertukangan dan HTI pulp kertas. Sementara itu jumlah IUPHHK-HT di Riau juga mengalami tren peningkatan yang sangat signifikan. Jumlah IUPHHK-HT pada
tahun 2004 sebanyak 17 unit dimana 9 unit merupakan HTI pulp dan 8 unit HTI pertukangan. Sampai tahun 2010, jumlah unit HTI menjadi 58 unit Dinas
Kehutanan Riau, 2010.
Pusat pengembangan HTI di Riau berada di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. Kabupaten Pelalawan merupakan pengembangan HTI yang
dibangun oleh PT. Riau Andalan Pulp and Kertas PT. RAPP dengan industri pulp kertas yang terintegrasi vertikal dengan HTI PT. RAPP. Luas IUPHHK-HT PT.
RAPP berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 130Kpts-II1993 jo No.137Kpts- II1997 jo No.356Menhut-II2004 jo No. 327Menhut-II2009 adalah 301.655 ha
yang tersebar di Kabupaten Pelalawan 151.254 ha 43,2, Kabupaten Kuantan Singingi 74.779 ha 21,4, Kabupaten Kampar 30.422 ha 8,7, Kabupaten
Siak 52.505 ha 14,9 dan Kabupaten Kepulauan Meranti 41.205 ha 11,8.
Sementara itu pengembangan lain dari HTI berada di Kabupaten Siak, dimana di Kabupaten Siak ini Prawang terdapat industri pulp kertas PT. Indah
Kiat Pulp and Paper PT. IKPP yang terintegrasi dengan HTI PT. Arara Abadi. PT. IKPP ini merupakan grup dari APP Asia Pulp and Paper. Sementara itu luas
konsesi IUPHHK-HT PT. IKPP berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 758Kpts-II1992 jo No.743Kpts-II1996 adalah seluas 299.975 ha.
Kedua pusat pengembangan HTI ini menguasai hampir 75 kebutuhan bahan baku untuk industri pulp dan kertas nasional. Keterbatasan bahan baku
menyebabkan kedua industri pulp dan kertas tersebut masaing-masing memiliki strategi untuk mendapatkan bahan baku.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah mengkonstruksi ekonomi politik pemerintah dalam pembangunan HTI dengan melihat pengaruh ekonomi politik
dalam kebijakan pembangunan HTI. Fenomena yang dikaji dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik ini adalah fenomena penguasaan usaha pembangunan
HTI, baik di hilir maupun di hulu. Untuk memperoleh tujuan utama dilakukan penelitian lain. Adapun tujuan antara penelitian ini adalah :
1.
Mengevaluasi kebijakan pembangunan HTI yang memiliki pengaruh terhadap proses penciptaan pengusaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI
5
2. Memetakan aktor dan jaringan aktor dalam pembuatan Peraturan Menteri
Kehutanan tentang Kerja sama Operasi KSO 3.
Menganalisis posisi negara dalam konteks adanya kerja sama operasi KSO dalam pembangunan HTI
4. Menganalisis proses terciptanya penguasaan areal dan kepemilikan usaha
pembangunan HTI 5.
Menganalisis proses pemasaran kayu HTI yang menciptakan penguasaan pasar oleh Industri pulp dan kertas
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi 2 dua yaitu : 1.
Manfaat Teoritis
5
Penguasaan areal yang dimaksud adalah penguasaan areal IUPHHK-HT oleg grup perusahaan besar melalui suatu perjanjian kerjasama operasi. Sedangkan kepemilikan usaha pembangunan HTI
adalah adanya pengambilalihan akuisisi saham maupun pemindahtanganan IUPHHK-HT.
Pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan ekonomi politik dengan persaingan usaha sehat dalam pembangunan HTI pulp dan kertas.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah PP tentang pengaturan usaha pembangunan Hutan
Tanaman Industri HTI yang diamanatkan UU No. 41 Tahun 1999.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pilihan metode fenomenologi bertujuan untuk mengkostruksi proses pembangunan HTI di
Riau dilihat dari sisi pelaku yang terlibat. Konstruksi proses pembangunan HTI ini menggunakan teori konstruksi sosial oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman
Berger et al 1990. Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 1-1 dapat ditentukan ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Penelitian Kebijakan HTI
Penelitian kebijakan pembangunan HTI ini menggunakan pendekatan perspektif sejarah. Beberapa pengertian penelitian sejarah yaitu : 1 Sejarah
naratif deskriptif naratif , 2 Sejarah analitis deskriptif naratif dan 3 Sejarah naratif analitis Naratif analitis. Sejarah naratif adalah penelitian sejarah yang
memuat cerita deskriptif tentang masa lampau. Penelitian ini menekankan pada rekonstruksi kejadian masa lampau berdasarkan urutan waktu. Sejarah
analitis deskriptif analitis adalah penelitian sejarah secara kritis yang berpusat pada masalah problem oriented sesuai sudut pandang penelitian. Sedangkan
sejarah naratif analitis naratif analitis adalah penelitian sejarah yang dilakukan oleh ahli sejarah sejarawan yang mempelajari sejarah secara kritis.
Perspektif sejarah yang dimaksud adalah melihat kebijakan pembangunan HTI
selama periode 1990−2013, mengungkap fakta mengenai apa, siapa, dimana dan menerangkan bagaimana sesuatu terjadi Sulasman 2014. Dalam lingkup
penelitian kebijakan, kajian ini merupakan kajian terhadap peraturan perundangan yang telah ada post ante. Penelitian kebijakan ini meliputi
beberapa aspek, yaitu :
Penelitian dinamika kebijakan pembangunan HTI
Penelitian ini mengevaluasi dinamika kebijakan pembangunan HTI, baik kebijakan pembangunan nasional maupun kebijakan sektor kehutanan.
Kebijakan yang dikaji adalah UU, PP, KepresPerpres atau Keputusan Peraturan Menteri Kehutanan
. Penelitian mengkaji peraturan perundangan
kehutanan yang memberi peluang terhadap adanya penguasaan usaha pembangunan HTI. Kajian terhadap peraturan perundangan ini
menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens Giddens 1984
Penelitian agenda setting dan implementasi kerjasama operasi KSO Penelitian ini mengkaji proses agenda setting dan implementasi peraturan
menteri kehutanan tentang kerja sama operasi KSO dengan mengidentifikasi aktor dan jaringan yang terbentuk dalam kedua proses
tersebut. Kajian menggunakan analisis stakeholder untuk mengidentifikasi aktor dan jaringan yang terbentuk.
Penelitian posisi negara dalam pembangunan HTI
Penelitian ini mendeskripsikan posisi negara dalam proses pembangunan HTI melalui pengkajian proses pelimpahan kewenangan untuk
membangun HTI melalui pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman IUPHHK-HT. Property right untuk
menggambarkan proses pelimpahan kewenangan dan dampaknya terhadap posisi negara digunakan teori property right dan teori principal agent
Penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran secara jelas mengenai kebijkaan pembangunan HTI yang menciptakan peluang penguasaan usaha
pembangunan HTI, proses agenda setting dan implementasi peraturan menteri tentang kerja sama operasi KSO. Pengkajian ini melalui kajian dokumen dan
wawancara dengan stakeholder yang memiliki keterlibatan dengan proses pembangunan HTI. Penelitian dilakukan di Jakarta Kementerian Kehutanan
dan di Riau.
2. Ruang Lingkup Penelitian Ekonomi
Penelitian ini mengkonstruksi proses terbentuknya produksi, konsumsi dan pasar kayu HTI sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Penelitian
ekonomi dalam bagian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengkaji perilaku perusahaan, negara dan pelaku ekonomi lain Leksono 2013.
Penelitian ini juga mengkostruksi kehidupan perusahaan HTI dan industri pulp dan kertas. Penelitian ekonomi ini meliputi kajian terhadap :
Penelitian penguasaan usaha pembangunan HTI
Penelitian menggunakan
pendekatan ekonomi
kualitatif untuk
mengkostruksi proses penguasaan areal dan kepemilikan usaha pembangunan HTI. Teori yang digunakan untuk menggambarkan proses
produksi, konsumsi dan pasar kayu adalah teori ekonomi politik yaitu teori biaya transaksi transaction cost dan perilaku pencari rente rent seeking
behaviour.
Penelitian pasar kayu HTI
Penelitian ini mengkonstruksi proses pembentukan pasar kayu HTI dan mengidentifikasi bentuk pasar yang terbentuk serta faktor-faktor yang
mempengaruhi bentuk pasar tersebut.
3. Penelian Ekonomi Politik pembangunan HTI
Penelitian mengkaji interaksi yang terjadi antara kekuasaan pemerintah goverment power dengan kekuatan pelaku usaha power business yang
menciptakan kondisi penguasaan usaha pembangunan HTI monopoli dan penguasaan pasar kayu HTI monopsoni oleh industri pulp dan kertas.
Novelty Kebaruan
Nilai kebaruan dari suatu penelitian dilihat dari tiga hal yaitu fokus, ilmiah dan terdepan di bidangnya. Nilai kebaruan penelitian diperoleh melalui pengkajian
terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Aspek yang dilihat dalam penelitian terdahulu adalah aspek ekonomi politik dan obyek HTI.
Beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan ekonomi, politik dan ekonomi politik adalah :
a. Barr 1999 melakukan penelitian untuk penyelesaian tesis dari Cornell
University dengan judul Discipline and Accumulate State Practice and Elite Consolidation in Indonesia Timber Sector 1967
–1998. Penelitian Barr 1999 ini memberikan informasi mengenai kondisi ekonomi politik pelaku usahaan
hutan alam melalui konsesi HPH selama orde baru. Dikaitkan dengan penelitian ini, penelitian Barr 1999 menjelaskan bahwa pelaku usahaan alam
tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan kepentingan ekonomi politik pemerintah. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian sejarah kebijakan
HPH selama masa orde baru dengan pendekatan diskriftif kualitatif.
b. Kartodihardjo 1998 melakukan penelitian untuk disertasi dari Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPK IPB dengan judul Peningkatan Kinerja Pelaku usahaan Hutan Alam Produksi Melalui Kebijaksanaan Penataan
Institusi. Penelitian ini menggunakan teori biaya transaksi untuk mengkaji pelaku usahaan hutan alam. Penelitian ini menemukan bahwa pelaku usahaan
hutan alam melalui pemberian konsesi dalam bentuk Hak Pelaku usahaan Hutan HPH menciptakan biaya transaksi yang tinggi dan menghadirkan para
penunggang bebas free rider. Biaya transaksi yang tinggi ini disebabkan oleh tidak diketahuinya informasi mengenai potensi sumberdaya hutan, pemberian
hak konsesi atas pertimbangan ekonomi dan politik, peranan pemerintah yang besar dalam pelaku usahaan hutan dan kayu di dalam hutan tidak dianggap
sebagai aset. Dikaitkan dengan penelitian ini, penelitian Kartodihardjo 1998 memberikan
gambaran kondisi pelaku usahaan hutan alam. Informasi hasil penelitian ini dijadikan sebagai informasi dalam pelaku usahaan hutan tanaman industri.
c. Nugroho 2003 melakukan penelitian untuk disertasi dari program studi Ilmu
Pengetahuan Kehutanan IPK IPB dengan judul Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil-Menengah Industri Pemanenan Hutan untuk Mendukung
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Penelitian ini mengkaji efisiensi dan efektivitas pelibatan usaha kecil-menengah industri pemanenan hutan UKM-
IPH dalam pengelolaan hutan produksi pada struktur institusi yang ada. Penelitian menggunakan teori principal-agent yang merupakan salah satu
bagian dari teori ekonomi kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan UKM-IPH memunculkan fenomena hubungan dua tingkat.
Hubungan pertama melibatkan pemerintah sebagai principal dan pemegang HPHHPHTI sebagai agent, sedangkam pada hubungan tingkat kedua
melibatkan pemegang HPHHPHTI sebagai principal dan UKM-IPH sebagai agent. Berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan maka penelitian
Nugroho 2003 ini dapat menjadi pembanding dengan kasus KSO dalam pembangunan HTI.
d. Amin 2010 melakukan penelitian untuk menyelesaikan Disertasi di
Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia UI dengan judul disertasi Proses Politik dan Kelompok Elit dalam Industri Migas, Kasus Perpanjangan
Kontrak Pemerintah RI dengan Exxon Mobil di Wilayah Blok Cepu Jawa Tengah Tahun 2005. Disertasi ini menunjukkan adanya kepentingan aktor
dalam proses politik untuk menentukan kontrak perpanjangan pertambangan migas antara Pemerintah RI dengan Exxon Mobil. Aktor yang dimaksud yang
memiliki kepentingan adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal
Bakri dan Menteri Negara BUMN Sugiarto.
e. Alexandi 2008 melakukan penelitian untuk penyelesaian Disertasi di
Departemen Ilmu Politik, Universitas Indonesia UI dengan judul disertasi Hubungan Antara Negara dan Pelaku usaha pada Era Reformasi : Ekonomi
Politik Persaingan Usaha pada Industri Tepung Terigu Nasional Periode 1999
– 2008. Penelitian ini menggunakan Teori Negara Birokrasi Otoriter
dari Guilermo O’Donnel, Teori Persekutuan Segitiga Triple Alliance Theory antara Negara, Berjuasi Nasional dan Modal Asing dari Peter Evans. Penelitian
ini mendapatkan data bahwa telah terjadi konflik dan tarik menarik kepentingan antar lembaga negara dan terdapat intervensi pemerintah dalam
pengaturan industri terigu nasional yang menguntungkan bagi pelaku usaha.
f. Kholid 2007. Penelitian untuk menyelesaikan Tesis di Departemen Ilmu
Politik, Universitas Indonesia UI dengan judul tesis Ekonomi Politik Migas : Studi Kasus Atas Konfigurasi Ekonomi Politik Lahirnya UU No 22 tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi dan Implikasinya Bagi Masa Depan Pengembangan Industri Migas Nasional. Penelitian menunjukkan bahwa
produk hukum UU No 22 Tahun 2001 merupakan produk hukum dari tekanan politik kekuatan-kekuatan ekonomi untuk memayungi dan melegalkan
jaringan modal dan bisnisnya di Indonesia.
g. Rimbawan 2012. Penelitian untuk menyelesaikan Disertasi di Departemen
Ilmu Politik, Universitas Indonesia UI dengan judul Hubungan Negara dan Pelaku usaha di Era Reformasi, Studi Kasus Bisnis Grup Bakrie 2004
–2012. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara negara-bisnis, dimana
hubungan tersebut mengalami perbedaan antara era orde baru dan era reformasi. Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
negara-bisnis tidak lagi dapat menerangkan pola hubungan tersebut karena hubungan yang tercipta tidak lagi lagi asimetris, negara tidak lagi berperan
sebagai aktor tunggal karena adanya desentralisasi.
Sedangkan penelitian dengan obyek Hutan Alam dan memiliki kesamaan dengan permasalahan Hutan Tanaman Industri HTI adalah :
a. Yudhiwati 2010 melakukan penelitian untuk menyelesaikan Tesis di Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro UNDIP dengan judul Pengambilalihan Saham Perseroan Terbatas Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK. Penelitian ini menemukan bahwa pengambilalihan saham IUPHHK merupakan aspek hukum privat dimana asas
kebebasan berkontrak dalam pengambilalihan saham tidak memerlukan persyaratan persetujuan dari departemen teknis, tetapi dalam Peraturan
Pemerintah No.62007 dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.34Menhut- II2009 menyebutkan bahwa pengambilalihan saham sebagian atau seluruh
saham perseroan wajib memperoleh persetujuan Menteri Kehutanan. Dikaitkan dengan penelitian ini maka penelitian Yudhiwati 2010 memberikan informasi
mengenai proses hukum dalam pengambilalihan saham IUPHHK.
b. Herawati 2011 melakukan penelitian untuk disertasi program doktor dari
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPK IPB dengan judul Hutan Tanaman Rakyat : Analisis Proses Perumuan Kebijakan dan Rancang Bangun
Model Konseptual Kebijakan. Penelitian ini menemukan bahwa proses perumusan kebijakan Hutan Tanaman Rakyat HTR dilakukan secara
bertahap incremental dengan melakukan perubahan sedikit demi sedikit terhadap peraturan yang ada tanpa melakukan perubahan secara mendasar.
Implementasi kebijakan HTR yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pembangunan HTR. Dikaitkan dengan penelitian ini, penelitian Herawati 2011 memberikan informasi mengenai proses
perumusan kebijakan yang terjadi di Kementerian Kehutanan dan proses implementasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
c. Alfarizi 2009 melakukan penelitian tentang struktur industri pulp dan kertas
di Indonesia yang diterbitkan dalam Jurnal Persaingan Usaha edisi 1 tahun 2009 dengan judul Analisa Struktur dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas
Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menghitung karakteristik struktur dan kinerja industri pulp dan kertas.
Melihat pada beberapa penelitian yang dilakukan maka kebaruan novelty dapat dilihat dari penjelasan berikut :
a. Penelitian yang telah dilakukan dengan obyek HTI menunjukkan bahwa
pendekatan ekonomi politik belum pernah dilakukan untuk mengkaji pembangunan HTI. Beberapa penelitian yang memiliki kaitan dengan ekonomi
politik telah dilakukan oleh Barr 1999 dan Kartodihardjo 1998. Namun demikian penelitian dilaksanakan untuk menganalisis Hak Pelaku usahaan
Hutan Alam HPH atau IUHPPHK-HA.
b. Penelitian yang dilakukan dengan mangkaji Kerjasama Operasional KSO dan
pengambilalihan saham dengan pendekatan konstruktivisme belum pernah dilakukan. Penelitian yang digunakan oleh Bramasto 2003 menggunakan
pendekatan ekonomi institusi prinsipal-agent dalam pelaku usahaan hutan alam dan Yudhiwati 2010 menggunakan pendekatan hukum untuk melihat
proses akuisisi saham perusahaan pemegang IUPHHK. Dengan demikian memperhatikan hal tersebut maka kebaruan penelitian ini adalah melakukan
pengkajian KSO dan akuisisi saham dengan menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode fenomenologi.
c. Penelitian ini menemukan kebaruan bahwa monopoli pembangunan HTI dan
monopsoni pemasaran kayu HTI terjadi melalui proses yang tidak disengaja not by design. Kebijakan Kementerian Kehutanan memberi ruang bagi
pelaku saling berinteraksi yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini merupakan metode yang digunakan pada semua bagian dari disertasi ini. Untuk penggunaan tambahan metode dari tiap bagian
penelitian pada tiap bab disertasi ini dijelaskan dalam bagian metode penelitian untuk tiap bagian penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan paradigma konstruktivisme serta metode fenomenologi. Paradigma konstruktivisme ini
merupakan salah satu dari beberapa paradigma penelitian paradigma positivistik, post positivistik, kritis dan konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme
merupakan kritik terhadap paradigma positivistik. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat
digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivitik. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku
manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik
melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan sendiri.
Paradigma ini bertujuan untuk menghasilkan berbagai pemahaman yang mendalam yang bersifat layak dipercaya trustworthing dan otentitas authenticity
Denzim et al.1997. Pemahaman terhadap paradigma dapat diketahui dari
ontologis, aksiologis dan epistemologis. Secara ontologis, didasarkan pada realisme historis, epistemologis bersifat transaksional dan subyektif. Sedangkan secara
metodologi bersifat dialogis dan dialektis Denzim et al.1997; Irawan 2007. Realitas dalam paradigma ini dipahami sebagai bentuk yang beragam, konstruksi
mental yang bersifat intangible yang didasarkan pada pengalaman sosial. Secara etimologis, hubungan antara peneliti dan yang diteliti bersifat transaksional dan
subyektif. Namun hubungan tersebut lebih diarahkan pada upaya untuk memahami finding dan tidak diarahkan untuk melakukan sebuah transformasi dari kondisi
sosial.
Fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dengan sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan
mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena Moran 2000. Fenomenologi ini dapat dikatakan sebagai sebuah filsafat ilmu dan metode
penelitian. Fenomenologi sebagai suatu filsafat dikembangkan oleh Edmund Husserl, Martin Heidegger dan Marleau Ponty Lubis et al 2011. Dikatakan oleh
Lubis et al 2011 bahwa aliran fenomenologi dalam filsafat ini mengkaji penampakan atau fenomena, dimana antara fenomena dan kesadaran tidak terisolasi
satu sama lain, melainkan selalu berhubungan secara intensional.
Fenomenologi menekankan pada persepsi dan pengalaman yang dialami oleh informan atau menunjuk pada gagasan, sikap, persepsi, pandangan, praktik
tindakan dan perilaku subyek Leksono 2013 dan dari penggalian informasi tersebut ilmu dapat diperoleh dan kembangkan. Adapun model penelitian yang
menggunakan metode fenomenologi tertera pada Gambar 1-1 Kuswarno 2009.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Secara keseluruhan penelitian dilaksanakan selama tahun 2010 −2014 di
Provinsi Riau dan Jakarta. Lamanya penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk memahami proses dalam pembangunan HTI. Pemahaman tersebut diantaranya
adalah proses permohonan untuk mendapatkan IUPHHK-HT, proses pembuatan dokumen perencanaan hutan yang meliputi pembuatan Rencana Kerja tahunan
RKT, Deliniasi Makro Delmak, Deliniasi Mikro Delmik, Tata Batas konsesi, Inventariasai Hutan Menyeluruh Berkala IHMB serta proses pembangunan HTI
yang dimulai dengan pembersihan lahan, pembuatan persemaian, penanaman, penebangan dan pemasaran kayu.
Untuk mendapatkan data dari pelaku yang terlibat dalam proses pembangunan HTI seperti dikemukakan di atas juga membutuhkan pendekatan
secara pribadi sehingga informan bersedia untuk diwawancara. Disamping itu dibutuhkan waktu bagi peneliti untuk mengetahui kondisi HTI dengan melakukan
pengamatan di lokasi HTI. Pengamatan di lapangan ini untuk membandingkan antara informasi yang dikemukan oleh informan dengan fakta di lapangan. Proses
ini dikatakan sebagai proses triangulasi yaitu melakukan validasi data dari informan dengan fakta dan pihak lain.
Sementara itu penelitian di Jakarta dilaksanakan di Kementerian Kehutanan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kebijakan pembangunan HTI
dilihat dari sisi pemerintah. Proses penelitian di Jakarta ini mencari informasi terkait dengan proses agenda setting dan implementasi Peraturan Menteri
Kehutanan tentang kerjasama operasi.
Secara keseluruhan penelitian ini mengkostruksi proses pembangunan HTI yang terjadi
di Riau selama periode tahun 1990−2013. Riau dijadikan sebagai lokasi kasus penelitian didasarkan pada realitas Riau merupakan pusat pengembangan
HTI di Indonesia. Luas HTI di Riau mencapai 1.6 juta ha dengan dua industri pulp dan kertas yang memiliki kapasitas produksi total 4 juta tontahun Mediadata Riset
2010. Penelitian ini mengkonstruksi proses penguasaan usaha pembangunan HTI oleh perusahaan grup PT. RAPP dan grup PT. IKPP dalam pembangunan HTI di
Riau yang terjadi selama tahun 1990
– 2013.
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan paradigma konstruktivisme serta metode fenomenologi. Paradigma konstruktivisme ini
merupakan salah satu dari beberapa paradigma penelitian paradigma positivistik, post positivistik, kritis dan konstruktivisme dimana secara epistemologis
hubungan antara peneliti dan yang diteliti bersifat transaksional dan subyektif Denzim et al.1997; Irawan 2007. Fenomenologi adalah ilmu mengenai
fenomena yang dibedakan dengan sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena
Moran 2000. Fenomenologi menekankan pada persepsi dan pengalaman yang dialami oleh informan atau menunjuk pada gagasan, sikap, persepsi, pandangan,
praktik tindakan dan perilaku subyek Leksono 2013 dan dari penggalian informasi tersebut ilmu dapat diperoleh dan kembangkan. Adapun model penelitian yang
menggunakan metode fenomenologi tertera pada Gambar 1 Kuswarno 2009.
Gambar 1-2. Model Fenomenologi
OBYEK bendafenomenaperistiwa
Reduksi
Fenomenologi
Bracketing Horizonalizing
HorizonInvariant Constitutes Unit Makna
Deskripsi Tekstural Variasi Imajinasi
Deskripsi Struktural Sintesa makna dan
Esensi Objek Menulis Laporan
Penelitian Validasi Data
Epoch
e
Epoche
Reduksi dan eliminasi
Intuisi
Fenomena yang dikaji dalam penelitian ini adalah fenomena penguasaan usaha pembangunan HTI, baik penguasaan areal dan kepemilikan usaha HTI
maupun penguasaan pasar kayu dari HTI. Dengan menggunakan konsep noema
6
dan noesis
7
maka diperoleh bahwa fenomena penguasaan usaha pembangunan HTI tersebut dapat dibedakan menjadi fenomena yang dapat dilihat dan makna yang ada
pada fenomena tersebut Kuswarno 2009. Berdasarkan model tersebut maka dapat diuraikan metode pelaksanaan
penelitian dengan menggunakan metode fenomenologi yang meliputi tahapan sebagai berikut :
a. Epoche
Epoche berasal dari bahasa Yunani yang berarti menjauh dari dan tidak memberikan suara. Dengan epoche peneliti mengesampingkan penilaian, bias
dan pertimbangan
awal yang
dimiliki peneliti
terhadap obyek
fenomenaperistiwa. Dengan kata lain epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
b. Reduksi Fenomenologi
Reduksi fenomenologi adalah upaya untuk menjelaskan obyek fenomena peristiwa dalam susunan bahasa bagaimana obyek itu terlihat. Reduksi akan
membawa pada bagaimana peneliti mengalami sesuatu. Memunculkan kembali penilaianasumsi awal dan mengembalikan sifat-sifat alamiahnya.
Tahapan yang terjadi dalam reduksi fenomenologi adalah :
Bracketing atau proses menempatkan fenomena dalam keranjang atau tanda kurung dan memisahkan hal-hal yang dapat mengganggu untuk
memunculkan kemurniannya Horizonalizing atau membandingkan dengan persepsi orang lain
mengenai fenomena yang diamati sekaligus mengoreksi atau melengkapi proses bracketing
Horizon adalah proses menemukan esensi dari fenomena yang murni atau sudah terlepas dari persepsi orang lain
Mengelompokkan horizon-horizon ke dalam tema-tema tertentu dan mengorganisasikannya ke dalam deskripsi tekstural dari fenomena yang
relevan Reduksi ini merupakan proses menaikkan pengetahuan dari level fakta ke level
ide atau dari fakta ke esensi secara umum. c.
Variasi Imajinasi Variasi imanjinasi adalah mencari makna-makna yang mungkin dengan
memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan dan pendekatan terhadap fenomena dari perspektif, posisi, peranan dan fungsi yang
berbeda. Langkah-langkah yang dilakukan dalam variasi imajinasi adalah :
Sistematisasi struktur makna yang mungkin dengan mendasarkan pada
makna tekstural
Mengenali tema-tema pokok dan konteks ketika fenomena muncul
6
Sesuatu yang diterima oleh panca indera manusia. Deskripsi noema ini bersifat obyektif, berdasarkan pada bagaimana obyek tersebut nampak oleh panca indera manusia.
7
Noesis adalah sisi ideal onyek dalam fikiran kita, bukan obyek yang sebenarnya. Dengan noesis, suatu obyek dibawa dalam kesdaran, muncul dalam kesadaran dan secara rasional ditentukan.
Menyadari struktur universal yang mengendapkan perasaan dan fikiran
dalam kerangka rujukan fenomena, seperti struktur waktu, ruang, perhatian, bahan, kausalitas, hubungan dengan diri dan dengan orang lain
Mencari contoh-contoh yang dapat mengilustrasikan tema struktur
invarian dan memfasilitasi pembangunan deskripsi struktural dari fenomena
d. Sintesa makna dan Esensi
Tahap terakhir dari penelitian fenomenologi adalah integrasi intuitif dasar- dasar deskripsi tekstural dan struktural ke dalam satu pernyataan yang
menggambarkan hakekat fenomena secara keseluruhan
Subyek penelitian adalah pelaku yang terlibat dalam pembangunan HTI baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: Pelaku usaha HTI, Dinas
Kehutanan Provinsi Riau dan Kabupaten Pelalawan, Asosiasi Pelaku usaha Hutan Indonesia APHI Riau, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan Konsultan
Kehutanan. Informan yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak 32 seperti tertera pada Tabel 1-1. Pertanyaan awal yang ditanyakan ke seluruh informan adalah
pemahaman informan terhadap proses pembangunan HTI di Riau. Pengembangan materi wawancara terjadi dari jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh informan.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan metode fenomenologi seperti Gambar 1-2. Proses pengumpulan data
diarahkan untuk dapat mengungkapkan pemahaman, sikap dan tindakan yang dilakukan oleh informan terkait dengan pembangunan HTI di Riau. Data yang telah
diperoleh ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan tahapan analisis seperti pada bagian analisis data di bawah ini.
Tabel 1-1. Informan Penelitian dan Waktu Wawancara No Indentitas Instansi Jabatan
Waktu Wawancara 1.
X1 Dinas Kehutanan Provinsi Riau Apil 2013
2. X2 Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan
November 2013 3.
X3 Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan Oktober 2013
4. X4 Dinas Kehutanan Kab. Siak
Mei 2010 5.
X5 Mantan Dirjen BUK April 2014
6. X6 Direktur HTI Kementerian Kehutanan
Agustus 2010 7.
X7 BPKH Wilayah Kepulauan Riau Pebruari 2014
8. X8 Bagian Hukum BUK
November 2013 9.
X9 PT RAPP 2012, 2013
10. X10 Direktur IUPHHK-HT Mei 2013
11. X11 Pemegang IUPHHK-HT Mei 2013
12. X12 Staf Perencanaan Panca Eka Grup September 2011
13. X13 Ketua APHI Juni 2013
14. X14 Direktur IUPHHK-HT Juni 2011
15. X15 Dinas Kehutanan Provinsi Riau Agustus 2013
16. X16 Pegawai PT. Arara Abadi Agustus 2012
17. X17 Pegawai PT. RAPP April 2010
18. X18 Pegawai PT. Anugerah PT. RAPP grup Mei 2010
19. X19 PT. NWR diakuisisi Maret 2011
20. X20 PT. NWR diakuisisi Maret 2011
21. X21 Direktur IUPHHK-HT September 2012
22. X22 Koran Riau Pos Agustus 2012
23. X23 Koran Haluan Riau Agustus 2012
24. X24 LSM Jikalahari September 2012
25. X25 LSM TII Riau September 2012
26. X26 Konsultan Kehutanan, Riau April 2013
27. X27 Konsultan Kehutanan, Bogor Agustus 2013
28. X28 Dosen IPB Mei 2013
29. X29 Mantan Pejabat Litbang, Peneliti April 2013
30. X30 Peneliti HTI Litbang Kehutanan Agustus 2013
31. X31 LSM Riau Madani Oktober 2012
32. X32 BP2HP Pekanbaru Agustus 2013
Analisis Data
Analisis data mengikuti metode analisis data fenomenologi van Kam dengan tahapan analisis sebagai berikut Gambar 1-1 :
1. Horizonalization
Membuat daftar dan pengelompokan awal data yang diperoleh dengan melengkapi data dari berbagai sumber dari sudut pandang lain serta
melengkapi data dengan persepsi orang lain
2. Reduksi dan Eliminasi
Melakukan pengujian data untuk menghasilkan penjelasan tentang tema. Tahap ini dilanjutkan dengan membuat tema-tema untuk memahami gejala
secara keseluruhan.
3. Deskripsi Tekstural
Membuat penjelasan terhadap tema-tema yang telah diperoleh dari proses pengelompokan tema, penjelasan teks
4. Deskripsi Struktural
Membuat penjelasan tentang makna yang terkandung dalam suatu tema yang dihasilkan
5. Menentukan Makna
Menentukan makna dan esensi fenomena yang dikonstruksikan dengan menyatukan deskripsi tekstual dan struktural
Data yang telah dianalisis tersebut kemudian dituliskan dalam sebuah hasil penelitian. Pembahasan penelitian dilakukan dengan mengelaborasi antara fakta-
fakta penelitian dengan teori yang digunakan dalam penelitian dan pendapat pribadi peneliti terhadap hasil yang telah diperoleh dari penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Alexandi FM. 2008. Hubungan antara Negera dan Pelaku usaha pada Era Reformasi: Ekonomi Politik Persaingan Usaha pada Industri Tepung
Nasional disertasi. Depok. Universitas Indonesia. Amin BA. 2010. Proses Politik dan kelompok Elit dalam Industri Migas, Kasus
Perpanjangan Kontrak Pemerintah RI dengan Exxon Mobil di Wilayah Blok Cepu Jawa Tengah Tahun 2005 disertasi. Depok. Universitas Indonesia
Awang SA. 2006. Sosiologi Pengetahuan Deforestasi, Konstruksi Sosial dan Perlawanan. Debut Press. Jogjokarta
Barr, C. 1999. Discipline and Accumulate State Practice and Elite Consolidation in Indonesia Timber Sector
1967−1998 thesis. Cornell University Berger P and Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan. Hasan Basri, penerjemah. Jakartas: LP3ES. Terjemahan dari: The Social Construction of Reality. A Treatise in The
Sociology of Knowledge.
Caporaso JA dan Levine, DP. 1992. Teori-Teori Ekonomi Politik. Suraji, penerjemah. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Terjemahan dari. Theories of
Political Economy Clark, B. 1998. Political Economy: A Comparative Approach. An imprint of
Greenwood Publishing Grup, Inc. United Stated of America. Creswell J. 2010. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitaif dan Mixed.
Achmad F, penerjemah. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Terjemahan dari; Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches.
Denzim K, Lincoln Y. 1997editor. Handbook of Qualitative Research. terjemahan 2009. Pustaka Pelajar. Jakarta
Dinas Kehutanan Riau. 2010. Rekapitulasi IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT di Provinsi Riau. Laporan Tahunan
Giddens, A. 1984. Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial. Adi Loka S, penerjemah; Yogyakarta: Penerbit Pedati. Terjemahan dari: The
Constitution of Society Herawati T. 2011. Hutan Tanaman Rakyat: Analisis Proses Perumusan Kebijakan
dan Rancang Bangun Model Konseptual Kebijakan disertasi. Bogor. Institut Pertanian Bogor
Kementerian Kehutanan. 2011. Statistik Kehutanan Tahun 2011. Kementerian Kehutanan. Jakarta
Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Tahun 2012. Kementerian Kehutanan. Jakarta
Kartodihardjo H. 1998. Peningkatan Kinerja Pelaku usahaan Hutan Alam Produksi Melalui Kebijaksanaan Penataan Institusi disertasi. Bogor. Institut
Pertanian Bogor. Kholid M. 2007. Ekonomi Politik Migas : Studi Kasus atas Konfigurasi Ekonomi
Politik Lahirnya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Implikasinya Bagi Masa Depan Pengembangan Industri Migas Nasional
tesis. Depok. Universitas Indonesia.
Kuswarno E. 2009. Fenomenologi : Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Widya Padjajaran. Bandung
Irawan P. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Fisip UI Press. Jakarta
Leksono S. 2013. Penelitian Kualitatif Ilmu Ekonomi, dari metodologi ke metode. Penerbit RajaGrafindo Persada. Jakarta
Lubis AY dan Adian DG. 2011. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan, dari David Hume sampai Thomas Kuhn. Penerbit Koekoesan. Depok
Moran D. 2000. Introduction to Phenomenology. Routledge 11 New Fetter Lane, London and 29 west 35 th street New York.
Media Data Riset. 2010. Progres Pasar Industri Pulp dan Kertas Indonesia, 2010. Media Data Riset. Jakarta
Nugroho B. 2003. Kajian Institusi Pelibatan Usaha Kecil-Menengah Industri Pemanenan Hutan untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
disertasi. Bogor. Institut Pertanian Bogor Nurrochmat DR, Suharjito D, Tambunan AB. 2012. Ekonomi Politik Kehutanan,
Mengurai Mitosdan Fakta Pengelolaan Hutan. Indef. Jakarta Rimbawan TD. 2012. Hubungan Negara dan Pelaku usaha di Era Reformasi, Studi
Kasus Bisnis Grup Bakri 2004−2012disertasi. Depok. Universitas
Indonesia. Samuel H. 2012. Peter Berger, Sebuah Pengantar Ringkas. Penerbit Kepik. Depok
Sulasman. 2014. Metodologi Penelitian Sejarah, Teori Metode Contoh Aplikasi. Pustaka Setia. Bandung
Sulistiowati. 2010. Perusahaan Grup di Indonesia, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis. Erlangga. Jakarta
Yudhiwati A. 2010. Pengambilalihan Saham Perseroan Terbatas Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHKtesis. Semarang.
Universitas Diponegoro Yustika AE. 2012. Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka
Pelajar. Jogjakarta.
II. DINAMIKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HTI